Professional Documents
Culture Documents
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
KELOMPOK 4:
JURUSAN KEPERAWATAN
Jakarta, 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya Makalah
dengan judul Komunikasi Terapeutik pada Pasien Lansia. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas kuliah Komunikasi Keperawatan serta membantu mengembangkan
kemampuan pemahaman pembaca terhadap Komunikasi Terapeutik pada pasien Lansia.
Pemahaman tersebut dapat di pahami melalui pendahuluan, pembahasan masalah, serta
penarikkan garis kesimpulan dalam makalah ini.
Makalah ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat membantu
pembaca dalam memahami makalah ini. Dalam menyusun makalah ini, kami banyak
mendapatkan bantuan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu melalui kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada :
Didalam makalah ini dapat kami temukan informasi yang berguna untuk mengetahui dan
menambah wawasan masyarakat tentang Komunikasi Terapeutik pada Pasien Lansia.
Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis membutuhkan kritik dan saran
yang membangun.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ....................................................................................................i
DAFTAR ISI .................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah ..........................................................................................................2
Perubahan Biologis
1) Perubahan Sistem Persyarafan
Struktur dan fungsi system saraf berubah dengan bertambahnya usia.
Berkurangnya massa otak progresif akibat berkurangnya sel syaraf yang tidak
bisa diganti. Terjadi penurunan sintesis dan neuro transmitter utama. Impuls
saraf dihantarkan lebih lambat, sehingga lansia memerlukan waktu yang lebih
lama untukmerespons dan bereaksi. Respon menjadi lambat dan hubungan
antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf
panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan
pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif
terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitif
terhadap sentuhan. Waktu reaksi yang lama menyebabkan lansia beresiko
mengalami kecelakaan dan cedera. Kehilangan kesadaran atau pingsan dapat
terjadi bila orang tersebut berdiri terlalu cepat dari posisi berbaring atau
duduk. Perawat harus menasehati orang tersebut untuk menunggu waktu
merespons terhadap rangsang dan bergerak lebih pelan. Kebingungan yang
terjadi tiba-tiba mungkin merupakan gejala awal infeksi atau perubahan
kondisi fisik (pneumonia, infeksi saluran kencing, interaksi obat, dehidrasi
dan lainnya).
2) Perubahan Penglihatan
Karena sel-sel baru terbentuk di permukaan luar lensa mata, maka sel
tengah yang tus akan menumpuk dan menjadi kuning, kaku, padat dan
berkabut. Jadi, bagian luar lensa yang masih elastic untuk berubah bentuk
(akomodasi) dan berfokus pada jarak jauh dan dekat. Lansia memerlukan
waktu yang lebih lama untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan gelap dan
terang dan memerlukan sinar yang lebih terang untuk melihat benda yang
sangat dekat. Meskipun kondisi visual patologis bukan merupakan bagian
penuaan normal, namun terjadi peninekatan penyakit mata pada lansia.
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram
(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya
membedakan warna menurun.
3) Perubahan Pendengaran
Kehilangan kemampuan untuk mendengar nada berfrekuensi tinggi
terjadi pada usia pertengahan. Ini disebabkan karena perubahan telinga dalam
yang irreversible. Lansia sering tidak mampu mengikuti percakapan karena
nada konsonan frekuensi tinggi (huruf f, s, th, ch, sh, b, t, p) semuanya
terdengar sama. Ketidakmampuan berkomunikasi, membuat mereka terasa
terisolasi dari menarik diri dari pergaulan social. Bila dicurigai ada gangguan
pendengaran, maka harus dilakukan kajian telinga dan pendengaran.
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau
nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada
usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan
otosklerosis. Kehilangan pendengaran menyebabkan lansia berespons tidak
sesuai dengan yang diharapkan, tidak memahamin percakapan, dan
menghindari interaksi social. Perilaku ini sering disalahkaprahkan sebagai
kebingungan atau senile.
BAB III
CONTOH KASUS DALAM PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA
LANSIA
Tn.Ridwan yang berumur 76 Tahun yang masuk RS pada tanggal 23 maret 2017 sudah dalam
keadaan pingsan karena tekanan darahnya yang terlalu tinggi dan langsung dirujuk ke ICU.
