Professional Documents
Culture Documents
5. Fidelity (setia)
Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang.
6. Veracity (kebenaran)
Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran.
1. ABORSI
a. Devinisi
Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Womens Health oleh Institute for Social, Studies and
Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan
setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin
(fetus) mencapai 20 minggu.
Secara medis, aborsi adalah berakhirnya atau gugurnya kehamilan sebelum kandungan mencapai
usia 20 minggu, yaitu sebelum janin dapat hidup di luar kandungan secara mandiri.
b. Jenis-Jenis Aborsi
1) Spontaneous Abortion
Yaitu aborsi spontan yang terjadi secara alami tanpa intervensi tenaga medis. Aborsi jenis ini
misalnya disebabkan oleh traumakecelakaan atau sebab-sebab alami.
Macam- macam aborsi spontan antara lain :
a) Abortus Immanies, yaitu peristiwa terjadinya pendarahan dari uterus pada kehamilan sebelum
20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
b) Abortus Insipiens, yaitu peristiwa pendarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
c) Abortus Inkompletus, yaitu pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
d) Abortus Kompletus, yaitu semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
2) Induced Abortion
Merupakan pengguguran kandunganyang disengaja atau direncanakan melalui tindakan medis
dengan obat-obatan saja atau tindakan bedah, atau tindakan lain yang menyababkan pendarahan
lewat vagina.
Macam-macam aborsi Indus antara lain :
a) Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus, yaitu aborsi yang dilakukan jika
ada indikasi medic misalnya demi menyelamatkan nyawa ibu.
Syarat-syaratnya adalah :
Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukannya sesuai dengan tanggung jawab dan profesi.
Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli psikologi, agama, hukum, agama, ahli medis lain)
Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai, yang ditunjuk
oleh pemerintah.
Prosedur tidak dirahasiakan
Dokumen medic harus lengakap
b) Therapiotic Abortion, yaitu pengguran yang dilakukan karena kehamilan tersebut mengancam
kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, terkadang dilakukan sesudah pemerkosaan.
c) Eugenic Abortion, yaitu pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat.
d) Elective Abortion, yaitu pengguguran yang dilakukan untuk alas an-alasan lain.
e) Abortus Provokatus Kriminalis, yaitu sering terjadi pada kehamilan yang tidak dikehendaki.
Beberapa alas an dilakukannya antara lain :
Alasan kesehatan, dimana ibu tidak cukup sehat untuk hamil
Alas an psikososial, dimana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau punya anak lagi
Kehamilan luar nikah
Masalah ekonomi
Masalah social, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat
Kehamialn terjadi akibat pemerkosaan atau incest
Kegagalan kontrasepsi
c. Resiko
1) Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
Kematian mendadak karena pendarahan hebat
Kematian mendadak karena pembiusan gagal
Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitan kandungan
Rahim yang sobek
Kerusakan leher rahim sehingga menyebabkan cacat pada anak berikutnya
Kanker payudara karena tidak seimbangnya hormone estrogen
Kanker indung telur
Kanker leher rahim
Kanker hati
Kelainan pada placenta/ari-ari
Menjadi mandul
Infeksi rongga panggul
Infeksi pada lapisan rahim
2. EUTHASANIA
a. Devinisi
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu berarti baik, dan thanatos artinya mati.
Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa sakit. Oleh karena itu,
euthanasia sering disebut juga dengan mercy killing (mati dengan tenang). Akan tetapi, ini sering
diartikan sebagai pengakhiran kehidupan karena kasihan atau membiarkan orang mati.
Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia, istilah euthasania dipergunakan dalam tiga arti, yaitu :
1) Berpindah kea lam baka dengan tenang dan aman, tanpa penderitaan, untuk yang beriman
dengan nama ALLAH di bibir
2) Ketika hidup berakhir, penderitaan si sakit yang diringankan dengan memberikan obat
penenang
3) Mengakhiri penderitaan dan hidup seseorang yang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien
sendiri dan keluarganya
Dalam praktik kedokteran, dikenal dua macam euthanasia, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia
pasif.
1) Euthanasia aktif
Yaitu tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk
memperpendek atau mengakhiri hidup si pasien.
Contoh misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa
sehingga pasien sering kali pingsan. Dalam hal ini, dokter yakin yang bersangkutan akan
meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang
sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus
(Utomo, 2003:178).
