You are on page 1of 34

http://myrealblo.blogspot.co.id/2015/11/filsafat-filsafat-modern.

html Posted by
jack frost at 8:45 PM

FILSAFAT :FILSAFAT MODERN

MAKALAH

FILSAFAT MODERN
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Filsafat
Dosen pengampu : Atika Ulfia Adlina, M.S.I

Disusun oleh kelompok 4 :


1. Maya Yunita (1420210046)
2. Aflikhatul Hidayah (1420210053)
3. Siti Aisyah (1420210054)
4. Awaliyatu Khoirunnisa (1420210056)
5. Kholifatun Nisa (1420210070)
6. Ifana Ainia (1420210072)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI EKONOMI SYARIAH
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai. Secara historis, zaman
modern dimulai sejak adanya krisis zaman pertengahan selama dua abad (abad ke-14
dan ke-15), yang ditandai dengan muncuknya gerakan Renaissance. Renaissance berarti
kelahiran kembali, yang mengacu kepada gerakan keagamaan dan kemasyarakatan
yang bermula di Italia (pertengahan abad ke-14). Tujuan utamanya adalah
merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup Kristiani dengan mengaitkan filsafat
Yunani dengan ajaran agama Kristen. Selain itu, juga dimaksudkan untuk
mempersatukan kembali gereja yang terpecah-pecah.
Di samping itu, para humanis bermaksud meningkatkan suatu perkembangan yang
harmonis dari keahlian-keahlian dan sifat-sifat alamiah manusia dengan mengupayakan
kepustakaan yang baik dan mengikuti kultur klasik.
Renaissance akan banyak memberikan segala aspek realitas. Perhatian yang sungguh-
sungguh atas segala hal yang konkret dalam lingkup alam semesta, manusia, kehidupan
masyarakat, dan sejarah. Pada masa itu pula terdapat upaya manusia untuk memberi
tempat kepada akal yang mandiri. Akal diberi kepercayaan yang lebih besar karena
adanya suatu keyakinan bahwa akal pasti dapat menerangkan segala macam persoalan
yang diperlukan juga pemecahannya. Hal ini dibuktikan adanya perang terbuka
terhadap kepercayaan yang dogmatis dan terhadap orang-orang yang enggan
menggunakan akalnya.
Asumsi yang digunakan, semakin besar kekuasaan akal akan dapat diharapkan lahir
dunia baru yang penghuninya (manusia-manusianya) dapat merasa puas atas dasar
kepemimpinan akal yang sehat.
Aliran yang menjadi pendahuluan ajaran filsafat modern ini didasarkan pada suatu
kesadaran atas yang individual dan yang konkret.
Dalam era filsafat modern, yang kemudian dilanjutkan dengan era filsafat abad ke-20,
munculah berbagai aliran pemikiran : Rasionalisme, Empirisme, Kritisme, Idealisme,
Positivisme, Evolusionisme, Materialisme, Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat
Hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana latar belakang munculnya filsafat modern?
b. Apa saja macam-macam aliran pemikiran dalam filsafat modern dan tokoh-tokohnya?
c. Apa penyebab keruntuhan filsafat modern ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Munculnya Filsafat Modern