Pada saat melakukan pengkajian pasien datang ke RS dengan keluhan sakit kepala sejak 3
hari lamanya, pasien mengatakan sakitnya berdenyut-denyut serta terasa kaku kuduk,
sakitnya datang sewaktu-waktu, pasien tampak memegang kepalanya, sebelumnya pasien
pernah berobat kedukun tetapi tidak ada perubahan, pasien juga mengatakan nyeri sendi dan
penglihatannya kabur, klien bertanya-tanya tentang penyakitnya, dan saat ini pasien
terdiagnosa Hipertensi. Karna faktor usia Tn.Ridwan menjadi pikun dan sedikit mengalami
gangguan pendengaran dan penglihatannya agak buram. Pasien ditemani oleh anak
pertamanya, karena pasien mengalami kesulitan beraktivitas jika tidak didampingi yang
disebabkan menurunnya kemampuan mengingat, pendengarannya yang sudah terganggu,
serta penglihatannya yang sudah buram.
3.2 Dialog roleplay komunikasi terapeutik pada pemeriksaan TTV kepada pasien lansia
Pada jam 07.00 dua orang perawat akan melakukan pemeriksaan TTV untuk melihat
perkembangan kondisi pada pasien lansia yang bernama Tn. Ridwan. Tn. Ridwan menderita
penyakit hipertensi yang dirawat di ruang melati Rumah Sakit RSUP Fatmawati, saat itu
Tn.Ridwan ditemani oleh Anak pertamanya.
Fase Orientasi
(Perawat 1 dan Perawat 2 mendatangi Tn. Ridwan di ruang perawatan.)
P1 dan P2 : Assalamualaikum.
Keluarga : Waalaikum salam.
P1 dan P2 : Selamat pagi ibu (sambil tersenyum tersenyum)
Keluarga : Pagi juga bu (Kakek sedikit kebingungan melihat kedatangan perawat.)
P1 dan P2 : Pagi kek. Gimana kabar kakek hari ini, sehat ? (berbicara sedikit keras dan
mengambil posisi didekat pasien dan sedikit membungkuk)
Tn. Ridwan : Pagi.. Alhamdulillah sudah agak lumayan. Ini siapa ya? (Kakek masih
tampak kebingungan dan tampak berfikir)
P1 : Kakek... perkenalkan saya perawat Rini dan ini perawat Revina (Perawat 1
dan perawat 2 mencoba melakukan pendekatan kepada Kakek dan juga keluarganya.)
P2 : Kami berdua yang bertugas untuk merawat kakek pada hari ini dari jam 7
pagi sampai jam 2 siang nanti. kakek sudah makan belum pagi ini? (pasien melakukan kontak
mata dan tersenyum lembut sambil menyentuh bahu pasien)
Tn. Ridwan : Sudah sus.
P2 : Makan nya banyak atau sedikit kek?
Tn. ridwan : Cuma sedikit karena saya kurang selera makan sus.
Keluarga : Enggak sus,wong tadi si kakek sudah makan 3 piring sus. mungkin dia lupa
(perawat hanya tersenyum)
P1 : Pagi ini obat nya sudah diminum kek?
Tn. Ridwan : emm.. sudah belum ya, sudah sus (sambil berpikir)
Keluarga : Iya sus obat nya tadi sudah diminum semua (Setelah bertanya kepada kakek,
perawat mencoba menjelaskan asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada kakek dan
juga keluarganya.)
P1 : Baiklah kek, ibu.. Kami disini akan melakukan pemeriksaan kepada kakek.
Apakah kakek dan ibu tidak keberatan?
Keluarga : iya baiklah kalau begitu saya mohon lakukan yang terbaik buat orang tua
saya ya sus
P2 : iya bu terimakasih, kami akan mencoba melakukan yang terbaik buat orang
tua anda. Kami juga mohon kerja samanya nanti dalam pemeriksaan ya bu.
Fase Kerja
P1 : Permisi kek.. maaf ya kek.. kakek tiduran saja ya, biar kakek lebih santai
Tn. Ridwan : hah apa sus?
