You are on page 1of 11

MANAJEMEN SUMBER

DAYA AIR

MANAJEMEN BANJIR

Oleh :
Arnold Paranoan
P2304215001
3.5. Manajemen Banjir
Banjir kota adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam
daratan di kota. Pengarahan banjir Uni Eropa mengartikan banjir sebagai perendaman
sementara oleh air pada daratan yang biasanya tidak terendam air di kota. Dalam arti "air
mengalir", kata-kata ini juga dapat berarti masuknya air laut pada waktu terjadi pasang di
kota-kota pantai. Banjir kota diakibatkan oleh volume air di suatu badan air seperti sungai
atau danau yang meluap atau menjebol bendungan sehingga air keluar dari batasan alaminya
di kota. (http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir; MSN Encarta Dictionary, 2006; Directive, 2007;
Glossary of Meteorology, 2000).
Manajemen banjir merupakan bagian dari pengelolaan sumberdaya air yang lebih spesifik
untuk mengontrol hujan dan banjir umumnya melalui dam-dam pengendali banjir atau
peningkatan sistem pembawa (sungai, drainase) dan pencegahan hal yang berpotensi merusak
dengan cara mengelola tataguna lahan dan daerah banjir (flood plains). Termasuk dalam
manajemen banjir adalah menata kawasan lindung dan kawasan budidaya kota yang
berwawasan lingkungan.
Dalam pengelolaan sumber daya air, manajemen banjir juga berarti mengharmonisasikan
dan mengintegrasikan konservasi sumber daya air (dalam penataan ruang merupakan
kawasan lindung), pendaya-gunaan sumber daya air (dalam penataan ruang merupakan
kawasan budi daya) dan pengendalian daya rusak air (dalam penataan ruang merupakan
gabungan pengelolaan antara kawasan lindung dan kawasan budi daya).
Rekayasa dan manajemen banjir kota berarti penerapan prinsip-prinsip ilmiah dan
matematika untuk tujuan praktis (rekayasa) dalam (atau sebagai bagian dari) suatu proses
menyeluruh (komprehensif) dan terpadu (integratif) untuk mencapai tujuan
(objective)/sasaran (goal) yaitu mengatasi persoalan banjir secara sistematis, efektif dan
efesien (manajemen) di kota atau kawasan perkotaan.
Terpadu berarti membawa secara bersama (bring together) bagian-bagian dari sesuatu
(dalam hal ini sesuatu adalah manajemen) dan secara implisit berarti hubungan (linkage)
sedangkan menyeluruh berarti cakupan luas (broad coverage) (Grigg, 1996).

Sistem Pengendalian Banjir


Pada suatu daerah perlu dibuat sistem pengendalian yang baik dan efisien, dengan
memperhatikan kondisi yang ada dan pengembangan pemanfaatan sumber air mendatang.
Pada penyusunan sistem pengendalian banjir perlu adanya evaluasi dan analisis atau
memperhatikan hal-hal yang meliputi antara lain:
Analisis cara pengendalian banjir yang ada pada daerah tersebut/yang sedang berjalan.
Evaluasi dan analisis daerah genangan banjir, termasuk data kerugian akibat banjir.
Evaluasi dan analisis tata guna tanah di daerah studi, terutama di daerah bawah/dataran
banjir.
Evaluasi dan analisis daerah pemukiman yang ada maupun perkembangan yang akan
datang.
Memperhatikan potensi dan pengembangan sumber daya air di masa mendatang.
Memperhatikan pemanfaatan sumber daya air yang ada termasuk bangunan yang ada.
Perencanaan sistem pengendalian dengan memperhatikan hal-hal tersebut harus
disesuaikan dengan kondisi yang ada (existing) mulai dari dari hulu sampai hilir sungai
sehingga semua perencanaan sedapat mungkin dapat terlaksana yang dituangkan pada
rencana pengendalian banjir. Rentang waktu perencanaan dan pelaksanaan tidak terlalu lama
mengingat sifat sungai yang dinamis.
Rencana pengendalian banjir tersebut dibuat dengan beberapa alternatif dan berbagai
kombinasi. Dari beberapa alternatif sistem pengendalian yang ada, dipilih yang paling
optimal, dengan pemberian angka nilai atau score untuk berbagai aspek peninjauan, sehingga
salah satu sistem yang mempunyai total nilai yang tertingi merupakan sistem terpilih. Aspek
peninjauan pada penilaian tersebut setidak-tidaknya meliputi aspek teknis, ekonomi, sosial,
budaya, hukum, kelembagaan dan lingkungan. Sering terjadi dukungan secara politis dari
para stakeholders diperlukan sehingga implementasi pengendalian banjir sesuai dengan yang
direncanakan. Hal-hal yang umum terjadi diantara perencanaan dan implementasi diantaranya
meliputi:
Desain tidak dapat dilaksanakan karena pertimbangan (misal) sosial.
Biaya yang diusulkan tidak dapat dipenuhi secara optimal karena keterbatasan dana.
Waktu pelaksanaan terlalu lama setelah perencanaan selesai sehingga sering terjadi
perubahan-perubahan fisik di lapangan yang cukup signifikan.
Implementasi dibuat bertahap dengan jangka waktu yang lama sehingga perencanaan tidak
sesuai lagi dan sering tidak dilakukan updating perencanaan.

