Professional Documents
Culture Documents
Mendiagnose atau mengobati kegagalan pernafasan tanpa pemeriksaan analisa gas darah
sama halnya seperti mengobati koma diabetikum tanpa penetapan kadar gula darah.(7).
Tanpa pemeriksaan analisa gas darah(AGD) tidak seorangpun anestesiologist secara akurat bisa menetapkan derajat
kegagalan pernafasan.
Kebiasaan dalam tindakan anestesi rutin untuk menetapkan adekuatnya fungsi pernafasan selama atau sesudah operasi
hanya didasarkan pada kembang kempisnya reservoir bag atau dada pasien, warna kulit, mukosa dan darah dilapangan
operasi.
Padahal tanda-tanda tersebut bukanlah tanda-tanda dini terjadinya hipoksemia sebab cyanosis baru terlihat bila tekanan partiel
O2 dalam arteri(PaO2) menurun sampai 50 torr. Apalagi kalau Hb <5 g% cyanosis tidak akan terlihat walaupun hipoksemia
cukup berat. Pada konstrikasi pembuluh darah perifer kelihatan seperti cyanosis padahal tanpa hipoksemia. Dalam keraguan
apakah cyanosis karena hipoksemia atau bukan langkah pertama perlakukan sebagai hipoksemia sampai dapat dibuktinan
bukan hipoksemia.
BEBERAPA ISTILAH :
Istilah-istilah dibawah ini merupakan modal dasar yang minimal harus diketahui untuk menginterpretasikan suatu data gas
darah.
Data-data yang diperoleh dikelola sehingga memberikan kesan sejauh mana fungsi paru dalam pertukaran gas berlangsung,
adekuat atau non adekuat berdasarkan standar yang telah disepakati dan sejauh mana keseimbangan asam basa berjalan.
Data-data ini tak bisa ansih menegakkan diagnose harus ditunjang pemeriksaan fisik diagnostik, riwayat penyakit &
pengobatan, pemeriksaan laboratorium seperti elektrolit dan hematokrit. Tiga komponen yang berperan utama yaitu PaO2
untuk menetapkan derajat hipoksemia,PaCO2 untuk menilai kemampuan ventilasi paru, sedangkan pH untuk menentukan
status metabolik atau respiratorik.(7).
Harus diingat bahwa keadaan hipoksemia tak selalu menunjukan kegagalan ventilasi tetapi bisa disebabkan faktor-faktor lain
sedangkan hiper atau hipokapnia selalu menunjukan gangguan ventilasi (2).
Oleh karena itu PaCO2 lebih menetukan adekuat tidaknya ventilasi dibandingkan PaO2. Namun penilaian terhadap PaO2
harus selalu diperioritaskan oleh keadaan hipoksemia lebih memerlukan tindakan yang cepat daripada hiperkapnia.
Bertambahnya hipoksemia akan merangsang peningkatan ventilasi, minute volume tetapi PaCO2 yang sedikit dipengaruhi oleh
VA/Q imbalance cenderung menurun.(3).
Turunnya PaO2 < 50 torr,PuVR(Pulmonal Vascular Resistance) meningkat secara menyolok apalagi ditunjang suasana
acidosis, dengan demikian akan meningkatkan PAP(Pulmonal Arterial Pressure).(5).
Kalau kita perhatikan derajat hipoksemia dan efeknya terhadap faal organ kita akan beroleh
kesan seberapa jauh turunnya PaO2 berdasarkan gejala-gejala klinis yang ada.
Keterangan :
PvO2 = 40 mm Hg
Hipoksemia :
Bradikardi extreem
Membran cell agak mudah dilewati CO2 tetapi agak lambat dilewati bikarbonas, sehingga bila terjadi respiratori acidosis lebih
cepat berkembang kedalam cell tubuh tetapi cepat hilang waktu expirasi.(8).
Dengan perubahan pH yang sama dalam darah effek respiratori acidosis dengan demikian jauh lebih besar daripada metabolik
acidosis, tetapi anehnya jika hiperkapni sendiri terjadi telah di selidiki sampai PaCO2 238 mm Hg belum dijumpai kerusakan
yang irreverible organ-organ apalagi kalau disupply O2 yang cukup.(8).
