You are on page 1of 24

Dyna indah :

Sistem Pemerintahan di Indonesia penerapan basis akuntansi pada akuntansi pemerintah dapat
mencakup antara lain sebagai berikut:
1.Pendekatan perancangan akuntansi berbasis akrual
Salah satu titik kritis utama dari sebuah penerapan akuntansi berbasis akrual
adalah mencakup pendekatan perancangan apakah dapat dilakukan secara bertahap atau
langsung secara frontal atau sering disebut big bang. Para ahli hampir sepakat bahwa
pendekatan bertahap sangat disarankan, terutama bagi pemerintah di negara yang sedang
berkembang mengingat keterbatasan sumber daya manusia dan komitmen politik dari
pimpinan negara yang masih diragukan.Pendekatan ini dirasa paling masuk akal, mengingat
konsep akuntansi berbasis akrual harus dipandang sebagai bagian dari sebuah reformasi
sistem keuangan negara secara keseluruhan yang harus mencakup reformasi di bidang lain
selain hanya masalah akuntansi. Pendekatan ini juga diharapkan dapat menghasilkan hasil
optimal karena pelaporan akuntansi dan keuangan berbasis akrual dirancang secara
bersamaan dengan pelaporan berbasis kas, kondisi yang saat ini berlaku. Namun demikian,
untuk menghindari hilangnya momentum perubahan menuju basis akrual, langkah total juga
disarankan jika kendalakendala penerapan basis akrual dapat diatasi.
2. Jenis laporan keuangan
Permasalahan lain adalah jenis-jenis laporan keuangan yang harus disusun oleh
sebuah entitas akuntansi dan entitas pelaporan. Secara peraturan undang-undang keuangan
negara dan undang-undang perbendaharaan, memang hanya mensyaratkan adanya empat
laporan keuangan yakni laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas
laporan keuangan. Di satu pihak, KSAP saat ini telah mengantisipasi jenis laporan tambahan
selain yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan dengan menambahkan tiga jenis
laporan baru yaitu laporan perubahan saldo anggaran lebih, laporan operasional dan laporan
perubahan ekuitas, seperti tercantum dalam konsep publikasi standar akuntansi pemerintahan
berbasis akrual. Di lain pihak, penyusun laporan baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah sepertinya masih menunggu hasil KSAP, meskipun sudah terlihat aktif dalam berbagai
forum seperti limited hearing dan diskusi-diskusi basis akrual. Secara nyata, pihak inilah
yang nantinya akan mengalami kerepotan luar biasa, mengingat kondisi sekarang saja,
mereka masih menghadapi opini disclaimer dari auditor
3. Anggaran berbasis akrual
Pembahasan akuntansi berbasis akrual hampir selalu diiringi dengan penganggaran
berbasis akrual. Pertanyaannya adalah apakah international best practices dalam basis
akuntansi akrual juga selalu diikuti oleh sistem penganggaran berbasis akrual. Penerapan
basis akrual tidak harus diikuti dengan penerapan anggaran berbasis akrual. Alasan utamanya
adalah bahwa anggaran berbasis akrual sangat sulit dimengerti oleh para politisi yang
fungsinya menyetujui anggaran yang diajukan oleh pemerintah dan juga para stakeholders
lainnya.

4.Pengakuan pendapatan
Jika basis akrual diterapkan, pendapatan diakui pada saat timbul hak dari pemerintah.
Masalahnya adalah dalam hak pajak yang menganut self ssessment di mana wajib pajak
menghitung sendiri kewajiban pajaknya, hak tersebut menjadi belum final karena masih
dimungkinkan adanya restitusi meskipun sudah ada SPT, sehingga dokumen yang dijadikan
dasar penentuan hak tagih pajak menjadi masalah. Pendapatan harus diakui jika telah muncul
hak sehingga pencatatan pendapatan dilakukan setiap kali ada transaksi munculnya hak
tersebut. Standar akuntansi pemerintah nantinya harus menciptakan kriteria yang jelas atas
pengakuan pendapatan tersebut. titas akuntansi ataukah biayanya akan jauh lebih besar jika
dibanding manfaatnya.

5.Pengakuan belanja/beban

Jika basis akrual diterapkan, penggunaan istilah belanja menjadi tidak tepat, sehingga
terminologi belanja seharusnya diganti dengan beban atau biaya. Untuk laporan realisasi
anggaran dan laporan perubahan saldo anggaran lebih, terminologi belanja sudah tepat dan
hal ini juga sesuai dengan peraturan perundangan yang berkaitan dengan anggaran
pendapatan dan belanja negara. Sedangkan untuk laporan lain, yakni, laporan operasional dan
laporan perubahan ekuitas, terminologi beban atau biaya harus menggantikan terminologi
belanja.

A. BASIS AKUNTANSI
Pada dasarnya, hanya terdapat dua basis akuntansi atau dasar akuntansi yang dikenal
dalam akuntansi, yaitu akuntansi berbasis kas (cash basis) dan akuntansi berbasis akrual
(accrual basis). Sedangkan, jika ada basis akuntansi yang lain seperti basis kas modifikasian,
atau akrual modifikasian, atau kas menuju akrual, merupakan modifikasi diantara basis kas
dan basis akrual untuk masa transisi (Halim, 2012). Basis atau dasar akuntansi adalah terkait
dengan metode pencatatan akuntansi dalam menentukan kapan dan bagaimana suatu transaksi
ekonomi atau kejadian-kejadian diakui/dicatat.
Dalam akuntansi berbasis kas, suatu transaksi atau kejadian diakui/dicatat ketika uang
atas transaksi tersebut diterima atau dikeluarkan. Dengan kata lain, akuntansi berbasis kas
adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaki dan kejadian lainnya pada saat kas
atau setara kas diterima atau dibayar yang digunakan untuk pengakuan pendapatan, belanja,
dan pembiayaan (Ritonga,-). Sementara akuntansi berbasis akrual adalah suatu basis
akuntansi dimana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan disajikan
dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu
kas atau setara kas diterima atau dibayarkan (KSAP, 2006). Selanjutnya, KSAP juga
mengatakan dalam akuntansi berbasis akrual, waktu pencatatan (recording) sesuai dengan
saat terjadinya arus sumber daya, sehingga dapat menyediakan informasi yang paling
komprehensif karena seluruh arus sumber daya dicatat. Ketika akrual hendak dilakukan
sepenuhnya untuk menggambarkan berlangsungnya esensi transaksi atau kejadian, maka nilai
lebih yang diperoleh dari penerapan akrual adalah tergambarnya informasi operasi atau
kejadian. Dalam sektor komersial, gambaran perkembangan operasi atau kejadian tersebut
dituangkan dalam laporan laba rugi. Sedangkan dalam akuntansi pemerintah, laporan sejenis
ini diciptakan dalam bentuk laporan operasional atau laporan surplus/defisit (Simanjuntak,
2010).
Sementara itu, The International Organisation of Supreme Audit Institutions
(INTOSAI) dalam Van Der Hoek (2005) melihat bahwa terdapat empat sistem pelaporan
keuangan, yaitu:

1. Full Cash Accounting. Sistem ini mencatat suatu transaksi ketika dana dibayar atau
diterima dari suatu otoritas apropriasi (appropriation authority).