Filsafat zaman modern yang kelahirannya didahului oleh suatu periode yang
disebut dengan Renaissance dan dimatangkan oleh gerakan Aufklaerung di abad ke-
18 itu, didalamnya mengandung dua hal yang sangat penting. Pertama, semakin
berkurangnya kekuasaan Gereja, kedua, semakin bertambahnya kekuasaan ilmu
pengetahuan. Pengaruh dari gerakan Renaissance dan Aufklaerung itu telah
menyebabkan peradaban dan kebudayaan zaman modern berkembang dengan pesat
dan semakin bebas dari pengaruh otoritas dogma-dogma Gereja. Terbebasnya manusia
barat dari otoritas Gereja dampak semakin dipercepatnya perkembangan filsafat dan
ilmu pengetahuan. Sebab pada zaman Renaissance dan Aufklaerung perkembangan
filsafat dan ilmu pengetahuan tidak lagi didasarkan pada otoritas dogma-dogma Gereja,
melainkan didasarkan atas kesesuaiannya dengan akal. Sejak itu kebenaran filsafat dan
ilmu pengetahuan didasarkan atas kepercayaan dan kepastian intelektual (sikap ilmiah)
yang kebenarannya dapat dibuktikan berdasarkan metode, perkiraan, dan pemikiran
yang dapat diuji. Kebenaran yang dihasilkan tidak bersifat tetap, tetapi dapat berubah
dan dikoreksi sepanjang waktu. Kebenaran merupakan a never ending process, bukan
sesuatu yang berhenti, selesai dalam kebekuan normatif atau dogmatis.
Pada umumnya, para sejarawan sepakat bahwa zaman modern lahir sekitar tahun
1500-an di Eropa. Peralihan zaman ini ditandai dengan semangat anti Abad
Pertengahan yang cenderung mengekang kebebasan berpikir. Sesuai dengan istilah
modern yang memiliki arti baru, sekarang, atau saat ini, filsafat modern merupakan
sebuah pemikiran yang menganalis tentang kekinian, sekarang, subjektivitas, kritik, hal
yang baru, kemajuan, dan apa yang harus dilakukan pada saat ini. Semangat kekinian ini
tumbuh sebagai perlawanan terhadap cara berpikir tradisional Abad Pertengahan yang
dianggap sudah tidak relevan.
Filsafat Abad Modern memiliki corak yang berbeda dengan periode filsafat Abad
Pertengahan. Perbedaan itu terletak terutama pada otoritas kekuasaan politik dan ilmu
pengetahuan. Jika pada Abad Pertengahan otoritas kekuasaan mutlak dipegang oleh
Gereja dengan dogma-dogmanya, maka pada zaman modern otoritas kekuasaan itu
terletak kemampuan akal manusia itu sendiri. Manusia pada zaman modern tidak mau
diikat oleh kekuasaan manapun, kecuali oleh kekuasaan yang ada pada dirinya sendiri.
Kekuatan yang mengikat itu ialah Agama dengan Gerejanya, serta Raja dengan
kekuasaan politiknya yang bersifat absolut.
Para filosof modern pertama-tama menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal
dari kitab suci atau dogma-dogma Gereja, juga tidak berasal dari kekuasaan feudal,
melainkan dari diri manusia sendiri.
B. Macam-macam Aliran Pemikiran dalam Filsafat Modern dan Tokoh-tokoh
1. RASIONALISME (DESCARTES SPINOZA LEIBNIZ)
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah
alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan.
Rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat
dalam berpikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah logika. (Ahmad Tafsir,
2013 : 127)
Descartes (1596-1650)
a. Tentang Kesadaran
Dengan konsep dan metode pengetahuannya yang rasional dan baru, Rene
Descartes dijuluki Bapak Filsafat Modern.[1] Ia meyakini bahwa sumber pengetahuan
yang benar adalah rasio, bukan mitos, prasangka, omongan orang, ataupun wahyu
seperti yang diyakini pada Abad Pertengahan. Ia sangat yakin pada kemampuan rasio
untuk mencapai kebenaran, lantaran di luar rasio mengandung kelemahan atau
kesangsian. Atas keyakinannya pada rasio tersebut, ia membangun pemikiran
filsafatnya.
Rasio yang dimaksud oleh Descartes adalah kesadaran (cogito). Sejak Descartes
mengeluarkan konsepnya tentang kesadaran, para filsuf mulai benar-benar menggeluti
masalah kesadaran. (Masykur Arif Rahman, 2013: 241)
b. Metode Keraguan
Descartes menjelaskan pencarian kebenaran melalui metode keragu-raguan.
Karyanya, A Discourse on Methode[2] mengemukakan empat hal berikut :
1. Kebenaran baru dinyatakan sahih jika telah benar-benar indrawi dan realitasnya telah
jelas dan tegas (clearly and distincictly.
2. Pecahkanlah setiap kesulitan atau masalah itu sampai sebanyak mungkin, sehingga
tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
3. Bimbinglah pikiran dengan teratur, dengan memulai dari hal yang sederhana dan
mudah diketahui, kemudian secara bertahap sampai pada yang paling sulit dan
kompleks.
4. Dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus dibuat
perhitungan-perhitungan yang sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang
menyeluruh, sehingga diperoleh keyakinan bahwa tidak ada satu pun yang
mengabaikan atau ketinggalan dalam penjelajahan itu. (Atang Abdul Hakim, 2008: 251)
c. Tiga Realitas
Descartes menegaskan adanya tiga realitas atau substansi bawaan (ide-ide
bawaan). Adapun ketiga realitas tersebut adalah :
1. Realitas pikiran atau kesadaran (res cogitan). Descartes menyebutkan bahwa pikiran
sebagai ide bawaan sudah ada sejak kita dilahirkan. Selain itu, pikiran adalah kesadaran
yang tidak mengambil tempat dan tak dapat dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil.
Sebab, pikiran bukanlah materi, melainkan jiwa yang berbeda dengan materi.
2. Realitas perluasan atau materi (res extensa). Materi merupakan keluasan yang
mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi serta tidak memiliki kesadaran. Bagi
Descartes, walaupun terkadang menampakkan kesan yang menipu dan tidak selalu
sempurna atau berubah, tetapi materi sudah ada sejak semula. Karena itu, materi
menunjukkan sebuah ide bawaan.
3. Realitas Tuhan. Tuhan merupakan wujud yang seluruhnya sempurna. Adanya realitas
Tuhan ini dikarenakan adanya kesadaran memiliki ide tentang yang sempurna, dan
ketidaksempurnaan materi mengandalkan adanya yang sempurna. Yang sempurna itu
adalah Tuhan. Karena itu, Tuhan termasuk ide bawaan.
Spinoza (1632-1677)
a. Tentang Substansi Tunggal
Baruch de Spinoza menolak tiga realitas atau substansi yang dipercayai oleh
Descartes. Penolakannya itu didasarkan pada definisi mengenai substansi. Ia
mendefinisikan substansi adalah sesuatu yang berdiri sendiri tanpa membutuhkan
sebab yang lain, atau ada dengan dirinya sendiri, bahkan tidak tergantung pada yang
lain. Jika dalam realitas terdapat dua substansi yang berasal dari satu substansi,
sebagaimana diyakini Desartes, hal itu sangat tidak masuk akal. Pasti substansi
hanyalah satu. Oleh sebab itu, Spinoza dengan definisi substansi tersebut, menyakini
bahwa substansi itu tunggal. Tidak ada substansi yang berasal dari substansi lain.
b. Tuhan atau Alam (Deus suve Natura)
Menurut Spinoza, substansi tunggal itu adalah Tuhan. Bagi Spinoza, sebagaimana
substansi, Tuhan itu tunggal, abadi, tidak terbatas (universal), tidak tergantung pada
yang lain, mutlak, dan utuh. Spinoza mengajarkan, apabila Tuhan sebagai satu-satunya
substansi, maka harus dikatakan bahwa segala sesuatu, baik yang bersifat materi
(tubuh, pohon, batu, planet, dan materi laninnya) maupun jiwa (pemikiran, kesadaran,
perasaan, dan kehendak), berasal dari Tuhan. Sebab, materi dan jiwa tidak berdiri
sendiri dan bukanlah substansi, tetapi berasal dari serta tergantung pada substansi
tunggal, yaitu Tuhan.
Spinoza menganggap materi dan jiwa hanyalah modi (cara) berada Tuhan sebagai
substansi tunggal. Oleh karena itu, pada dasarnya, alam semesta dan segala isinya
identik dengan Tuhan, atau tidak ada perbedaan hakiki antara Tuhan dan alam.
Pendapat yang menyamakan antara Tuhan dan alam ini desebut sebagai panteisme.[3]
(Masykur Arif Rahman, 2013: 248)
Leibniz (1646-1716)
Tentang Monad-Monad (Monadologi)
Gottfried Wilhelm von Leibniz tidak meyakini adanya tiga substansi seperti yang
diyakini Descartes. Ia juga tidak percaya dengan satu substansi sebagaimana yang
dipercaya Spinoza. Baginya, tidak hanya ada satu atau tiga substansi di alam ini, tetapi
ada banyak substansi, atau substansi itu jumlahnya tidak terhingga.
Spinoza menyebut substansi yang banyak itu sebagai monad (monos = satu; monad
= satu unit). Monad bukanlah materi terkecil yang mempunyai bentuk dan keluasan,
melainkan murni bersifat metafisik atau spiritual. Karena itu, sebagai substansi yang
nonmaterial, monad memiliki beberapa sifat, diantaranya :
1. Abadi, artinya tidak bisa dihasilkan ataupun dimusnahkan.
2. Tidak bisa dibagi (ini bertentangan dengan substansi keluasan Descartes yang bisa
dibagi-bagi).
3. Berdiri sendiri atau individual. Artinya, monad yang satu dengan monad yang lain tidak
identik atau tidak sama (ini bertentangan dengan substansi Spinoza yang
mengidentikkan antara Tuhan dan alam).
4. Tertutup. Mengenai sifat ini, menunjuk pada kata-kata Leibniz sendiri. Ia mengatakan
bahwa monad-monad itu tidak berjendela yang membuat sesuatu bisa masuk atau
keluar.
5. Memiliki hasrat dan keinginan yang muncul dalam dirinya sendiri.
Leibniz menyebutkan adanya monad pertama, yaitu Tuhan. Monad pertama ini
tidak terbatas dan menciptakan monad-monad yang terbatas. Tuhan, sebagai monad
pertama, pada saat penciptaan, mengadakan harmonie preetablie (keselarasan yang
ditetapkan sebelumnya) di antara monad-monad terbatas ciptaan-Nya sebagaimana
terlihat dalam kehidupan. Jadi, adanya keselarasan, keteraturan, dan interaksi di dunia
disebabkan oleh perantara Tuhan yang menciptakan harmoni di antara monad-monad.
Tuhan, dalam pandangan Leibniz, memiliki kekuasaan penuh terhadap ciptaan-Nya. Jika
Tuhan sudah berkehendak, walaupun ciptaan-Nya juga memiliki kehendak, kehendak
ciptaan-Nya akan dikalahkan oleh kehendak Tuhan yang menciptakannya. (Masykur
Arif Rahman, 2013: 252)
2. EMPIRISME (LOCKE HUME)
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman
dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan
peranan akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-
coba atau pengalaman. Empirisme adalah lawan rasionalisme. (Ahmad Tafsir, 2013:
173)
John Locke (1632 1704)
Buku Locke, Essay Concerning Human Understanding (1689), ditulis berdasarkan
satu premis, yaitu semua pengetahuan datang dari pengalaman. Ini berarti tidak ada
yang dapat dijadikan ide atau konsep tentang sesuatu yang berada di belakang
pengalaman. Sebab, sebelum manusia mengalami sesuatu, pikiran atau rasio seperti
tabula rasa (kertas putih kosong). Dengan contoh lain, bagi Locke, pikiran ibarat papan
tulis yang masih polos dan kosong sebelum guru masuk kelas.
Proses Memperoleh Pengetahuan
Bagaimana proses memperoleh pengetahuan yang berdasarkan pada pengalaman
itu? Pertama-tama sebelum manusia mengetahui sesuatu, ia melakukan proses
pengindraan, pengamatan, atau observasi terhadap dunia di luar dirinya, seperti
mengamati keluasan, warna, dan bau, serta mendengarkan sesuatu. Segala sesuatu yang
ditangkap dari dunia luar melalui indra, oleh John Locke disebut pandangan
sederhana atau ide-ide sederhana (simple ideas).
Selanjutnya, pandangan sederhana atau ide-ide sederhana itu terolah di dalam
pikiran dengan cara digabung-gabungkan dan diabstraksikan, sehingga menghasilkan
pandangan kompleks atau ide-ide kompleks (complex ideas), seperti ide
kemanusiaan, keadilan, pepohonan dan lainnya.
Contoh sederhana mengenai pandangan John Locke tersebut ialah : pertama-tama
seseorang mengamati ide-ide sederhana, seperti materi, manis, berair dan berwarna
kemerahan yang terdapat pada suatu objek. Kemudian, ide-ide sederhana itu
digabungkan dan diabstraksikan menjadi ide kompleks, sehingga menghasilkan nama
buah anggur. Nama buah anggur yang tak lain adalah ide kompleks merupakan hasil
penggabungan dari ide-ide sederhana tadi. Jadi, ide kompleks merupakan kumpulan
dari ide-ide sederhana yang didapat dari pengalaman. Dengan demikian, ide kompleks
yang oleh kaum rasionalis sering disebut sebagai ide bawaan sebenarnya juga adalah
dari pengalaman.[4] (Masykur Arif Rahman, 2013: 265)
David Hume (1711 1776)
Hume menolak anggapan kaum rasionalis yang meyakini bahwa manusia
mempunyai ide-ide bawaan. Baginya, manusia tidak memiliki ide-ide bawaan.
Pengetahuan atau kesadaran yang terbentuk dalam diri manusia berasal dari
pengalaman indrawi. Tak ada pengetahuan yang tidak berasal dari pengalaman indrawi.
Menurutnya, pengetahuan yang berasal dari pengalaman indrawi diperoleh melauli
persepsi, yang terdiri dari dua unsur, yaitu :
1. Kesan (impressions). Kesan diperoleh melalui pengalaman langsung (ketika sedang
terjadi). Kesan ini sifatnya jelas, hidup, dan kuat. Misalnya, ketika tangan menyentuh
api, maka tangan akan langsung terasa panas. Inilah yang dimaksud kesan itu jelas,
hidup dan kuat.
2. Gagasan (ideas). Gagasan lahir karena adanya penggabungan, persekutuan atau
pertautan antara kesan-kesan yang telah didapatkan sebelumnya. Dengan demikian,
gagasan diperoleh secara tidak langsung dari pengalaman yang berbentuk kesan.
Dengan kata lain, kesan-kesan yang ditangkap melalui pengalaman langsung
selanjutnya diproses di dalam akal lewat refleksi, berpikir, menghubungkan, mengingat,
membandingkan, berfantasi dan lain sebagainya, sehingga membentuk sebuah
gagasan.
Rasionalisme memahami bahwa pada setiap benda, terdapat substansi. Misalnya,
pada manusia, substansinya disebut pikiran. Namun, menurut Hume, pikiran
bukanlah substansi, karena pikiran pada dasarnya hanyalah sekumpulan kesan yang
datang silih berganti dan terus menerus. Pernyataan Hume tersebut bermakna bahwa
pikiran tidak dapat dikatakan sebagai substansi, karena pikiran bukanlah subjek
yang berdiri sendiri. Dikatakan demikian karena pikiran baginya hanyalah
sekumpulan kesan belaka, seperti perasaan sedih, sakit, dingin, panas, takut, bahagia
dan lainnya. Semua itu hanyalah sekumpulan kesan yang oleh sebagian manusia
dianggap sebagai substansi.
Prinsip sebab akibat (kausalitas) atau hukum alam sudah menjadi kepercayaan
yang mengakar kuat sejak lama, baik dalam filsafat, agama, maupun sains. Misal, jika
terjadi peristiwa A, maka akan terjadi peristiwa B. Menurut Hume, konsep kausalitas
yang didasarkan pada hubungan yang niscaya antara peristiwa yang satu dengan
peristiwa yang lain tidak benar dan didasarkan pada sebuah kebingungan belaka. Bagi
Hume, yang disebut kausalitas hanyalah sebuah urutan kejadian. Sebab, di dalam
konsep kausalitas, tidak ada prinsip yang dijadikan dasar penghubung antarperistiwa.
Dengan kata lain, dalam konsep kausalitas, tidak ada yang niscaya, yang ada hanyalah
pengalaman mengenai urutan kejadian. Karena itu, Hume menolak kausalitas.[5]
(Masykur Arif Rahman, 2013: 276)