Kalau kita tinjau hubungan derajat hiperkapni dengan efeknya terhadap faal organ maka kita mendapat gambaran sebagai
berikut :
Keterangan :
Normal : PaCO2 = 40 mm Hg
PvCO2 = 46 mm H
Hiperkapnia :
Efek Slight : PaCO2 > 45 mm Hg
subjective air hunger tonus simpatis meninggi,tensi naik, nadi cepat, gangguan irama,paralyse vasomotor perifer,kulit
panas,merah,keringat,serum K meninggi.
Tidak ada nilai absolut baik PaCO2 maupun PaO2 yang dapat menentukan policy terapi khusus. Arti terapetik O2 pada PaO2
50 mmHg pada pasien2 cardiogenic shock berbeda dengan penderita emphysema atau bronchitis chronica dengan PaO2 yang
sama.
Bahkan dalam kategori diagnostik tidak ada nilai yang tepat pada tekanan berapa sebaiknya policy terapi dimulai.(3)
Sebab pada penderita COPD(Chronic Obstructive Pulmonary Disease) justru PaO< 60 mmHg dibutuhkan untuk
mengendalikan respirasi.(2)
Darah arteri yang diambil sebagai sampling bukan darah vena, karena darah vena menggambarkan metabolisme yang
dialirinya tidak menggambarkan circulasi umum.
Semua arteri sistemik mengandung darah dengan komposisi yang sama. Kalau venous O2 content yang diinginkan lebih tepat
sampel vena centralis yang diambil via catheter arteri pulmonalis.
Sampel darah arteri menggambarkan fungsi pertukaran gas dari paru-paru dan bisa memberikan keterangan kualitas darah
yang disupply keseluruh tubuh.(2).
Punctie arteri sebaiknya dengan anestesi lokal untuk menghilangkan nyeri yang menimbulkan vasospasmo.
Syring yang digunakan sebaiknya terbuat dari gelas bukan dari plastik karena O2 bisa berdiffusi kedalam substansi plastik.(1).
Syring harus dibasahi dulu dengan heparin sebelum dipakai.
Sebaiknya sampel darah yang diambil segera diperiksa karena konsumsi O2 dari whole blood pada suhu 38 derajat Celcius
cukup untuk menurunkan PaO2 sebesar 3mm Hg permenit atau bila terpaksa dijaga tetap dingin agar konsumsi O2
menurun.(1).
Yang perlu diingat sebelum dilakukan pemeriksaan, catat berapa FiO2 yang diberikan untuk menentukan apakah PaO2 yang
diperoleh sesuai denganFiO2 yang diberikan sebab PaO2 seharusnya 5x FiO2(misalnya FiO2 20% seharusnya PaO2 = 520
=I00 mmHg)
IV.INTERPRETASI :
Yang paling penting adalah interpretasi data-data yang diperoleh untuk diagnostik/terapi dan evaluasi. Apakah terapi sudah
adekuat.
a.Tekanan partiel O2(PaO2):
Langkah pertama yang perlu dievaluasi adalah PaO2 sebab hipoksemia butuh terapi sedini mungkin. Kita ketahui PaO2
apakah normal tergantung pada ketinggian letak dari permukaan laut, umur dan FiO2 yang diberikan. Walaupun begitu telah
disepakati setiap PaO2 < 70 mm Hg sudah bisa dianggap hipoksemia.(3).
Tetapi tidak setiap penderita hipoksemia membutuhkan terapi O2 tergantung penderitanya seberapa jauh perlu diterapi. Kalau
penderita COPD justru membutuhkan PaO2 50-60 mmHg untuk menstimulir respiratory center.
PaO2 normal diberbagai ketinggian dapat diperkirakan menurut rumus :
PB
760
Umpama tekanan barometrik(PB) pada ketinggian 3300 feet adalah 670 mm Hg maka PaO2 setinggi 3300 feet = 670 /760 x
PaO2 setinggi permukaan laut.
Penurunan yang tepat PaO2 dengan kenaikan umur masih merupakan perdebatan.