2. Modified Cash Accounting. Sistem ini mengakui suatu transaksi secara tunai selama tahun
tersebut dan setup akun dan/atau piutang yang belum dibayar pada akhir tahun.

3. Modified Accrual Accounting. Sistem ini mencatat pengeluaran pada saat sumber daya
diterima dan pendapatan pada saat terukur dan tersedia dalam poeriode akuntansi atau segera
sesudahnya.
4. Full Accrual Accounting. Sistem ini mengakui beban pada saat terjadinya (incurred),
mencatat pendapatan pada saat diperoleh (earned), dan mengkapitalisasi aset tetap.

Masing-masing basis akuntansi tersebut sebenarnya memiliki keunggulan dan


kelemahan tersendiri. Keunggulan akuntansi berbasis kas menurut Ritonga adalah bahwa
laporan keuangan berbasis kas memperlihatkan sumber dana, alokasi dan penggunaan
sumber-sumber kas, mudah untuk dimengerti dan dijelaskan, pembuat laporan keuangan
tidak membutuhkan pengetahuan yang mendetail tentang akuntansi, dan tidak memerlukan
pertimbangan ketika menentukan jumlah arus kas dalam suatu periode. Sementara itu
kelemahan akuntansi berbasis kas menurut Hoesada (2010) adalah:

Tidak mampu menyajikan jumlah sumberdaya yang digunakan


Tidak marnpu memperhitungkan atau mempertimbangkan kewajiban keuangan,
hutang, komitmen masa depan, penjaminan oleh pemerintah, atau kewajiban
kontinjen
Terfokus secara sempit pada pembayaran kas, tidak peduli akan kondisi dan daya
layan aset tetap
Terfokus pada pengendalian input, pembelian, perolehan, dan mengabaikan produksi
sendiri
Mendorong distorsi, mendorong para manajer untuk menilai terlampau rendah biaya
program, proyek, kegiatan, mendorong penggunaan sampai habis apropriasi/jatah
anggaran
Tak ada kewajiban matching pendapatan vs beban
Terbatasnya informasi aset dan kewajiban dalam neraca
Akuntansi berbasis kas merupakan landasan berpijak yang buruk untuk membangun
kebijakan fiskal yang solid.

Oleh sebab itu, dengan berbagai kelemahan yang ada pada basis kas, perubahan
menuju akuntansi berbasis akrual diharapkan dapat mengatasi bebagai kelemahan tersebut.
Dalam Study No. 14 yang diterbitkan oleh International Public Sector Accounting Standards
Board (2011), mengatakan bahwa informasi yang disajikan pada akuntansi berbasis akrual
dalam pelaporan keuangan memungkinkan pengguna untuk:

Menilai akuntabilitas untuk pengelolaan seluruh sumber daya entitas serta penyebaran
sumber daya tersebut.
Menilai kinerja, posisi keuangan dan arus kas dari suatu entitas.
Pengambilan keputusan mengenai penyediaan sumber daya, atau melakukan bisnis
dengan suatu entitas.

Selanjutnya, pada level yang lebih detil dalam Study No. 4 tersebut mengatakan
bahwa pelaporan dengan basis akrual akan dapat:

Menunjukkan bagaimana pemerintah membiayai aktivitas-aktivitasnya dan memenuhi


kebutuhan dananya.
Memungkinkan pengguna laporan untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah saat
ini untuk membiayai aktivitas-aktivitasnya dan untuk memenuhi kewajiban-kewajian
dan komitmen-komitmennya.
Menunjukkan posisi keuangan pemerintah dan perubahan posisi keuangannya.
Memberikan kesempatan pada pemerintah untuk menunjukkan keberhasilan
pengelolaan sumber daya yang dikelolanya.
Bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan
efektifivitas penggunaan sumber daya.

B. TANTANGAN PENERAPAN AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL DI


PEMERINTAHAN INDONESIA
Penerapan akuntansi berbasis akrual di pemerintahan Indonesia sejatinya sudah harus
dilaksanakan sejak tahun 2008 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 pasal 36 ayat 1 menyatakan:
Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini
dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun.

Begitu juga dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan


Negara pada pasal 70 ayat 2 dinyatakan:
Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual
sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 dan pasal 13 undang-undang ini
dilaksanakan selambat-lambatnya pada tahun anggaran 2008.

