Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita
karena pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun
2001 kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti
bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun,
atau hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit.
2.3 Etiologi
Neonatus : Streptococcus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV)
Bayi : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus. Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. Streptokokus
pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
Anak-Anak : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV. Mycoplasma
pneumonia, Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
Anak besar-Dewasa muda : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis.
Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis
2.4 Patogenesis
2
daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan
berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam
saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk
mencegah infeksi yang terdiri dari :
3
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler
paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin
Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian
dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan
kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
4
2.5 Diagnosis gambaran klinis
Dinding thorak terlihat retraksi intercostali dan kalau berat disertai retraksi
epigastrium. Stemfremitus teraba mengeras bila beberapa kelainan kecil menyatu.
Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan, tetapi kalau sarang
bronkopneumonia menjadi satu, pada perkusi terdengar redup. Pada auskultasi
terdengar vesikuler mengeras, ronkhi basah halus dan sedang nyaring yang
terdengar pada stadium permulaan dan stadium resolusi sedangkan pada stadium
hepatisasi ronkhi tidak terdengar.
5
1. Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak
tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotika.
2. Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan
masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotika.
3. Bronkopneumonia: Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang
cepa
6
Cefuroxime 50 mg/kg/kali Tiap 8 Jam S. Pneumonia, H.
Influenzae
2.7.3 Nutrisi
Pada anak dengan distres pernafasan, pemberian makanan peroral
harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat NGT atau Intravena. Tetapi
harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernafasan khususnya
pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan,
sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil
Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak
mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan
sekresi hormone antidiueretik.
7
2.10 Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah
dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran
nafas seperti: cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga
kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dan lain-lain
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi antara lain:
1. Vaksinasi Pneumokokus
2. Vaksinasi H. influenza
3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan
tubuh rendah
8
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
Nama : An. d
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 2 tahun
Alamat : randuagung
Agama : Islam
Status Perkawinan : -
Pekerjaan :-
Suku Bangsa : Jawa
MRS : 22 Juni 2017
Register : 407989
3.2 ANAMNESA
Keluhan Utama
Demam
Riwayat Pengobatan :
Belum diberikan pengobatan apapun
Riwayat Keluarga :
9
Riwayat ibu pasien pernah mengalami hal yang sama saat masih bayi.
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), bibir sianosis (-), rinorea (+)
Leher : nyeri tekan (-), massa tumor (-), pembesaran KGB colli (-)
Dada :
Inspeksi : Simetris kiri = kanan, retraksi dinding dada (-), ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa tumor (-), ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Abdomen :
10
MCH : 22.0 pg
MCHC: 32.1 g/dL
Kesan : Leukositosis
3.5 Ro thorax
Pemeriksaan Radiologis
11
3.6 TERAPI
1. O2 1-2 liter/menit via NK (Cek SO2 tiap 4 jam)
2. Nebul combifent + flexotide + pz 3cc/ 4 jam
3. IVFD KDN 1 700 cc/ 24 jam
4. Inj. Ranitidine 2x10mg
5. Inj. MP 2x10mg
6. Inj. Santagesic 2x 100 mg
7. Inj ceftriaxone 2x 500 mg
8. Inj, gentamicin 1x50
9. Inj, sc adrenalin 0,2 mg
10. PO. Vometa 2x3 ml K/P
11. Po. Zamel 1x1 cth
12. Diet nasi tim 3x1
12
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada awal pemeriksaan fisik pasien di IGD didapati bahwa suhu pasien pada
saat diperiksa di IGD ialah 380C dan usia pasien 2 tahun, pasien mengeluhkan batuk
pilek serta demam sudah berlangsung lebihdari seminggu
Penatalaksanaan pada pasien ini pada saat datang di IGD tidak diberikan
antibiotik karena saat di igd diagnosis pasien belum tegak. Pasien diberi antipiretik
karena suhu mencapai 380C. .
Prognosis pasien ini Sembuh total, mortalitas pasien dengan bronkpneumonia
kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan
keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi
sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi
esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya
tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi
bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan
dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri
13
BAB V
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
Pudjiadi, AH. Pneumonia. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Jilid 1. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010:250-
256.
Mansjoer, A., dkk. Pneumonia. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga. Jilid
2. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000 :
465-468
Buku Diagnosis dan Terapi Subbagian Pulmonologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSCM FKUI, Jakarta 1999
15