3. KRITISME
Aliran ini muncul abad ke-18. Suatu zaman baru dimana seorang ahli pikir yang
cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dan empirisme.
Zaman baru ini disebut zaman Pencerahan (Aufklarung). Zaman pencerahan ini muncul
dimana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa (dalam pemikiran filsafatnya).
Akan tetapi, setelah Kant mengadakan penyelidikan (kritik) terhadap peran
pengetahuan akal. Setelah itu, manusia terasa bebas dari otoritas yang datangnya dari
luar manusia, demi kemajuan atau peradaban manusia.
Sebagai latar belakangnya, manusia melihat adanya kemajuan ilmu pengetahuan
(ilmu pasti, biologi, filsafat, dan sejarah) telah mencapai hasil yang menggembirakan. Di
sisi lain, jalanya filsafat tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat
berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan alam. Isaac Newton (1642-1772)
memberikan dasar-dasar berpikir dengan induksi, yaitu pemikiran yang bertitik tolak
pada gejala-gejala dan mengembalikan kepada dasar-dasar yang sifatnya umum. Untuk
itu dibutuhkan analisis.
Gerakan ini dimulai di Inggris, kemudian ke Prancis, dan sselanjutnya menyebar ke
seluruh Eropa, termasuk ke Jerman. Di Jerman pertentangan antara rasionalisme
dengan empirisme semakin beerlanjut. Masingh-masing berebut otonomi. Kemudian
timbul masalah, siapa yang sebenarnya dikatakan sebagai sumber pengetahuan?
Apakah pengetahuan yang benar itu lewat rasio atau empiri?
Seorang ahli pikir Jerman Immanuel Kant (1724-1804) mencoba menyelesaikan
persoalan diatas. Pada awalnya, Kant mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian
terpengaruh oleh empirisme (Hume). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah
menrimanya karena ia mengetahui bahwa empirisme terkandung skep-tisisme. Untuk
itu, ia tetap mengakui kebenaran ilmu, dan dengan akal manusia akan dapat mencapai
kebenaran.
Akhirnya, Kant mengakui peranan akal dan keharusan empiri, kemudian dicobanya
menggunakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal
(rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari benda (empirisme). Ibarat burung
terbang harus mempunyai sayap (rasio) dan udara (empirii).
Jadi, metode berpikirnya disebut metode kritis. Walaupun ia mendasarkan diri pada
nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan yang
melampaui akal. Sehingga akal mengenal batas-batasnya. Karena itu aspek
irrasionalitas dari kehidupan dapat diterima kenyataanya.

4. IDEALISME
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat yang berpaham bahwa pengetahuan dan
kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah manifestasi dalam ide.
Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme sering disebut sebagai lawan dari
aliran realisme. Tetapi, aliran ini justru muncul atas feed back realisme yang
menganggap realitas sebagai kebenaran tertinggi.
Setelah Kant mengetengahkan kemampuan akal manusia, maka para murid Kant
tidak puas terhadap batas kemampuan akal, alasanya karena akal murni tidak akan
dapat mengenai hal yang berada di luar pengalaman. Untuk itu, dicarinya suatu dasar,
yaitu suatu sisitem metafisika yang ditemukan lewat dasar tindakan : aku sebagai
sumber yang sekonkret-konkretnya. Titik tolak tersebut dipakai sebagai dasar untuk
membuat suatu kesimpulan tentang keseluruha yang ada.
Pelopor Idealisme J.G. Fichte (1762-1814), F.W.J. Scheling (1775-1854), G.W.F Hegel
(1770-1831), Schopenhauer (1788-1860).
Apa yang dirintis oleh Kant mencapai puncak perkembanganya pada Hegel. [6].
Pengaruhnya begitu besar sampai luar Jerman. Menjadi profesor ilmu filsafat sampai
meninggal. Setelah ia mempelajari pemikiran Kant, ia tidak puas tentang ilmu
pengetahuan yang dibatasi secara kritis. Menurut pendapatnya, segala peristiwa
didunia ini hanya dapat dimengerti jika suatu syarat dipenuhi, yaitu jika peristiwa-
peristiwa itu sudah secara otomatis mengandung penjelasan-penjelasanya. Ide yang
berpikir itu sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Artinya, gerak yang
menimbulkan tesis, kemudian menimbulkan anti tesis (gerak yang bertentangan).
Kemudian timbul sintesis yang merupakan tesis baru, yang nantinya menimbulkan
antitesis dan seterusnya. Inilah yang disebutnya sebagai dialetika. Proses dialetika
inilah yang menjelaskan segala peristiwa. (Asmoro Achmadi, 2013;118)

5. POSITIVISME
Positivisme berasal dari kata positif. Kata positif disisni sama artinya dengan
faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme, pengetahuan kita
tidak boleh melebihi fakta-fakta. Dengan demikian, ilmu pengetahuan empiris menjadi
contoh istimewa dalam bidang pengetahuan. Kemudian filasafat pun harus meneladani
contoh itu. Oleh karena itu pulalah, positivisme menolak cabang filsafat metafisika.
Menanyakan hakikat benda-benda atau penyebab yang sebenarnya, bagi
positivisme, tidaklah mempunyai arti apa-apa. Ilmu pengetahuan, termasuk juga filsafat,
hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. Tugas
khusus filsafat ialah mengoordinasikan ilmu-ilmu pengetahuan yang beragam coraknya.
Tentu saja maksud positivisme berkaitan erat dengan apa yang di cita-citakan oleh
empirisme. Positivisme pun mengutamakan pengalaman. Hanya saja berbeda dengan
empirisme Inggris yang menerima pengalaman batiniah atau subjektif sumber
pengetahuan. Positivisme tidak menerima sumber pengetahuan melalui pengalaman
batiniah tersebut. Ia hanyalah mengandalkan fakta-fakta belaka. (Hendi Suhendi,
2008:296)
Ada tiga pengertian umum positivisme[7].
1. Positivisme legal ialah suatu teori yang menyatakan, bahwa hukum negara berdasar
pada keinginan pemilik kekuasaan negara tersebut. Pertama-tama pendapat ini
menyatakan bahwa legislasi dan pengakuan otoritas atas keputusan yudisial.
2. Positivisme moral atau positivisme moral teologis, dikenal dengan nama voluntarisme
teologis ialah suatu teori yang menyatakan bahwa perintah-perintah arbitrer Tuhan
melakukan tindakan-tindakan tertentu tentang benar atau salah.
3. Filsafat positivisme dimulai dengan August Comte dengan filsafat positif dan
positivismennya digunakan untuk merancang pandangan dunia yang merangkum
masalah-masalah dalam kehidupan ilmu modern, serta menolak superstisi, religi dan
metafisika sebagai bentuk pikiran pra-ilmiah yang akan menyerahkan kepada ilmu
positif sebagai kemanusiaan meneruskan kemajuannya. ( Sutardjo A. Wiramihardja,
2006:145)
Filsafat positivisme lahir pada abad ke-19. Titik tolak pemikirannya, apa yang telah
diketahui adalah yang faktual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya. Maksud
positif adalah segala gejala yang dan segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas
pengalaman-pengalaman objektif. Jadi, setelah fakta diperolehnya, fakta-fakta tersebut
kita atur dapat memberikan semacam asumsi (proyeksi) kemasa depan.
Salah satu tokohnya adalah August Comte[8] (1798-1857). Menurut pendapatnya,
perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap: tahap teologis, tahap
metafisis, dan tahap ilmiah atau positif.
Pada tahap teologis manusia mengarahkan pandangannya kepada hakikat yang
batiniah (sebab pertama). Disini manusia percaya kepada kemungkinan adannya
sesuatu yang mutlak. Artinya, dibalik setiap kejadian tersirat adannya maksud tertentu.
Pada tahap metafisis manusia hanya sebagai tujuan pergeseran dari tahap teologis.
Sifat yang khas adalah kekuatan yang tadinya bersifat adi kodrati, diganti dengan
kekuatan-kekuatan yang mempunyai pengertian abstrak, yang diintegrasikan dengan
alam. Satu manifestasi yang serupa dinyatakan dalam Declaration of Independent :Kita
menganggap kebenaran ini jelas dari dirinya sendiri... Gagasan bahwa ada kebenaran
tertentu yang asasi mengenai hukum alam yang jelas dengan sendirinya menurut
pikiran manusia, sangat mendasar dalam cara berpikir metafisik.
Pada tahap ilmiah atau positif. Manusia telah memulai mengetahui dan sadar bahwa
upaya pengenalan toelogis dan metafisis tidak ada gunanya. Sekarang manusia
berusaha mencari hukum-hukum yang berasal dari fakta-fakta pengamatan yang
dengan memakai akal. Tahap positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris
sebagai sumber pengetahuan terakhir. Akan tetapi, pengetahuan selalu sementara
sifatnya, tidak mutlak, semangat positivisme memperlihatkan keterbukaan terus-
menerus terhadap data baru atas dasar pengetahuan dapat ditinjau dan diperluasa. Akal
budi penting, seperti dalam metode metafisik, tetapi harud dipimpin oleh data empiris.
Analisis rasional mengenai data empiris, akhirnya memungkinkan manusia untuk
memperoleh hukum-hukum, tetapi hukum-hukum dilihat sebagai uniformitas empiris
lebih daripada kemutlakan metafisik.
Tahap-tahap tersebut berlaku pada setiap individu (dalam perkembangan rohani)
juga dibidang ilmu pengetahuan.
August Comte berupaya untuk membangun agama baru tanpa teologi atas dasar
filsafat positifnya. Agama baru tanpa teologi ini mengagungkan akal dan mendambakan
kemanusiaan dengan semboyan Cinta sebagai prinsip, teratur sebagai basis, kemajuan
sebagai tujuan.
Sebagai istilah ciptaannya yang terkenal altrusim yaitu menganggap bahwa soal
utama bagi manusia ialah usaha untuk hidup bagi kepentingan orang lain. (Asmoro
Achmadi, 2013:120)