Namun, pada kenyataannya sampai sekarang penerapan akuntansi berbasis akrual


tersebut belum terealisasi dengan maksimal, walaupun peraturan tentang standar akuntansi
akrual telah diterbitkan. Hal ini merupakan tantangan besar bagi Pemerintah dan harus
dilakukan secara hati-hati dengan persiapan yang matang dan terstruktur.
Keberhasilan suatu perubahan akuntansi pemerintahan menuju basis akrual agar dapat
menghasilkan laporan keuangan yang lebih transparan dan lebih akuntabel memerlukan
upaya dan kerja sama dari berbagai pihak. Jika penerapan akuntansi berbasis kas menuju
akrual saja masih banyak menghadapi hambatan, apalagi lagi jika pemerintah akan
menerapkan akuntansi berbasis akrual (Simanjuntak, 2010).
Menurut Simanjuntak (2010) dan Bastian (2006) beberapa tantangan penerapan
akuntansi berbasis akrual di pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Sistem Akuntansi dan Information Technology (IT) Based System
Adanya kompleksitas implementasi akuntansi berbasis akrual, dapat dipastikan bahwa
penerapan akuntansi berbasis akrual di lingkungan pemerintahan memerlukan sistem
akuntansi dan IT based system yang lebih rumit. Selain itu perlu juga dibangun sistem
pengendalian intern yang memadai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya
tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,
pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Hal tersebut
telah diamanatkan oleh Undang-Undang No 1 tahun 2004 pasal 58 ayat 1yang menyatakan:
Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara, Presiden selaku Kepala Pemerintah mengatur dan menyelenggarakan Sistem
Pengendalian Intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh.
2. Komitmen dari Pimpinan
Dukungan yang kuat dari pimpinan merupakan kunci keberhasilan dari suatu perubahan.
Salah satu penyebab kelemahan penyusunan Laporan Keuangan pada beberapa
Kementerian/Lembaga adalah lemahnya komitmen pimpinan satuan kerja khususnya Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) penerima dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan.
Diundangkannya tiga paket keuangan negara serta undang-undang pemerintahan daerah
menunjukkan keinginan yang kuat dari pihak eksekutif dan legislatif untuk memperbaiki
sistem keuangan negara, termasuk perbaikan atas akuntansi pemerintahan. Yang menjadi
ujian sekarang adalah peningkatan kualitas produk akuntansi pemerintahan dalam pencatatan
dan pelaporan oleh kementerian/lembaga di pemerintah pusat dan dinas/unit untuk
pemerintah daerah. Sistem akuntansi pemerintah pusat mengacu pada pedoman yang disusun
oleh menteri keuangan. Sistem akuntansi pemerintah daerah ditetapkan oleh
Gubernur/Bupati/Walikota dengan mengacu pada peraturan daerah tentang pengelolaan
keuangan daerah. Sistem akuntansi pemerintah pusat dan sistem akuntansi pemerintah daerah
disusun dengan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Kejelasan perundang-
undangan mendorong penerapan akuntansi pemerintahan dan memberikan dukungan yang
kuat bagi para pimpinan kementerian/lembaga di pusat dan Gubernur/Bupati/Walikota di
daerah.
3. Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang Kompeten
Laporan keuangan diwajibkan untuk disusun secara tertib dan disampaikan masing-masing
oleh pemerintah pusat dan daerah kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selambatnya
tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Selanjutnya, selambatnya enam bulan setelah
tahun anggaran berakhir, laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK tadi diserahkan
oleh Pemerintah Pusat kepada DPR dan oleh Pemerintah Daerah kepada DPRD. Penyiapan
dan penyusunan laporan keuangan tersebut memerlukan SDM yang menguasai akuntansi
pemerintahan.
Pada saat ini, kebutuhan tersebut sangat terasa dengan semakin kuatnya upaya untuk
menerapkan akuntansi pemerintahan berbasis akrual. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah
perlu secara serius menyusun perencanaan SDM di bidang akuntansi pemerintahan.
Termasuk di dalamnya memberikan sistem insentif dan remunerasi yang memadai untuk
mencegah timbulnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) oleh SDM yang terkait
dengan akuntansi pemerintahan. Di samping itu, peran dari perguruan tinggi dan organisasi
profesi tidak kalah pentingnya untuk memenuhi kebutuhan akan SDM yang kompeten di
bidang akuntansi pemerintahan.
4. Resistensi Terhadap Perubahan
Sebagai layaknya untuk setiap perubahan, bisa jadi ada pihak internal yang sudah terbiasa
dengan sistem yang lama dan enggan untuk mengikuti perubahan. Untuk itu, perlu disusun
berbagai kebijakan dan dilakukan berbagai sosialisasi kepada seluruh pihak yang terkait,
sehingga penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual dapat berjalan dengan baik tanpa
ada resistensi.
5. Lingkungan/Masyarakat
Apresiasi dari masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan penerapan
akuntansi pemerintahan. Masyarakat perlu didorong untuk mampu memahami laporan
keuangan pemerintah, sehingga dapat mengetahui dan memahami penggunaan atas
peneriamaan pajak yang diperoleh dari masyarakat maupun pengalokasian sumber daya yang
ada. Dengan dukungan yang positif, masyarakat mendorong pemerintah untuk lebih
transparan dan akuntabel dalam menjalankan kebijakannya.
Sementara itu, Ritonga (2010) dalam Halim (2012) mengatakan bahwa untuk
mendukung penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual diperlukan kondisi-kondisi
yang mendukung, sekaligus menjadi permasalahan yang dihadapi saat ini, yaitu sebagai
berikut:

1. Dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan profesional dalam
pengelolaan keuangan.
2. Dukungan dari pemeriksa laporan keuangan, karena perubahan basis akuntansi akan
mengubah cara pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa. Perubahan-perubahan
yang terjadi harus melalui pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
3. Tersedianya sistem teknologi informasi yang mampu mengakomodasi persyaratan-
persyaratan dalam penerapan akuntansi berbasis akrual.
4. Adanya sistem penganggaran berbasis akrual, karena jika anggaran pendapatan,
belanja, dan pembiayaannya masih berbasi kas sedangkan realisasinya berbasis
akrual, maka antara anggaran dan realisasinya tidak dapat diperbandingkan.
5. Harus ada komitmen dan dukungan politik dari para pengambil keputusan dalam
pemerintahan, karena upaya penerapan akuntansi berbasis akrual memerlukan dana
yang besar dan waktu yang lama, bahkan lebih lama dari masa periode jabatan
presiden, gubernur, bupati, walikota, dan anggota DPR/DPRD.

Dari beberapa permasalahan tersebut, salah satu poin penting dalam penerapan
akuntansi berbasis akrual adalah juga harus diterapkan anggaran berbasis akrual. Anggaran
berbasis akrual ini sulit diterapkan di organisasi pemerintahan karena sangat kompleks.
Dalam akuntansi anggaran mensyaratkan adanya pencatatan dan penyajian akun operasi
sejajar dengan anggarannya. Anggaran berbasis akrual berarti mengakui dan mencatat
anggaran dan realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan pada saat kejadian, atau kondisi
lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah daerah, tanpa memperhatikan pada saat
kas atau setara kas diterima atau dibayar (Ritonga, 2010 dalam Halim, 2012). Hal inilah yang
menjadi persyaratan berat pemerintah dalam menerapkan akuntansi berbasis akrual dalam
organisasi pemerintahan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 juga belum
diatur tentang anggaran berbasis akrual, sehingga dapat dikatakan bahwa SAP tersebut bukan
merupakan SAP Akrual penuh melainkan SAP berbasis akrual modifikasian (accrual
modified) (Halim, 2012).
Blondal (2003) sebagaimana dikutip oleh Boothe (2007) dalam Halim (2012),
mengatakan bahwa kesulitan penerapan anggaran berbasis akrual dipemerintahan adalah
terkait dengan dua alasan berikut:
1. Anggaran akrual diyakini beresiko dalam disiplin anggaran. Keputusan politis untuk
membelanjakan uang sebaiknya ditandingkan dengan ketika belanja tersebut dilaporkan
dalam anggaran. Hanya saja, basis kas yang dapat menyediakannya. Jika sebagian besar
proyek belanja modal, misalnya, dicatat dan dilaporkan pada beban penyusutan, akan
berakibat meningkatkan pengeluaran untuk proyek tersebut.
2. Adanya resistensi dari lembaga legislatif untuk mengadopsi penganggaran akrual. resistensi
ini seringkali akibat dari terlalu kompleknya penganggaran akrual. dalam konteks ini,
lembaga legislatif negara yang menerapkan penganggaran akrual pada umumnya akan
memiliki peran yang lemah dalam proses penganggaran.
Dengan berbagai permasalahan dan tantangan penerapan akuntansi berbasis akrual
dalam pemerintahan indonesia seperti yang telah disebutkan diatas, maka pemerintah harus
berupaya semaksimal mungkin agar penerapannya dapat berjalan dengan baik dan optimal
demi terciptanya tata kelola pemerintahan (good governance) yang lebih transparan dan
akuntabel. Karena seperti yang telah disebutkan diatas bahwa manfaat akuntansi berbasis
akrual dapat menyediakan gambaran operasional pemerintah yang lebih transparan serta
pendapatan dan belanja pemerintah dapat dialokasikan secara tepat setiap saat. Sehingga
dalam hal ini diperlukan strategi pemerintah untuk mendukung keberhasilan penerapan
akuntansi berbasis akrual. Menurut Indra Bastian dalam Forum Dosen Akuntansi Sektor
Publik (2006), mengatakan beberapa strategi yang bisa dilakukan pemerintah, yaitu:
1. Mempertahankan momentum perubahan
2. Melakukan riset untuk mengidentifikasi kebutuhan pemakai
3. Mempermudah penerapan akuntansi pemerintahan
4. Mendorong keterlibatan perguruan tinggi dan lembaga diklat
5. Meningkatkan keterlibatan profesi akuntansi
Sementara itu, dalam salah satu situs referensi menejemen keuangan sektor publik
yang diakses melalui www.medina.co.id, mengatakan ada beberapa langkah yang bisa
dilaksanakan pemerintah untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual, yaitu:
1. Menyiapkan pedoman umum pada tingkat nasional tentang akuntansi akrual. Pedoman
ini digunakan untuk menyamakan persepsi di semua daerah sekaligus sebagai jembatan
teknis atas standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual yang akan diterapkan.
2. Menyiapkan modul pada tingkat nasional yang dapat digunakan oleh berbagai pihak
dalam rangka pelatihan akuntansi berbasis akrual.
3. Menentukan daerah percontohan di setiap regional sebagai upaya
menciptakan benchmarking. Dengan cara ini, pemerintah dapat memfokuskan pada beberapa
daerah dulu sebelum pada akhirnya dapat digunakan oleh seluruh daerah.
4. Diseminasi/sosialisasi tingkat nasional. Hal tersebut dapat digunakan untuk menyerap
input berupa saran ataupun keluhan dari daerah terkait penerapan akuntansi basis akrual.
Sedangkan pada tingkat daerah, strategi penerapan basis akrual dapat dilakukan
dengan langkah-langkah berikut ini:

1. Sosialisasi dan pelatihan yang berjenjang. Berjenjang yang dimaksud meliputi


pimpinan level kebijakan sampai dengan pelaksana teknis, dengan tujuan sosialisasi
dan pelatihan untuk meningkatkan skill pelaksana, membangun awareness, dan
mengajak keterlibatan semua pihak.
2. Menyiapkan dokumen legal yang bersifat lokal seperti peraturan kepala daerah
tentang kebijakan akuntansi dan sistem prosedur.
3. Melakukan uji coba sebagai tahapan sebelum melaksanakan akuntansi berbasis akrual
secara penuh.

KESIMPULAN
Semakin menigkatnya tuntutan pelaksanaan pengelolaan keuangan negara yang
transparan dan akuntabel mendorong pemerintah untuk terus berupaya memperbaiki sistem
akuntansi yang digunakan. Sistem akuntansi berbasis akrual menjadi isu yang sangat penting
di era reformasi untuk menciptakan good government governance.
Sistem akuntansi berbasis kas yang telah dijalankan sebelumnya telah terbukti
memiliki kelemahan. Kelemahan yang mendasar dari sistem akuntansi berbasis kas adalah
laporan keuangan yang dihasilkan tidak informatif, Tidak mampu menyajikan jumlah
sumberdaya yang digunakan, serta tidak mampu memperhitungkan atau mempertimbangkan
kewajiban keuangan, hutang, komitmen masa depan, penjaminan oleh pemerintah, atau
kewajiban kontinjen, dan lainnya yang pada akhirnya dapat mengganggu terwujudnya
pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Sehingga dengan adanya berbagai kelemahan
tersebut, menghendaki pemerintah untuk berubah ke sistem akuntansi berbasis akrual yang
dinilai dapat memberikan manfaat yang lebih dalam meningkatkan transparansi pengelolaan
keuangan pemerintah dalam rangka akuntabilitas publik.
Namun, tentunya penerapan akuntansi berbasis akrual di pemerintahan Indonesia
tidak bisa dengan mudah dilaksanakan seperti pada sektor swasta. Ada beberapa tantangan
yang dihadapi oleh pemerintah untuk menerapkan sistem tersebut, diantaranya adalah:
1. Harus tersedia sistem akuntansi dan sistem teknologi informasi yang mampu
mengakomodasi persyaratan-persyaratan dalam penerapan akuntansi berbasis akrual.
2. Harus ada komitmen dan dukungan politik dari pimpinan dan para pengambil
keputusan dalam pemerintahan.
3. Harus tersedia Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan profesional dalam
pengelolaan keuangan.
4. Lingkungan/masyarakat yang juga harus mengapresiasi dan mendukung keberhasilan
penerapan akuntansi pemerintahan.
5. Dukungan dari pemeriksa laporan keuangan, karena perubahan basis akuntansi akan
mengubah cara pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa.
6. Adanya sistem penganggaran berbasis akrual, karena jika anggaran pendapatan,
belanja, dan pembiayaannya masih berbasis kas sedangkan realisasinya berbasis
akrual, maka antara anggaran dan realisasinya tidak dapat diperbandingkan.
7. Adanya resistensi pihak internal terhadap perubahan kearah sistem akuntansi berbasis
akrual, sehingga membutuhkan sosialisasi yang maksimal terkait dengan sistem
tersebut.

Bang wawan:

Makna Budgetary Accounting:


Akuntansi anggaran merupakan teknik akuntansi untuk mencatat transaksi-transaksi yang
terdapat pada anggaran mulai dari saat anggaran disahkan, dialokasikan, dilaksanakan/
direalisasikan sampai ditutup pada akhir tahun anggaran.
Tujuannya menekankan pada peranan anggaran dalam siklus perencanaan, pengendalian dan
pertanggungjawaban / akuntabilitas

Accrual Accounting
Akuntansi berbasis akrual berarti suatu basis akuntansi di mana transaksi ekonomi dan
peristiwa-peristiwa lain diakui dan dicatat dalam catatan akuntansi dan dilaporkan dalam
periode laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, bukan pada saat kas atau
ekuivalen kas diterima atau dibayarkan. Akuntansi berbasis akrual ini banyak dipakai oleh
institusi sektor non publik dan lembaga lain yang bertujuan mencari keuntungan.
Sistem penerapan penganggaran jumlah yang dianggarkan denganjumlah actual dalam
catatan ganda. Jumlah pemasukan yang dianggarkan dengan pos kredit kemudian sebagai
pengeluaran debit dimasukan sebagai penyimbang dari kredit. Keseimbangan rekening
memperlihatkan jumlah angggran yang masih belum dibelanjakan.
Kendala utama perhitungan sistem penganggran kompleksitas penerimaan dan pengeluaran
yang dianggarkan. Untuk menyerdrhanakan kerumitan ini, dilakukan perbandingan sistematik
antar angka aktual dan anggaran tanpa proses perjurnalan anggaran melainkan cukup
mengandalkan data anggaran yang direkan dalam dokumen pelaksanaan anggran (DPA).
Sehingga laporan keuangan pemerintah tidak hanya menunjukkan penerimaan dan
pengeluaran aktual,tetapi juga perbandingan dengan penerimaan dan pengeluaran yang
dianggarkan. Praktik ini berbeda dalam perusahaan swasta, anggaran tidak di publikasikan.
Sedangkan pemerintahkan anggaran adalah laporan utama yang harus menjadi dokumen
publik.
Sedangkan sistem penerapan akuntansi berbasis akrual merupakan sistem yang paling
modest. Keberhasilan new zealand menerapakan akuntansi akrual telah meyebabkan
perubahan daam manajemen sektor publik. Dalam akuntansi akrual informasi jauh lebih
lengkap dan menyediakan informasi yang rinci mengenai aktiva dan kewajiban.