Pelaksanaan Pengendalian Banjir


Penentuan skala prioritas masing-masing kegiatan dan tahap pelaksanaan
pengendalian banjir.
Pada pekerjaan pengendalian banjir jangka panjang mempunyai target waktu
penyelesaian. Sistem pengendalian banjir dimaksudkan untuk mengendalikan debit banjir
dengan periode ulang dan debit tertentu, setelah semua kegiatan dan bangunan pengendalian
banjir selesai. Semua kegiatan dan bangunan pengendalian banjir tersebut, sulit untuk
dilaksanakan pada waktu relatif singkat dan bersamaan. Maka perlu adanya penentuan skala
prioritas dan urutan pekerjaan/bangunan yang harus dilaksanakan. Urutan/prioritas tersebut
dipengaruhi oleh kebutuhan maupun kondisi setempat, namun secara umum dapat dijelaskan:
Penanggulangan banjir pada suatu sungai, yang dilakukan pada tingkat awal adalah
merupakan pekerjaan darurat, untuk perbaikan tanggul untuk mengatasi banjir tahunan.
Pengendalian banjir tahap berikutnya, berupa pekerjaan yang lebih besar, biasanya berupa
perbaikan alur, yang merupakan pengendalian jangka pendek.
Pada tahap berikutnya dilakukan pekerjaan jangka menengah yang merupakan pekerjaan
pengendalian banjir seperti pembuataan alur pengendali banjir, retarding basin,
rekonstruksi bangunan pengendali banjir dan termasuk pekerjaan pengaturan sungai.
Pada tahap akhir yang merupakan pengendalian jangka panjang yang dikaitkan dengan
pengembangan sumber air, dengan membangun waduk serbaguna, yang diantaranya
berfungsi untuk pengendalian banjir.
Bila tahap demi tahap pekerjaan pengendalian banjir selesai, maka tingkat debit banjir
yang dapat diatasi akan naik. Sehingga pada pekerjaan tahap akhir selesai, sistem
pengendalian banjir dapat berfungsi seperti yang direncanakan. Sedangkan pada masa setelah
pekerjaan pengendalian banjir selesai, perlu untuk penyempurnaan dan pemeliharaan sistem
pengendali.

b. Antisipasi pengendalian banjir pada masa pelaksanaan


Berdasarkan pola pelaksanaan pengendalian banjir yang dilaksanakan secara bertahap,
adalah perlu adanya antisipasi pengendalian banjir pada masa pelaksanaan. Hal ini
diharapkan dari pelaksanaan bertahap sudah dapat meningkatkan debit banjir yang dapat
dikendalikan dan bangunan-bangunan yang ada sebelum pekerjaan selesai secara keseluruhan
tidak mengalami kerusakan.
Pada bangunan-bangunan pengatur banjir perlu adanya aturan operasi sementara sebelum
seluruh bangunan pengendalian selesai dibangun, untuk menghindari adanya kegagalan. Pada
akhirnya semua bangunan pengendalian banjir akan berfungsi secara optimal setelah seluruh
bangunan dibangun sesuai sistem dan target waktu penyelesaian.