P1 : kakek tiduran dulu yaa.. (berbicara agak keras sambil menyatukan kedua
telapak tangan lalu diletakan dipipi sambil mata terpejam sesaat)
Tn. Ridwan : (langsung tiduran)
Setelah itu perawat langsung memberikan tindakan kepada kakek.
P1 : kek.. tolong tangan kirinya sedikit diangkat ya kek (perawat 1 memasang
manset tensi, kemudian mengukur tekanan darah).
P1 : cucu kakek sudah berapa sekarang? (perawat mencoba mengajak komunikasi
pada kakek)
Tn. Ridwan : sedikit, cuman 12 sus, sudah besar-besar semua.
P1 : ooh sudah berkeluarga semua?
Tn. Ridwan : yang 6 orang sudah, terus yang enamnya lagi masih kuliah. Mereka cantik
dan ganteng-ganteng loh sus.
P1 : ya iya dong. Kayak kakeknya.. (perawat dan kakek ketawa)
(sambil menunggu perawat 1 mengukur tekanan darah, perawat 2 menyiapkan termometer
untuk mengukur suhu kakek.)
P2 : Kek... maaf ya... tolong kakek angkat sedikit tangan kanannya.
Tn. Ridwan : (mengangkat sedikit tangan kanan nya)
P2 : (setelah kakek mengangkat tangannya, perawat langsung memasang
termometer).
P2 : kek... Langsung dijepit tangannya ya kek... dan jangan dulu dilepas sebelum
saya suruh ..
Tn. Ridwan : (hanya mengangguk)
(Setelah beberapa menit kemudian tekanan darah dan suhu sudah selesai diukur,
kemudian peralatan dilepas kembali, dan setelah itu perawat 1 dan perawat 2
melanjutkan untuk memeriksa nadi dan pernapasannya.)
Fase terminasi
setelah semua pemeriksaan sudah dilakukan, hasil pemeriksaan dicatat oleh perawat
dan semua peralatan dirapikan.
Dokter : Assalamualaikum
Semua : waalaikum salam
Dokter : bagaimana keadaannya kek? (dokter bertanya kepada perawat)
P2 : alhamdulillah sudah ada perkembangan dok
Dokter : oh baik kalau begitu nanti catatan pemeriksaannya tolong diantarkan ke meja
saya ya.
P2 : iya dok..
Dokter : (melihat pasien dan mencoba memeriksa pasien) Gimana kek kabarnya?
Tn. Ridwan : udah agak mendingan dok..
Dokter : ohh kalau begitu, kakek harus banyak istirahat ya biar cepet sembuh.
Keluarga : gimana dok keadaan orang tua saya?
Dokter : (berbicara pada keluarga pasien) Alhamdulillah sudah melihatkan banyak
perkembangan. orang tua ibu harus banyak beristirahat agar cepet sembuh, yang sabar ya dan
jangan lupa berdoa, Kalau begitu saya permisi dulu ya (sambil meninggalkan ruangan)
Semua : iya dok
P1 : Kalau begitu kami juga permisi dulu ya buk, kakek kami permisi dulu ya,
cepat sembuh ya kek, Nanti kalau ada perlu bantuan panggil kami di ruang perawat atau
langsung bisa memencet bel yang sudah tersedia.
Tn. Ridwan : Ya bu.. terima kasih
P2 : mari buk.. mari kek...
Keluarga : Ya bu.
Dalam kasus diatas diketahui bahwa pasien yanag bernama Tn.Ridwan adalah
seorang lansia berusia 76 tahun yang menderita penyaki Hipertensi. Dalam kasus tersebut
dijelaskan cara berkomunikasi secara terapeutik pada lansia dalam pemberian tindakan
pemeriksaan Tanda-Tanda Vital. Pada perawatan Tn. Ridwan perawat telah mengakaji bahwa
terdapat adanya gangguan pendengaran dan penglihatan serta pasien sudah pikun, Pada
pelaksanaannya komunikasi terapeutik yang akan dilakukan oleh perawat, hal tersebut dapat
menjadi sebuah hambatan, oleh sebab itu harus dilakukan cara-cara untuk mengatasi
hambatan tersebut agar komunikasi terapeutik dapat berjalan dengan baik dan memberikan
manfaat dalam proses penyembuhan pasien.
