You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN AN.

M
DENGAN DIADNOSA MEDIS : TYPOID
Disusun untuk Memenuhi Tugas Manajemen Asuhan Keperawatan Anak
Dosen Pengampu : Ns. Elsa Naviati, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep. An.

Disusun Oleh
Muchamad Nur Triyanto 22020114130112
A142

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
LAPORAN PENDAHULUAN TYPOID
1. Pengertian
Beberapa definisi typoid menurut para ahli yaitu:
a. Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella
(Bruner and Sudart, 1994).
b. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella Thypi (Arief Maeyer, 1999).
c. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah
Typhoid dan paratyphoid abdominalis (Syaifullah Noer, 1996).
d. Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid
fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (Seoparman, 1996).
Kesimpulan dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli yaitu typhoid
merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus.
2. Etiologi
a. Salmonella Thyposa
b. Salmonella Paratyphia A
c. Salmonella Paratyphia B
d. Salmonella Paratyphia C
e. Feses dan urine yang terkontaminasi
3. Manifestasi Klinis
Masa tunas typhoid 10 14 hari
a. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan
keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk,
epitaksis, konstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas
(putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

4. Patofisiologi
Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi melalui makanan
dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut. Sebagian bakteri dimusnahkan
oleh asam lambung. Bakteri yang dapat melewati lambung akan masuk ke dalam usus,
kemudian berkembang. Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A)
usus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan
selanjutnya ke lamina propia. Didalam lamina propia bakteri berkembang biak dan
ditelan oleh sel-sel makrofag kemudian dibawa ke plaques payeri di ilium distal.
Selanjutnya Kelenjar getah bening mesenterika melalui duktus torsikus, bakteri yang
terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah mengakibatkan
bakteremia pertama yang asimtomatik atau tidak menimbulkan gejala. Selanjutnya
menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa diorgan-
organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang
sinusoid, kemudian masuk lagi kedalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia
kedua yang simtomatik, menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi sistemik.

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Leukosit
Didalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering
dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan
darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan
jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor:
1) Teknik Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.
Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada
saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

6. Penatalaksanaan
a) Perawatan
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila
ada komplikasi perdarahan.
b) Diet
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim. 4.
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c) Obat-obatan
1) Klorampenikol
2) Tiampenikol
3) Kotrimoxazol
4) Amoxilin dan ampicillin

7. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah: anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
3) Komplikasi paru: pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu: hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal: glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang: osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