Kriteria Perencanaan Pengendalian Banjir


1. Jangka waktu tahun penyelesaian
Pada pekerjaan pengendalian banjir perlu adanya target tahun penyelesaiaan, dengan
pelaksanaan bertahap setiap dekade tertentu.
2. Bagian alur sungai yang dikeruk/diperbaiki
Untuk menentukan lokasi kegiatan pengerukan alur sungai dari suatu pengendalian banjir
(segmen alur sungai tertentu) harus berdasarkan pertimbangan:
Kondisi alur sungai yang ada.
Kondisi bagian hilir dari segmen tersebut dengan pertimbangan bahwa aliran air bersifat
kontinyu dan makin ke hilir debit makin besar sehingga kapasitas sungai juga makin besar.
Kondisi topografi baik di sungai, sempadan dan daerah aliran sungai sekitar segmen.
Kerugian akibat banjir yang pernah terjadi.
Penggunaan tata guna lahan yang ada dan yang akan datang.
Pengendalian banjir yang ada.
Periode ulang debit banjir (skala perencanaan). Skala perencanaan ditentukan berdasarkan:
Skala perencanaan secara umum yang berlaku di Indonesia, antara 10 - 100 tahun periode
ulang. Semakin besar periode ulang semakin mahal konstruksinya.
Kerugian akibat banjir yang pernah terjadi.
Potensi kerugian akibat banjir masa mendatang.
Penggunaan lahan di sempadan dan daerah aliran sungai di sekitar segmen.
Proyeksi penggunaan lahan di masa mendatang.