Pada kasus tersebut terlihat bahwa Tn.Ridwan ditemani oleh keluarganya, hal tersebut
sangat penting dan sangat membantu dalam berlangsungnya komunikasi terapeutik pada
pelayanan kesehatan yang diberikan pada pasien lansia, adanya peran serta dari keluarga pada
proses komunikasi akan memudahkan perawat untuk mengetahui ada tidaknya gangguan
yang dapat menghambat komunikasi terapeutik, serta keluarga dapat menjadi pihak yang
akan mengklarifikasi jawaban-jawaban dari pasien lansia yang ingatannya kadang kurang
baik, contohnya seperti pada kasus diatas perawat menanyakan apakah pasien sudah makan,
lalu pasien menjawab belum, dan langsung diklarifikasi oleh keluarganya bahwa pasien
tersebut sudah makan, begitu pula saat perawat menanyakan apakah pasien sudah mjinum
obat atau belum keluarga pun ikut memastikan jawaban dari si pasien mengatakan bahwa
obatnya sudah diminum. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa kehadiran keluarga
serta dukungan darinya sangat penting untuk pasien lansia.
Hal pertama yang harus dilakukan pada komunikasi terapeutik pada lansi adalah sama
halnya dengan komunikasi laiinya yaitu membuka pembicaraan dengan salam dan
memperkenalkan diri, dapakanlah perhatain pasien sebelum berbicara, pandanglah agar dia
dapat melihat mulut kita, perkenalan diri sangat penting dalam komunikasi terapeutik pada
lansia dan harus selalu dilakukan pada setiap awal pertemuan karena daya ingat pasien yang
sudah menurun, selanjutnya tanyakan kepada pasien untuk menunjukan perhatian dan berikan
respon nonverbal seperti konak mata secara langsung, duduk dan menyentuh pasien untuk
memperlihatkan dukungan, pada saat pasien memberikan jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan, perawat harus meperhatikan respon pasien dengan mendengarkan
secara cermat dan berempati. berikan pasien suasana komunikasi dengan lingkungan yang
nyaman dan kondusif serta memodifikasinya sesuai dengan kondisi lansia, contohnya kita
dapat berkomunikasi pada jarak yang dekat untuk memudahkan pasien mendengarkan
ucarpan perawat dan beri waktu pasien untuk berfikir tentang jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan perawat, hal tersebut dilakukan karena mengingat respon berpikir pasien lansia
yang sudah menurun.
Dalam komunikasi terapeutik pada lansia penting untuk memberitau pasien tentang
tindakan apa yang akan dilakukan dan menjelaskan tujuan dari tindakan tersebut agar pasien
lansia mengerti dan dapat kooperatif pada pelayanan keperawatan yang diberikan padanya.
Ketika merawat pasien lansia dengan gangguan komunikasi harus diingat selalu tentang
kelemahannya, jangan menganggap ketikaberhasilan komunikasi merupakan hasil bahwa
klien tidak kooperatif. Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama pada
pasien lansia yang tidak mengalami gangguan, sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang
tugasnya memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
Berikan pasien kesempatan untuk bertanya atas apa yang ia tidak mengerti, dengan
begitu dapat berbentuk hubungan saling percaya dan menghargai. Begitu pula jika pasien
membuat kesalahan, jangan menegurnya secara langsung karena umumnya semakin
bertambahnya usia perasaan seseorang akan semakin sensitif.
Apapun tindakan yang akan dilakukan, mintalah persetujuan dari pasien untuk
menghormati hak otonominya, jika terdapat penolakan biarkan pasien bertingkah lalu dalam
tenggang waktu tertentu, hal ini merupakan mekanisme diri sejauh tidak membahayakan
klien, orang lain serta lingkungannya, setelah itu kita dapat libatkan keluarga pasien untuk
memberikan penjelasan mengenai pentingnya suatu tindakan yang ditolak pasien tersebut dan
menjelaskan kerugian atau bahaya bila tindakan yang ditolak pasien tersebut tidak dilakukan.
