You are on page 1of 10

ANALISA KASUS PELANGGARAN ETIKA KOMUNIKASI MASSA

A. Pengertian Etika dan Komunikasi Massa


Adapun komunikasi massa adalah suatu tempat organisasi yang kompleks
dengan bantuan satu atau lebih mesin produksi dan mengirimkan pesan
kepada khalayak yang besar, heterogen, dan tersebar. Dengan mengetahui
makna dari etika dan komunikasi massa, Sobur (2001) menyebutkan etika pers
atau etika komunikasi massa adalah filsafat moral yang berkenaan kewajiban-
kewajiban pers tentang penilaian pers yang baik dan pers yang buruk. Dengan
kata lain, etika pers adalah ilmu atau studi tentang peraturan-peraturan yang
mengatur tingkah laku pers atau apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-
orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Pers yang etis adalah pers yang
memberikan informasi dan fakta yang benar dari berbagai sumber sehingga
khalayak pembaca dapat menilai sendiri informasi tersebut.

B. Unsur-Unsur Komunikasi Massa


Adapun unsur-unsur etika dalam komunikasi massa antara lain;
1. Tanggung jawab
Dengan adanya tanggung jawab, media akan berhati-hati dalam
menyiarkan atau menyebarkan informasinya.Seorang jurnalis atau
wartawan harus memiliki tanggung jawab dalam pemberitaan atau apa pun
yang ia siarkan; apa yang diberitakan atau disiarkan harus dapat
dipertanggungjawabkan, baik kepada Tuhan, masyarakat, profesi, atau
dirinya masing-masing. Jika apa yang diberitakan menimbulkan
konsekuensi yang merugikan, pihak media massa harus bertanggung
jawab dan bukan menghindarinya.
2. Kebebasan Pers
Kebebasan yang bukan berarti bebas sebebas-bebasnya, tetapi
kebebasan yang bertanggung jawab. Dengan kebebasanlah berbagai
informasi bisa tersampaikan ke masyarakat. Jakob Oetama (2001) dalam
Pers Indonesia Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus
mengemukakan bahwa pers yang bebas dinilainya tetap bisa lebih
memberikan kontribusi yang konstruktif melawan error and oppression
(kekeliruan dan penindasan), sehingga akal sehat dan kemanusiaanlah
yang berjaya.
3. Masalah Etis
Jurnalis itu harus bebas dari kepentingan. Ia mengabdi kepada
kepentingan umum. Walau pada kenyataannya bahwa pers tidak akan
pernah lepas dari kepentingan-kepentingan, yang diutamakan adalah
menekannya, sebab tidak ada ukuran pasti seberapa jauh kepentingan itu
tidak boleh terlibat dalam pers. Ada beberapa ukuran normatif yang
dijadikan pegangan oleh pers:
1. Seorang jurnalis sebisa mungkin harus menolak hadiah, alias amplop,
menghidari menjadi wartawan bodrek.
2. Seorang jurnalis perlu menghindari keterlibatan dirinya dalam politik,
atau melayani organisasi masyarakat tertentu, demi menghindari
conflict of interest.
3. Tidak menyiarkan sumber individu jika tidak mempunyai nilai berita
(news value).
4. Wartawan atau jurnalis harus mencari berita yang memang benar-
benar melayani kepentingan public, bukan untuk kepentingan individu
atau kelompok tertentu.
5. Seorang jurnalis atau wartawan harus melaksanakan kode etik
kewartawanan untuk melindungi rahasia sumber berita. Tugas
wartawan adalah menyiarkan berita yang benar-benar terjadi.
6. Seorang wartawan atau jurnalis harus menghindari praktek
plagiarisme.
Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), diantaranya adalah :
1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar
2. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh
dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber
berita.
3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak
mencampurkan fakta dan opini, berimbang, dan selalu meneliti
kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat.
4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta,
fitnah sadis, dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban
kejahatan susila.
5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan
profesi.
6. Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan
embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai
kesepakatan.
7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam
pemberitaan serta melayani hak jawab.