Kecuali dipertimbangkan angka laju kenaikan potensi kerugian akibat banjir,


perkembangan kota maupun tata guna tanah di masa mendatang perlu diperhitungkan
terhadap skala perencanaan yang ada maupun target tahun penyelesaian implementasi
pengendalian banjir.
4. Debit pengendalian banjir
Sesuai dengan skala perencanaan seperti di atas, maka besarnya banjir sungai-sungai
sesuai skala perencanaan tersebut dapat ditentukan. Perhitungan debit banjir ini dapat
digunakan cara yang biasa dipakai di Indonesia yang telah diuraikan dalam Sub-Bab 2.5.
5. Alternatif pengendalian banjir
Berdasarkan alternatif-alternatif pengendalian banjir yang diusulkan, dapat dipilih yang
paling menguntungkan dengan pertimbangan berbagai kombinasi. Alternatif terpilih ini
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan teknis, ekonomis, sosial, budaya, hukum,
kelembagaan, lingkungan bahkan politis. Salah satu metodenya adalah dengan penentuan dan
pemberian score/angka dari masing-masing alternatif.
6. Pertimbangan teknis rencana perbaikan sungai dan alur pengendali banjir
Analisis perencanaan yang digunakan untuk memformulasikan rencana perbaikan sungai
dan saluran banjir diantaranya adalah debit rencana dengan periode ulang yang akan dipakai
dan kondisi alur sungai. Pertimbangan kondisi alur sungai diantaranya adalah:
Alur pengendali banjir.
Elevasi muka air banjir memanjang sungai.
Profil memanjang dasar sungai.
Penampang melintang sungai.
6.1. Alur pengendali banjir
Pelaksanaan pengerukan dan pelebaran alur sungai dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
Lahan yang tersedia di kanan kiri sungai.
Penggunaan lahan di sekitar sungai.
Bentuk penampang.
Pertimbangan debit dominan dan banjir.
Khusus untuk perbaikan alur yang terletak di daerah dengan kepadatan penduduk yang
tinggi, perlu ada evaluasi mengenai lahan yang ada dan pembebasan tanah. Maka dari itu
perbaikan alur sungai harus memanfaatkan alur yang ada secara optimal, karena sulitnya
penggunaan lahan yang ada di kanan kiri alur yang sudah penuh dengan pemukiman.
Sedangkan untuk sungai yang terletak di daerah dengan kepadatan penduduk rendah,
daerah persawahan atau tambak, kendala dan kesulitan pembebasan tanah (relatif) kecil. Oleh
karena itu ada kemungkinan untuk pelebaran sungai ke kanan dan kekiri.
6.2. Elevasi muka air banjir memanjang sungai
Elevasi muka air banjir memanjang sungai harus direncanakan hampir sama atau
tidak lebih tinggi dibanding dengan permukaan tanah di sebelah luar tanggul. Hal ini
dimaksudkan untuk memperkecil risiko kerugian akibat banjir yang mungkin terjadi.
Dengan kata lain tidak ada air yang melimpas tanggul.
Pada umumnya sulit untuk merencanakan elevasi muka air banjir hampir sama
dengan tanah sekitar, terutama di daerah hilir yang relatif datar dengan kemiringan dasar
sungai yang hampir datar dan disamping itu juga adanya back water dari oleh pasang surut
air laut.
6.3. Profil memanjang dasar sungai
Pada dasarnya dasar sungai harus stabil terhadap erosi maupun sedimentasi, dengan
memperhatikan beberapa hal:
Desain dasar sungai pada prinsipnya mengikuti kemiringan yang ada yang sudah relatif
stabil.
Dipertimbangkan terhadap bangunan yang ada di sepanjang sungai.
Dipertimbangkan terhadap muka air tanah.
Meminimumkan pekerjaaan galian dan timbunan.
6.4. Penampang melintang sungai
Bentuk penampang melintang sungai dapat direncanakan dengan penampang tunggal
maupun ganda, dengan mempertimbangkan:
Bahwa penampang ganda dari penampang melintang sungai efektif untuk mengalirkan
debit banjir di bagian hilir.
Stabilitas alur dan stabilitas lereng tanggul/talud sungai.
Penampang melintang ganda bagian bawah direncanakan pada debit dengan
periode ulang 1.01 tahun, yaitu sebagai debit dominan yang ada di sungai yang
bersangkutan. Biasanya diambil debit periode ulang 2 tahun (Q2).
Dengan menggunakan bantaran akan menambah stabilitas tanggul.

Metode Pengendalian Banjir


Pada hakekatnya pengendalian banjir merupakan suatu yang kompleks. Dimensi
rekayasanya (engineering) melibatkan banyak disiplin ilmu teknik antara lain: hidrologi,
hidraulika, erosi DAS, teknik sungai, morfologi & sedimentasi sungai, rekayasa sistem
pengendalian banjir, sistem drainase kota, bangunan air dll. Di samping itu suksesnya
program pengendalian banjir juga tergantung dari aspek lainnya yang menyangkut sosial,
ekonomi, lingkungan, institusi, kelembagaan, hukum dan lainnya. Politik juga merupakan
aspek yang penting, bahkan kadang menjadi paling penting. Dukungan politik yang kuat dari
berbagai instansi baik eksekutif (Pemerintah), legislatif (DPR/DPRD) dan yudikatif akan
sangat bepengaruh kepada solusi banjir kota.
Pada dasarnya kegiatan pengendalian banjir adalah suatu kegiatan yang meliputi aktifitas
sebagai berikut:
Mengenali besarnya debit banjir.
Mengisolasi daerah genangan banjir.
Mengurangi tinggi elevasi air banjir.
Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun yang
penting adalah dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari sistem yang paling optimal.
Kegiatan pengendalian banjir menurut lokasi/daerah pengendaliannya dapat
dikelompokkan menjadi dua:
Bagian hulu: yaitu dengan membangun dam pengendali banjir yang dapat
memperlambat waktu tiba banjir dan menurunkan besarnya debit banjir, pembuatan waduk
lapangan yang dapat merubah pola hidrograf banjir dan penghijauan di Daerah Aliran
Sungai.
Bagian hilir: yaitu dengan melakukan perbaikan alur sungai dan tanggul, sudetan pada
alur yang kritis, pembuatan alur pengendali banjir atau flood way, pemanfaatan daerah
genangan untuk retarding basin dsb.
Sedangkan menurut teknis penanganan pengendalian banjir dapat dibedakan menjadi dua
yaitu:
1. Pengendalian banjir secara teknis (metode struktur).
2. Pengendalian banjir secara non teknis (metode non-struktur).
Detail metode struktur dan metode non-struktur ditunjukkan dalam Gambar 3-5.
Gambar 3-5. Pengendalian banjir metode struktur & non-struktur