6. EVOLUSIONISME
Aliran dipelopori oleh seorang Zoologi yang mempunyai pengaruh sampai saat ini
yaitu, Charles Robbets Darwin (1809-1882).[9]
Pada tahun 1938 membaca bukunya Malthus An Essay on the Prinsiple of Population.
Buku tersebut memberikan inspirasi kepada Darwin untuk membentuk kerangka
berpikir dari teorinya. Menurut Malthus, manusia akan cenderung meningkat
jumlahnya (deret ukur), diatas batas bahan-bahan makanan (deret ukur). Dengan
demikian, Darwin memberikan kesimpulan bahwa untuk mengatasi hal tersebut
manusia harus bekerja sama, harus berjuang diantara sesamanya untuk
mempertahankan hidupnya. Karena itu hanya hewan yang ulet yang mampu untuk
menyesaikan diri dengan iklim sekitarnya.
Dalam pemikirannya, ia mengajukan konsepnya tentang perkembangan tentang
segala sesuatu termasuk manusia yang di atur oleh hukum-hukum mekanik, yaitu
survival of the fittest dan struggle for life.
Pada hakikatnya antara manusia dan binatang dan manusia dan benda apapun
tidak ada bedanya. Dimungkinkan terdapat perkembangan manusia pada masa yang
akan datang lebih sempurna. Dalam pemikirannya, Darwin tidak melahirkan sistem
filsafat, tetapi pada ahli pikir berikutnya Herbert Spencer[10] berfilsafat berdasarkan
pada evolusionisme.
Dalam tulisan utamanya System of Synthetic Philosophy, asas evolusi itu
dimasukkannya ke dalam jenis ilmu pengetahuan. Darwinisme dan evolusionisme:
menjadi slogan terhadap suatu pandangan dunia yang melampaui maksud Darwin.
Dalam First Principles, ia menyatakan bahwa yang dapat kita ketahui hanyalah
fenomena luar, meskkipun melalui argumentasi kita dapat menduga yang tidak dapat
diamati. Melalui argumennya, ia meyakini bahwa di balik fenomena luar terhadap
potensi yang menjadi sumber seluruh fenomena luar. Dan itu adalah evolusi, ialah
hukum yang mengatur proses saling menyempurnakan antara materi dan gerakan.
Masalah hubungan saling memengaruhi antara potensi dan lingkungan, ia ditulis
sebagai prinsip biologi dan psikologi.( Sutardjo A. Wiramihardja, 2006:144)
7. MATERIALISME
Munculnya positivisme dan evolusionisme menambah terbukanya pintu
pengingkaran terhadap aspek kerohanian. Perbedaan antara materialisme dengan
positivisme adalah bahwa positivisme membatasi diri pada fakta-fakta. Yang ditolaknya
ialah tiap-tiap keterangan yang melampaui fakta-fakta. Karena alasan itulah dalam
rangka positivisme tidak ada tempat untuk metafisika. Materialisme mengatakan bahwa
realitas seluruhnya tediri dari materi. Itu berarti bahwa tiap-tiap benda atau kejadian
dapat dijabarkan kepada materi atau salah satu proses material/ kiranya sudah jelas
bahwa materialisme mengakui kemungkinan metafisika, karena materialisme sendiri
berdasarkan suatu metafisika. (K. Bertens, 1981 : 77)
Aliran filsafat materialisme memandang bahwa realitas seluruhnya adalah materi
belaka. Tokoh aliran ini adalah Ludwig Freuerbach (1804-1872 M). Menurutnya hanya
alamlah yang ada dan manusia merupakan bagian dari alam.
Dalam pandangan materialisme, manusia itu pada akhirnya adalah benda seperti halnya
kayu dan batu. Orang materialis tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan benda
seperti kayu dan batu. Akan tetapi, materialisme berpandangan bahwa pada akhirnya
dan pada prinsipnya, manusia hanyalah sesuatu yang materiil. Dengan kata lain, materi
betul-betul materi. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang sapi,
batu atau pohon, namun pada eksistensinya, manusia sama dengan sapi. (Atang Abdu
Hakim, 2008 : 361)
Julien de Lamettrie (1709-1751) mengemukakan pemikirannya bahwa binatang
dan manusia tidak ada bedanya, karena semuanya dianggap sebagai mesin. Buktinya,
bahan (badan) tanpa jiwa mungkin hidup (bergerak), sedangkan jiwa tanpa bahan
(badan) tidak mungkin ada. Jantung katak yang dikeluarkan dari tubuh katak masih
berdenyut (hidup) walau beberapa saat saja.
Seorang tokoh (Materialisme Alam) adalah Ludwig Feueurbach[11] (1804-1872)
sebagai pengikut Hegel, mengemukakan pendapatnya, bahwa baik pengetahuan
maupun tindakan berlaku adagium, artinya terimalah dunia yang ada, bila menolak
agama/metafisika. Satu-satunya asas kesusilaan adalah keinginan untuk mendapatkan
kebahagiaan. Dan untuk mencari kebahagiaan manusia harus ingat akan sesamanya.
(Muzairi, 2009 : 1390-1340)
Aliran-aliran dalam materialisme
Materialisme tidak seluruhnya dari dulu sampai sekarang dalam satu konsep
pendapat yang tetap dan sama. Akan tetapi, materialisme mengalami perubahan seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Adanya aliran dalam materialisme tersebut
hanya terbatas dalam pemikiran atau ide-ide saja yang disebabkan oleh adanya
pendekatan yang berbeda. Adapun aliran-aliran tersebut adalah :
1. Materialisme mekanik (mekanisme)
Dalam arti sempit, materialisme adalah teori yang mengatakan bahwa semua
bentuk dapat diterangkan menurut hukum yang mengatur materi dan gerak.
Bagi seorang pengikut aliran materialisme mekanik, semua perubahan dunia,
baik perubahan yang menyangkut atom atau perubahan yang menyangkut manusia,
semuanya bersifat kepastian semata-mata. Terdapat suatu rangkaian sebab-musabab
yang dijelaskan dengan prinsip-prinsip sains alam semata-mata. Materialisme mekanik
merupakan doktrin yang mengatakan bahwa alam itu diatur oleh hukum-hukum alam
yang dapat diruangkan dalam bentuk-bentuk matematika jika data-datanya telah
terkumpul. Seorang pengikut aliran materialisme mekanik berpendirian bahwa semua
fenomena dapat dijelaskan dengan cara yang dipakai dalam sains fisik.
Dasar-dasar materialisme dibentuk oleh sains matematika dan fisika. Prinsip-
prinsip penjelasan tersebut kemudian dipakai oleh ilmu-ilmu: biologi, psikologi, dan
ilmu masyarakat.

2. Materialisme dialektika
Materialisme dialektika merupakan ajaran Karl Marx[12]. Materialisme
dialektik timbul dari perjuangan sosial yang hebat, yang muncul sebagai akibat dari
Revolusi Industri.
Pandangan materialisme yang menyatakan bahwa realitas seluruhnya terdiri
dari materi, berarti bahwa tiap-tiap benda atau kejadian dapat dijabarkan kepada
materi atau salah satu proses materiil. Dalam filsafat Marx, tampak ada pandangan
dualistik, yaitu ia menganggap bahwa ala mini terdiri dari dua kenyataan, yaitu materi
dan idea tau kesadaran (conciousness). Materi diartikan sebagai segala sesuatu yang
berupa objek atau kegiatan kerohanian manusia yang meliputi pikiran, perasaan,
kemauan, watak.
Prinsip dalam aliran materialisme dialektika memandang bahwa alam semesta
ini bukan tumpukan yang terdiri dari segala sesuatu yang berdiri sendiri dan terpisah-
pisah, tetapi merupakan satu keseluruhan yang bulat daan saling berhubungan. Alam ini
bukan suatu yang diam, tetapi selalu dalam keadaan bergerak terus-menerus dan
berkembang. Dalm proses perkembangannya, pada alam semesta ini terdapat
perubahan kuantitas dan kualitas dan sebaliknya.
Secara singkat ciri-ciri materialisme dialektika adalah mempunyai asas gerak,
asas saling berhubungan, asas perubahan kuantitas dan kualitas. (Atang Absul Hakim,
2008 : 369-371)

3. Materialisme historis
Perkembangan sejarah manusia dan masyarakat pun tunduk dan mempunyai
watak yang materialistik idealektis. Oleh sebab itu, bila teori itu diterapkan pada gejala
masyarakat, tumbullah apa yang dinamakan metarialisme historis.
Disini pikiran dasar ialah bahwa arah yang ditempuh sejarah sama sekali
ditentukan oleh perkembangan sarana-sarana produksi yang material. Jika sebagai
contoh kita memilih pengolahan tanah maka perkembangan sarana-sarana produksi
adalah umpamanya : tongkat, pacul, bajak, mesin. Biarpun sarana-sarana produksi
sendiri merupaakan buah hasil pekerjaan manusia. Namun arah sejarah tidak
tergantung dari kehendak manusia. (K. Bertens, 1981 : 80-81)
8. NEO- KANTIALISME
Setelah materialisme pengaruhnya merajalela, para murid Kant mengadakan
gerakan lagi. Banyak filosof Jerman yang tidak puas terhadap Materialisme, Positivisme,
dan Idealisme. Gerakan ini disebut Neo-Kantialisme. Tokohnya antara lain Wilhelm
Windelband (1848-1915), Herman Cohen (1842-1918), Paul Natrop (1854-1924),
Heinrich Reickhart (1863-1939).
Herman Cohen[13] memberikan titik tolak pemikirannya mengemukakan bahwa
keyakinannya pada otoritas akal manusia untuk mencipta. Mengapa demikian, karena
segala sesuatu itu baru dikatakan ada apabila terlebih dahulu dipikirkan. Artinya, ada
dan dipikirkan adalah sama sehingga apa yang dipikirkan akan melahirkan pikiran.
Tuhan, menurut pendapatnya, bukan sebagai person, tetapi sebagai cita-cita dari
seluruh perilaku manusia. (Asmoro Achmadi, 2012 : 124)