8. Asuhan Keperawatan
a. Kasus
Anak R (5 tahun) dirawat hari ke-2 dengan keluhan demam tinggi, mual dan muntah.
Demam naik turun sejak 5 hari yang lalu. Pada saat dilakukan pengkajian, anak R
sudah tidak muntah, namun masih mual dan hanya menghabiskan 2-3 sendok setiap
kali makan. Menurut orang tua anak R sebelum sakit juga sudah susah makan.
Makanan yang disukai adalah chiki dan coklat. Tanda-tanda vital: Tekanan darah
90/60 mmHg, nadi 88X/manit, suhu tubuh 37C. Diagnosa medis typoid.
b. Pengkajian
Pengkajian berupa faktor presipitasi dan predisposisi
1) Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang
tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang
ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat
bila klien makan tidak teratur.
2) Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak
bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan
menyiapkan makanan.
Pengkajian Fokus
1. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, berat
badan, tanggal masuk RS
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Pasien mengeluh mual, nafsu makan menurun, demam tinggi naik turun
b) Riwayat penyakit dahulu
Ditanyakan kepada pasien apakah sebelumnya pasien pernah mengalami
typoid, apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya
c) Riwayat penyakit sekarang
Meliputi kesehatan saat ini, mencakup apa yang menjadi keluhan pasien saat
ini.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita typoid atau
sakit lainnya
3. Pola-pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah
dalam kesehatan
b) Pola nutrisi
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor
dan rasa pahhit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi
tubuh.
apakah nafsu makan berkurang?
Makanan apa yang tidak disukai pasien?
Apakah ada pantangan makan?
c) Pola tidur
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang
meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur
Apakah ada keluhan saat tidur?
Berapa lama tidur?
Adakah kebiasaan sebelum tidur?
d) Pola eliminasi
Apakah menggunakan pencahar?
Adakah kesulitan saat eliminasi?
e) Pola aktivitas dan latihan
Pasien akan terganggun pola aktivitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta
pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
f) Pola persepsi sensori dan kognitif
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri
g) Pola hubungan dengan orang lain
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi pola hubungan dengan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan
peranannya selama sakit
h) Pola reproduksi dan seksualitas
Pada pola reproduksi dan seksualitas pada pasien yang teah atau sudah
menikah dan terjadi perubahan
i) Persepsi diri dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya
j) Pola mekanisme koping
Stress timbul apabila seseorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya
k) Pola nilai kepercayaan / keyakinan
Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi
cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya yang terganggu
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Biasanya pada pasien typoid mengalami badan lemash, panas, pucat, mual,
perut tidak enak, anoreksia
b. Kepala dan leher
Biasanya ada pasien typoid yang ditemukan adanya konjungtiva anemia, mata
cowong, bibir kering, lidah kotor ditepi dan ditengah merah
c. Dada dan abdomen
Didaerah abdomen ditemukan nayeri tekan
d. Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringa banyak
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan leukosit
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
c. Biakan darah
d. Uji widal
c. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan mual
2. Hipertermi berhubungan dengan meningkatnya metabolisme tubuh
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
4. Deficit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan
5. Gangguan eliminasi: diare berhubungan dengan absorbs dinding usus sekunder,
infeksi salmonella thyposa
6. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan nyeri tekan (peradangan
usus)
d. Intervensi
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan mual
Kriteria Hasil:
Nafsu makan meningkat
Pasien dapat menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
BB dalam batas normal
Rencana Tindakan
a) Kaji nutrisi pasien
R/ mengetahui langkah pemenuhan nutrisi.
b) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
R/ Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga
motivasi makan meningkat.
c) Timbang berat badan klien setiap 2 hari
R/ Untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
d) Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak
merangsang maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih
hangat.
R/untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
e) Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
R/ Untuk menghindari mual dan muntah
f) Lakukan oral hygiene dan anjurkan klien menggosok gigi setiap hari
R/ Dapat mengurangi kepahitan selera dan menambah rasa nyaman di
mulut
g) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan pemberian nutrisi
parenteral
R/ Antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi parenteral
dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.
2) Hipertermi berhubungan dengan meningkatnya metabolisme tubuh
Kriteria hasil:
Suhu turun 360 370 C
Nadi, RR dalam batas normal
Klien mengatakan badan tidak panas lagi .
Rencana Tindakan
a) Kaji pengetahuan pasien tentang hipertermia
R/ Pemahaman tentang hipertermi membantu memudahkan tindakan.
b) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang penngkatan suhu
tubuh.
R/ agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan
membantu mengurangi kecemasan yang timbul
c) Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat.
R/ untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu
mengurangi penguapan tubuh.
d) Batasi pengunjung
R/ Agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas.
e) Observasi TTV tiap 4 jam sekali