Semua kegiatan tersebut dilakukan pada prinsipnya dengan tujuan:


Menurunkan serta memperlambat debit banjir di hulu, sehingga tidak mengganggu
daerah-daerah peruntukan di sepanjang sungai.
Mengalirkan debit banjir ke laut secepat mungkin dengan kapasitas cukup di bagian hilir.
Menambah atau memperbesar dimensi tampang alur sungai.
Memperkecil nilai kekasaran alur sungai.
Pelurusan atau pemendekan alur sungai pada sungai berbelok atau ber-meander.
Pelurusan ini harus sangat hati-hati dan minimal harus mempertimbangkan geomorfologi
sungai.
Pengendalian transpor sedimen.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis bangunan
pengendalian banjir adalah sebagai berikut:
Pengaruh regim sungai terutama erosi dan sedimentasi (degradasi dan agradasi sungai)
dan hubungannya dengan biaya pemeliharaan.
Kebutuhan perlindungan erosi di daerah kritis.
Pengaruh bangunan terhadap lingkungan.
Perkembangan pembangunan daerah.
Pengaruh bangunan terhadap kondisi aliran di sebelah hulu dan sebelah hilirnya.

3.6. Metode Struktur

3.6.1 Bangunan Pengendali Banjir


Bendungan/waduk (dam) Groundsill
Kolam retensi Retarding basin
Pembuatan check dam (penangkap sedimen) Pembuatan polder
Bangunan pengurang kemiringan sungai
Bendungan/Waduk

Bendungan
Bendungan adalah bangunan yang berupa urugan tanah, urugan batu, beton, dan/atau
pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat pula dibangun
untuk menahan dan menampung limbah tambang (tailing), atau menampung lumpur sehingga
terbentuk waduk (PP No 37 Tahun 2010). Definisi lain bendungan atau dam adalah
konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi
termasuk di antaranya menahan laju sedimentasi yang ditampung dalam tampungan
mati/dead storage (http://id.wikipedia.org/wiki/Bendungan).
Fungsi bendungan diantaranya adalah:
Untuk menampung air sungai
Mengelola dan mengatur air dalam waduk
Pengelolaan sumber daya air.
Penyediaan air baku (raw water)
Salah satu sumber untuk penyediaan air bersih dan air minum
Penyediaan air irigasi
Pengendalian banjir
Pembangkit listrik tenaga air (PLTA)
Suatu bendungan bila mempunyai semua fungsi-fungsi tersebut disebut sebagai
bendungan multi-fungsi/serbaguna atau multi-purpose dam.
Kebanyakan dam juga memiliki bagian yang disebut pintu air atau bangunan pelimpah
(spillway) untuk membuang air yang tidak diinginkan secara bertahap atau berkelanjutan.
Faktor-faktor yang digunakan dalam pemilihan lokasi bendungan adalah sebagai berikut:
Lokasi mudah dicapai
Topografi daerah memadai, dengan membentuk tampungan yang besar
Kondisi geologi tanah
Ketersediaan bahan bangunan
Tujuan serbaguna
Pengaruh bendungan terhadap lingkungan
Umumnya bendungan terletak di sebelah hulu daerah yang dilindungi
Secara teknis perencanaan untuk dam pengendalian banjir adalah sebagai berikut:
a. Metode pengaturan banjir
Debit banjir akan diatur secara alamiah oleh pelimpah dari dam yang tanpa menggunakan
pintu pengatur, dengan tujuan memudahkan operasi, untuk menekan biaya operasi dan
pemeliharaan dimasa mendatang. Sedangkan untuk mendapatkan pengaruh pengaturan
terhadap pengendalian banjir yang lebih besar, dapat digunakan waduk yang dilengkapi pintu
pengendali banjir.
b. Ratio penurunan debit banjir pada dam pengendali banjir
Pada dam pengendali banjir terdapat alokasi volume untuk pengendalian banjir dan
volume untuk memenuhi kebutuhan air. Alokasi volume waduk untuk pengendalian banjir,
akan menentukan pola hidrograf banjir yang dilepas waduk ke hilir dan ratio penurunan debit
banjir.
c. Alokasi kapasitas untuk pengendalian banjir
Bila kapasitas untuk pengendalian banjir dan biaya konstruksi dam naik, maka debit
rencana dan biaya perbaikan sungai akan menurun.
Kapasitas pengendalian banjir ditentukan oleh biaya total minimum dari perbaikan
sungai dan biaya konstruksi dam.

Waduk
Waduk adalah wadah buatan yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan (PP
No 37 Tahun 2010).
Waduk pada umumnya dibangun untuk pengembangan sumber daya air sungai, dengan
menampung air pada waktu musim hujan untuk memperbaiki kondisi aliran sungai terutama
pada musim kemarau. Hal ini untuk mengantisipasi kebutuhan air yang meningkat terutama
pada musim kemarau. Di samping itu waduk biasanya dibangun untuk beberapa manfaat
yang disebut multi guna atau multi purpose dam, misalnya untuk irigasi, penyediaan air baku
(air minum), pembangkit listrik tenaga air, dsb.
Waduk yang mempunyai faktor tampungan atau dapat menampung air, mempunyai efek
terhadap aliran air di hilir waduk. Dengan kata lain waduk dapat merubah pola inflow-
outflow hidrograf. Perubahan outflow hidrograf di hilir waduk biasanya menguntungkan
terhadap pengendalian banjir, dengan adanya debit banjir yang lebih kecil dan perlambatan
waktu banjir.
Pengendalian banjir dengan waduk hanya dapat dilakukan pada bagian hulu dan biasanya
dikaitkan dengan pengembangan sumber daya air. Yang perlu diperhatikan dalam
pengendalian banjir dengan waduk adalah perlambatan waktu tiba banjir, penurunan debit
banjir yang dilepas ke hilir dan rasio alokasi volume waduk untuk pengendalian banjir
terhadap volume untuk pengembangan dan pengelolaan sumber daya air.
Beberapa faktor yang diperhatikan dalam waduk pengendalian banjir adalah:
1. Fungsi waduk untuk pengendali banjir
Secara umum waduk berpengaruh baik terhadap pengendalian banjir. Namun untuk
mendapatkan manfaat yang lebih besar, waduk harus didesain/ dilengkapi dengan pintu
pengendali banjir, sehingga penurunan debit banjir dihilir waduk akan lebih besar atau
perubahan antara inflow dan outflow hidrograf banjir yang besar.
2. Alokasi volume untuk pengendalian banjir
Untuk menentukan besarnya penurunan debit banjir di hilir waduk, sangat ditentukan oleh
besarnya alokasi volume waduk untuk pengendalian banjir. Semakin besar alokasi volume
waduk untuk pengendalian banjir, akan semakin besar penurunan outflow hidrograf banjir
dihilir waduk. Namun di sini terdapat konflik antara kebutuhan volume waduk untuk
pengendalian banjir dan untuk kepentingan yang lain. Volume waduk untuk pengendalian
banjir besar maka volume waduk untuk kepentingan yang lain akan menjadi kecil dan
sebaliknya. Maka biasanya untuk menentukan alokasi volume waduk untuk masing-masing
kepentingan perlu adanya analisis optimasi waduk.
3. Biaya operasional dan pemeliharaan
Biaya operasional dan pemeliharaan sangat dipengaruhi oleh waduk dan pengoperasiannya.
Waduk mempunyai spillway dua tipe yaitu
1. waduk mempunyai spillway dengan puncak (crest) tetap
2. waduk mempunyai spillway dengan crest tidak tetap
Waduk yang mempunyai spillway dengan crest tidak tetap, adalah spillway yang
dilengkapi dengan pintu pengendali banjir. Dengan adanya pintu pengendali banjir maka
diperlukan biaya yang lebih besar untuk operasi dan pemeliharaan pintu pengendali banjir.
Namun dengan biaya yang lebih besar tersebut akan menurunkan atau memperkecil biaya
perbaikan dan pemeliharaan di bagian hilir waduk.
4. Pintu pengendali banjir
Pintu pengendali banjir berfungsi untuk mengatur debit air yang akan dilepas dari waduk
sehubungan dengan kepentingan pengendalian banjir. Maka yang perlu diperhatikan adalah
dimensi pintu (yaitu lebar total pintu dan tinggi pintu) dan cara pengoperasian pintu
pengendali banjir. Untuk menjaga keandalan dalam operasi pintu pengendali banjir,
umumnya cara pengoperasiannya adalah otomatis dan dilengkapi operasi secara manual
(untuk dalam keadaan darurat).