Dalam komunikasi terapeutik pada lansia dengan adanya gangguan-gangguan seperti
gangguan pendengaran dan gangguan penglihatan dapat disiasati dengan menggunakan
komunikasi nonverbal seperti gimik untuk menjelaskan suatu tindakan dan bahasa tubuh
untuk memperjelas ucapan yang kita ucapkan. Contohnya pada kasus diatas adalah saat
perawat meminta pasien untuk berbaring dan pasien tidak begitu mendengarnya lantas
perawat mengulangi ucapannya sambil memperagakan gimik menyatukan kedua telapak
tangan lalu diletakan dipipi sambil mata terpejam sesaat untuk menjelaskan bahwa perawat
meminta pasien untuk berbaring.
Komunikasi pada lansia tidak harus identik dengan komunikasi yang kaku dan formal,
kita dapat berkomunikasi secara santai dengan menyelipkan candaan-candaan untuk
mencairkan suasana komunikasi agar terjalin keakraban antara perawat dengan pasien. Dalam
pemberian informasi pada pasien perawat tidak boleh seolah-olah sedang menggurui, lakukan
dengan cara-cara yang menyenangkan dan santai agar dapat diterima oleh pasien dengan
baik.
Dalam komuniaksi terapeutik pada lansia ada 3 hal mendasar yang memberi ciri-ciri
komunikasi terapeutik yaiu yang pertama Ikhlas (genuiness) adalah semua perasaan negatif
yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun
non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkonsumsikan kondisi secara
tepat yang kedua adalah Empati (Emphaty) yang merupakan sikap jujur dalam menerima
kondisi klien. Objektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak
berlebihan dan yang ketiga adalah Hangat (warmth) yang merupakan kehangatan dan sikap
permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya
tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan persaannya lebih mendalam.
Teknik komunikasi yang dapat di terapkan, yang pertama adalah Teknik asertif,
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan
sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar
maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan
etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga
hubungan yang terapeutik dengan klien lansia. Yang kedua adalah Responsif, yaitu Reaksi
petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana bentuk perhatian
petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan
klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut
misalnya dengan mengajukan pertanyaan apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, apa
yang bisa bantu? berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari
klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.
Yang ketiga adalah Fokus, yaitu Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten
terhadap materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-
pertanyaan di luar materi yang di inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud
pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya klien lansia senang
menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
Yang keempat adalah Supportif, dimana perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek
fisik maupun psikis secara bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil
perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, misalnya
dengan mengiyakan, senyum dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan
perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat
menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi
keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya
sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil maupun
moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat
merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-
ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan
menggurui atau mengajari misalnya: saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya,
untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya dan bila diperlukan kami dapat membantu.Yang
kelima adalah Klarifikasi, Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses
komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan
ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud
pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien bapak/ibu bisa
menerima apa yang saya sampaikan tadi? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan
kembali apa yang saya sampaikan tadi?. Dan yang keenam adalah Sabar dan Ikhlas, Seperti
diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan yang
terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar
dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang di
lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan
menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus waspada
terhadap perubahan fisik psikologi, emosi, dan social yang mempengaruhi pola
komunikasi. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga menghalangi proses
pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran terhadap suara. Komunikasi yang biasa
dilakukan lansia bukan hanya sebatas tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan
pengalaman, tetapi juga hubungan intim yang terapeutik. Manfaat komunikasi terapeutik
adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui
hubungan perawat dan pasien serta mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji
masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat. Teknik komunikasi yang
baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia dan caregiver-nya. Bukti
mengindikasikan bahwa outcome perawatan kesehatan untuk orang tua tidak hanya
tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi juga tergantung pada hubungan
perawatan yang diciptakan melalui komunikasi yang efektif. Dengan komunikasi yang
efektif antara perawat pasien lanjut usia :
1) Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang akan
memungkinkan perawat memberikan pelayanan sesuai dengan masalah dan
kebutuhan pasien lansia.
2) Instruksi dan saran perawat akan lebih mungkin untuk ditaati.
4.2 Saran
Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi komunikasi terapeutik pada lansia
agar pemeriksaan pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar dan Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat banyak sekali kesalahan. Besar
harapan kami kepada para pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA