You are on page 1of 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh bermacam-
macam penyebab seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pneumonia adalah
salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak
kasusnya di dapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering
menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang
menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan
pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu
pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada
juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan.
Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai
keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi
primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana menegakkan diagnosa pada pasien bronkopneumonia?
Bagaimana manajemen pasien bronkopneumonia?
1.3 Tujuan
Mengetahui diagnosa pada pasien bronkopneumonia
Mengetahui manajemen pasien bronkopneumonia
1.4 Manfaat
Bertambahnya pengetahuan tentang diagnosa bronkopneumonia
Dapat melakukan manajemen terhadap pasien bronkopneumonia

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Bronkopneumonia atau disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan


pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga
mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing. Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak
(patchy distribution)

2.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita
karena pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun
2001 kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti
bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun,
atau hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit.

2.3 Etiologi
Neonatus : Streptococcus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV)
Bayi : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus. Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. Streptokokus
pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
Anak-Anak : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV. Mycoplasma
pneumonia, Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
Anak besar-Dewasa muda : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis.
Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis

2.4 Patogenesis

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan


mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara

2
daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan
berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam
saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :

Inhalasi langsung dari udara


Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
Penyebaran secara hematogen

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk
mencegah infeksi yang terdiri dari :

Susunan anatomis rongga hidung


Jaringan limfoid di nasofaring
Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan
sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
Refleks batuk.
Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang
terinfeksi.
Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding
alveoli dan jaringan sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator

3
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler
paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin
Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian
dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan
kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

4
2.5 Diagnosis gambaran klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas


selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak
akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk
kering kemudian menjadi produktif.

2.6 Pemeriksaan fisik

Dinding thorak terlihat retraksi intercostali dan kalau berat disertai retraksi
epigastrium. Stemfremitus teraba mengeras bila beberapa kelainan kecil menyatu.
Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan, tetapi kalau sarang
bronkopneumonia menjadi satu, pada perkusi terdengar redup. Pada auskultasi
terdengar vesikuler mengeras, ronkhi basah halus dan sedang nyaring yang
terdengar pada stadium permulaan dan stadium resolusi sedangkan pada stadium
hepatisasi ronkhi tidak terdengar.

2.7 Pemeriksaan laboratorium


Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3
dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan
dengan infeksi virus atau mycoplasma, Nilai Hb biasanya tetap normal atau
sedikit menurun, Peningkatan LED, Kultur dahak dapat positif pada 20 50%
penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil
dengan cara hapusan tenggorok (throat swab). Analisa gas darah (AGDA)
menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis metabolik.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi,
karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan
kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan
pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman
tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:

5
1. Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak
tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotika.
2. Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan
masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotika.
3. Bronkopneumonia: Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang
cepa

2.7. Tata Laksana


2.7.1 Tatalaksana umum
1. Pada pneumonia berat, asupan oral dikurangi atau dihentikan, diberikan
cairan intravena dan dilakukan balans cairan ketat
2. Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan
pasien dan mengontrol batuk.
3. Nebulisasi B2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki
mucocilliary clearance
4. Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya
setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen
2.7.2 tatalaksana antibiotic

Antibiotik Dosis Frekuensi Keterangan

Penisilin G 50.000 unit/kg/x. Tiap 4 jam S. Pneumonia


Dosis tunggal
maksimal
4.000.000 unit

Ampisilin 100 mg/kg/hari Tiap 6 jam

Kloramfenikol 100 mg/kg/hari Tiap 6 Jam

Ceftriaxone 50 mg/kg/kali Tiap 24 Jam S. Pneumonia, H.


Influenzae

6
Cefuroxime 50 mg/kg/kali Tiap 8 Jam S. Pneumonia, H.
Influenzae

Clindamycin 10 mg/kg/kali Tiap 6 Jam

Eritromisin 10 mg/kg/kali Tiap 6 jam

Gentamisin 3-5 mg/kg/hari Tiap 12 Jam

2.7.3 Nutrisi
Pada anak dengan distres pernafasan, pemberian makanan peroral
harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat NGT atau Intravena. Tetapi
harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernafasan khususnya
pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan,
sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil
Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak
mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan
sekresi hormone antidiueretik.