Kita dapat meminjam tabel dibawah ini yang kira-kira dianggap benar, Tabel ini untuk FiO2 21% dan setinggi permukaan laut.
20 ! 97 ! 90 I
40 I 90 I 85 I
60 I 85 I 80 I
75 I 75 I 70 I
Sebenarnya P(A-a) O2 normal 5-10 mm Hg bila menghirup udara normal (FiO2 0,21) dan sebesar < 100 mm Hg bila FiO2 1,0
(2).
Kenaikan P(A-a)O2 yang menyolok indikasi adanya gangguan diffusi, VA /Q mismatch, dan shunt. VA/Q mismatch berupa
gangguan venrtilasi perfusi dimana ventilasi relatif rendah dibandingkan perfusi menyebabkan tingginya PACO2 dan
rendahnya PAO2 sehingga PaO2 cenderung mendekati PvO2.
Yang dimaksud dengan shunt boleh dianggap bagian dari cardiac output yang beranjak dari circulasi vena ke circulasi arteri
tanpa keuntungan kontak dengan gas alveolar.
Ada 2 jenis shunt:
1. Anatomik shunt : Dalam keadaan normal ada 2 macam anatomik shunt (3-5)% dari cardiac output.
a. Arteri bronchiales cabang dari aorta memberi nutrisi pada cabang bronhus kembali dalam keadaan desaturated langsung
kevena pulmonal
b. Sebagian dari darah arteri coronaria langsung dengan darah desaturated masuk atrium kiri melalui vena thebesian.
Jadi bila ada VA /Q yang besar mungkin oleh sebab VA /Q, mismatch atau intrapulmonary shunt, pemberian FiO2 yang tinggi
membantu mengenal mekanisme mana sebagai penyebab.
Bila P(A-a)O2 kembali normal (<100 mm Hg) maka masalahnya adalah VA/Q mismatch tetapi bila P(A-a)O2 > 100 mm Hg
dengan pemberian FiO2 100% maka masalahnya adalah shunt. Dalam penggunaan praktis bila shunt sebagai penyebab
pemberian O2 hanya berpengaruh sedikit, sedangkan bila VA/Q mismatch akan menambah PaO2.(2).
Untuk menentukan PAO2 kalau PaCO2 diketahui dapat digunakan rumus:
PACO2
PAO2 = PiO2 R
R= respiratory exchange ratio yaitu perbandingan antara volume CO2 yang masuk kealveolar dengan volume O2 yang
dikeluarkan dari alveolar ke circulasi.
Dalam klinik R dianggap 0,8 kalau bernafas dengan udara kamar dan 1,0 kalau bernafas dengan O2 100%(2).
Tekanan uap air PH2O ditrachea diperkirakan 47 mm Hg.
Tekanan atsmosfer(barometrik)(PB) dipermukaan laut kira-kira 700 mmHg.
Jumlah tekanan partiel gas dalam alveoli seimbang dengan tekanan barometrik sehingga tekanan gas dalam alveoli =
PAN2 + PAO2 + PACO2 + PAH2O = PB.
PB PAH2O = PAN2 + PAO2 + PACO2.
PaCO2
Normalnya P(A-a)O2 bila seseorang bernafas dengan udara kamar tak > 10 mmHg, pada orang tua > 60 tahun tak> 25 mm
Hg, bila bernafas dengan FiO2 1,0 harus < 100 mm Hg.
Besarnya FiO2 bila disetarakan dengan flow O2 :
rebreathing bag.
Diagnose shunt secara cepat dengan memberikan O2 lewat nasal prong 6 L permenit (FiO2 =0,3-0,4), jika PaO2 > 100 torr
mungkin shunt bermakna tak ada, kalau < 100 mm Hg
Setiap keadaan yang meningkatkan konsumsi O2 seperti demam, gelisah atau extraksi O2 yang lebih banyak dijaringan oleh
karena cardiac output yang menurun dimana aliran darah lambat dapat memperburuk akibat shunt, ini dapat dilihat dari
SvO2(saturasi O2 dalam darah vena) yang menurun berarti adanya konsumsi O2 yang menigkat.(normal SvO2 75%).