Kak Iras:

Strategi Pemerintah Pusat


Strategi yang bisa dilaksanakan pemerintah untuk menerapkan akuntansi berbasis
akrual, yaitu:
1. Menyiapkan pedoman umum pada tingkat nasional tentang akuntansi akrual.
Pedoman ini digunakan untuk menyamakan persepsi di semua daerah sekaligus
sebagai jembatan teknis atas standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual yang
akan diterapkan.
Menyiapkan modul pada tingkat nasional yang dapat digunakan oleh berbagai pihak
dalam rangka pelatihan akuntansi berbasis akrual.
Menentukan daerah percontohan di setiap regional sebagai upaya
menciptakan benchmarking. Dengan cara ini, pemerintah dapat memfokuskan pada
beberapa daerah dulu sebelum pada akhirnya dapat digunakan oleh seluruh daerah.
Diseminasi/sosialisasi tingkat nasional. Hal tersebut dapat digunakan untuk menyerap
input berupa saran ataupun keluhan dari daerah terkait penerapan akuntansi basis
akrual.

Strategi Pemerinah Daerah :


Pada tingkat daerah, strategi penerapan basis akrual dapat dilakukan dengan langkah-
langkah berikut ini:
Sosialisasi dan pelatihan yang berjenjang. Berjenjang yang dimaksud meliputi
pimpinan level kebijakan sampai dengan pelaksana teknis, dengan tujuan
sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan skill pelaksana, membangun
awareness, dan mengajak keterlibatan semua pihak.
Menyiapkan dokumen legal yang bersifat lokal seperti peraturan kepala daerah
tentang kebijakan akuntansi dan sistem prosedur.
Melakukan uji coba sebagai tahapan sebelum melaksanakan akuntansi
berbasis akrual secara penuh.

Penerapan SAP berbasis akrual setelah tahun 2015


Ada perubahan ke arah positif semenjak pemerintah menerapkan accrual accounting
(akuntansi berbasis akrual) di 2015. Kemajuan terlihat meski belum semua pemerintah daerah
menerapkan accrual accounting sepenuhnya. Banyak pemerintah daerah, kementerian, dan
lembaga mendapat peningkatan opini dalam laporan keuangannya setelah accrual accounting
diterapkan., Ada beberapa kendala yang dihadapi oleh pemerintah daerah (Pemda) dalam
penerapan SAP, di antaranaya:
1. Kualitas SDM yang belum memadai.
Persoalan ini sangat mendasar mengingat mekanisme perekrutan PNS yang masih
terpusat, meskipun kewenangan untuk pelaksanaan program peningkatan kualitas SDM
ada di daerah. Pemekaran daerah menjadi persoalan tersendiri ketika SDM yang terbatas
kemudian harus dibagi lagi.
2. Struktur organisasi
Sesuai PP No.41/2007, Pemda sudah harus menyusun struktur organisasi (SOTK) baru
dimana ruang untuk akuntansi semakin terbuka. Namun, rendahnya kualitas dan
kuantitas SDM akuntansi menjadi persoalan yang kian berat.
3. Aspek regulasi
Inkonsistensi dalam penerbitan peraturan perundangan terkait akuntansi pemerintahan
mengakibatkan Pemda kehilangan selera untuk melaksanakan akuntansi. Pemda
merasa dijadikan objek penderita karena beberapa petunjuk teknis atau pedoman
pelaksanaan tidak sejalan. Misalnya antara Permendagri No.13/2006 dengan
PP No.24/2005. Belum lagi antara PP No.24/2005 dengan UU No.17/2003. Sebagai
jalan tengah, Depdagri menerbitkan Surat Edaran (SE) yang di antaranya menjelaskan
proses konversi dari Permendagri No.13/2006 ke PP No.24/2005.
4. Aspek sosialisasi dan pendampingan.
Sosialisasi oleh Depdagri, KSAP, BPK, dan pihak-pihak lain telah berjalan, namun
dirasakan masih sangat kurang. Soal pendanaan merupakan masalah utama, disusul oleh
lokasi yang jauh dari keramaian. Misalnya, sangat jarang orang-orang Pusat mau
bersusah payah melakukan sosialisai ke Kabupaten Kepulauan Mentawai (Provinsi
Sumatera Barat) atau Kabupaten Pegunungan Bintang (Provinsi Papua). Yang terjadi
justru Daerah diundang ke Jakarta dan harus membayar kontribusi ke penyelenggara,
termasuk Depdagri (kasus Permendagri 13/2006). Daerah akhirnya merasa dijadikan
objek penderita
5. Ketiadaan sanksi.
Apa sanksi kepada Pemda jika tidak melaksanakan SAP? Sampai saat ini belum ada.
BPK selaku auditor justru tak jarang diminta oleh Pemda menjadi konsultan atau
membantu menyusunkan LKPD. Sesuatu yang tentunya bertentangan dengan peraturan
yang berlaku. Bagaimana kalau opini BPK atas LKPD berupa tidak wajar atau
disclaimer? Apakah kepala daerah yang selama 5 tahun masa jabatannya mendapat
opini disclaimer boleh mencalonkan diri lagi?
6. Kemauan.
Karena peroalan-persoalan di atas, ditambah imej bahwa akuntansi akan menutup ruang
untuk memanfaatkan uang negara, maka Pemda mencari pembenaran untuk menunda-
nunda penerapan SAP. Pemda mencari justifikasi atau excuse untuk sekedar
melaksanakan penatausahaan, misalnya dengan berpura-pura tidak tahu, berperilaku
masa bodoh, dan menunjukkan power keotonomiannya.
Gita:

proses Penyusunan SAP

Komite standar yang dibentuk oleh Menteri Keuangan sampai dengan tahun
pertengahan tahun 2004 telah menghasilkan draf SAP yang terdiri dari Kerangka konseptual
dan 11 pernyataan standar, kesemuanya telah disusun melalui due procees. Proses
penyusunan (Due Process) yang digunakan ini adalah proses yang berlaku umum secara
internasional dengan penyesuaian terhadap kondisi yang ada di Indonesia. Penyesuaian
dilakukan antara lain karena pertimbangan kebutuhan yang mendesak dan kemampuan
pengguna untuk memahami dan melaksanakan standar yang ditetapkan. Tahap-tahap
penyiapan SAP adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar


b. Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam KSAP
c. Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja
d. Penulisan draf SAP oleh Kelompok Kerja
e. Pembahasan Draf oleh Komite Kerja
f. Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan
g. Peluncuran Draf Publikasian SAP (Exposure Draft)

h. Dengar Pendapat Terbatas (Limited Hearing) dan Dengar Pendapat Publik (Public
Hearings)
i. Pembahasan Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf Publikasian
j. Finalisasi Standar

Penetapan SAP

Sebelum dan setelah dilakukan publik hearing, Standar dibahas bersama dengan Tim
Penelaah Standar Akuntansi Pemerintahan BPK. Setelah dilakukan pembahasan berdasarkan
masukan-masukan KSAP melakukan finalisasi standar kemudian KSAP meminta
pertimbangan kepada BPK melalui Menteri Keuangan. Namun draf SAP ini belum diterima
oleh BPK karena komite belum ditetapkan dengan Keppres. Suhubungan dengan hal tersebut,
melalui Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2004 dibentuk Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan. Komite ini segera bekerja untuk menyempurnakan kembali draf SAP yang
pernah diajukan kepada BPK agar pada awal tahun 2005 dapat segera ditetapkan.

