Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Amputatum merupakan Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran
besar/berat, gergaji.Luka membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong.Perdarahan
hebat, resiko infeksi tinggi, terdapat gejala pathom limb.
Amputatum adalah Penyembuhan yang tidak tepat dari potongan tulang yang patah.
Merupakan dampak negative dari luka atau cedera yang kita dapatkan. Dari sekian banyak
orang sedikit yang mengerti amputatum , namun banyak orang yang terkena amputatum. Mereka
tidak menyadari bahwa dirinya terkena amputatum, yang mereka tahu bahwa cidera nya semakin
parah dan tidak menimbulkan dampak apapun.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian amputatum
2. Mengetahui penyebab amputatum
3. Mengetahui tanda dan gejala amputatum
4. Mengetahui komplikasi amputatum
5. Mengetahui askep pada kasus amputatum
1
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/ berat, gergaji.Luka
membentuk lingkaran dengan organ yang di potong.Perdarahan hebat, resiko infeksi
tinggi.Terdapat gejala pathom limb.
2.2 ETIOLOGI
A. Mekanis / traumatis
B. Perubahan suhu
C. Zat kimia
D. Ledakan
E. Sengatan listrik
F. Gigitan hewan
2
G. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
H. Pergerakan abnormal
I. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
J. Krepitasi (Black, 1993).
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi
simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah
sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien
sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus
posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
C. Sistem respirasi
1. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif
kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
3
2. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi
dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme
(karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi
mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris
normal.
D. Sistem Kardiovaskuler
1. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada
keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu
pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
3. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula
tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi
sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi
menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke
otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur
serta dapat juga merasakan pingsan.
E. Sistem Muskuloskeletal
4
1. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan
nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme
akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
2. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan.Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
3. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
4. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
F. Sistem Pencernaan
1. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar
pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang
menyebabkan menurunnya nafsu makan.
2. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus
menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces
lebih keras dan orang sulit buang air besar.
G. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak
5
menahan urine sehingga dapat menyebabkan: Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan
mudah membentuk batu ginjal dan tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan
berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.
H. Sistem integument
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika
hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan
dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
2.5 PENATALAKSANAAN
1.Pembedahan
2.Imunisasi
3.Immobilisasi
4.Terapi antibiotic
2.6 KOMPLIKASI
A. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
B. Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah.
C. Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
D. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
6
BAB 3
KASUS
3.1 Kasus
1. Amputatum
Sdr. Y dirawat di RSGT sudah 4 hari yang lalu dengan fraktur cruris 1/3 medial terbuka
grade III, terdapat bone loss. Sdr. Y adalah tukang becak yang pada saat kejadian tertabrak
truk 2 bulan yang lalu. Sdr. Y sudah berobat di alternatif dan hasilnya terdapat malunion dan
osteomielitis parah, sehingga perlu dilakukan amputasi. Keluhan saat ini nyeri pada bagian
luka, luka menganga terdapat bau busuk dan terdapat banyak pus. Tulang terlihat dari luar (
bone ekspose) berwarna hitam, dan rapuh.
7
3.2 Askep
Analisa Data
8
Prioritas Diagnosa
Intervensi Keperawatan
9
Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Infection control
b.d kerusakan keperawatan selama 1x24 jam, Bersihkan lingkungan
integritas kulit. diharapkan pasien tidak sekitar yang pasien
terinfeksi oleh antigen lain. gunakan.
Dengan kriteria hasil: Ganti peralatan pasien
a. Penyembuhan luka yang dengan terkontrol.
menganga. Ajarkan cuci tangan bersih
b. Pengontrolan factor sebelum dan setelah
resiko terinfeksi. beraktivitas.
Berikan antibiotic untuk
luka pasien.
Kaloborasi dengan dokter
untuk amputasi
Defisiensi Setelah dilakukan tindakan Illness care
pengetahuan b.d keperawatan selama 1x24 jam, Gunakan pendekatan yang
kurang mengerti diharapkan pasien dapat lebih menerangkan.
tentang infeksi mengetahui tentang kesehatan. Bantu pasien mengerti jenis
dari cedera Dengan kriteria hasil: pengobatan yang benar
a. Pasien dapat berfikir Ajarkan pasien mengenai
logis tentang proses pengelolaan kebersihan
penyembuhan nya. tubuh.
b. Luka mengalami
perubahan baik.
c. Rasa nyeri berkurang
10
IMPLEMENTASI
11
O: pengetahuan pasien menunjukan
pemahaman tentang penjelasan.
mengajarkan pasien mengenai S:
pengelolaan kebersihan tubuh. O: pasien kooperatif
Berkaloborasi dengan tenaga S:
untuk melakukan amputasi. O: pasien kooperatif
EVALUASI
Tgl/jam Dx Evaluasi
Kep
I S: Ps mengatakan sudah tidak nyeri dibagian luka
O: skala nyeri pasien sudah normal 1
A:masalah keperawatan sebagian teratasi.
P: lanjutkan intervensi
Kaji skala nyeri
Monitor cara berpindah
Kaji latihan mobilitas pasien
II S: pasien mengatakan lebih mudah untuk melakukan mobilitas
O: mobilitas pasien yang benar sudah mulai aktif
A:masalah keperawatan sebagian teratasi
P:lanjutkan intervensi
Ajarkan cuci tangan bersih
Beri antibiotic
III S: pasien mengatakan nyeri di bagian luka dan terdapat bau busuk
O: puss di luka tidak berkurang.
A:masalah keperawatan belum teratasi.
P: lanjutkan intervesi
Pendekatan dengan menerangkan
Kaloborasi dengan tenaga medis untuk melakukan amputasi
12
IV S: pasien mengatakan masih nyeri di bagian luka.
O: terdapat banyak puss, malunion, dan osteomilietis
A:masalah keperawatan sebagian teratasi
P:lanjutkan intervensi
Lakukan amputasi kaloborasi dengan tenaga medis lain
Pada kasus Sdr. Y setelah di periksa adanya malunion dan osteomilietis, serta pada luka yang
menganga terdapat banyak puss sehingga perawat melakukan pendekatan dengan cara
menerangkan kepada pasien untuk melakukan panata laksanaan amputasi. Perawat berkaloborasi
dengan tenaga kesehatan lain untuk melakukan amputasi.Kriteria hasil nya setelah dilakukan
amputasi:
Tidak ada penyebaran puss yang berakibat komplikasi kepenyakit/ infeksilain nya.
Rasa nyeri di bagian luka yang menganga itu pasti akan hilang.
Serta resiko untuk terinfeksi dari antigen kain yang dapat masuk melalui luka yang
menganga itu akan semakin kecil.
Tingkat kenyamanan pada pasien akan bertambah.
13
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Amputatum adalah luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/
berat, gergaji.Luka membentuk lingkaran dengan organ yang di potong.Perdarahan hebat,
resiko infeksi tinggi.Terdapat gejala pathom limb.
14