Perlu juga kita ketahui hubungan antara PaO2 danSaO2 yang digambarkan melalui curve disosiasi oxyhaemoglobine agar
jelas sejauh mana penurunan maupun peningkatan PaO2 mempengaruhi SaO2 secara bermakna.
Semakin besar saturasi semakin baik mutu Hb semakin besar volume O2 yang dapat diangkut oleh darah kejaringan, menurut
rumus :
g % Hb O2
SaO2 = - x 100 %
Setiap melihat data O2 dalam darah sebaiknya mempelajari arti point-point tertentu pada curve oxyhaemoglobine yang harus
diingat :
80 95 orang tua
60 90 shoulder of curve
penurunan O2
40 75 O2 transport
melemah critical hypoxaemia
Adapted from G.I.Snider, Interpretation of arterial oxygen and carbodioxide pressure chest: 63 :801, 1973.
Penurunan PaO2 sebesar 25 mm Hg dari 95 mm hg menjadi 75 mm hg hanya berpengaruh sedikit perubahan pada
oxyhaemoglobine sama artinya situasi seseorang mendaki sampai ketinggian 6000 feet dari permukaan laut atau
bertambahnya umur dari 20 tahun menjadi 70 tahun atau penderita penyakit paru-paru moderate.
Tetapi penurunan PaO2 sebesar 25 mm Hg dari 60 mm Hg menjadi 35 mmHg lain halnya, akan terjadi perubahan yang serius.
Peningkatan PaO2 diatas 90 mm Hg tidak akan memperbaiki kemampuan Hb mengangkut O2 karena Hb cukup saturated
pada PaO2 80 mmhg.
Total CO2(TCO2) adalah jumlah HCO3,CO2,H2CO3 yang ada dalam darah venous kira-kira 52,0 volume % sedangkan dalam
darah arteriel 48,2 volume %.
Bila terjadi perubahan ventilasi dimana produksi CO2 tetap tetapi pengeluaran meningkat atau menurun akan terlihat berupa
penurunan atau peningkatan PaCO2.
Pada keadaan hypoventilasi terjadi peninggian PaCO2 sedangkan pada hyperventilasi penurunan PaCO2.
Kebanyakan molekul CO2 bergabung dengan air(H2O) membentuk H2CO3 yang akan
Dengan perkataan lain tak ada dijumpai base excess atau defisit tetapi jumlah bikarbonat meningkat (normal 22-26 meq/L).
Acidosis yang timbul akibat meningkat PaCO2 diatas 45 mm Hg disebut respiratorik acidosis. Spesifikasi respiratorik acidosis
antara lain:( 9 ).
PaCO2 > 45 mm Hg.
HCO3 meninggi.
Kita ketahui dalam tubuh kita ada 4 system buffer(2).
bikarbonat
posphat
Hb
protein
Jumlah seluruh buffer base dari semua system buffer = total buffer base.
Dalam keadaan normal (pH = 7,4 dan PaCo2 40 mm Hg) jumlah buffer base antara 45-50 meq/L.
Kekuatan buffer darah sebagian besar ditentukan oleh bikarbonat dan Hb.
Pada hyperventilasi PaCO2 menurun dengan demikian reaksi bergeser kekiri.
H2O + CO2 < =====> H2CO3 <=====> HCO3(-)+ H(+).
Mekanisme buffering
HHb -> H(+) + Hb(-)
Terlihat setiap satu buffer HCO3 terpakai, terbentuk satu buffer Hb sehingga dengan demikian tak ada perubahan total buffer
base dengan demikian tak ada base excess tetapi jelas HCO3 turun.
HCO3 menurun
pH: Simbol pH merupakan hubungan terbalik dan logaritma dengan konsentrasi H(+), bila konsentrasi H(+) meninggi maka PH
menurun, dan bila konsentarsi H(+) menurun, pH akan meninggi.
Normal pH adalah 7,35 7,45. disebut asidosis bila pH < 7,35 dan alkalosis bila pH > 7,45.