Draf SAP pun diajukan kembali kepada BPK pada bulan Nopember 2004 dan
mendapatkan pertimbangan dari BPK pada bulan Januari 2005. BPK meminta langsung
kepada Presiden RI untuk segera Menetapkan Standar Akuntansi Pemerintahan dengan
Peraturan Pemerintah (PP). Proses penetapan PP SAP pun berjalan dengan Koordinasi antara
Sekretariat Negara, Departemen Keuangan, dan Departemen Hukum dan HAM, serta pihak
terkait lainnya hingga penandatanganan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan oleh Presiden pada tanggal 13 Juni 2005.

Dengan adanya SAP maka laporan keuangan pemerintah pusat/daerah akan lebih
berkualitas (dapat dipahami, relevan, andal dan dapat diperbandingkan). Dan laporan tersebut
akan diaudit terlebih dahulu oleh BPK untuk diberikan opini dalam rangka meningkatkan
kredibilitas laporan, sebelum disampaikan kepada para stakeholder antara lain: pemerintah
(eksekutif), DPR/DPRD (legislatif), investor, kreditor dan masyarakat pada umumnya dalam
rangka tranparansi dan akuntabilitas keuangan negara.

Perbedaan Kerangka SAP dengan Kerangka SAK

BERDASARKAN SAP SAK


Prinsip-prinsip akuntansi yang Prinsip-prinsip akuntansi yang
diterapkan dalam menyusun dan diterapkan dalam menyusun dan
FUNGSI
menyajikan laporan keuangan menyajikan laporan keuangan
pemerintah. perusahaan.
Sebagai acuan bagi: Penyusun Sebagai acuan bagi: Komite
standar, penyusun laporan keuangan penyusun standar akuntansi
dalam menanggulangi masalah keuangan, dalam pelaksanaan
akuntansi yang belum diatur dalam tugasnya, penyusun laporan
standar, pemeriksa dalam keuangan, untuk menanggulangi
memberikan pendapat mengenai masalah akuntansi yang belum diatur
apakah laporan keuangan disusun dalam standar akuntansi keuangan,
sesuai dengan standar akuntansi, serta auditor, dalam memberikan pendapat
TUJUAN para pengguna laporan keuangan. mengenai apakah laporan keuangan
disusun sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, serta
para pemakai laporan keuangan,
dalam menafsirkan informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan
yang disusun sesuai dengan standar
akuntansi keuangan.
1) Tujuan Kerangka Konseptual. 1) Tujuan Pelaporan Keuangan
2) Lingkungan Akuntansi Oleh Perusahaan.
Pemerintahan. 2) Karakteristik Kualitatif
3) Pengguna Kebutuhan Informasi Informasi Akuntansi.
Para Pengguna. 3) Elemen-Elemen Laporan
4) Entitas Akuntansi Dan Entitas Keuangan Perusahaan.
Pelaporan. 4) Konsep Dasar Dan Prinsip
5) Peranan Dan Tujuan Pelaporan Akuntansi Yang Mendasari Laporan
Keuangan, Komponen Laporan Keuangan Perusahaan
Keuangan, Serta Dasar Hukum 5) Pengakuan dan Pengukuran
RUANG LINGKUP
6) Asumsi Dasar, Karakteristik dalam Laporan Keuangan
Kualitatif Yang Menentukan Manfaat Perusahaan.
Informasi Dalam Laporan Keuangan, 6) Elemen-Elemen Laporan
Prinsip-Prinsip, Serta Kendala Keuangan
Informasi Akuntansi. 7) Penggunaan Arus Kas dan Nilai
7) Unsur-Unsur Yang Membentuk Tunai dalam Pengukuran AKuntansi
Laporan Keuangan, Pengakuan, Dan
Pengukurannya.

Masyarakat, Para wakil rakyat, Investor, Karyawan, Pemberi


lembaga pemeriksa, dan lembaga pinjaman, Pemasok dam kreditur
PENGGUNA pengawas, Pihak yang memberiatau usaha lainnya, Pelanggan,
LAPORAN berperan dalam proses donasi, Pemerintah serta Masyarakat.
KEUANGAN investasi, dan pinjaman, serta
pemerintah.

Menyajikan informasi yang Menyediakan informasi yang


bermanfaat bagi para pengguna dalam menyangkut posisi keuangan, kinerja
menilai akuntabilitas dan membuat serta perubahan posisi keuangan
TUJUAN LAPORAN
keputusan ekonomi, sosial maupun suatu perusahaan yang bermanfaat
KEUANGAN
politik. bagi sejumlah besar pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi.

Neraca, Laporan Arus Kas (hanya Neraca, Laporan Arus Kas, Laporan
disajikan oleh unit yang mempunyai Laba/Rugi, Laporan Perubahan
fungsi perbendaharaan: Bendahara Ekuitas, Catatan atas Laporan
KOMPONEN
UmumNegara/Daerah), Laporan Keuangan.
LAPORAN
Realisasi Anggaran (APBN/APBD),
KEUANGAN
Catatan atas Laporan Keuangan,
Laporan tambahan: Laporan Kinerja
Keuangan (Surplus/Defisit).
Asumsi Kemandirian Entitas, Asumsi Asumsi Dasar Aktual dan
Kesinambungan Entitas Asumsi Kelangsungan Usaha.
ASUMSI DASAR Keterukuran dalam Satuan Uang
(Monetary Measurement).

Pendapatan yang telah diterima Seluruh pendapatan yang secara


PENGAKUAN
kasnya saja yang akan dilaporkan. akrual telah terjadi pasti akan
PENDAPATAN
dilaporkan
Bang zul :

Perubahan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006

Salah satu sumber kebingungan dalam bidang pengadaan barang/jasa di pemerintah daerah
adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.

Mengapa hal tersebut membingungkan ? Karena organisasi yang amat penting pada struktur
organisasi pengadaan barang/jasa pemerintah tidak tercantum dalam Permendagri tersebut.
Pada Keppres 80/2003 dan Perpres 54/2010 dikenal istilah Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK), tetapi dalam Permendagri 13/2006 malah yang muncul istilah PPTK dengan tugas
yang hampir sama.

