Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
dr. Ahmad Sanoesi Tambunan, Sp. PD KR
Disusun Oleh :
Arum Sangmurdiasih
2012730012
Demam Berdarah Dengue atau Dengue Haemorragic Fever (DHF) ialah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemakonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Demam berdarah dengue banyak terjangkit di daerah tropis dan subtropis. Asia
menempati urutan pertama dalam jumlah penderita demam berdarah dengue tiap tahun. Hal ini
mungkin disebabkan oleh karena curah hujan di Asia yang sangat tinggi terutama di Asia timur
dan selatan ditambah dengan sanitasi lingkungan yang tidak bagus.
Penyakit DBD pertama kali di indonesia di temukan di Surabaya pada tahun 1968, akan
tetapi konfirmasi virologis baru di dapat pada tahun 1972. sejak itu penyakit tersebut menyebar
ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor
Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali di temukan, jumlah kasus menunjukkan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara
sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun.
Hampir setiap tahun, di bulan-bulan tertentu, selalu saja ada berita tentang kasus Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Penyakit ini tiap tahun telah membawa banyak korban
jiwa, bahkan jumlah kasus serta korban jiwa meningkat tiap tahunnya.DBD terjadi berulang-
ulang setiap tahun. DBD merupakan salah satu penyakit penting di Indonesia dan memerlukan
penanganan yang menyeluruh dan integral, agar penyakit ini tidak lagi menimbulkan banyak
korban jiwa.
Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai Demam Berdarah Dangue (DBD) pada
pasien perempuan usia 20 tahun.
BAB I
LAPORAN KASUS
Status Pasien
I. Identitas
Nama : Nn. A. E
Usia : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pulo Gadung , Jakarta Timur
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Mahasiswa
No. Kamar : 3, Melati
Suku : Jawa
Agama : Islam
Masuk RS : 18 Agustus 2017
No. RM : 00-97-44-77
II. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Demam sejak 3 hari SMRS
d. Riwayat Pengobatan
Meminum paracetamol yang dibeli sendiri di Apotek, demam sempat turun tetapi naik
kembali. Pasien sudah berobat ke klinik sebelum ke RS dan melakukan pemeriksaan
laboratorium darah, hasilnya di dapatkan bahwa Trombosit menurun, leukosit menurun, dan
NS 1 positif. Dan dilakukan uji torniquet dan hasilnya positif. Dokter umum menyarankan
pasien untuk pergi ke RS dan di rawat.
e. Riwayat Alergi
Alergi obat-obatan, makanan, cuaca dan debu tidak ada.
b. Pemeriksaan Khusus
1. Kepala
Bentuk : Normocephal.
Rambut : Pendek, warna hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+.
Hidung : Tidak ada sekret, tidak berbau, tidak ada perdarahan, tidak ada septum deviasi
Telinga : Tidak ada sekret, normotia, pendengaran dalam batas normal.
Mulut/bibir : Tidak sianosis, tidak ada stomatitis, perdarahan gusi (-), bibir kering.
Lidah : Tidak kotor, tidak hiperemis.
2. Leher
Inspeksi : simetris, tidak tampak pembesaran KGB dan tiroid.
Palpasi : tidak teraba pembesaran KGB leher serta tidak terjadi pembesaran kelenjar
tiroid.
3. Thorax
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas : redup pada ICS II PSL sinistra
Batas kanan : redup pada ICS IV PSL dextra
Batas kiri : redup pada ICS IV MCL sinistra
Auskultasi : Suara jantung I dan II normal, Gallop (-), murmur (-)
Paru:
Inspeksi : normochest, simetris, tidak ada retraksi
Palpasi : vocal fremitus teraba sama pada kedua lapang paru
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronchi (-/-)
4. Abdomen
Inspeksi : datar, tidak terlihat massa, tidak terlihat scar.
Auskultasi : bising usus (+) 12 x/menit.
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, terdapat nyeri tekan epigastrium, supel, turgor kulit
normal.
Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen.