5. Pola inflow-outflow hydrograph


Waduk multi guna yang dimanfaatkan juga untuk pengendalian banjir, perlu adanya
analisis inflow-outflow hydrograph. Hal ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
waduk terhadap debit banjir di sebelah hilir waduk. Maka perlu dilakukan analisis
penelusuran banjir (flood routing), untuk mendapatkan outflow hidrograf banjir waduk.
6. Kondisi muka air waduk
Sehubungan dengan waduk untuk pengendalian banjir, dimungkinkan muka air waduk
berfluktuasi secara cepat. Dengan adanya fluktuasi muka air waduk yang cepat akan
membahayakan stabilitas tubuh dam (talud dam). Karena muka air tanah yang tinggi dalam
tubuh dam tidak dapat mengikuti secara cepat dengan muka air waduk. Maka tubuh dam
perlu analisis stabilitas terhadap longsoran dan ini akan memerlukan proteksi tebing terhadap
longsoran (terutama lokal).

Penelusuran Banjir (Flood Routing)


Penelusuran banjir dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik hidrograf, yang
diperlukan dalam pengendalian banjir. Perubahan hidrograf banjir antara inflow (I) dan
outflow (O) disebabkan oleh:
Adanya faktor tampungan misal adanya waduk
Adanya penampang sungai yang tidak uniform atau akibat adanya meander sungai.
Jadi penelusuran banjir ada dua, untuk mengetahui perubahan inflow dan outflow pada
waduk dan inflow dan outflow pada suatu titik dengan suatu titik di tempat lain pada suatu
sungai.
Perubahan inflow dan outflow akibat adanya faktor tampungan: pada suatu waduk
terdapat inflow banjir (I) akibat adanya aliran banjir dan outflow (O) apabila muka air waduk
naik di atas spillway (terdapat limpasan).
I > O tampungan waduk naik elevasi muka air waduk naik
I < O tampungan waduk turun elevasi muka air waduk turun
Kolam Retensi/Penampungan (Retention Basin)
Seperti halnya bendungan, kolam penampungan (retention basin) berfungsi untuk
menyimpan sementara debit sungai sehingga puncak banjir dapat dikurangi, retention berarti
penyimpanan. Tingkat pengurangan banjir tergantung pada karakteristik hidrograf banjir,
volume kolam dan dinamika beberapa bangunan outlet. Wilayah yang digunakan untuk
kolam penampungan biasanya di daerah dataran rendah atau rawa. Dengan perencanaan dan
pelaksanaan tataguna lahan yang baik, kolam penampungan dapat digunakan untuk
pertanian. Untuk strategi pengendalian yang andal diperlukan:
Pengontrolan yang memadai untuk menjamin ketepatan peramalan banjir.
Peramalan banjir yang andal dan tepat waktu untuk perlindungan atau evakuasi.
Sistem drainase yang baik untuk mengosongkan air dari daerah tampungan secepatnya
setelah banjir reda.

You might also like