Hal ini jelas membuat pelaksana di lapangan menjadi pusing, karena pada saat pemeriksaan,
apapun yang dilakukan bisa salah. Setiap pemeriksa bisa menggunakan acuan hukum yang
berbeda.

Namun, hal ini terobati dengan munculnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang sudah
mengakomodir Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, khususnya tentang PPK dan PPTK
dan juga sudah mengakomodir Surat Edaran Bersama antara Mendagri dan LKPP tentang
PPK dan PPTK.

Perubahan yang cukup signifikan lainnya adalah dimasukkannya Bab baru, yaitu Bab XVA
yang khusus membahas tentang Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Pada Bab ini diperjelas mengenai mekanisme pengelolaan dana BOS termasuk tidak
wajibnya menyusun laporan triwulan untuk memperoleh bantuan dana triwulan berikutnya.
Hal ini akan sangat mempercepat penyaluran dana BOS yang sempat terhambat pada awal
tahun2011.
Bang kiki:

Untuk mengimplementasikan secara penuh pada tahun 2015 nanti, tentu pemerintah
kita memerlukan strategi. Prasyarat pelaksanaan strategi terbagi atas dua kondisi dasar,
yaitu necessary condition dan sufficient condition. Necessary condition adalah prasyarat
yang dibutuhkan agar suatu kondisi dapat tercapai. Setelahnya, pemerintah dapat
mengembangkan beberapa hal sehingga kondisinya bisa berubah menjadi kondisi yang
mencukupi (sufficient condition). Necessary condition adalah komitmen, kapasitas SDM, dan
dan pemeliharaan. Untuk dapat mengimplementasikan basis akrual yang notabene adalah
barang baru, dibutuhkan komitmen dari para pemimpin dan pejabat, termasuk dukungan
politik dari kepala daerah dan DPRD. Di samping itu, SDM yang menguasai ilmu dan konsep
akuntansi dalam jumlah yang memadai juga sangat dibutuhkan mengingat mereka adalah
ujung tombak dari implementasi ini. Implementasi basis akrual juga membutuhkan
pendanaan yang cukup. Tidak hanya untuk investasi awal, tetapi juga untuk kegiatan-
kegiatan yang bersifat pemeliharaan. Hal ini disebabkan penerapan basis akrual
membutuhkan pembaharuan yang terus menerus, sehingga tersedianya dana pemeliharaan
pun menjadi mutlak.
Secara yuridis, keluarnya PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan(SAP) Akrual mengubah haluan basis akuntansi pemerintahan Indonesia dari
kas menujuakrual menjadi akrual penuh. Sesuai kesepakatan pemerintah dan DPR,
implementasi basisakrual ini akan dilaksanakan secara bertahap hingga implementasi
penuhnya di tahun 2015.Untuk mengimplementasikan secara penuh pada tahun 2015 nanti,
tentu pemerintah kitamemerlukan strategi transisi dan implementasi yang tepat.Prasyarat
pelaksanaan strategi terbagi atas dua kondisi dasar, yaitunecessary condition dan sufficient
condition. Necessary condition adalah prasyarat yang dibutuhan agarsuatu kondisi dapat
tercapai. Setelahnya, pemerintah dapat mengembangkan beberapa halsehingga kondisinya
bisa berubah menjadi kondisi yang mencukupi (sufficient condition).Necessary condition
adalah komitmen pemimpin dan pejabat, kapasitas SDM, dan danapemeliharaan. Persyaratan
tambahan untuk mengubah kondisi menjadisufficient conditiontersebut adalah kebijakan
akuntansi, prosedur, dan teknologi.

Pertanyan ibu taufeni:


Basis akrual atau accrual basis pada dasarnya adalah suatu metode akuntansi dimana
penerimaan dan pengeluaran diakui atau dicatat ketika transaksi terjadi. Dengan demikian
pencatatan dalam metode ini bebas dari pengaruh waktu kapan kas diterima dan kapan
pengeluaran dilakukan. Hal yang penting adalah ketika transaksi terjadi langsung dicatat,
Karena transaksi tersebut memiliki implikasi uang masuk atau keluar di masa depan.
Transaksi di catat pada saat terjadi, Walaupun uang belum benar-benar diterima atau
dikeluarkan. Basis akrual digunakan untuk pengukuran aset, Kewajiban dan ekuitas dana.

Basis akrual juga mendasarkan konsepnya pada dua pilar. Pengakuan pendapatan dan
pengakuan biaya. Pada pengakuan pendapatan, Saat pengakuan pendapatan adalah pada saat
entitas mempunyai hak melakukan penagihan dari hasil kegiatanya. Dalam konsep basis
akrual menjadi hal yang kurang penting mengenai kapan kas benar-benar diterima. Makanya,
dalam basis akrual kemudian muncul adanya estimasi piutang tak tertagih, sebab penghasilan
sudah diakui padahal kas belum diterima.

Pada pengakuan biaya, Pengakuan biaya dilakukan pada saat kewajiban membayar
sudah terjadi. Sehingga, pada saat kewajiban membayar sudah terjadi, maka titik ini dapat
dianggap sebagai starting point munculnya biaya meskipun biaya tersebut belum dibayar.
Dalam akuntansi berbasis akrual selain mencatat transaksi pengeluaran dan penerimaan kas,
juga mencatat jumlah utang dan piutang. Oleh karena itu, akuntansi berbasis akrual
memberikan gambaran yang lebih akurat atas kondisi keuangan organisasi daripada akuntansi
berbasis kas. Namun, jelas bahwa catatan menggunakan basis akrual lebih kompleks daripada
basis kas. Basis akrual juga mendukung penggunaan anggaran sebagai teknik pengendalian.

Pada akuntansi berbasis akrual, mau tidak mau harus diterapkan sistem alokasi.
Dimana, jika beban biaya adalah untuk mendapatkan penghasilan pada periode tahun buku
yang dilaporkan maka kendatipun belum dibayar harus diperhitungkan. Sebab,memang sudah
merupakan hak atau kewajiban entitas. Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual
memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan
penerimaan dan pembayaran kas. Tapi,juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta
sumber daya yang mempresentasikan kas yang akan diterima dimasa depan. Oleh karena itu,
Laporan keuangan menyediakan jenis informasi transaksi masa lalu dan peristiwa lainnya
yang paling berguna bagi pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Berbeda dengan basis kas atau cash basis. Pencatatan basis kas adalah teknik
pencatatan ketika transaksi terjadi dimana uang benar-benar diterima atau dikeluarkan.
Dengan kata lain, akuntansi berbasis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh
transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas di terima atau dibayar, yang
digunakan untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan.

Dalam basis kas murni,pembelian aktiva tetap misalnya, bangunan harus dianggap
sebagai beban pada saat dikeluarkan. Sehingga, tidak ada alokasi depresiasi selama sisa umur
penggunaanya. Terkait dengan laba,seandainya laba hanya diukur transaksi kas, maka dapat
dikatakan bahwa perhitungan laba rugi tidak wajar karena, ada biaya yang merupakan
kewajiban atau hasil yang merupakan hak yang belum dicatat.

Dalam metode basis kas, pendapatan diakui ketika kas diterima.sedangkan beban
diakui pada saat kas dibayarkan. Artinya, entitas pengelola keuangan negara mencatat beban
di dalam transaksi jurnal entry ketika kas di keluarkan atau dibayarkan dan pendapatan dicata
ketika kas masuk atau diterima.

Basis kas juga mendasarkan konsepnya pada dua pilar:pengakuan pendapatan dan
pengakuan biaya. Pada pengakuan pendapatan, saat pengakuan pendapatan pada basis kas
adalah pada saat entetitas menerima pembayaran secara kas (cash). Dalam konsep basis kas
menjadi hal yang kurang penting mengenai kapan munculnya hak untuk menagih. Makanya
dalam basis kas kemudian muncul adanya metode penghapusan piutang secara langsung dan
tidak mengenal adaya estimasi piutang tak tertagih. Pada pengakuan biaya, pengakuan biaya
dilakukan pada saat sudah dilakukan pada saat sudah dilakukan pembayaran secara kas
sehingga pada saat sudah diterima pembayaran maka biaya sudah diakui pada saat itu juga.

Di Indonesia, implementasi menyeluruh atas basis akuntansi ini akan mulai


dilaksanakan pada tahun anggaran 2015 mendatang. Untuk mengakomodir penerapan
tesebut, pada tahun 2010 Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai pengganti dari Peraturan
Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP).
Perubahan yang sangat nyata antara kedua peraturan tersebut adalah kewajiban
penggunaan basis akrual (pada PP Nomor 24, basis akuntansi yang dipakai adalah basis kas
menuju akrual atau yang dikenal dengan cash toward acrual). Dengan ditetapkanya PP No. 71
Tahun 2010 maka penerapan sistem akuntansi pemerintahan berbasis akrual telah mempunyai
landasan hukum. Dan hal ini berarti juga bahwa Pemerintah mempunyai kewajiban untuk
dapat segera menerapkan SAP yang baru yaitu SAP berbasis akrual.
Perubahan basis akuntansi dari kas menuju akrual menjadi akrual membawa dampak
terhadap perubahan tahapan pencatatan dan jenis laporan keuangan yang dihasilkan. Selain
itu penerapan sistem akuntansi berbasis akrual di pemerintahan menyajikan tantangan baru,
oleh karenanya agar proses penerapannya dapat berjalan dengan baik perlu usaha ekstra dari
pemerintah dalam melancarkan proses peralihan ini

Sisi positif Pencatatan Akuntansi secara Basis Akrual

1. Metode basis akrual digunakan untuk pengukuran aset,kewajiban dan ekuitas dana.
2. Beban diakui saat terjadi transaksi,sehingga informasi yang diberikan lebih handal
dan terpercaya.
3. Pendapatan diakui saat terjadi transaksi, sehingga informasi yang diberikan lebih
handal dan terpercaya walaupun kas belum diterima.
4. Banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar (sesuai dengan ketentuan
standar Akuntansi keuangan dimana mengharuskan suatu perusahaan untuk
menggunakan basis akrual.
5. Piutang yang tidak tertagih tidak akan di hapus secara langsung tetapi akan dihitung
kedalam estimasi piutang tak tertagih.
6. Setiap penerimaan dan pembayaran akan dicatat kedalam masing-masing akun sesuai
dengan transaksi yang terjadi.
7. Adanya peningkatan pendapatan karena kas yang belum diterima dapat di akui
sebagai pendapatan.
8. Laporan keuangan dapat dijadikan sebagai pedoman manajemen dalam menentukan
kebijakan entitas kedepanya.
9. Adanya pembentukan pencadangan untuk kas yang tidak tertagih, sehingga dapat
mengurangi risiko kerugian.

Kelemahan Pencatatan Akuntansi secara Basis Akrual


1. Biaya yang belum dibayarkan secara kas, akan dicatat efektif sebgai biaya sehingga
dapat mengurangi pendapatan;
2. Adanya resiko pendapatan yang tak tertagih sehingga dapat membuat mengurangi
pendapatan;
3. Dengan adanya pembentukan cadangan akan dapat mengurangi pendapatan;
4. Entitas tidak mempunyai perkiraan yang tepat kapan kas yang belum dibayarkan oleh
pihak lain dapat diterima.

Tujuan Penggunaan Basis Akrual

1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas (penganggaran, akuntansi dan pelaporan);


2. Mengendalikan penyajian fiskal, manajemen aset;
3. Meningkatkan akuntabilitas dalam program penyediaan barang dan jasa oleh
pemerintah;
4. Informasi yang lebih lengkap bagi pemerintah untuk pengambilan keputusan;
5. Mereformasi sistem anggaran belanja;
6. Transparansi yang lebih luas atas biaya pelayanan yang dilakukan pemerintah;

Manfaat Basis Akrual

1. Gambaran yang utuh atas posisi keuangan pemerintah;


2. Informasi yang sebenarnya kewajiban pemerintah;
3. Lebih familiar pada lebih banyak orang dan lebih komprehensif dalam penyajian
informasinya;
4. Standar yang dapat di terima umum;
5. Sesuai Statistik keuangan pemerintah (GFS) yang dipraktekan secara internasional.

Sisi Positif Pencatatan Akuntansi secara Basis Kas

1. Metode basis kas digunakan untuk pencatatan pengakuan pendapatan, belanja dan
pembiayaan;
2. Beban/biaya belum diakui sampai adanya pembayaran secara kas walaupun beban
telah terjadi,sehingga tidak menyebabkan pengurangan dalam penghitungan
pendapatan;
3. Pendapatan di akui pada saat diterimanya kas, sehingga benar-benar mencerminkan
posisi yang sebenarnya;
4. Penerimaan kas biasanya diakui sebagai pendapatan;
5. Laporan keuangan yang disajikan memperlihatkan posisi keuangan yang ada pada
saat laporan tersebut;
6. Tidak perlunya suatu entitas/perusahaan untuk membuat pencadangan untuk kas yang
belum tertagih.

Kelemahan Pencatatan Akuntansi secara Basis Kas

1. Metode basis kas tidak mencerminkan besarnya kas yang tersedia


2. Akan dapat menurunkan perhitungan pendapatan bank, karena adanya pengakuan
pendapatan sampai diterimanya uang kas;
3. Adanya penghapusan piutang secara langsung dan tidak mengenal adanya estimasi
piutang tak tertagih;
4. Biasanya dipakai oleh perusahaan yang usahanya relatif kecil seperti
toko,warung,mall (retail) dan praktek kaum spesialis seperti dokter,pedagang
informal, dan lain-lain;
5. Setiap pengeluaran kas diakui sebagai beban;
6. Sulit dalam melakukan transaksi yang tertunda pembayaranya, karena pencatatan
diakui pada saat kas masuk atau keluar;
7. Sulit bagi manajemen untuk menentukan suatu kebijakan kedepanya karena selalu
berpatokan kepada kas.

You might also like