9. FENOMENOLOGI
Fenomenologi berasal dari kata fenomen yang artinya gejala, yaitu suatu hal yang
tidak nyata dan semu. Kebalikannya kenyataan juga dapat diartikan sebagai ungkapan
kejadian yang dapat diamati lewat indra. Misalnya, penyakit flu gejalanya batuk, pilek.
Dalam filsafat fenomenologi, arti di atas berbeda dengan yang dimaksud, yaitu bahwa
suatu gejala tidak perlu harus diamati oleh indra, karena gejala juga dapat dilihat secara
batiniah, dan tidak harus berupa kejadian-kejadian. Jadi, apa yang kelihatan dalam
dirinya sendiri seperti apa adanya.
Dan yang lebih penting dalam filsafat fenomenologi sebagai sumber berpikir yang
kritis. Pemikiran yang demikian besar pengaruhnya di Eropa dan Amerika antara tahun
1920 hingga tahun 1945 dalam bidang ilmu pengetahuan positif. Tokohnya : Edmund
Husserl (1874-1928).
Edmund Husserl (1839-1939) lahir di Wina. Ia belajat ilmu alam, ilmu falak,
matematika, kemudian filsafat. Akhirnya menjadi guru besar di Halle, Gottingen,
Freiburg.
Pemikirannya, bahwa objek atau benda harus diberi kesempatan untuk berbicara,
yaitu dengan cara deskriptif fenomenologis yang didukung oleh metode deduktif.
Tujuannya adalah untuk melihat hakikat gejala-gejala secara intuitif. Sedangkan metode
deduktif artinya mengkhayalkan gejala-gejala dalam berbagai macam yang
berbeda.nsehingga akan terlihat batas invariable dalam situasi yang berbeda-beda.
Sehingga akan muncul unsure yang tidak berubah-ubah yaitu hakikat. Inilah yang
dicarinya dalam metode variasi eidetis.

10. EKSISTENSIALISME
Kata eksistensialisme berasal dari kata eks = ke luar, dan sistensi atau sisto = berdiri,
menempatkan. Secara umum berarti, manusia dalam keberadaannya itu sadar bahwa
dirinya ada dan segala sesuatu keberadaannya ditentukan oleh akunya. Karena manusia
selalu terlihat di sekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya. Upaya untuk menjadi
miliknya itu manusia harus berbuat menjadikan sampai merencanakan, yang berdasar
pada pengalaman yang konkret.
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala
dengan berdasaekan pada eksistensinya. Artinya, bagaimana manusia berada
(bereksistensi) dalam dunia.
Pelopornya adalah Soren Kierkegaard (1813-1855), Martin Heidegger,J.P. Sartre,
Karl Jaspers, Gabriel Marcel.
Pemikiran Soren Kierkegaard mengemukakan bahwa kebenaran itu tidak berada
pada suatu system yang umum tetapi berada dalam eksistensu yang individu, yang
konkret. Karena, eksistensi manusia penuh dengan dosa, hnya iman kepada kristus
sajalah yang dapat mengatasi perasaan bersalah karena dosa.[14]
Martin Heidegger (1905 M)
Menurut Martin Heidegger, keberadaan hanya akan dapat dijawab melalui jalan
ontologi, artinya jika persoalan ini dihubungkan dengan manusia dan dicari artinya
dalam hubungan itu. Metode untuk ini adalah metodologi fenomenologis. Jadi, yang
penting adalah menemukan arti keberadaan itu.
Satu-satunya yang berada dalam arti yang sesungguhnya adalah keberadaan
manusia. Keberadaan benda-benda terpisah dengan yang lain, sedang beradanya
manusia , mengambil tempat di tengah-tengah dunia sekitarnya. Keberadaan manusia
disebut desein (berada di sana, di tempat), berada artinya menempati atau mengambil
tempat. Untuk itu, manusia harus keluar dari dirinya dan berdiri di tengah-tengah
segala yang berada, Desein manusia di sebut juga eksistensi.
Keberadaan manusia, yaitu berada di dalam dunia maka ia dapat memberi tempat
kepada benda-benda yang ada di sekitarnya, ia dapat bertemu dengan benda-benda itu
dan dengan manusia-manusia lain, dapat bergaul dan berkomunikasi dengan semuanya.
Sebenarnya benda-benda pada dirinya tidak mewujudkan dunia. Sebab, benda-
benda itu tidak dapat saling menjamah. Karena manusia berada di dalam dunia, ia seibu
dengan dunia, mengerjakan dunia atau mengusahakan dunia dan sebagainya.
Keberadaan manusia (desein) juga mitsein (berada bersama-sama). Karena itu,
manusia terbuka bagi dunianya dan bagi sesamanya. Keterbukaan ini bersandar pada
tiga hal asasi, yaitu: befindichkeit (kepekaan), verstehen (memahami), dan rede (kata-
kata, bicara).
Kepekaan diungkapakan dalam bentuk perasaan: senang, kecewa atau takut.
Perasaan itu timbul karena kebersamaannya dengan yang lain, ia dihadapkan kepada
dunia sebagai nasib, di mana sekaligus menghayati kenyataan eksistensi kita serba
terbatas.
Yang dimaksud dengan mengerti atau memahami ialah bahwa manusia yang
dengan kesadaran akan beradanya di antara keberadaan lain-lainnya harus berbuat
sesuatu untuk menggunakan kemungkinan-kemungkinan yang ada pada dirinya bagi
memberi arti dan manfaat pada dunia dalam kemungkinan-kemungkinannya. Dengan
begitu, manusia, dengan pengertiannya, merencanakan dan merealisasikan
kemungkinan-kemungkinan sendiri dan sekaligus juga kemungkinan-kemungkinan
dunia.
Bicara adalah asas yang eksistensial bagi kemungkinan untuk berbicara dan
berkomunikasi bagi manusia. Secara aprioro, manusia telah memiliki daya untuk
berbicara. Ia adalah makhluk yang dapat terbicara. Sambil berbicara, ia mengungkapkan
diri. Pengungkapannya adalah suatu pemberitahuan dalam rangka rencana yang
diarahkan ke arah tertentu.
Menurut Heidegger, manusia tidak menciptakan dirinya, tetapi ia dilemparkan ke
dalam keberadaan. Walaupun keberadaan manusia tidak mengadakan sendiri, bahkan
merupakan keberadaan yang terlempar, manusia tetap harus bertanggung jawab atas
keberadaannya itu. Manusia harus merealisasikan kemungkinan-kemungkinannya,
tetapi dlaam kenyataannya tidak menguasai dirinya sendiri. Inilah fakta keberadaan
manusia, yang timbul dari Geworfenheid atau situasi terlemparnya itu.
Kepekaan diungkapkan dalam suasana batin didalam perasaan dan emosi. Diantara
suasana batin atau perasaan-perasaan itu, yang terpenting ialah rasa cemas. Latar
belakang kecemasan ini adalah pengalaman umum yang menjadikan kita tiba-tiba
merasa sendirian, dikepung oleh kekosongan hidup, dimana kita merasa bahwa seluruh
hidup kita tiada artinya. Oleh karena itu, dalam hidup sehari-hari, manusia
bereksistensi, tidak yang sebenarnya. Akan tetapi, justru karena itu, manusia memiliki
kemungkinan untuk keluar dari eksistensi yang tidak sebenarnya itu, keluar dari
belenggu oleh pendapat orang banyak dan menemukan dirinya sendiri.
Manusia yang tidak memiliki eksistensi yang sebenarnya menghadapi hidup yang
semu. Ia tidak menyatukan hidupnya sebagai satu kesatuan. Dengan ketekunan
mengikuti kata hatinya itulah, cara bereksistensi yang sebenarnya. Inilah cara
menemukan diri sendiri. Di sini, orang akan mendapatkan pengertian atau pemikiran
yang benar tentang manusia dan dunia. (Ahmad Syadali adn Mudzakir, 2014: 128-130)
J.P. Sartre
Jean Paul Sartre lahir di Paris pada tahun 1905 M dan meninggal pada tahun 1980
M. Ia belajar pada Ecole Normale Superieur pada tahun 1924-1928 M. Setelah tamat
dari sekolah itu, pada tahun 1929 M, ia mengajarkan filsafat di beberapa Lycees, baik di
paris maupun tempat lain. Dari tahun 1933 sampai tahun 1935, ia menjadi mahasisiwa
peneliti pada institut Francais di berlin dan di universitas Preiburg. Pada tahun 1938 M,
terbit novelnya yang berjudul La Nausee, sedangkan Le Mur terbit pada tahun 1939 M.
Sejak itu, muncullah karya-karyanya yang lain dalam bidang filsafat.
Menurut Sartre, eksistensi manusia mendahului esensinya. Pandangan ini amat
janggal sebab biasanya harus ada esensinya lebih dahulu sebelum keberadaannya.
Bagaimana sebenarnya yang dimaksud oleh Satre? Filsafat eksistensialisme
membicarakan cara berada didunia ini, terutama cara berada manusia. Dengan kata
lain, filsafat ini menempatkan cara wujud-wujud manusia sebagai tema sentral
pembahasannya. Cara itu hanya khusus ada pada manusia karena hanya manusialah
yang bereksistensi. Binatang, tumbuhan, bebatuan memang ada, tetapi mereka tidak di
sebut bereksistensi. Filsafat eksistensialisme mendamparkan manusia kedunianya dan
menghadapkan manusia kepada dirinya sendiri.
Menurut ajaran eksistensialisme, eksistensi manusia mendahului esensinya. Hal ini
berbeda dari pertumbuhan, hewan, dan bebatuan yang esensinya mendahului
eksistensinya, seandainya mereka mempunyai eksistensi. didalam filsafat idealisme,
wujud nyata di anggap mengikuti hakikat. Jadi, hakikat manusia mempunyai ciri lain.
Oleh karena itu, dikatakan bahwa manusia itu eksistensinya mendahului esensinya.
Formula ini erupakan prinsip utama dan pertama di dalam filsafat eksistensialisme.
Gabriel Marcel
Dalam filsafatnya, ia menyatakan bahwa manusia tidak hidup sendirian, tetapi
bersama-sama dengan orang lain. Akan tetapi, manusia mmiliki kebebasan yang bersifat
otonom. Dalam hal itu, ia selalu dalm situasi yang ditentukan oleh kejasmaniaannya.
Dari luar, ia dapat menguasai jasmaninya, tetapi dari dalam ia dikuasai oleh jasmaninya.
Didalam pertemuannya dengan manusia lain, manusia mungkin bersifat dua macam.
Yang lain itu merupakan objek baginya, jadi sebagian dia mungkin juga merupakan yang
ada bagi aku. Aku ini membentuk diri terutama dalam hubungan aku-engkau ini. Dalam
hubungan ini kesetiaan lah yang menentukan segalagalanya. Jika aku percaya kepada
orang lian, setialah aku terhadap orang lin itu, dan kepercayaan ini menciptakan diri
aku itu. Setia itu hanya mungkin karena orang merupakan bagian dikau yang
mutlak(Tuhan) kesetiaan yang menciptakan aku ini pada akhirnya berdasarkan atas
partisipasi manusia kepada Tuhan.
Manusia bukanlah manusia yang statis, sebab ia senantiasa menjadi (berproses).ia
selalu menghadapi objek yang harus diusahakan, seperti yang tampak dalam
hubungannya dengan orang lain.
Perjalanan manusia ternyata akan berakhir pada kematian, pada yang tidak ada.
Perjuangan manusia sebenarnya terjadi di daerah perbatasan antara tidak berada. Oleh
karena itu, manusia menjadi gelisah, menjadi putus asa dan takut kepada kematian.
Namun, sebenarnya kemenangan kematian itu hanyalah semu saja, sebab hanya cinta
kasih dan kesetiaan itulah yang memberi harapan untuk mengatasi kematian. Di dalam
cinta kasih dan kesetian ada kepastian bahwa ada Engkau yang tidak dapat mati.
Harapan itulah yang menerobos kematian. Adanya harapan menunjukkan bahwa
kemenangan kematian adalah semu. Ajaran tentang harapan ini menjadi puncak ajara
Marcel. Harapan ini menunjukkkan adanya Engkau Yang Tertinggi, yang tidak dapat
dijadikan objek manusia. Engkau Tertinggi inilah Allah, yang hanya dapat ditemukan di
dalam penyerahan seperti halnya kita menemukan Engkau atas sesama kita dalam
penyerahan dan dalam keterbukaan dan pertisipasi dalam berada yang sejati.[15]