2) Euthanasia pasif
Yaitu tindakan dokter atau tenaga kesehatan lain yang secara sengaja tidak (lagi) memberikan
bantuan medis yang secara medis dapat memperpanjang hidup pasien.
Contoh misalnya penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan
koma, disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh. Dalam kondisi
demikian, jika pengobatan terhadapnya dihentikan, akan dapat mempercepat kematiannya
(Utomo, 2003:177).
Pandangan terhadap euthasania
Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu. (QS An-Nisaa` : 29)
Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan,
menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh
pemerintahan Islam (Khilafah).
b. Euthasania Pasif
Syariah islam membolehkan euthasania pasif, karena dinilai dari hukum dasar berobat itu sendiri.
Pada dasarnya hokum pengobatan atau berobat mubah(boleh), termasuk dalam hal ini memasang
alat-alat bantu bagi pasien hukumnya adalah mubah, karena termasuk kedalam aktivitas berobat.
Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-
alat bantu pada pasien hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut
alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat
dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu.
Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya,
atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika
pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa.
3. TRANSPLANTASI ORGAN
a. Devinisi
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat
ke tempat lain pada tubunya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi
tertentu.
Transplantasi atau pencangkokan organ tubuh diantara sesama manusia, disebut
juga allotransplantation, telah menyelamatkan ribuan penderita kegagalan organ utama dari
kematian dan penderitaan.
1) Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh
orang itu sendiri.
2) Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh
orang lain.
3) Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh
spesies lainnya.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi,
yaitu:
1) Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil
jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan
jaringan / organ.
2) Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan / organ tubuh baru
sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan / organ tersebut, untuk berfungsi baik,
mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.
Tahun 600 SM di India, Susruta telah melakuakan transpalantasi kulit. Semantara jaman
Renaissance, seorang ahli bedah dari Itali bernama Gaspare Tagliacozzi juga telah melakukan
hal yang sama. Diduga John Hunter ( 1728 1793 ) adalah pioneer bedah eksperimental,
termasuk bedah transplantasi. Dia mampu membuat criteria teknik bedah untuk menghasilkan
suatu jaringan trnsplantasi yang tumbuh di tempat baru. Akan tetapi sistim golongan darah dan
sistim histokompatibilitas yang erat hubungannya dengan reaksi terhadap transplantasi belum
ditemukan. Pada abad ke 20, Wiener dan Landsteiner menyokong perkembangan transplantasi
dengan menemukan golongan darah system ABO dan system Rhesus. Saat ini perkembangan
ilmu kekebalan tubuh makin berperan dalam keberhasilan tindakan transplantasi. Perkembangan
teknologi kedokteran terus meningkat searah dengan perkembangan teknik transplantasi.
Pasal 33 ayat 2 transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagamana
dimaksudkan dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk
tujuan komersial. Lebih jauh diterangkannya, UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
pada pasal 33 ayat 1. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah itu hanya
boleh dilakukan untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.
4. Supporting Device
a. Devinisi
Supporting device adalah alat bantu yang digunakan dalam kegiatan medis untuk proses
pengobatan.
b. Macam-Macam Supporting Device
1) Ventilator, yaitu alat bantu untuk mengontrol peranapasan.
2) Mesin Dialisis
3) Artificial Heart , yaitu alat bantu untuk mengontrol denyut jantung.
4) Temperature Control Machine
5) Automatic Infusion Devices, yaitu alat bantu untuk menyuntikkan obat-obatan.
6) Monitoring Device, yaitu alat bantu untuk memonitoring kerja otak.
2. KELALAIAN
Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan atau hukum
guna melindungi orang lain yang bertentangan dengan tidakan-tindakan yang tidak beralasan dan
beresiko melakukan kesalahan. (Keeton, 1984)
Sedangkan menurut Hanafiah dan Amir (1999) kelalaian adalah sikap yang kurang hati-hati yaitu
tidak melakukan sesuatu yang seharusnya seseorang lakukan dengan sikap hati-hati dan wajar,
atau sebaliknya melakukan sesuatu dengan sikap hati-hati tetapi tidak melakukannya dalam
situasi tertentu.
3. PERTANGGUNG GUGATAN
a. Cara Langsung
Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolak ukur dengan rumusan 4 D, yaitu :
1) Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawat dengan pasien, peraweat haruslah bertindak
berdasarkan beberapa hal, yaitu :
4. TANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya. Sebutan ini
menunjukkan bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara hati-hati, teliti dan
kegiatan perawat dilaporkan secara jujur.