R/ Tanda- tanda vital merupakn acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien
f) Anjurkan pasien minum 2.5 liter/24 jam
R/ Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat
sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
g) Berikan kompres hangat
R/ Untuk membantu menurunkan suhu tubuh
h) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik dan antipiretik
R/ antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk mengurangi
panas.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Kriteria hasil:
Kemampuan aktivitas klien bisa mandiri
Klien melaporkan penurunan rasa letih
Rencana tindakan:
a) Kaji derajat kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi
dalam aktivitas sehari-hari
R/ untuk mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
b) Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan, dorong
istirahat sebelum makan
R/ menghemat energy untuk istirahat dan regenerasi seluler /
penyambungan jaringan
c) Dekatkan alat yang dibutuhkan klien dalam tempat yang mudah dijangkau
R/ untuk menghemat energy klien
d) Ajarkan teknik penghemat energy, misal lebih baik duduk dari pada berdiri,
penggunaan kursi untuk mandi, dsb.
R/ memaksimalkan sediaan energy untuk tugas perawata diri
4) Deficit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan
Kriteria Hasil:
Turgor kulit baik
Wajah tidak tampak pucat
Rencana Tindakan
a) Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan
keluarga.
R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
b) Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan
R/ Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
c) Anjurkan pasien utuk minum 2.5 liter/24 jam
R/ Untuk pemenuhan kebutuhan cairan
d) Observasi kelancaran tetesan infuse
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya edema
e) Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral)
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara
parenteral)
5) Gangguan eliminasi: diare berhubungan dengan absorbs dinding usus sekunder,
infeksi salmonella thyposa
Kriteria hasil:
BAB normal 1-2 x sehari / hari
Konsistensi berbentuk
Perut tidak mulas
Rencana tindakan
a) Kaji frekuensi, bau, warna feses
R/ untuk mengetahui adakah pendarahan
b) Observasi tanda dehidrasi
R/ untuk mengetahui tanda dehidrasi
c) Observasi peristaltic usus
R/ untuk mengetahui perubahan peristaltic usus
d) Observasi / monitor intake output cairan
R/ untuk mengetahui balance cairan
e) Anjurkan klien untuk banyak minum
R/ untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang melalui diare
f) Hindarkan pemberian makanan / minuman yang dapat menimbulkan diare
R/ mengurangi resiko diare
6) Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan nyeri tekan (peradangan
usus)
Kriteria hasil:
Nyeri klien hilang / berkurang
Klien tampak rileks
Rencana tindakan
a) Dorong klien untuk melaporkan nyeri
R/ untuk dapat mentoleransi nyeri
b) Kaji laporan kram abdomen / nyeri, catat lokasi, lamanya intensitas (skala 1-
10). Selidiki dan laporkan perubahan karakteristik nyeri
R/ nyeri selama defekasi seiring terjadi pada klien dengan tiba-tiba dimana
dapat berat dan tidak dimana dapat berat terus-menerus. Perubahan
karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit / terjadi
komplikasi.
c) Tentukan stress luar, misal keluarga, teman, lingkungan kerja/sosial
R/ stress dapat mengganggu respon saraf otonomik dan mendukung
eksasereasi penyakit. Meskipun tujuan kemandirianlah pada klien menjadi
penambah stressor
d) Anjurkan klien istirahat / tidur yang cukup
R/ kelelahan karena penyakit cenderung menjadi masalah berarti,
mempengaruhi kemampuan mengatasinya
e) Dorong penggunaan keterampilan menangani stress misal teknik relaksasi
R/ memberatkan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan
meningkatkan kamampuan koping
f) Berkan obat sesuai indikasi
R/ bantuan dalam istirahat psikologi / fisik, menghemat energy, dan dapat
menguatkan kemampuan koping
e. Implementasi
Setelah semua rencana tindakan keperawatan disusun, maka langkah selanjutnya
melaksanakan dalam tindakan yang nyata yang bertujuan untuk mengatasi masalah
klien. Melaksanakan secara langsung, bekerja sama dengan profesi lain, tenaga
keperawatan lainnya. Untuk kelanjutan pelayanan keperawatan secara
berkesinambungan.
f. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan atau penilaian akhir dari
proses keperawatan yang telah dilaksanakan. Dimana perawat mencari kepastian
keberhasilan dan juga mengetahui sejauh mana masalah klien dapat diatasi. Jika
belum berhasil dengan baik dilakukan kajian ulang atau merevisi rencanatindakan
DAFTAR PUSTAKA
Konsep dasar. Available at http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-nafikalist-
5139-2-babii.pdf. Accessed 15 Maret 2016
Ahmad M. Askep pada klien dengan thypoid. Available at
https://moveamura.files.wordpress.com/2010/04/askep-pada-klien-dengan-thypoid.pdf.
Accessed 15 Maret 2016
Lutfi I.S. Asuhan keperawatan pada tn.s dengan demam typhoid di bangsal sofa rs pku
muhammadiyah Surakarta. Available at http://eprints.ums.ac.id/21070/26/naskah_publikasi.pdf.
Accessed 15 Maret 2016.
Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke Tiga.
FKUI. Jakarta. 1997.
Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang.
Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes Kartini.
Hipokrates. Jakarta. 1997.
Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika.
Jakarta. 2002.
Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak.Edisi I.
CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.
Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.
Musnelina, L., Afdhal, A.F., Gani, A., & Andayani, P. Pola Pemberian Antibiotika Pengobatan
Demam Tifoid Anak di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002. Makara
Kesehatan. Juni 2004, 8(1).
Mohamad, F. Efektivitas Kompres Hangat dalam Menurunkan Demam pada Pasien Thypoid
Abdominalis di Ruang G1 Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Netwan, RHH. Tata laksana Terkini Demam Tifoid. CDK..192/ vol 39 no 4, th. 2012.

You might also like