Batas pH dimana hidup masih mungkin adalah diantara 6,7 -7,9. dan pH < 7,25 atau > 7,55 hampir selalu memerlukan
terapi.(9).
Diperkirakan 13000 meq CO2 harus dikeluarkan oleh paru setiap hari, dan 30-50 meq.
Penetapan gangguan metabolik berdasarkan konsentrasi HCO3 tidak mutlak oleh karena HCO3 dipengaruhi faktor metabolik
maupun respiratorik sedangkan base excess hanya dipengaruhi faktor metabolik.(9).
Penetapan metabolik acidosis atau alkalosis bisa saja berdasarkan konsentrasi HCO3 plasma darah yang telah diseimbangkan
pada PaCO2 45 mmHg dan dengan O2 pada suhu 38 derajat Celcius, dengan penetapan pada PaCO2 40 mmHg faktor
respiratorik yang merubah kadar HCO3 dapat disingkirkan, Standard bikarbonat normal 22-26 meq
Kadang-kadang metabolik/respiratorik asidosis /alkalosis bisa terjadi bersamaan atau respiratorik acidosis bersamaan dengan
metabolik alkalosis yang ini bisa salah satu berupa kompensasi yang lain tinggal kita menetapkan mana yang primer dan yang
mana faktor kompensasinya.
Contoh :
a. Respiratorik acidosis : PaCO2 60 mm Hg
pH 7,30
pH 7,50
Untuk menentukan mana yang primer dan mana yang kompensasi perhatikan dulu pH apakah acidosis atau alkalosis bila pH
> 7,4 disebut alkalosis dan < 7,4 disebut acidosis.
Baru faktor metabolik atau respiratorik sesuaikan dengan pH bila yang sesuai metabolik maka yang primer adalah metabolik
sedangkan kompensasinya adalah respiratorik; umpama PaCO2 > 45 mmH, sedangkan pH < 7,4 maka respiratorik primer,
kompensasinya metabolik Biasanya peningkatan/ penurunan PaCO2 sebesar 10 mmHg sesuai dengan
penurunan/peningkatan pH sebesar 0,08 unit.(6).
HCO3
PH = 6,1 + log -
H2CO3
Pada PaCO2 40 mm Hg, maka kadar HCO3 lebih kurang 25,4 meq/L,& H2CO3 1,27 meq/L.
25,4
pH = 6,1 log -
1,27
= 7,4
Seandainya PaCO2 60 mm Hg maka H2CO3 akan meningkat sebesar 20/40 x 1,27 meq/L = 0,63meq/L.
25,4
pH = 6,1 + log
1,9
= 6,1 + 1,126
= 7,226
Penambahan PaCO2 sebesar 20 mmHg dapat menurunkan pH (7,4- 7,226 = 0,17 unit).
Perhitungan ini tak begitu tepat benar hanya digunakan untuk kepentingan praktis namun kesalahan tak begitu bermakna.
Untuk menetapkan komponen respiratory pada keimbangan asam basa sesudah data gas arteri diperoleh langkah-langkah
berikut yang perlu diperhatikan:(6)
==================================
==================================
Bila pH yang diukur kurang dari pH yang dihitung berarti perubahan tersebut akibat pengaruh metabolik acidosis dan bila lebih
besar akibat metabolik alkalosis.
Berapa besar jumlah acidosis atau alkalosis menyertainya dapat ditentukan dngan Golden rules II.(6)
Perubahan pH 0,15 setara perubahan base 10 meq/L
Kenapa demikian?
pH = 6,1 + log
35,4
pH = 6,1 + log
1,27
Jadi pH seharusnya = 7,4 0,1 = 7,3, terlihat pH yang dihitung = pH yang diukur.
Dengan demikian tak ada komponen metabolik hanya ada acidosis respiratorik murni.
Contoh (2):
PaCO2 50 mm Hg, pH 7,26
Contoh:
PaCO2 = 38 mm Hg ,pH 7,22, bikarbonat = 15 meq/L.
PaCO2 = ( 1,54 x 15 ) + 8
= 31,10
Banyak masalah asam basa pada pasien kritis yang tidak dapat dijelaskan dengan pendekatan Handerson-Hasselbach.