11. PRAGMATISME
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa yunani) yang berarti tindakan,
perbuatan. Pragmastisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa
kriteria kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan
nyata.
Pragmatisme berpandangan bahwa substansi kebenaran adalah jika segala sesuatu
memiliki fungsi dan bermanfaat bagi kehidupan. Misalnya, beragama sebagai
kebenaran, jika agama memberikan kebahagiaan , menjadi dosen adalah kebenaran jika
memperoleh kenikmatan intelektual, mendapatkan gaji atau apa pun yang bernilai
kuantitatif dan kualitatif. Sebaliknya jika memberikan kemadharatan , tindakan yang
dimaksud bukan kebenaran, misalnya memperistri perempuan yang sakit jiwa adalah
perbuatan yang membahayakan dan tidak dapat dikategorikan sebagai serasa dengan
tujuan pernikahannya dalam rangka mencapai keluarga sakinah, mawaddah,
warahmah.
Filosof yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan
John Dewey dan Charles Sanders Peirce.
1. William James (1842-1910)[16]

Pandangan filsafatnya, di antaranya menyatakan bahwa tiada kebenaran yang


mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas dari akal yang
mengenal. Sebab, pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar
dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam praktik, apa
yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.
Nilai konsep atau pertimbangan kita, bergantung pada akibatnya, pada kerjanya.
Artinya bergantung pada keberhasilan perbuatan yang disiapakan oleh pertimbangan
itu. Pertimbangan itu benar bila bermanfaat bagi pelakunya memperkaya hidup dan
kemungkinan-kemungkinannya.
2. John Dewey (1859 M)
Sebagai pengikut filsafat pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas
filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut
dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh
karena itu, filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis.
Menurutnya tak ada satupun yang tetap. Manusia senantiasa bergerak dan berubah.
Jika mengalami kesulitan, segera berpikir untuk mengatasi kesulitan itu. Oleh karena
itu, berpikir merupakan alat (instrumen) untuk bertindak. Kebenaran dari pengertian
dapat ditinjau dari berhasil-tidaknya memengaruhi kenyataan. Satu-satunya cara yang
dapat dipercaya untuk mengatur pengalaman dan untuk mengetahui artinya yang
sebenarnya adalah metode induktif. Metode ini tidak hanya berlaku bagi ilmu
pengetahuan fisika, melainkan juga bagi persoalan-persoalan sosial dan moral.
Secara umum, pragmatisme berarti hanya idea yang dapat dipraktikkan yang benar
dan berguna. Idea-idea yang hanya ada di dalam idea (seperti idea pada Plato,
pengertian umum pada Socrates , definisi pada Aristoteles), juga kebimibangan
terhadap realitas objek indra (pada Descartes), semua itu nonsense bagi pragmatisme.
Yang ada ialah apa yang real ada.
3. Charles Sanders Peirce
Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara/ pegangan
dasar) itu benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan
Edwards di dalam sebuah buku yang berjudul Background of American literary
thought(1974) menjelaskan bahwa peirce memformulasikan (merumuskan) tiga
prinsip-prinsip lain yang menjadi dasar bagi pragmatisme sebagai berikut :
a. Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian opini
manusia.
b. Bahwa apa yang kita namakan universal adalah yang pada akhirnya setuju dan
mnerima keyakinan dari community of knowers
c. Bahwa filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan membuktikan bahwa
problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat dan
matematika merupakan hal yang nyata bagi masyarakat(komunitas).
12. FILSAFAT HIDUP
Menurut Bergson[17], hidup adalah suatu tenaga eksplosif yang telah ada sejak awal
dunia, yang berkembang dengan melawan penahanan atau penentangan materi (yaitu
sesuatu yang lamban yang menentang gerak dan dipandang oleh akal sebagai materi
atau benda). Manakala gerak perkembangan hidup itu digambarkan sebagai gerak ke
atas, materi adalah gerak ke bawah yang menahan gerak ke atas itu. Dalam
perkembangannya sebagai gerak ke atas, hidup mempunyai penahanan gerak ke bawah.
Hal ini mengakibatkan hidup terbagi-bagi menjadi arus yang menuju banyak jurusan,
yang sebagian ditundukkan oleh materi, sedangkan sebagian lainnya teta memiliki
kecakapannya untuk berbuat secara bebas dan dengan terus berjuang keluar dari
genggaman materi.
Bergson yakin akan adanya revolusi, tetapi tidak seperti yang diajarakan Darwin.
Evolusi yang menggambarkan evolusi sebagai perkembangan linear (segaris), yang satu
sesudah yang lain dengan manusia sebagai puncaknya. Menurut Bergson, evolusi adalah
suatu perkembangan yang menciptakan, yang meliputi segala kesadaran, segala hidup,
segala kenyataan, yang dalam perkembangannya terus-1menerus menciptakan bentuk
baru dan menghasilkan kekayaan baru. Evolusi ini tidak terikat oleh keharusan seperti
keharusan yang tersirat dalam hukum sebab-akibat mekanisme. Evolusi demikian
menurut Bergson bukan bergerak ke satu arah di bawah dorongan suatu semangat
hidup yang bersifat umum, tetapi evolusi itu berkembang ke arah bermacam-macam.
Pada tumbuh-tumbuhan, perkembangan itu bentuk-bentuk yang tanpa kesadaran. Pada
binatang, perkembangan itu berhenti dalam naluri, sedangkan pada manusia,
perkembangan itu berlangsung sampai ke akal.
1. Naluri
Naluri adalah tenaga bawaan kelahiran guna memanfaatkan alat-alat organis
tertentu dengan cara tertentu. Kerja naluri terjadi otomatis, tanpa memberi tempat
pada spontanitas atau pembaharuan. Naluri semata-mata diarahkan pada kepentingan
kelompok atau rumpunnya. Oleh karena itu, sifat individual ditaklukkan kepada sifat
kelompok.
2. Akal
Akal yang dimiliki manusia merupakan kecakapan untuk menciptakan alat kerja
bagi dirinya dan secara bebas mengubah-ubah pembuatan alat kerja itu. Akal
mencakapkan manusia untuk menyadarkan diri akan kepentingan individu. Akan tetapi,
akal tidak dapat dipakai untuk menyelami hakikat yang sebenarnya dan segala
kenyataan. Sebab, akal adalah hasil perkembangan, yaitu perkembangan dalam rangka
proses hidup. Akal itu timbul karena penyesuaian manusia. Dengan akalnya, manusia
dapat menyesuaikan diri dengan dunia sekitarnya. Oleh karena itu, akal memiliki fungsi
praktis. Itulah sebabnya, akal tidak dapat menyelami hakikat yang sebenarnya dari
segala kenyataan. Akal hanya berguna bagi pemikiran ilmu fisika dan mekanika, tetapi
akal tidak berguna bagi penyelaman ke dalam hakikat segala sesuatu.
3. Intuisi
Intuisi diperlukan untuk menyelami hakikat segala kenyataan. Intuisi adalah tenaga
rohani, suatu kecakapan yang dapat melepaska diri dari akal, kecakapan untuk
menyimpulkan serta meninjau dengan sadar. Atau Intuisi merupakan naluri yang telah
mendapat kesadaran diri , yang telah dicakapkan untuk memikirkan sasarannya serta
memperluas sasaran itu menurut kehendak sendiri tanpa batas.
4. Agama
Bergson membagi agama pada dua macam: pertama, agama statis, dan kedua,
agama dinamis.
a. Agama statis ialah agama yang timbul karena hasil karya perkembangan. Dalam
perkembangan ini, alam telah memberikan kepada manusia kecakapan untuk
menciptakan dongeng-dongeng yang dapat mengikat manusia yang seorang dengan
yang lain dan dapat mengikat manusia dengan hidup. Karena akalnya, manusia tahu
bahwa ia harus mati. Karena akalnya juga, manusia tahu bahwa ada rintangan-
rintangan yang tak terduga sehingga menghalangi usahanya untuk mencapai tujuannya.
Alam telah membantu manusia untuk memikul kesadaran yang pahit ini dengan
khayalan-khayalan. Demikianlah, akhirnya timbul agama sebagai alat bertahan
terhadap segala sesuatu yang dapat menjadikan manusia putus asa.
b. Agama yang dinamis adalah agama yang diberikan oleh intuisi. Dengan perantaraan
agama inilah, manusia dapat berhubungan dengan asas yang lebih tinggi yang lebih
berkuasa dari pada dirinya sendiri. Bentuk agama yang paling tinggi adalah mistik yang
secara sempurna terdapat dalam agama kristen. Itulah filsafat hidup Bergson yang
besar sekali pengaruhnya di perancis. Ketika ia membahas agama kristen, yang berarti
sebagai pegangan hidup karena ia agama yang paling tinggi.
Bagi Bergson, filsafat adalah kesadaran dan refleksi yang merujuk pada data yang
langsung diperoleh dari intuisi. Ia mengklasifikasikan akal sebagai suatu fakulti
personal, sambil menekankan bahwa setiap filosof secara sadar terlebih dahulu
mengikutu titik pandang yang dipilihnya. Ia menganggap filosof sebagai orang yang
menghadapi pemikiran yang esensial untuk menemukan kondisi-kondisi dari totalitas
pengetahuan. (Hendi Suhendi, 2008;399-400).

