You are on page 1of 13

Fraktur

Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak


dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan
WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang
dan Persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan
lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur,
menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap
tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa
muda.

Definisi

Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang


atau tulang rawan bisa komplet atau inkomplet
Diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh gaya yang melebihi
elastisitas tulang

Secara umum fraktur dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan
fraktur terbuka. Fraktur tertutup jika kulit diatas tulang yang fraktur
masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya tertembus maka disebut fraktur
terbuka.
Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur
transversal dan kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras
disertai dengan penghimpitan tulang akan mengakibatkan garis fraktur
kominutif diikuti dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih luas.
Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik
trauma dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat.
Pada olahragawan, penari dan tentara dapat pula terjadi fraktur pada
tibia, fibula atau metatarsal yang disebabkan oleh karena trauma yang
berulang. Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti.
tumor atau pada penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan
mengakibatkan fraktur. Sedang pada orang normal hal tersebut belum
tentu menimbulkan fraktur.
Klasifikasi

I. Menurut Penyebab terjadinya

Faktur Traumatik : direct atau indirect


Fraktur Fatik atau Stress
Trauma berulang, kronis, misal: fr. Fibula pd olahragawan
Fraktur patologis : biasanya terjadi secara spontan

II. Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya

Fraktur Simple : fraktur tertutup


Fraktur Terbuka : bone expose
Fraktur Komplikasi : kerusakan pembuluh darah, saraf, organ
visera

III. Menurut bentuk

Fraktur Komplet :Garis fraktur membagi tulang menjadi 2 fragmen


atau lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblique, spiral.
Kelainan ini menentukan arah trauma, fraktur stabil atau tidak
Fraktur Inkomplet : sifat stabil, misal greenstik fraktur
Fraktur Kominutif : lebih dari 2 segmen
Fraktur Kompresi / Crush fracture : umumnya pada tulang
kanselus

Etiologi

Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana
trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang. 2 faktor
mempengaruhi terjadinya fraktur
Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai
tulang, arah dan kekuatan trauma.
Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma,
kelenturan, kekuatan, dan densitas tulang.

Diagnosis

I. Riwayat

Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi


kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera
tersebut. riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial
ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat
alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.

II. Pemeriksaan Fisik

A. Inspeksi / Look

Deformitas : angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan, bengkak

Pada fraktur terbuka : klasifikasi Gustilo

B. Palpasi / Feel ( nyeri tekan (tenderness), Krepitasi)

Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa.


Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut,
meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami
nyeri, efusi, dan krepitasi

Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna


kulit, pengembalian cairan kapler (Capillary refill test) sensasi

C. Gerakan / Moving

D. Pemeriksaan trauma di tempat lain : kepala, toraks,


abdomen, pelvis
Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan
menurut protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway,
breathing, dan circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai
cedera vertebra dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan
radiologis. Saat pasien stabil, maka dilakukan secondary survey.

III. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah,


cross-test, dan urinalisa.

Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :

I. 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral


II. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur
III. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang
cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu
sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

Pergeseran fragmen Tulang ada 4 :

1. Alignman : perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk


sudut
2. Panjang : dapat terjadi pemendekan (shortening0
3. Aposisi : hububgan ujung fragmen satu dengan lainnya
4. Rotasi : terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal

Komplikasi Fraktur

Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat
penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik .

1. Komplikasi umum

Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus


dan gangguan fungsi pernafasan.
Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam
pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan
terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme.
Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena
dalam (DVT), tetanus atau gas gangren

2. Komplikasi Lokal
a. Komplikasi dini

Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca


trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca
trauma disebut komplikasi lanjut.

Pada Tulang

1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.


2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan
delayed union atau bahkan non union

Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering
terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi
sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan
degenerasi

Pada Jaringan lunak

1. Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit


superfisial karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa
steril kering dan melakukan pemasangan elastik
2. Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh
gips. Oleh karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada
daerah-daerah yang menonjol

Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut
terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada
serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat
trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan
sindroma crush atau trombus (Apley & Solomon,1993).

Pada pembuluh darah

Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.


Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah
mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan.

Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.
Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat
menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat
menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas
dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangan
torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu
dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi (Apley &
Solomon, 1993).
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot
pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan
neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini
dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat
menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.

Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat


menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan
jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut
dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain
(nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan
Paralisis

Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis
(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan
identifikasi nervus (Apley & Solomon,1993).

b. Komplikasi lanjut

Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada
pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan
atau perpanjangan.

Delayed union

Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal.


Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada
ujung-ujung fraktur,

Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi

Lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)

Non union

Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.

Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan


fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih
mempunyai potensi untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan
bone grafting.

Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis)


terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial
yang berisi cairan, proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan
imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi
periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur,
waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak
memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur
patologis)

Mal union

Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas.


Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi .

Osteomielitis

Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan


operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union
sampai non union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang
mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa
osteoporosis dan atropi otot

Kekakuan sendi

Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan


imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler,
perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon.
Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan
melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan periengketan
secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan
sendi menetap (Apley & Solomon,1993).

Penatalaksanaan

Prinsip 4R (chairudin Rasjad) :

1. Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur


2. Reduction
3. Retention : Immobilisasi
4. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin

Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur


dengan splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus
diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada
pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal
fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan
penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau
dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.

Tujuan Pengobatan fraktur :

1. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi

Tertutup : fiksasi eksterna, Traksi (kulit, sekeletal)

Terbuka : Indikasi :

1. Reposisi tertutup gagal


2. Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan
3. Mobilisasi dini
4. Fraktur multiple
5. Fraktur Patologis

2. IMOBILISASI / FIKSASI

Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union.

Jenis Fiksasi :

Ekternal / OREF

Gips ( plester cast)


Traksi
Indikasi :

Pemendekan (shortening)
Fraktur unstabel : oblique, spiral
Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar

1. Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur hunerus


2. Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan
kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan
kulit akan lepas
3. Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.

Dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur,


lutut), pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris)

Komplikasi Traksi :

1. Gangguan sirkulasi darah beban > 12 kg


2. Trauma saraf peroneus (kruris) droop foot
3. Sindroma kompartemen
4. Infeksi tmpat masuknya pin

Indikasi OREF :

1. Fraktur terbuka derajat III


2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
3. fraktur dengan gangguan neurovaskuler
4. Fraktur Kominutif
5. Fraktur Pelvis
6. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
7. Non Union
8. Trauma multiple
Internal / ORIF : K-wire, plating, screw, k-nail

3. UNION
4. REHABILITASI
Penyembuhan fraktur ada 5 Stadium :

1. Pembentukan Hematom : kerusakan jaringan lunak dan


penimbunan darah
2. Organisasi Hematom / Inflamasi. Dalam beberapa jam post fraktur
terbentuk fibroblast ke hematom dalam beberapa hari terbentuk
kapiler kemudian terjadi jaringan granulasi
3. Pembentukan kallus. Fibroblast pada jaringan granulasi menjadi
kolagenoblast kondroblast kemudian dengan partisipasi osteoblast
sehat terbentuk kallus (Woven bone)
4. Konsolidasi : woven bone berubah menjadi lamellar bone
5. Remodelling : Kalus berlebihan menjadi tulang normal

Prinsip terjadinya UNION :

a. Dewasa : Kortikal 3 bulan, Kanselus 6 minggu

b. Anak-anak : separuh dari orang dewasa


Proses Penyembuhan
Tulang

Fase inflamasi
berakhir kurang lebih satu hingga dua minggu yang pada awalnya terjadi
reaksi inflamasi. Peningkatan aliran darah menimbulkan hematom
fraktur yang segera diikuti invasi dari sel-sel peradangan yaitu netrofil,
makrofag dan sel fagosit. Sel-sel tersebut termasuk osteoklas berfungsi
untuk membersihkan jaringan nekrotik untuk menyiapkan fase reparatif.
Secara radiologis, garis fraktur akan lebih terlihat karena material
nekrotik disingkirkan.

Fase reparatif
Umumnya beriangsung beberapa bulan. Fase ini ditandai dengan
differensiasi dari sel mesenkim pluripotensial. Hematom fraktur lalu
diisi oleh kondroblas dan fibroblas yang akan menjadi tempat matrik
kalus. Mula-mula terbentuk kalus lunak, yang terdiri dari jaringan
fibrosa dan kartilago dengan sejumlah kecil jaringan tulang. Osteoblas
kemudian yang mengakibatkan mineralisasi kalus lunak membah
menjadi kalus keras dan meningkatkan stabilitas fraktur. Secara
radiologis garis fraktur mulai tak tampak.

Fase remodelling
Membutuhkan waktu bulanan hingga tahunan untuk merampungkan
penyembuhan tulang meliputi aktifitas osteoblas dan osteoklas yang
menghasilkan perubahan jaringan immatur menjadi matur, terbentuknya
tulang lamelar sehingga menambah stabilitas daerah fraktur
(McCormack,2000).

Tags: fracture.kalus, Fraktur, hematoma, konsolidasi, proliferasi,


remodeling

You might also like