5. Ekstremitas
Superior : akral hangat +/+, edema -/-, petekie (-), RCT < 2 detik
Inferior : akral hangat +/+, edema -/-, petekie (-), RCT < 2 detik
IV. PemeriksaanPenunjang
18 Agustus 2017 pukul 16.15 WIB
Jenis Hasil Satuan Nilai rujukan
pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin 12,9 g/dL 11,7 15,5
Hematokrit 38 % 35 47 %
MCV 87 fL 80 100
MCH 31 Pg 26 34
MCHC 35 g/dL 32 36
NS 1 + (Reaktif) Negatif
Hematologi
Hematokrit 38 % 35 47 %
MCV 88 fL 80 100
MCH 30 Pg 26 34
MCHC 35 g/dL 32 36
Hematologi
Hematokrit 39 % 35 47 %
MCV 86 fL 80 100
MCH 28 Pg 26 34
MCHC 34 g/dL 32 36
Hematologi
MCV 87 fL 80 100
MCH 28 Pg 26 34
MCHC 34 g/dL 32 36
Hematologi
Hematokrit 36 % 35 47 %
MCV 89 fL 80 100
MCH 29 Pg 26 34
MCHC 33 g/dL 32 36
Hematokrit 36 % 35 47 %
MCV 89 fL 80 100
MCH 29 Pg 26 34
MCHC 33 g/dL 32 36
V. Resume
Pasien perempuan berusia 20 tahun mengeluh febris sejak 3 hari SMRS. Awalnya febris
timbul mendadak, febris continue, namun dirasakan paling berat pada malam hari.
Nausea (+) dan vomitus (+) 3x/hari, nyeri epigastrium (+), myalgia (+), malaise (+),
pusing (+), nafsu makan berkurang, konstipasi (+). Pasien sering menggantung pakaian
bekas pakai dibalik pintu, di perumahan pasien dan warga lainnya jarang melakukan
kerja bakti untuk membersihkan daerah sekitar perumahan. Tetangga sekeliling rumah
diketahui ada 2 orang yang dirawat karena demam berdarah. Pasien mengatakan sudah
cek darah dan dinyatakan dbd. Riwayat pemakaian obat parasetamol demam sempat
turun tetapi naik kembali.
PF : TTV : TD, N, RR dalam batas normal, Suhu : 38,9C, Uji torniquet (+).
Bibir Kering, Nyeri tekan epigastrium (+).
Planning
a. Diagnostik
- Darah Rutin tiap 12 jam
b. Terapeutik
Hidrasi :
Infus RL 1500 + 20 (BB dalam Kg 20) 1500 + 20 (54 20) 2.180 cc/24 jam
15 tpm
Medikamentosa
Paracetamol tablet 500 mg 3 x 1
Ranitidin inj 25 mg 2 x 1 iv
Ondansentron inj 8 mg 2x1 iv
Non-Medikamentosa :
Menganjurkan banyak minum
Tirah baring
VIII. Prognosis
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Functionam : ad bonam
Quo ad Sanactionam : ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Demam dengue/DD dan Demam berdarah dengue/DBD (Dengue Haemorhagic
Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang disertai oleh leukopenia ,ruam,
limfadenopati,trombositopeni,dan diatesis hemoragic.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan
Hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh.
B. EPIDEMIOLOGI
Demam berdarah dengue terjadi dimana banyak tipe virus dengue sacara simultan atau berurutan
ditularkan.Demam ini adalah endemic di Asia tropic, dimana suhu panas dan praktek
penyimpanan air di rumah menyebabkan populasi Aedes aegypti besar dan permanen.Pada
keadaan ini infeksi dengan virus dengue dari semua tipe sering ada, dan infeksi kedua dengan
tipe heterolog sering terjadi. Sesudah umur 1 tahun, hamper semua penderita dengan sindrom
syok dengue mempunyai kenaikan sekunder antibody terhadap virus dengue, yang menunjukkan
infeksi sebelumnya dengan virus yang terkait erat. Wabah tahun 1981 di Kuba, dimana anak dan
dewasa terpajan sama, telah menunjukkan bahwa sindrom permeabilitas vaskuler akut, terjadi
hampir selalu pada anak usia 14 tahun dan lebih muda. Pada orang dewasa penyakit lebih berat
sering disertai dengan fenomena pendarahan. Demam berdarah dengue dapat terjadi selama
infeksi dengue primer, paling sering pada bayi yang ibunya kebal terhadap dengue.
Orang asing tidak kebal, orang dewasa dan anak-anak yang terpajan terhadap virus dengue
selama wabah demam berdarah menderita demam dengue klasik atau bahkan penyakit yang lebih
ringan.Perbedaan dalam manifestasi klinis infeksi dengue antara orang asli dan orang asing di
Asia tenggara lebih terkait pada status imunologis daripada keretanan ras.Namun, pada wabah
Kuba, angka serangan demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue rendah pada anak kulit
hitam, mungkin menjelaskan seolah-olah tidak ada sindrom pada daerah endemic Afrika.
Istilah haemorrhagic fever di Asia tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun
1953.Pada tahun 1958 meletus epidemic penyakit serupa diBangkok. Setelah tahun 1958
penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemic di beberapa Negara lain di Asia
tenggara yang disebabkan virus dengue tipe 2, dan calcuta(1963) dengan virus tipe 2 dan
chikungunya berhasil diisolasi dari beberapa kasus. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di
Surabaya pada tahun 1968. Pada tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh propinsi
Indonesia.Pada saat ini DBD sudh endemis di banyak kota-kota besar, bahkan sejak tahun 1975
penyakit ini telah berjangkit didaerah pedesaan.Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia
menempati urutan kedua setelah Thailand. Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan
beebagai Negara bervariasi disebabkan beberapa factor, antara lain status umur penduduk,
kepadatan vector, tingkat penyebab virus dengue, prevalensi serotpie virus dengue dan kondisi
meteorologist. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian
ditemukan lebh banyak terjadi pada anak perempuan daripada laki-laki. Pada awal terjadinya
wabah sebuah Negara, pola distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal
dari golongan anak berumur <15tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya jumlah kasus
golongan usia dewasa meningkat .di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas,
namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai februari dengan
C. ETIOLOGI
a. Infeksi virus melalui nyamuk Aedes aegypti yang telah terjangkit
b. Disebabkan oleh virus dengue, genus flavivirus 4 serotipe: den 1, den 2, den 3 (dominan,
berhubungan dengan kasus berat) den 4
D. GAMBARAN KLINIS
a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)
Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dengan
penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular, timbul saat
demam reda.Gejala dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering dijumpai.
b. Demam dengue (DD)
1. Anamnesis : demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot & sendi/tulang,
nyeri retroorbital, photophobia,nyeri pada punggung, facial flushed, lesu, tidak mau
makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan depresi umum.
2. Pemeriksaan fisik :
Demam: 39 - 40C, berakhir 5-7 hari
Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (mukakemerahan),leher, dan
dada
Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform
Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian dorsal,
lengan atas, dan tangan.
Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada kulit yg
normal, dapat disertai rasa gatal.
Manifestasi perdarahan :
- Uji bendung positif dan/atau petekie
- Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan saluran cerna
(jarang terjadi, dapat terjadi pada DD dengan trombositopenia
c. Dengue hemoragic fever (DHF)
Terjadi pada anak-anak 15 tahun didaerah hiperendemik, berkaitan dengan infeksi
dengue berulang.DBD ditandai dengan onset akut dari demam tinggi dan fase awal gejala
yang serupa dengan DF,seperti tes positif tourniquet (TT), petechiae, mudah memar. Pada
akhir fase demam, dapat menyebabkan syok hipovolemik(dengue syok sindrom) akibat
kebocoran plasma, tandatanda seperti muntah terus-menerus, sakit perut, lesuatau
kegelisahan, atau marah danoliguria.
d. Expanded dengue syndrome
Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati, ginjal, otak,dan
jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan infeksi penyerta, komorbiditas, atau
komplikasi dari syok yang berkepanjangan.
H. PENATALAKSANAAN
a. Tanda kegawatan pada setiap fase perjalanan penyakit infeksi dengue
1. Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa transisi ke fase
bebas demam / sejalan dengan proses penyakit
2. Muntah yg menetap, tidak mau minum
3. Nyeri perut hebat
4. Letargi dan/atau gelisah, perubahan tingkah laku mendadak
5. Perdarahan: epistaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi yang hebat,
warna urin gelap (hemoglobinuria)/hematuria
6. Giddiness (pusing/perasaan ingin terjatuh)
7. Pucat, tangan - kaki dingin dan lembab
8. Diuresis kurang/tidak ada dalam 4-6 jam
b. Indikasi pemberian cairan intravena
1. Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral ataumuntah
2. Hematokrit meningkat 10%-20% meskipun dengan rehidrasi oral
3. Ancaman syok atau dalam keadaan syok
c. Prinsip umum terapi cairan pada DBD
1. Kristaloid isotonik harus digunakan selama masa kritis.
2. Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat, dan tidak ada
respon pada minimal volume cairan kristaloid yang diberikan.
3. Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga volume dan
cairan intravaskular yang adekuat.
4. Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan untuk
menghitung volume cairan.
5. Kecepatan cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis
6. .Transfusi suspensi trombosit pada trombositopenia untuk profilaksis tidak dianjurkan
7. Pemeriksaan laboratorium baik pada kasus syok maupun non syok saat tidak ada
perbaikan klinis walaupun penggantian volume sudah cukup, maka perhatikan ABCS
yang terdiri dari, A Acidosis: gas darah, B Bleeding: hematokrit, C Calsium:
elektrolit, Ca++ dan S Sugar: gula darah (dekstrostik
d. Bukan DBD atau tanpa tanda yang jelas
-Bedrest
-terapi cairan banyak minum air putih
-PCT bila demam
e. Terapi DBD (Grup B,tanpa syok)
Secara umum, pemberian cairan (oral + IV) (untuk satu hari) + 5% defisit, yang akan
diberikan selama 48 jam. NS 0.9%,Ringer laktat muali dengan 5-7 ml/kg bb 1-2 jam,
kemudian kurangi 3-5 ml/kgbb selama 2-4 jam kemudian kurangi lagi2-3 ml/kgbb
sampai respon perbaikan klinis.
f. DBD dengan syok berkepanjangan (Grup C) :
1. Cairan kristaloid: 5-10 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit,
2. Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat diberikan
koloid bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi hasil
laboratorium yang tidak normal
3. Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah review
hematokrit sebelum resusitasi)
4. Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena pusat /
jalur arteri)
5. Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah
g. Perdarahan hebat :
1. Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi darah
segera adalah darurat tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun terlalu rendah. Bila
darah yang hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila tidak dapat diukur, 10 ml/kg
darah segar atau 5 ml/kg PRC harus diberikan dan dievaluasi.
2. Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan penghambat pompa proton dapat
digunakan.
3. Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti suspense
trombosit, plasma darah segar/cryoprecipitate. Penggunaan larutan tersebut ini dapat
menyebabkan kelebihan cairan
h. DBD enselopati dapat terjadi bersamaan dengan syok atau tidak :
1. Ensefalopati yang terjadi bersamaan dengan syok hipovolemik, maka penilaian
ensefalopati harus diulang setelah syok teratasi.
2. Apabila kesadaran membaik setelah syok teratasi, maka kesadaran menurun atau
kejang disebabkan karena hipoksia yang terjadi pada syok
3. Pertahankan oksigenasi jalan napas yg adekuat dengan terapi oksigen.
4. Jika ensefalopati terjadi pada DBD tanpa syok dan masa krisis sudah dilewati maka,
Cegah / turunkan peningkatan tekanan intrakranial dengan,
- Memberikan cairan intravena minimal untuk mempertahankan volume
intravaskular, total cairan intravena tidak boleh >80% cairan rumatan
- Ganti ke cairan kristaloid dengan koloid segera apabila hematokrit terus
meningkat dan volume cairan intravena dibutuhkan pada kasus dengan
perembesan plasma yang hebat.