Dalam air murni konsentrasi H ion harus sama dengan konsentrasi OH. Setiap perubahan komposisi elektrolit dalam suatu
larutan akan menimbulkan perubahan H dan OH ion. Untuk mempertahankan prinsip kenetralan elektrik, misalnya peningkatan
ion Cl bermuatan negatif akan meningkatkan H ion yang disebut acidosis. Karena kenaikan H ion akan menurunkan OH, maka
bisa disebut penurunan OH membuat acidosis dan kenaikan OH menimbulkan alkalosis. Konsentrasi ion hidrogen ditentukan
secara independen oleh tiga variabel yaitu strong ion difference (SID), konsentrasi total asam lemah non volatile ( ATOT), dan
PCO2.
Yang dimaksud dengan ion kuat adalah ion yang sempurna /hampir sempurna berdisosiasi.
Umpama kalau kita melarutkan NaCl kedalam air maka larutan tersebut akan mengandung ion Na,Cl,H dan OH dan molekul
H2O. Baik ion Na maupun Cl tak akan bersenyawa dengan ion H, maupun OH membentuk NaOH atau HCl karena ion Na dan
Cl merupakan ion-ion yang kuat yang selalu berdisosiasi sempurna. Ion-ion kuat itu umumnya inorganik namun ada juga yang
organik seperti laktat, sebenarnya ion lemah tapi sebab pKa laktat 3,9 pada pH fisiologis laktat akan berdisosiasi secara
sempurna.Umumnya setiap zat yang mempunyai konstanta disosiasi > 10.000 meq/L dianggap sebagai ion-ion kuat.
Jadi istilah strong bukan strong concentrated solution tapi strong discociated. Jumlah total dari konsentrasi asam-asam lemah
(Atot) terdiri dari protein dan fosfat inorganik.
Kadar fosfat kecil dianggap tak berperan kecuali dalam jumlah yang sangat besar. Protein plasma terdiri dari albumin dan
globulin namun albumin paling berkontribusi. Setiap penurunan kadar albumin plasma akan menyebabkan alkalosis sebaliknya
peningkatannya menyebabkan asidosis. SID berarti perbedaan antara kation dan anion (ion Na + K + Ca + Mg ) ( Cl +laktat)
Nilai normalnya pada orang sehat 40 42 meq/L.
Inti pendekatan Stewart adalah yang merubah konsentrasi ion H adalah salah satu atau lebih dari tiga varibel independen tadi
bukan H ion atau HCO3 ion.
Fenci cs membuat klasifikasi gangguan asam basa berdasarkan metode Stewart :
Acidosis | Alkalosis
I Respiratory PCO2 naik ! PaCO2 turun
1.Abnormal SID:
Air akan mendilusi elektrolit sehingga relatif konsentrasi akan berubah terjadi penurunan SID menyebabkan acidosis
Contoh:
Plasma dianggap sebagai 1 liter air mengandung Na 140 meq dan Cl 110 meq berarti SID =140-110=30 meq.
Kalau ditambah 1 liter air maka volume larutan menjadi 2 liter (terdilusi) sehingga
Na =140/2 =70 meq/ L dan Cl =110/2=55 meq/L, sehingga SID menjadi (70-55)= 15 meq.
Terjadilah dilutional acidosis, karena penurunan SID.
Kalau satu liter plasma (Na 140 meq/L,Cl 102 meq/L) ditambah larutan NaCl 0,9% ( Na 154 meq /L,Cl 154 meq/ maka
hasilnya adalah Na(140 + 154)/2
= 147 meq/L dan Cl(102 + 154)/2 = 128 meq/L sehingga SID menjadi (147-128)=19 meq/L.SID menurun terjadi acidosis.
Maka dilusi asidosis dikoreksi dengan NaCl phys, keliru, umpama pada operasi TUR prostatectomi.
-
hasilnya Na 277/2 meq/L, Cl 211/2 meq/L, laktat =0
SID = 138,5 105,5 = 33 meq/L lebih alkalosis dibanding pemberian NaCl 0,9%.
Laktat 0 meq/L karena termetabolisis.