C. Sebab Keruntuhan Filsafat Modern


Proyek filsafat modern yang ingin menguasai dunia lewat satu pemikiran rasional
dan utuh, setelah dievaluasi oleh beberapa filsuf, ternyata diketahui mengandung
kelemahan. Tak heran jika kemudian bermunculan filsuf-filsuf yang mengkritisi proyek
filsafat modern tersebut. Fenomena ini, oleh beberapa kalangan diangggap sebagai
suatu periode baru dalam sejarah filsafat, yaitu periode yang disebut postmodern. Lalu,
para filsuf yang mengkritisi proyek filsafat modern dikatakan sebagai tokoh-tokoh
filsafat postmodern.
D. Tinjauan Kritis
Kelebihan dan Kekurangan Aliran-aliran Filsafat
1. Rasionalisme
Kelebihan :
o Mampu menyusun sistem sistem kefilsafatan yang berasal dari manusia.
Kelemahan :
o Doktrin doktrin filsafat rasio cenderung mementingkan subjek daripada objek,
sehingga rasionalisme hanya berpikir yang keluar dari akal budinya saja yang benar,
tanpa memerhatikan objek objek rasional secara peka.
o Cara memahami objek di luar cakupan rasionalitas sehingga titik kelemahan tersebut
mengundang kritikan tajam , sekaligus memulai permusuhan baru dengan sesama
pemikir filsafat yang kurang setuju dengan sistem sistem filosofis yang subjektif
tersebut.
2. Empirisme
Kelebihan :
o Pengalaman indera merupakan sumber pengetahuan yang benar, karena faham empiris
mengedepankan fakta-fakta yang terjadi di lapangan.
Kelemahan:
o Indra terbatas, Indera menipu, Objek yang menipu, Indera dan objek sekaligus.
3. Positivisme
Kelebihan :
o Positivisme lahir dari faham empirisme dan rasional, sehingga kadar dari faham ini jauh
lebih tinggi dari pada kedua faham tersebut.
o Positivisme telah mampu mendorong lajunya kemajuan disektor fisik dan teknologi.
o Positivisme sangat menekankan aspek rasionali-ilmiah, baik pada epistemology ataupun
keyakinan ontologik yang dipergunakan sebagai dasar pemikirannya.
Kelemahan :
o Manusia akan kehilangan makna, seni atau keindahan, sehingga manusia tidak dapat
merasa bahagia dan kesenangan itu tidak ada. Karena dalam positivistic semua hal itu
dinafikan.
o Hanya berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris sehingga tidak dapat
menemukan pengetahuan yang valid.
4. Pragmatisme
Kelebihan :
o Membawa kemajuan-kemnjuan yang pesat bagi ilmu pengetahuan maupun teknologi.
o Pragmatisme telah berhasil membumikan filsafat dari corak sifat yang Tender Minded
yang cenderung berfikir metafisis, idealis, abstrak, intelektualis.
Kelemahan :
o Filsafat pragmatisme adalah sesuatu yang nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati
hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme menciptkan pola pikir masyarakat yang
matrealis.
o Pagmatisme sangat mendewakan kemampuan akal dalam mencapai kebutuhan
kehidupan, maka sikap-sikap semacam ini menjurus kepada ateisme.
5. Realisme
Kelebihan :
o Tidak bergantung pada segala pengetahuan.
Kelemahan :
o Menganggap bahwa realitas itu tidak sekedar apa yang dapat dilihat secara real, tetapi
realitas itu adalah pemikiran atau ide-ide.
6. Idealisme
Kelebihan :
o Meningkatkan daya pemikiran dari segi menghasilkan ide yang benar dan boleh dipakai.
Kelemahan :
o Anggapan terhadap sesuatu nilai atau kebenaran yang kekal sepanjang masa.
7. Materialisme
Kelebihan :
o Mengganggap materi itu berada di atas segala-galanya.
Kelemahan :
o Memandang sesuatu bukan dari keseluruhannya, tidak dari saling hubungannya, tetapi
dipandang sebagai sesuatu yang berdiri sendiri.
o Melihat segala sesuatu tidak dari geraknya, melainkan sebagai yang diam, mati dan tidak
berubah-ubah.
8. Eksistensialisme
Kelebihan:
o Mengerti akan semua realitas.
o Mengetahui pengetahuan tentang manusia.
Kekurangan :
o Mengabaikan Perintah Tuhan.
o Menyangkal realitas dan kesungguhan perikehidupan antar manusia.

Adapun penemuan yang terdapat dalam zaman modern adalah:


Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern ini sesungguhnya sudah dirintis
sejak zaman Renaissance. Awal mula dari suatu masa baru ditandai oleh usaha besar
dari Descartes untuk memberikan kepada filsafat suatu bangunan yang baru. Filsafat
berkembang bukan pada zaman Renaissance itu, melainkan kelak pada zaman
sesudahnya (Zaman Modern). Adapun penemuan yang terdapat dalam zaman modern
adalah:
Setelah Galileo, Fermat, Pascal, dan Kepler berhasil mengembangkan penemuan dalan
bidang ilmu, pengetahuan jatuh ke tangan Isaac Newton (1643-1727) dan Leibniz
(1646-1716).
Newton melahirkan Teori Gravitasi, perhitungan Calculus dan Optika. Teori Gravitasi
Newton dimulai ketika muncul persangkaan penyebab planet tidak mengikuti
pergerakan lintas lurus. Setelah Calculus ditemukan banyak sekali perhitungan dan
pemeriksaan ilmiah dapat diselesaikan.
Joseph Black (1728-1799) dikenal sebagai pelopor dalam pemeriksaan kualitatif, ia
menemukan CO2. Hal ini berkaitan dengan perkembangan ilmu kimia yang melandasi
Revolusi Industi terutama di Inggris yang kemudian meluas diseluruh benua Eropa.
Setelah Thomson menemukan electron, mulailah ilmu baru dalam kerangka kimia-
fisika, yaitu fisika nuklir, yang dapat mengubah bermacam-macam atom.

Epistemologis perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya


pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan selama masa modern
sangat mempengaruhi dan mengubah manusia dan dunianya. Terjadilah revolusi I
(dengan pemakaian mesin-mesin mekanis), lalu revolusi II (dengan pemakaian listrik
dan titik awal pemakaian sinar-sinar), dan kemudian revolusi III yang ditandai dengan
penggunaan komputer yang sedang kita saksikan dewasa ini. Dengan demikian adanya
perubahan pandangan tentang ilmu pengetahuan mempunyai peranan penting dalam
membentuk peradaban dan kebudayaan manusia. Tokoh penemu di bidang sains pada
zaman modern (abad 17-19 M):
Sir Isaac Newton (1643-1727 M)
Leibniz (1646-1716 M)
Joseph Black (1728-1799 M)
Joseph Prestley (1733-1804 M)
Antonie Laurent Lavoiser (1743-1794 M)
J.J. Thompson
Perkembangan ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi,
ekonomi, kalkulus, dan statistika, sementara pada abad ke-19 lahirlah pharmakologi,
geofisika, geomophologi, palaentologi, arkeologi, dan sosiologi. Pada tahap selanjutnya,
ilmu-ilmu zaman modern memengaruhi perkembangan ilmu zaman kontemporer.
Secara singkat dapat ditarik ringkas ilmu-ilmu yang lahir saat itu. Perkembangan ilmu pada
abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekologi, kalkulus, dan statistika. Pada
zaman modern ini terjadi revolusi industri di Inggris, sebagai akibat peralihan masyarakat
agraris dan perdagangan abad pertengahan ke masyarakat industri modern dan perdagangan
maju.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Filsafat zaman modern yang kelahirannya didahului oleh suatu periode yang
disebut dengan Renaissance dan dimatangkan oleh gerakan Aufklaerung di abad ke-
18 itu. Sehingga mucullah beberpapa aliran diantaranya rasionalisme, empirisme,
kritisisme, idealisme, positivisme, evolusionisme, materialisme, Neokantianisme,
pragmatisme, filsafat hidup, fenomenologi, dan Eksistensialisme.
Dan penyebab Keruntuhan Filsafat Modern ialah Proyek filsafat modern yang ingin
menguasai dunia lewat satu pemikiran rasional dan utuh, setelah dievaluasi oleh
beberapa filsuf, ternyata diketahui mengandung kelemahan. Tak heran jika kemudian
bermunculan filsuf-filsuf yang mengkritisi proyek filsafat modern tersebut. Fenomena
ini, oleh beberapa kalangan diangggap sebagai suatu periode baru dalam sejarah
filsafat, yaitu periode yang disebut postmodern. Lalu, para filsuf yang mengkritisi
proyek filsafat modern dikatakan sebagai tokoh-tokoh filsafat postmodern.