- Diuretik diberikan apabila ada indikasi tanda dan gejala kelebihan cairan
- Posisikan pasien dengan kepala lebih tinggi 30 derajat.
- Intubasi segera untuk mencegah hiperkarbia dan melindungi jalan napas.
- Dipertimbangkan steroid untuk menurunkan tekanan intrakranial, dengan
pemberian deksametasone
Menurunkan produksi amonia
- Berikan laktulosa 5-10 ml setiap 6 jam untuk menginduksi diare osmotik.
- Antibiotik lokal akan mengganggu flora usus maka tidak diperlukan
pemberian
- Pertahankan gula darah 80-100 mg/dl, kecepatan infus glukosa yang
dianjurkan 4-6 mg/kg/jam.
- Perbaiki asam basa dan ketidakseimbangan elektrolit
- Vitamin K1 IV dengan dosis : umur < 1tahun : 3mg, <5 tahun : 5mg, >5
tahun:10mg
- Anti kejang phenobarbital, dilantin, atau diazepam IV sesuai indikasi.
- Transfusi darah, lebih baik PRC segar sesuai indikasi. Komponen darah lain
seperti suspense trombosit dan plasma segar beku tidak diberikan karena
kelebihan cairan dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
- Terapi antibiotik empirik apabila disertai infeksi bakterial.
- Pemberian H2 antagonis dan penghambat pompa proton untuk mencegah
perdarahan saluran cerna.
- Hindari obat yang tidak diperlukan karena sebagai besar obat dimetabolisme
di hati.
I. KOMPLIKASI
a. Demam Dengue
Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik, trombositopenia hebat, dan
trauma.
b. Demam Berdarah Dengue
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
2. Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
3. Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading pemberian
cairan pada masa perembesan plasma
4. Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan hebat
(DIC, kegagalan organ multipel)
5. Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok
berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai
J. INDIKASI PULANG
Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai berikut :
a. Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik
b. Nafsu makan telah kembali
c. Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi teratur
d. Diuresis baik
e. Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
f. Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
g. Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada umumnya jumlah
trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3 - 5 hari.
K. PENCEGAHAN
a. Pembersihan jentik :
1. Program pemberantasan sarang nyamuk
2. Menggunakan ikan (cupang)
b. Pencegahan gigitan nyamuk :
1. Menggunakan kelambu
2. Menggunakan obat nyamuk
L. PROGNOSIS
a. Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik.
b. Prognosis buruk jika sudah terjadi perdarahan berat dan komplikasi, dapat menyebabkan
kematian jika syok tidak teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Bapenas. 2006. Laporan Kajian Kebijaksanaan Penanggulangan (wabah) Penyakit
Menular (Studi Kasus DBD). Jakarta: Direktorat Kesehatan&Gizi Masyarakat.
Budiarto, E. 2001. Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Depkes RI. 2004. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. 2004. Juru
Pemantau Jentik (Jumantik) Salah Satu Peran Serta Masyarakat Dalam Penanggulangan
Demam Berdarah Dengue (DBD).
Depkes RI. 2004. Perilaku dan Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti sangat Penting
Diketahui dalam Melakukan Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk Termasuk
Pemantauan Jentik Berkala. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN-
DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Jakarta: Ditjen PPMPLP.
Depkes RI. 2004. Perilaku Hidup Nyamuk Aedes aegypti Sangat Penting Diketahui
Dalam Melakukan Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk Termasuk Pemantauan
Jentik Berkala. Jakarta.
Depkes RI. Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
di Indonesia. Jakarta: Dirjen PP& PL.
Depkes RI. 2007. Demam berdarah. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. 2007. Ayo Lakukan
Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah. Jakarta: Pusat Promosi
Kesehatan.
Kristina, Isminah, Wulandari L. 2004. Demam Berdarah Dengue. Diunduh: 8 juni
2011.Http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah.h tml.
Malasari, Sukma N.N. 2010. Perbedaan Faktor Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk
dan Lingkungan di Desa Endemis dan Non Endemis DBD (Studi di Puskesmas
Ngadiluwih, Kab. Kediri (Skripsi). Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat UNAIR.