2.8 Diagnosis banding


Secara klinis pneumonia yang disebabkan oleh kuman (bakteri), virus tidak dapat
dibedakan. Keadaan yang menyerupai pneumonia secara klinik:
1. Bronkhiolitis
2. TB Paru
3. Payah jantung
4. Aspirasi benda asing
2.9 komplikasi
1. Otitis media
2. Bronkiektasis
3. Abses paru
4. Empiema

7
2.10 Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah
dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran
nafas seperti: cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga
kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dan lain-lain
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi antara lain:
1. Vaksinasi Pneumokokus
2. Vaksinasi H. influenza
3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan
tubuh rendah

8
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS
Nama : An. d
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 2 tahun
Alamat : randuagung
Agama : Islam
Status Perkawinan : -
Pekerjaan :-
Suku Bangsa : Jawa
MRS : 22 Juni 2017
Register : 407989

3.2 ANAMNESA
Keluhan Utama
Demam

Riwayat Penyakit Sekarang


Bayi laki laki 2 tahun MRS dari igd dengan keluhan demam yang dialami sejak 1
minggu, demam tidak terus menerus terutama dialami pada sore-malam hari. Bayi
batuk dan terlihat sesak. Bayi nampak rewel dan gelisah, nafsu makan menurun, berat
badan tidak menurun, BAB biasa, BAK lancar

Riwayat Pengobatan :
Belum diberikan pengobatan apapun

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat penyakit serupa belum pernah dialami oleh pasien.

Riwayat Keluarga :

9
Riwayat ibu pasien pernah mengalami hal yang sama saat masih bayi.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik umum : Sakit sedang/gizi cukup/kompos mentis.

HR: 120x/menit, P: 44x/menit, S: 38.50C

Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), bibir sianosis (-), rinorea (+)

Leher : nyeri tekan (-), massa tumor (-), pembesaran KGB colli (-)

Dada :

Inspeksi : Simetris kiri = kanan, retraksi dinding dada (-), ictus cordis tidak nampak

Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa tumor (-), ictus cordis tidak teraba, thrill (-)

Perkusi : Sonor, batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bronkial, ronki +/+, wheeze +/+, S1-2 regular

Abdomen :

Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas

Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), hepatosplenomegali (-)

Perkusi : Timpani, pekak hepar (+)

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas : Edema (-)

Genitalia : Dalam batas normal

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Darah
WBC : 18 x 103/ul
RBC : 5.0 x 106/ul
HGB : 11.0 g/dL
HT : 34.3 %
PLT : 268.000
MCV : 68.5 fl

10
MCH : 22.0 pg
MCHC: 32.1 g/dL

Kesan : Leukositosis

3.5 Ro thorax

Pemeriksaan Radiologis

Cor tidak membesar


Sinus dan diafragma normal
Pulmo : corakan bronkovaskular menebal, opasitas difus bilateral, infiltrat
kecil dan halus.
Kesan : bronkopneumonia

3.6 DIAGNOSA KERJA


Bronkopneumonia

11
3.6 TERAPI
1. O2 1-2 liter/menit via NK (Cek SO2 tiap 4 jam)
2. Nebul combifent + flexotide + pz 3cc/ 4 jam
3. IVFD KDN 1 700 cc/ 24 jam
4. Inj. Ranitidine 2x10mg
5. Inj. MP 2x10mg
6. Inj. Santagesic 2x 100 mg
7. Inj ceftriaxone 2x 500 mg
8. Inj, gentamicin 1x50
9. Inj, sc adrenalin 0,2 mg
10. PO. Vometa 2x3 ml K/P
11. Po. Zamel 1x1 cth
12. Diet nasi tim 3x1

12
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien ini didiagnosis dengan Bronkopneumonia berdasarkan hasil anamnesa,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Bronkopneumonia atau disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu


peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus
dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita,
yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan
benda asing. Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak
(patchy distribution)

Pada awal pemeriksaan fisik pasien di IGD didapati bahwa suhu pasien pada
saat diperiksa di IGD ialah 380C dan usia pasien 2 tahun, pasien mengeluhkan batuk
pilek serta demam sudah berlangsung lebihdari seminggu

Penatalaksanaan pada pasien ini pada saat datang di IGD tidak diberikan
antibiotik karena saat di igd diagnosis pasien belum tegak. Pasien diberi antipiretik
karena suhu mencapai 380C. .
Prognosis pasien ini Sembuh total, mortalitas pasien dengan bronkpneumonia
kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan
keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi
sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi
esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya
tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi
bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan
dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri

13
BAB V

KESIMPULAN

Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh bermacam-


macam penyebab seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pneumonia adalah
salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak
kasusnya di dapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering
menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang
anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi
pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat
menurunkan angka kematian anak.

Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada


juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia
lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang
melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya
kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa

14
DAFTAR PUSTAKA

Pudjiadi, AH. Pneumonia. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Jilid 1. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010:250-
256.

Mansjoer, A., dkk. Pneumonia. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga. Jilid
2. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000 :
465-468

Buku Diagnosis dan Terapi Subbagian Pulmonologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSCM FKUI, Jakarta 1999

15

You might also like