Penyusutan jumlah cairan meningkatkan konsentrasi Na dan Cl. Satu L larutan dengan komposisi Na 140 meq,Cl 102
diuapkan jadi 0,5 liter maka konsentrasi Na jadi 280 meq danCl 204, maka SID 280-204 =76 meq/L terjadi alkalosis.
ad.2a.Hiperkloremik asidosis:
Hiperkloremik akan menyebabkan asidosis peningkatan ion H akibat penurunan SID.
Plasma (Na 140 meq/L ,Cl 102) (SID=38) bila Cl naik jadi 130 meq/L maka SID jadi 10 meq/L, asidosis.
Biasanya akibat penambahan cairan yang komposisi Cl sama dengan Na seperti NaCl o,9%, starch in saline.
Terapi yang tepat adalah meningkatkan SID, bisa diberikan Na bikarbonat atau anion yang gampang dimetabolisisr seperti Na
Laktat, atau Na Asetat.
penurunan Cl akan menaikan SID menyebabkan penurunan H terjadi alkalosis, sering akibat pengisapan cairan lambung
mengurangi distensi atau akibat muntah-muntah.
Plasma (Na 140 meq/L.Cl 102 meeq/L)(SID= 38 meq/L) kehilangan Cl kadar Cl menjadi 90 meq sehingga SID menjadi 50
meq/L; meningkat menyebabkan penurunan ion H sehingga alkalosis.
Terapinya dengan pemberian larutan NaCl 0,9%.
Plasma yang hipokloremik (Na 140 meq/L,Cl 95 meq/L SID 45 tambah larutan NaCl 0,9%(Na 154 meq/L, Cl 154meq/L, SID 0)
Hasilnya :
Na 147 meq/L,Cl 125 meq/L
Biasanya diberikan separoh dosis segera, kemudian pH ditetapkan lagi. Dalam situasi cardiac arrest bila pH menurun akut,
bisa diberikan dalam dosis penuh agar cepat kembali ke pH normal, tetapi pada kasus non cardiac arrest pemberian dosis
penuh tak dianjurkan karena akan terjadi pergeseran ion yang cepat antara dalam dan luar cell yang bisa menimbulkan cardiac
aritmia atau kejang-kejang.
Pada kronik metabolik asidosis pemberian natrium bikarbonat sebaiknya dengan satu bolus 50% koreksi dilanjutkan dengan
infus drip yang lambat. Harus diikuti pemeriksaan BGA (AGD) yang berulang-ulang. Terlalu banyak natrium bikarbonat akan
menyebabkan metabolik alkalosis, hipokalimia disritmia sampai koma bila timbul hiperosmolariti.
Pada pasien COPD dengan retensi CO2 tubuh telah mengakumulasi natrium bikarbonat untuk mempertahankan pH mendekati
normal ini yang disebut compensated respiratory acidosis.
Kepustakaan:
1. Atkinson RS, Synopsis of Anesthesia, 6th edit, The English Book Society and John Wright & sons. Bristol, pp 907-8, 1977.
2. Brawn AH, Cheney WF, Lochnen PC, Introduction to Respiratory physiology, 2nd edit. Little Brown & Company, Boston, pp
20-3,46-53,78-90,1980.
3. Fhomtom LH, Perkins Norton DN, Emergency anesthesia, 2nd edit, Edward Arnold Publishers Ltd, London, pp 451-6,1974.
4. Goud Sozien CN, Karamanian A, Physiology For the Anesthesiologist, Appleton Century Crofts, Newyork, pp 213-231,1977.
5. Levin MR, Pediatric Respiratory Intensive Care Handbook, Toppan Company Ltd. Singapore, pp.19-35,1976.
6. Ravin B.Mark, Problem in Anesthesia, 1st edit. Little Brown and Company, Boston,pp.111-114,1981.
7. Soedman JL, Saith Ty N, Monitoring in Anesthesia, A Wiley Medical Publication, Newyork, Brisbane. Toronto, pp.43-4,1978.
10. Majid S.A, Pengaturan asam basa menurut Stewart, Majalah Anesthesia and Critical Care, vol.26, no.2, Mei 2008.