Professional Documents
Culture Documents
A. Latar Belakang
Ketika berbicara tentang cardiac arrest, ingatan kita tidak bisa lepas dari penyakit jantung
dan pembuluh darah, karena penyebab tersering dari cardiac arrest adalah penyakit jantung koroner.
WHO menerangkan bahwa penyakit jantung, bersama-sama dengan penyakit infeksi dan kanker
masih tetap mendominasi peringkat teratas penyebab utama kematian di dunia. Demikian halnya di
Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Nasional tahun 1986 dan 1991, penyakit jantung koroner
bersama dengan penyakit infeksi merupakan penyebab kematian utama di Indonesia.
Cardiac arrest dapat dipulihkan jika tertangani segera dengan cardiopulmonary
resuscitation dan defibrilasi untuk mengembalikan denyut jantung normal. Kesempatan pasien
untuk bisa bertahan hidup berkurang 7 sampai 10 persen pada tiap menit
yang berjalan tanpa cardiopulmonary resuscitation dan defibrilasi. Inti dari penanganan cardiac
arrest adalah kemampuan untuk bisa mendeteksi dan bereaksi secara cepat dan benar untuk sesegera
mungkin mengembalikan denyut jantung ke kondisi normal untuk mencegah terjadinya kematian
otak dan kematian permanen.
Penanganan secara cepat dapat diwujudkan jika terdapat tenaga yang memiliki kemampuan
dalam melakukan chain of survival saat cardiac arrest terjadi. Keberadaan tenaga inilah yang selama
ini menjadi masalah/pertanyaan besar, bahkan di rumah sakit yang notabene banyak terdapat tenaga
medis dan paramedis. Tenaga medis dan paramedis di RSU Sarila Husada sebenarnya sudah
memiliki kemampuan dasar dalam melakukan life saving, akan tetapi belum semuanya dapat
mengaplikasikannya secara maksimal. Seringkali belum terdapat pengorganisian yang baik dalam
pelaksanaannya. Masalah inilah yang kemudian memunculkan terbentuknya tim reaksi cepat dalam
penanganan segera, yang disebut Code Blue.
B. Definisi