B. SARAN
Materi dalam makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Dalam penulisan
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan didalamnya baik dalam hal sistematika
penulisan maupun isi. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak.

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi Asmoro, Filsafat Umum, Rajawali Pers, Jakarta:2013.

A. Wiramihardja Sutardjo, Pengantar Filsafat, Refika Aditama, Bandung:2006.

Hakim, Atang Abdul, Filsafat Umum Dari Mitologi Sampai Teofilosofi, Bandung: Pustaka Setia,

2008.

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/05/21/sejarah-perkembangan-ilmu-pada-masa-

modern-4/

K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1981.

Muzairi, Filsafat Umum, Yogyakarta: Teras, 2009.

Rahman, Masykur Arif, Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta: IRCiSoD, 2013.

Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2013.

[1]Kata Bapak diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada zaman
modern yang membangun filsafat yang berdiri atas keyakinan diri sendiri yang
dihasilkan oleh pengetahuan rasional. Dialah orang pertama pada akhir abad
pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat, yang menyimpulkan bahwa dasar
filsafat adalah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci, dan bukan yang
lainnya.
[2]Di dalam karyanya inilah, ia menyatakan ketidakpuasannya atas filsafat dan ilmu
pengetahuan yang menjadi bahan penyelidikannya. Dalam bidang ilmiah, tidak ada
sesuatu pun yang dianggap pasti. Semuanya dapat dipersoalkan dan pada kenyataannya
memang dipersoalkan juga. Satu-satunya pengecualian adalah ilmu pasti. Demikian
menurutnya,
[3]Spinoza percaya kepada Tuhan, tetapi Tuhan yang dimaksudkannya adalah alam
semesta ini. Tuhan Spinoza itu tidak berkemauan, tidak melakukan sesuatu, tak terbatas
(ultimate).
[4]Karena pandangannya itu, John Locke masuk dalam barisan filsuf empirisme, yang
meyakini bahwa pengetahuan didapat berdasarkan pengalaman, dan pengalaman di
sini adalah pengalaman indrawi.
[5]Menurut para penulis sejarah flsafat, empirisme berpuncak pada David Hume sebab
ia menggunakan prinsip-prinsip empiristis dengan cara yang paling radikal, terutama
pengertian substansi dan kausalitas (hubungan sebab akibat) yang menjadi objek
kritiknya.
[6]Hegel lahir di Stuttgart, Jerman
[7] Suatu aliran yang berorientasi pada ilmu pengetahuan alam, tetapi menolak
metafisika.
[8] Ia lahir di Montepellier, Prancis, tahun 1798. Keluarganya beragama katholik yang berdarah
bangsawan. Meskipun demikian, Auguste Comte tidak terlalu perduli dengan kebangsawaanya. Dia
mendapat pendidikan di Ecole Polytechnique di Paris dan lama hidup disana. Ketika terjadi pergolakan-
pergolakan sosial, perang intelektual, dan politik, Auguste Comte merasakan dan banyak mengalami
peperangan politis saat itu. Di kalangan tema-temannya, Auguste Comte adalah mahasiswa yang keras
kepala dan suka memberontak, yang meninggalkan Ecole sesudah seorang mahasiswa yang
memberontak dalam mendukung Napoleon dipecat. August Comte dalam Sebuah karyanya adalah Cours
De Philosophia Positive (kursus tentang filsafat positif) dan berjasa dalam menciptakan ilmu sosiologi.

[9] Ia mendominasi pemikiran filsafat abad ke-19.


[10] Ia ahli sosiologi dan psikologi yang terkenal pada akhir abad ke-19.
[11] Ludwig Andreas von Feuerbach (lahir di Landshut, Bavaria, 28 Juli 1804 meninggal di
Rechenberg dekat Nrnberg, Kekaisaran Jerman, 13 September 1872 pada umur 68 tahun) adalah
seorang filsuf dan antropolog Jerman. Ia adalah anak laki-laki keempat dari hakim terkemuka Paul Johann
Anselm Ritter von Feuerbach.
Feuerbach lulus dari Universitas Heidelberg dan bermaksud untuk melanjutkan kariernya di Gereja.
Karena pengaruh Prof. Karl Daub ia kemudian mengembangkan minat dalam filsafat Hegel yang dominan
waktu itu dan, meskipun ditentang oleh ayahnya, ia melanjutkan ke Berlin untuk belajar di bawah
bimbingan sang empu sendiri. Setelah belajar selama dua tahun, pengaruh Hegelian mulai melemah.
Feuerbach kemudian berhubungan dengan kelompok yang dikenal sebagai Hegelian Muda, yang
mensintesiskan cabang yang radikal dari filsafat Hegel. Tulisnya kepada seorang teman, "Aku tidak dapat
lagi memaksakan diriku untuk mempelajari teologi. Aku rindu menyelami alam dalam jiwaku, alam yang
di hadapan kedalamannya sang teolog yang kecil hati menjadi kecut hati; dan dengan manusia alamiah,
manusia di dalam kualitas keseluruhannya." Kata-kata ini menjadi kunci bagi perkembangan Feuerbach.
Ia menyelesaikan pendidikannya di Erlangen di Universitas Friedrich-Alexander, Erlangen-Nuremberg
dalam studi ilmu alam.

[12] Karl Marx lahir di Trier, Prusia, 5 Mei 1818. ayahnya, seorang pengacara, menafkai keluarganya
dengan relatif baik, khas kehidupan kelas menengah. Orang tuanya adalah dari pendeta yahudi (rabbi).
Tetapi, karena alasan isnis ayahnya menjadi penganut ajaran Luther ketika Karl Marx masih sangat muda.
Tahun 1841 Marx menerima gelar doktor filsafat dari Universitas Berlin, Universitas yang sangat di
pengaruhi oleh Hegel dan guru - guru muda penganut filsafat Hegel, tetapi berpikir Kritis. Gelar doktor
Marx di dapat dari kajian filsafat yang membosankan, tetapi kajian itu mendahului berbagai gagasannya
yang muncul kemudian. Marx menikah pada 1843 dan tak lama kemudian ia terpaksa meninggalkan
jerman untuk dapt suasana yang lebih libaral di Paris.Perpecahan gerakan internasional tahun 1876,
kegagalan dari berbagai gerakan revolusioner dan penyakit penyakit, akhirnya membuat Marx ambruk.
Istrinya wafat tahun 1881 dan anak perempuannya tahun 1882 dan Marx sendiri wafat di tahun 1883.
[13] Hermann Cohen lahir di coswig, jerman pada tanggal 4 Juli 1842 dan meninggal
dunia pada tanggal 4 April 1918 di berlin, jerman. Hermann Cohen adalah seorang filsuf
Yahudi Jerman, salah satu pendiri dari Marburg Sekolah Neo-Kantianisme, dan ia sering
dianggap "mungkin filsuf Yahudi yang paling penting dari abad kesembilan belas"
[14] Asmoro Achmadi Filsafat Umum Raja Grafindo Persada:2014,hlm 126-128
[15] Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani Filsafat UmumPustaka Setia:2008, hlm
334-338
[16] James lahir di New York pada tahun 1842 M, dan merupakan putra dari Henry James, Sr,
seorang yang terkenal berkebudayaan tinggi, dan pemikir yang kreatif. Ayahnya merupakan kepala
rumah tangga yang menekankan kemajuan intelektual. Pendidikan formalnya mula-mula tidak teratur
lalu ia mendapat tutor kebangsaan Inggris, Perancis, Swiss, Jerman, dan Amerika. Akhirnya, ia memasuki
Harvard Medical School pada tahun 1864 dan memperoleh M.D-nya pada tahun 1869. Akan tetapi , ia
kurang tertarik pada praktik pengobatan, ia lebih menyenangi fungsi alat-alat tubuh. Oleh karena itu, ia
kemudian mengajarkan anantomi dan fisiologi di Harvard. Tahun 1875 perhatiannya lebih tertarik pada
psikologi dan fungsi pikiran manusia. Pada waktu itu, ia menggabungkan diri dengan Peirce, Chauncy
Wright, Oliver Wendel Holmes, Jr, dan lain-lain. Tokoh dalam Metaphysical Club untuk berdiskusi dalam
masalah-masalah filsafat dengan topik-topik metode ilmiah agama dan evolusi. Di sinilah, ia mula-mula
mendapat pengaruh Pierce dalam metode pragmatisme.
[17] Seorang tokoh berdarah campuran Perancis, Henri Bergson (1859-1941), melahirkan filsafat
hidupnya sebagai reaksi atas pandangan materialisme dan pragmatisme.

You might also like