C. Pentingnya Etika Komunikasi Massa


Di era reformasi, dimana kebebasan sangat dijunjung tinggi, peluang
untuk menyebarkan informasi sangat besar. Apalagi, teknologi informasi dan
komunikasi sanagat mendukung untuk melakukan hal-hal tersebut. Disinilah
pentingnya peran etika. Bagaimanapun, seorang penulis, pembawa berita,
narasumber di acara TV, pengelola media cetak, harian umum, TV hingga
radio wajib mencederai komunikasi. Efek yang ditimbulkan ketika jurnalis
selalu melakukan pelanggaran, bisa menimbulkan perpecahan, persepsi yang
salah dan sikap yang salah dari pamirsa. Rivers, et al (2003) mengemukakan
ukuran-ukuran tentang pelaksanaan tugas media yang baik mulai dibakukan,
seperti yang terjadi di Amerika Serikat tentang kode etik profesi pers.
Diantaranya :
1. Tahun 1923 American Society of Newspaper Editors (sebuah organisasi
nasional) memberlakukan Kode Etik Jurnalisme yang mewajibkan surat
kabar senantiasa memperhatikan kesejahteraan umum, kejujuran,
ketulusan, ketidakberpihakan, kesopanan dan penghormatan tyerhadap
privasi individu. Adanya kode etik ini bukan hal yang ringan, karena surat
kabar sudah berusia 300 tahun ketika kode etik diberlakukan, dan selama
abad 17 dan 18 surat kabar gigih memperjuangkan kebebasannya.
2. Tahun 1937 Kode Etik Radio Siaran dan 1952 Kode Etik Televisi sudah
beberapa kali disempurnakan, ditengah ketatnya kontrol pemerintah yang
mengharuskan media elektronik tidak hanya mengikuti perubahan iklim
intelektual, tetapi juga mengharuskan media elektronik selalu
memperhatikan kepentingan, kenyamanan dan kebutuhan publik. Kode
etik memperlakukan media elektronik terutama sebagai sumber hiburan,
selain menjalankan fungsi pendidikan bagi masyarakat.
3. Tahun 1930 mulai diterapkan Kode Perfilman tentang standar perilaku
minimum yang tidak boleh dilanggar. Namun dalam kode ini tidak terlalu
diperhatikan terutama sejak 1960-an, selain ketentuan tentang standar jenis
film untuk setiap golongan usia. Kepatuhan terhadap ketentuan atau kode-
kode etik itu jelas merupakan pelanggaran terhadap teori libertarian.
Karena itu media lebih dekat dengan teori tanggung jawab sosial
CONTOH KASUS DAN ANALISA

ANALISIS
Sosok Setya Novanto seakan tidak pernah lepas dari pertentangan. Bahkan
munculnya kontroversi sudah dimulai sejak politikus gaek Partai Golkar itu
terpilih menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada awal Oktober 2014
lalu. Abraham Samad, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ketika itu, blak-
blakan mengungkapkan keprihatinan dan kekecewaannya atas terpilihnya pria
yang akrab disapa Setnov itu. Saat itu Abraham secara terbuka menyatakan
terpilihnya Setnov sebagai orang nomor satu di parlemen berpotensi mempunyai
masalah hukum dan dapat merusak citra DPR sebagai lembaga terhormat.
Tentunya bukan tanpa alasan kalau Abraham menyesalkan terpilihnya
Setnov. Sederetan kasus dugaan korupsi pernah memaksa Setnov harus bolak
balik menjalani pemeriksaan sebagai saksi. KPK sendiri pernah beberapa kali
memeriksa Setnov. Tak hanya KPK, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Jakarta juga memintai keterangan Setnov.
Kasus Setya Novanto telah ditinjau dari berbagai teori-teori komunikasi
politik, 4 teori yang dapat dikaitkan. Yaitu:
1. Teori Retorika Ajakan dan Teori Pencitraan (Sudirman Said)
Adanya dugaan penggunakan strategi Retorika Ajakan oleh Sudirman
Said dalam mengungkapkan kasus pencantutan nama presiden dan wakil
presiden, terlihat bahwa ia secara langsung melaporkan sendiri transkrip
rekaman tersebut ke MKD, kemudian menjadi berita paling hangat belakangan
ini, masyarakat secara tidak sadar telah terpengaruh oleh retorika ajakan
Sudirman Said. Disini terlihat bahwa tindakan Sudirman Said menginginkan
lapisan-lapisan masyarakat, baik itu pemerintahan, akademisi, politikus untuk
mempertimbangkan perspektif yang ia bangun dengan mengungkap kasus
tersebut. Berkaitan dengan strategi pencitraan, berdasarkan hasil analisa
penulis, Sudirman Said memungkinkan melakukan pencitraan dengan metode
refocussing. Dalam strategi ini, telah disebutkan citra buruk yang melekat
padanya soal BBM dan Mafia Migas kemudian dialihkan dengan membanjiri
publik dengan mengungkap kasus pencatutan nama presiden dan wakil
presiden.
2. Teori Disonansi Kognitif (Setya Novanto)
Disonansi Kognitif berkaitan antara perasaan Konsisten dan Inkonsisten
oleh seorang komunikator. Seorang komunikator seperti Setya Novanto,
menunjukkan adanya inkonsistensi yang ia lakukan dalam menanggapi kasus
yang melilitnya. Pernyataan sebelumnya ia membantah telah mencantumkan
nama presiden Jokowi Dodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla di dalam
transkrip tersebut dan akan menuntut balik Sudirman Said. Namun, dihari
berikutnya saat dikonfirmasi di media massa, ia membatalkan tuntutannya ke
Sudirman Said. Disini terlihat antara pernyataan pertama dan kedua bersifat
inkonsisten.
3. Teori Konspirasi (Antara Sudirman Said dan Maroef Sirajuddin)
Adanya dugaan konspirasi yang dilakukan oleh Sudirman Said bersama
Maroef Sirajuddin untuk menjebak Setya Novanto. Hal ini dikuatkan oleh
bukti dan pengakuan Maroef bahwa rekaman transkrip terasal darinya dan
membenarkan isi transkrip tersebut.