B. DILEMA ETIK
Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan
atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam
dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang
harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.
D. NURSING ADVOCACY
1. DEVINISI ADVOKAT
Kata advokat berasal dari bahasa latin advocates, berarti seseorang yang diprerintahkan
untuk memberikan bukti. Jadi,advokat adalah seseorang yang membela perkara orang lain.
Maka, fokus dari peran advokasi klien adalah menghargai keputusan klien dan meningkatkan
otonomi klien.
Tujuan utama dari advokat klien adalah melindungi hak-hak klien. Menurut nelson, 1988,
hlm. 124 ada tiga komponen utama peran advokat klien, yaitu :
1) Pelindung, perawat membantu klien membuat keputusan berdasarkan informasi
2) Mediator, perawat bertindak sebagai perantara antara klien dan orang lain di lingkungan
3) Pelaku, perawat secara langsung mengintervensi atas nama klien
Sedangkan nilai-nilai keperawatan yang menjadi dasar advokasi klien antara lain :
1) Klien adalah makhluk holistik berotonomi yang memiliki hak untuk membuat pilihan dan
keputusan.
2) Klien memiliki hak mengharapkan hubungan perawat-klien yang berdasarkan rasa hormat,
percaya, kolaborasi dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan
kebutuhan perawatan kesehatan, dan perhatian mengenai pemikiran dan perasaan mereka.
3) Klien bertanggung jawab terhadap kesehatan mereka.
4) Perawat bertanggung jawab membantu klien menggunakan kekuatan mereka untuk mencapai
tingkat kesehatan tertinggi yang mungkin.
5) Perawat bertanggung jawab untuk memastikan klien memiliki akses ke layanan perawatan
kesehatan yang memenuhi kebutuhan kesehatan.
6) Perawat dan klien sama-sama mampu dan bertanggung jawab terhadap hasil akhir perawatan.
1. DEVINISI
Merton mendefinisikan bahwa organisasi profesi adalah organisasi dari praktisi yang
menilai/mempertimbangkan seseorang atau yang lain mempunyai kompetensi professional dan
mempunyai ikatan bersama untuk menyelenggarakan fungsi sosial yang mana tidak dapat
dilaksanakan secara terpisah sebagai individu.
Organisasi profesi mempunyai 2 perhatian utama : (1) Kebutuhan hukum untuk melindungi
masyarakat dari perawat yang tidak dipersiapkan dengan baik dan (2) kurangnya standar dalam
keperawatan.
Organisasi profesi menyediakan kendaraan untuk perawat dalam menghadapi tantangan yang
ada saat ini dan akan datang serta bekerja kearah positif terhadap perubahan-perubahan profesi
sesuai dengan perubahan sosial.
Ciri-ciri organisasi profesi adalah :
1) Hanya ada satu organisasi untuk setiap profesi
2) Ikatan utama para anggota adalah kebanggan dan kehormatan
3) Tujuan utama adalah menjaga martabat dan kehormatan profesi.
4) Kedudukan dan hubungan antar anggota bersifat persaudaraan
5) Memiliki sifat kepemimpinan kolektif
6) Mekanisme pengambilan keputusan atas dasar kesepakatan
Organisasi keperawatan tingkat nasional yang merupakan wadah bagi semua perawat di
Indonesia adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang didirikan pada tanggal 17
Maret 1974 (Priharjo, 2005).
REFERENSI :
Theodore M. Mills, 1967. The Sociology of Small Groups. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Page.
3-35
Fred R. Kerlinger, 1964. Foundations of behavioral research. New York: Holt Rinehart and
Winston.page. 20-35
Kamanto Sunarto. 1992. Sosiologi Kelompok. Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu Sosial
Universitas Indonesia. Hlm. 5
George C. Homans, The Human Group (New York: Harcourt, Brace and Company, 1950), hlm.
23
Hidayat, AAA. 2004. Pengantar Konsep Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Hlm.76
P. Robbins, Stephen. 1983. Organization Theory: Structure, Design, and Application. New
Jersey: Prentice Hall, Inc. Hlm 67
Soerjono. Soekanto, 1986. Pengetahuan Sosiologi Kelompok. Bandung: Penerbit Remadja Karya
CV. Hlm. 34