You are on page 1of 6

PERNIKAHAN-PERNIKAHAN YANG RUSAK DALAM SYARIAT

1. Nikah Syighar
Yaitu apabila seorang laki-laki menikahkan anak perempuannya, atau saudara
perempuannya, atau perempuan lain yang berada di bawah tanggung jawabnya dengan seorang
laki-laki, dengan syarat bahwa laki-laki itu juga harus menikahkannya dengan anak
perempuannya, atau saudara perempuannya, atau perempuan lain yang berada di bawah
tanggung jawabnya, baik dengan mahar maupun tidak.
Pernikahan seperti ini adalah haram, karena syarat pertukaran ini menyebabkan rusaknya
pernikahan tersebut, karena ia mengandung kerusakan yang amat besar, sebab ia mengakibatkan
adanya paksaaan bagi wanita untuk menikah dengan orang yang tidak diinginkannya demi
mendahulukan keinginan para wali dibanding keinginan dari wanita itu sendiri. Dan ini
merupakan sebuah kezaliman terhadaap wanita. Selain itu, hal ini juga menyebabkan para wanita
itu tidak memperoleh mahar yang sebanding dengan wanita lain yang sepertinya, sebagaimana
yang terjadi pada mereka yang melakukan akad yang mungkar ini. Dan disamping itu,
pernikahan seperti ini juga akan mengakibatkan timbulnya pertengkaran dan pertentangan
setelah pernikahan itu terjadi. Dan itu merupakan salah satu bentuk dari hukuman yang
disegerakan atass orang-orang yang menyelisihi syariat Allah.

2. Nikah Muhalil
Yakni apabila seorang laki-laki menikahi wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya
setelah masa iddahnya selesai, kemudian ia menceraikannya agar wanita itu menjadi halal bagi
suaminya yang pertama.
Pernikahan ini dilaknat, dan mantan suami pertama juga terlaknat. Ibnu Masud berkata,
Rasulullah SAW melaknat orang yang menghalalkan (agar seorang wanita yang telah ditalak
tiga dapat kembali halal bagi suaminya yang pertama) dan orang yang dihalalkan untuknya.
Yang menjadi penyebab di dalam rusaknya pernikahan ini adalah niat dari laki-laki yang
yang hendak menghalalkan itu. Apabila disyaratkan kepadanya untuk menceraikan wanita itu
agar ia menjadi halal bagi suaminya yang pertama, atau tidak disyaratkan, namun ia telah
meniatkan hal itu, maka pernikahan tersebut telah rusak.
Dari sini dapat diketahui bahwasanya niat dari suami pertama sama sekali tidak
diperhitungkan karena ia tidak memiliki kuasa sama sekali terhadap akad nikah itu, dan juga ia
tidak memiliki kuasa terhadap orang yang menikahi istrinya, karena dianggap sebagai orang
asing, sama seperti orang-orang yang lain.
Begitupula dengan si wanita, niatnya sama sekali tidak diperhitungkan karena
permasalahan talak ataupun tidak merupakan kuasa dari suaminya dan bukan keputusannya.
3. Nikah Mutah
Adalah apabila seorang lelaki menikahi seorang wanita untuk masa tertentu sehari, dua
hari, ataupun lebih- dengan membayarkan sesuatu kepada wanita itu, baik berupa harta maupun
yang lainnya.
Nikah ini pernah dihalalkan pada masa Rasulullah SAW namun kemudian dihapuskan
oleh Allah SWT melalui lisan Rasul-Nya SAW untuk selamanya, hingga hari kiamat.

4. Nikah Urfi
Adalah fenomena yangbanyak berkembang di kalangan anak-anak muda saat ini; di mana
seorang pemuda menjalin hubungan dengan teman wanitanya di kampus sebagai contoh- dan
tidak ada seorang pun yang mengetahui tentang hubungan ini, atau bisa saja diketahui oleh
teman-temannya yang mengetahui hubungannya yang tidak resmi itu. Kemudian misalnya- ia
pergi membawa teman wanitanya itu ke apartemen salah seorang temannya dan melakukan
hubungan suami istri dengannya. Setelah itu si wanita akan pulang ke rumah orang tuanya yang
tetap memberikan nafkah kepadanya. Sehingga akad yang terjadi di antara keduanya hanya
berupa kertas yang mereka sepakati berdua, dan mungkin ditambah dengan kesaksian teman-
temannya yang fasik itu.
Akad seperti ini adalah akad yang rusak, dan bahkan pada hakikatnya ia adalah zina karena ia
tidak memenuhi salah satu syarat nkah, yang membuat pernikahan itu tidak sah karenanya, yakni
wali dari wanita tersebut.
Al-Quran dan sunnah telah mensyaratkan adanya wali di dalam pernikahan. Allah SWT
berfirman:

Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)


sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. (Q.S. Al-Baqarah:221)
Di dalam ayat ini Allah menyandarkan urusan menikahkan itu kepada para wali.
Nabi SAW bersabda, Apabila seorang wanita menikah tanpa izin dari walinya maka
pernikahannya itu batal tiga kali-. Dan ia berhak atas maharnya apabila suaminya telah
menggaulinya. Dan apabila mereka berselisih maka penguasa adalah wali bagi mereka yang
tidak memiliki wali.
Jika ia ingin merujuknya di dalam masa iddahnya, maka ia berhak melakukan itu tanpa harus ada
keridhaan dai istrinya atau keridhaan dari walinya, dan tanpa mahar yang baru.
Jika ia membiarkan istrinya sampai masampai masa iddahnya selesai, maka ia harus
melepaskannya dengan cara yang baik. Namun jika ia ingin menikahinya kembali setelah masa iddah
istrinya selesai, maka dibolehkan baginya, akan tetapi dengan akad nikah sebagaimana saat ia
menikahinya pertama kali.
Dan jika ia ingin kembali menceraikannya, ia dapat menceraikannya (dan ini menjadi talak dua)
sebagaimana sebelumnya. Jika ia merujuknya dan kemudian kembali menceraikannya dengan talak tiga,
maka istrinya itu haram baginya sampai ia menikah dengan laki-laki lain dalam sebuah pernikahan yang
sah dan didasari oleh keinginan (bukan nikah untuk menghalalkan sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya, karena ia adalah pernikahan yang rusak).
Jika wanita itu telah menikah dengan laki-laki lain dalam pernikahan yang sah- kemudian laki-
laki itu menceraikannya, maka dibolehan bagi suaminya yang pertama untuk menikhinya kembali.

Talak yang diharamkan (talak bidah)


Yaitu talak yang bertentangan dengan syariat Islam. Seperti jika seorang suami menceraikan
istrinya dalam keadaan haid, atau ia menceraikan saat istrinya telah suci dari haid, namun ia telah
menggaulinya di dalam masa sucinya itu. Maka talak seperti ini adalah haram, dan yang
melakukannya berdosa.

Talak bidah dihitung sebagai talak Satu


Telah anda ketahui bahwa suami yang melakukan talak bidah adalah berdosa. Namun demikian,
talak yang dijatuhkannya itu tetap dihitung. Karena ketika Ibnu Umar menceraikan istrinya yang
sedang haid talaknya dihitung.
Ibnu Umar berkata, Talak itu dihitung sebagai talak satu atas diriku.

Apa yang harus dilakukan oleh seorang suami yang menceraikan istrinya dengan talak
bidah?
Apabila seorang suami menceraikan istrinya yang sedang haid, maka itu dihitung sebagai talak.
Dan jika itu merupakan talak raji [dalam arti bahwa itu merupakan talak satu atau talak dua]
maka ia diperintahkan untuk merujuknya. Kemudian ia harus menahannya hingga ia suci dari
haidnya, lalu kembali haid, dan kemudian suci, dan setelah itu jika ia menghendaki ia bias tetap
mempertahankan istrinya itu, dan jika ia menghendaki ia nisa menceraikannya sebelum
menggaulinya.

Ketiga: Talak Munajjaz (yang berlaku seketika), Mudhaf (yang dikaitkan dengan
masa yang akan datang), dan Muallaq (yang terkait dengan syarat)

1. Talak Munajjaz (yang berlaku seketika)


Yakni yang dimaksudkan oleh suami yang menjatuhkan talak bahwa talak itu belaku
seketika, seperti ucapannya, Engkau ditalak. Dimana shighah atau kata-kata yang
digunakan tidak mengandung kaitan dengan syarat apapun, dan tidak pula
disandarkan kepada masa yang akan dating. Jenis talak ini membuat perpisahan di
antara suami istri menjadi berlaku seketika
2. Talak yang dikaitkan dengan syarat di masa yang akan datang
Yakni talak yang shighahnya dikaitkan dengan waktu tertentu, dan suami yang
menjatuhkan talak itu bermaksud bahwa talak tersebut berlaku ketika waktunya telah
tiba. Seperti jika ia mengatakan, Engkau diceraikan pada awal bulan depan, atau di
penghujung hari ini. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum dari jenis talak
ini. Namun pendapat yang paling mendekati adalah bahwa talak itu terjadi seetika.
3. Talak yang terkait dengan syarat
Yakni apabila sang suami mengaitkan talak istrinya dengan suatu perkara, baik itu
terjadi karena dilakukan oleh sang suami atau istrinya, dan ini dinamakan juga
dengan sumpah untuk mentalak seperti ia mengatakan kepada istrinya, Jika engkau
keluar dari rumah ini maka engkau ditalak., lalu jika istrinya benar-benar keluar,
apakah talaknya telah jatuh?
Jawabannya:
a) Ia benar-benar berniat untuk menjatuhkan talak jika syaratnya dilakukan:
maka talak yang dijanjikannya itu benar-benar jatuh dan berlaku menurut
jumhur ulama, dan juga lebih dari satu orang yang mengatakan bahwa ini
telah menjadi ijma.
b) Ia hanya berniat untuk mendorong istrinya melakukan atau tidak melakukan
sesuatu. Dan ia tidak benar-benarbernat untuk mentalaknya ketika syaratnya
itu dilakukan. Dalam kondisi ini, maka pendapat yang paling sahih dari para
ulama adalah bahwa talaknya tidak terjadi, berdasarkan firman Allah SWT:
Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah
(dan kamu langgar). (Q.S. Al-Maidah: 89)

4. Pengecualian dalam talak


Apabila seorang suami berkata kepada istrinya, Engkau ditalak insya Allah (jika
Allah menghendaki). Maka pendapat yang paling sahih dari para ulama adalah
bahwa talak itu tidak berlaku, dan pengecualian yang disebutkannya telah
membatakannya, berdasarkan keumuman dari sabda Nabi SAW, Barangsiapa
bersumpah atas sesuatu, lalu ia mengucapkan, Insya Allah maka tidak ada
kewajiban kaffarat atasnya.
Dan ini adalah mazhab Abu Hanifah, asy-Syafii, dan Ibnu Hazm.

Iddah bagi istri-istri yang ditalak


Pengertian Iddah
Iddah secara bahasa diambil dari kata al-Addu, yang artinya hitungan dan bilangan.
Secara istilah, iddah adalah masa waktu yang ditentukan oleh syariat setelah terjadinya
perceraian. Di dalam masa itu, seorang wanita harus menunggu masa iddahnya habis
untuk menikah lagi.
Hikmah dari disyariatkan masa iddah
Berdasarkan makna dan hikmah-hikmah yang telah dipertimbangkan oleh syariat, di
atntaranya adalah:
1. Untuk mengetahui kebersihan Rahim, dan agar tidak tercampur air mani dari
dua orang laki-laki atau lebih di dalam satu rahim, sehingga nasab pun
menjadi tercampur baur, dan menyebabkan terjadinya kerusakan.
2. Untuk mengagungkan sebuah pernikahan, mengangkat derajatnya, dan
menunjukan kehormatannya.
3. Memberikan masa rujuk yang cukup panjang bagi suami yang menceraikan,
karena bias saja ia merasa menyesal dan bermaksud untuk rujuk, dan ia
memiliki waktu yang cukup untuk rujuk.
4. Untuk menunaikan hak dari suamidan memperlihatkan pengaruh pada diri
wanita karena kehilangan suaminyadengan adanya larangan baginya untuk
berhias dan mempercantik diri. Karena itulah disyariatkan atasnya masa
berkabung yang lebih lama karena kematian ayah dan anaknya.
5. Untuk menjaga hak suami dan kemaslahatan istri serta hak anak-anak dari
mereka. Juga untuk bias menunaikan hal Allah yang telah ditetapkan-Nya.
Sehingga di dalam masa iddah terdapat empat hak sekaligus.
Apakah seorang laki-laki juga memiliki masa iddah?
Iddah tidak wajib bagi laki-laki. Ia boleh menikah lagi setelah menceraikan istrinya tanpa
harus menunggu selesainya masa iddah dari istri yang diceraikannya. Ketika jika terdapat
halangan yang menghalanginya untuk itu:
- Jika ia ingin menikah dengan saudara perempuan dari istri yang baru diceraikannya,
atau bibinya (baik dari pihak ibunya maupun pihak ayahnya), atau yang lainnya,
yang tidak halal baginya untuk menggabungkan mereka berdua dalam pernikahan
dalam satu waktu.
- Jika ia baru menceraikan istrinya yang keempat dan bermaksud untuk menikah
dengan wanita lain. Maka wajib baginya untyk menunggu masa iddah dari talak raji
menurut kesepakatan ulama-. Namun jika ia telah menceraikan dengan talak bain,
maka tidak ada kewajiban baginya untuk menunggu, demikian pendapat jumhur
ulama.
Dan masa menunggu yang dijalani oleh suami tidak disebut sebagai masa iddah,
meskipun pada dasarnya ia membawa makna yang sama deengan iddah. Wallahu alam.

You might also like