ANALISIS KASUS
1. Pada Tahun 2011.
Jauh sebelumnya, nama Setnov juga sempat berurusan dengan hukum.
Kasus dugaan korupsi yang ikut menyeret-nyeret nama Setnov yaitu
pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk
kependudukan secara elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012. Dalam
kasus di proyek Kementerian Dalam Negeri itu nama Setnov disebut oleh
bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Nazaruddin ketika itu menyebut ada aliran dana yang mengalir ke sejumlah
anggota DPR di antaranya Setya Novanto. Kala itu Setnov yang menjabat
sebagai Bendahara Umum Partai Golkar disebut-sebut menerima Rp300 miliar
dari proyek besar e-KTP. Nazaruddin waktu itu juga menyebut bahwa salah
satu pengedali proyek E-KTP adalah Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR yaitu
Setnov.
2. Pada Tahun 2013.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie itu pernah
diperiksa perkara suap terkait pembangunan lanjutan venue Pekan Olahraga
Nasional (PON) XVIII. Tersangkanya dalam kasus itu ada bekas Gubernur
Riau Rusli Zainal. Penyidik KPK bahkan pernah menggeledah ruang kerja
Setnov pada 19 Maret 2013.
3. Pada Bulan September 2015.
Belum lama ini nama Setnov kembali menjadi sorotan buruk. Bukan
dalam perkara dugaan korupsi namun menyangkut pelanggaran etika sebagai
ketua Dewan. Pada awal September lalu, Setnov bersama pimpinan DPR lain
yaitu Fadli Zon menemui kandidat calon presiden Amerika Serikat, Donald
Trump. Keduanya kemudian diperkarakan ke Majelis Kehormatan Dewan.

Pencatutan Nama Presiden dan Wakil presiden


1. Pada 16 November 2015
Kini, Setnov lagi-lagi membetot perhatian publik dengan mencuatnya
kasus pencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Menteri Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) sudirman said melaporkan
Setya Novanto ke MKD DPR RI, politikus dari partai golkar dan juga
menjabat sebagai ketua DPR RI tersebut dilaporkan karena menjanjikan
perpanjangan kontrak PT Freeport, imbalannya Novanto meminta saham
Freeport dengan mencatut nama presiden Jokowi dodo dan wakil presiden
Jusuf Kalla.
2. Bantahan Setya Novanto
Wakil Ketua Umum Partai Golkar hasil munas Bali tersebut
membantah adanya transrip tentang dirinya mencantumkan nama presiden dan
wakil presiden. Ia mengatakan;
Presiden dan Wakil Presiden adalah simbol negara yang harus
dihormati dan dilindungi. Jadi, pimpinan DPR tidak akan membawa nama
Presiden dan Wakil Presiden. Apa yang disampaikan Presiden dan Wakil
Presiden harus disampaikan secara jelas.
Soal adanya berita yang menyebut permintaan saham, Novanto mengatakan;
Sebagai pimpinan DPR sangat mengetahui adanya kode etik baik di
Indonesia maupun di Amerika atau perusahaan Amerika di mana pun.
Perusahaan Amerika keluar Rp 100 ribu saja betul-betul dilaporkan, apalagi
saham, apalagi untuk melaporkan hal-hal lebih jauh itu harus dilaporkan
lebih dulu dan harus disampaikan lebih dulu, imbuh Novanto.
(nasional.republika.co.id)

3. Setya Novanto Akan Menyerang Balik


Tak terima dengan berbagai tudingan ini, Politikus Golkar itu memilih
menyerang balik. Melalui laman situs NBCIndonesia.com, Setya Novanto
melalui kuasa hukumnya, Rudy Alfonso, mengaku akan melaporkan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said ke kepolisian.
Menurut dia, Menteri ESDM telah melanggar hukum karena melakukan
penyadapan yang bukan kewenangannya sebagai menteri.
Pasti kita laporin. Terutama kalau bukti dari MKD masih di tangan,
teradu punya hak dong. Kalau tidak ditindaklanjuti, orang besok
sembarangan cari bukti lain diedit kan enggak bagus. Dari sisi itu, kita ingin
lakukan upaya hukum. tandas Rudy di Jakarta, Senin (23/12/2015).
Selain itu, Setya pun berharap dukungan dari Koalisi Merah Putih
(KMP). Dalam pertemuan tertutup dengan seluruh petinggi KMP yang
diinisiasi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang dilakukan di
Bojong Koneng, Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ini dihadiri Ketua
Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie, Presiden PKS Sohibul Iman dan
Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri, Ketua Umum DPP PPP Djan
Faridz dan politikus senior PAN, Amien Rais. Usai pertemuan tertutup itu,
Prabowo menegaskan KMP tetap konsisten mendukung dan berada di
belakang Setya Novanto dalam menghadapi laporan Sudirman Said tersebut.
KMP tetap mendukung Setya Novanto dan tidak mencatut Presiden
dan tidak meminta saham Freeport sesuai setelah mendengar penjelasan
Ketua DPR," kata Prabowo di kediamannya, Jumat malam, 20 November
2015.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang ikut dalam pertemuan itu pun
mengatakan setelah mendapat penjelasan dari Setya Novanto mereka
berkesimpulan bahwa Politikus Golkar itu tak mencatut nama Jokowi dan JK.

4. Tanggapan Presiden dan Wakil Presiden


Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Presiden Joko Widodo geram
lantaran namanya dicatut oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya
Novanto dalam lobi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Jokowi,
kata dia, ingin kasus ini segera selesai dengan adanya sanksi bagi Setya dalam
sidang Mahkamah Kehormatan Dewan. "Ya pastilah, siapa tidak marah kalau
dijual namanya," kata Kalla, di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Selasa,
17 November 2015. (nasional.tempo.co)
Kalla juga mengaku sudah menegur Setya di kantornya kemarin.
Namun, Kalla heran, Setya masih saja berkilah tidak mencatut nama Presiden
dan Wakil Presiden dalam lobi perpanjangan kontrak Freeport. Setya, kata
Kalla, hanya mengaku bahwa dia mengadakan pertemuan dengan Freeport
tanpa mencatut nama Presiden.

5. Hasil Rapat Pleno: MKD Putuskan Lanjutkan Persidangan Kasus Setya


Novanto
Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan untuk melanjutkan
laporan Menteri ESDM Sudirman Said terkait dugaan pelanggaran kode etik
yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. Keputusan itu diambil setelah
MKD mendengar pendapat Ahli Bahasa terkait legal standing Sudirman
dalam membuat laporan. "Hasil rapat pleno tadi diputuskan untuk dilanjutkan
ke dalam proses persidangan," kata anggota MKD, Syarifudin Sudding, di
Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (24/11/2015). (kompas.com)
Menurut Sudding, tidak ada perdebatan berarti selama rapat pleno
berlangsung. Sebab, ahli bahasa telah memberikan penafsiran pada kata
"dapat" dalam Bab IV Pasal 5 ayat (1) tentang tata beracara MKD.
Rencananya, MKD akan menggelar rapat pleno kembali pada Senin
(30/11/2015). Dalam rapat tersebut, MKD akan menyusun jadwal sidang
termasuk siapa saja pihak-pihak yang akan dipanggil untuk digali
keterangannya.

You might also like