You are on page 1of 34

PERALATAN DAN TEKNIK-TEKNIK KHUSUS

SPEKTROSKOPI SERAPAN DAN SPEKTROSKOPI CAHAYA

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
BIOFISIKA
Yang dibina oleh Ibu Vita Ria Mustika, S.Pd., M.Pd.
dan Ibu Novida Pratiwi, S.Si., M.Sc.

Oleh :
Rossa Yunike Rizki Putri 140351601916
Sinta Nur Kholifah 140351605301

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
November 2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari materi dan atributnya berdasarkan
cahaya, suara atau partikel yang dipancarkan, diserap atau dipantulkan oleh materi
tersebut. Spektroskopi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
interaksi antara cahaya dan materi. Dalam catatan sejarah, spektroskopi mengacu
kepada cabang ilmu dimana "cahaya tampak" digunakan dalam teori-teori struktur
materi serta analisa kualitatif dan kuantitatif. Dalam masa modern, definisi
spektroskopi berkembang seiring teknik-teknik baru yang dikembangkan untuk
memanfaatkan tidak hanya cahaya tampak, tetapi juga bentuk lain dari radiasi
elektromagnetik dan non-elektromagnetik seperti gelombang mikro, gelombang
radio, elektron, fonon, gelombang suara, sinar x dan lain sebagainya.

Spektroskopi umumnya digunakan dalam kimia fisik dan kimia analisis untuk
mengidentifikasi suatu substansi melalui spektrum yang dipancarkan atau yang
diserap. Alat untuk merekam spektrum disebut spektrometer. Spektroskopi juga
digunakan secara intensif dalam astronomi dan penginderaan jarak jauh.
Kebanyakan teleskop-teleskop besar mempunyai spektrograf yang digunakan
untuk mengukur komposisi kimia dan atribut fisik lainnya dari suatu objek
astronomi atau untuk mengukur kecepatan objek astronomi berdasarkan pergeseran
Doppler garis-garis spektral. Jenis spektroskopi adalah spektroskopi serapan dan
pancaran.
Pada saat ini telah dikembangkan berbagai macam spektrometer baik yang
berbiaya mahal, yang telah di produksi secara umum oleh beberapa perusahaan,
untuk aplikasi medis, astronomi dan yang lain, ada juga berbiaya murah seperti
spektrometer dengan grating yang dikembangkan oleh lighting sciences
canada yang dapat digunakan sebagai instrument pengukuran optik, untuk
mengukur spektrum cahaya dari beberapa sumber cahaya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut :
A. Spektroskopi Serapan
1. Apa yang dimaksud dengan spektroskopi ?
2. Bagaimana kulit atom ?
3. Apa yang dimaksud dengan spektrum kontinu dan diskontinu ?
4. Apa yang dimaksud serapan cahaya ?
5. Apa yang dimaksud spektroskopi inframerah ?
6. Bagaimana mekanisme aktivitas optis ?
7. Bagaimana aplikasi spektroskopi serapan ?
B. Bagaimana fluoresensi sinar X dalam spektroskopi pancaran ?
1. Bagaimana spektroskopi difraksi sinar X ?
2. Bagaimana aplikasi metode difraksi sinar X ?
3. Apa saja jenis-jenis sinar X ?
4. Bagaimana karakteristik sinar X ?
5. Apa yang dimaksud dengan fluoresensi sinar X ?
6. Bagaimana penerapan fluoresensi sinar X ?
7. Apa yang dimaksud dengan pancaran terangsang ?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
A. Spektroskopi Serapan
1. Untuk mengetauhi pengertian spektroskopi
2. Untuk mengetauhi kulit atom dalam spektroskopi serapan
3. Untuk mengetauhi spektrum kontinu dan diskontinu
4. Untuk mengetauhi serapan cahaya dalam spektroskopi serapan
5. Untuk mengetauhi pengertian spektroskopi inframerah
6. Untuk mengetauhi aktivitas optis dalam spektroskopi serapan
7. Untuk mengetauhi aplikasi spektroskopi serapan
B. Spektroskopi Pancaran
1. Untuk mengetauhi spektroskopi difraksi sinar X
2. Untuk mengetauhi aplikasi metode difraksi sinar X
3. Untuk mengetauhi jenis jenis sinar X
4. Untuk mengetauhi karakteristik sinar X
5. Untuk mengetauhi pengertian fluoresensi sinar X
6. Untuk mengetauhi aplikasi fluoresensi sinar X
7. Untuk mengetauhi pengertian pancaran terangsang
BAB II
ISI

A. Spektroskopi Serapan
1. Pengertian Spektroskopi
Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari materi dan atributnya berdasarkan
cahaya, suara atau partikel yang dipancarkan, diserap atau dipantulkan oleh materi
tersebut. Spektroskopi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
interaksi antara cahaya dan materi. Dalam catatan sejarah, spektroskopi mengacu
kepada cabang ilmu dimana "cahaya tampak" digunakan dalam teori-teori struktur
materi serta analisis kualitatif dan kuantitatif. Dalam masa modern, definisi
spektroskopi berkembang seiring teknik-teknik baru yang dikembangkan untuk
memanfaatkan tidak hanya cahaya tampak, tetapi juga bentuk lain dari radiasi
elektromagnetik dan non-elektromagnetik seperti gelombang mikro,gelombang
radio, electron, foton, gelombang suara, sinar x dan lain sebagainya.

Spektroskopi pada umumnya digunakan dalam kimia fisik dan kimia analisis
untuk mengidentifikasi suatu subtansi melalui spectrum yang dipancarkan atau
diserap. Alat untuk merekam spectrum disebut spectrometer. Spektroskopi juga
digunakan secara intensif dalam astronomi dan pengindraan jarak jauh.
Kebanyakan teleskop-teleskop besar mempunyai spektrograf yang digunakan
untuk mengukur komposisi kimia dan atribut fisik lainnya dari suatu objek
astronomi atau untuk mengukur kecepatan objek astronomi berdasarkan pergeseran
Doppler garis-garis spektral (Fessenden & Fessenden, 1986).
Spektroskopi merupakan studi antaraksi radiasi elektromagnetik dengan
materi. Radiasi elektromagnetik adalah suatu bentuk dari energi yang diteruskan
melalui ruang dengan kecepatan yang luar biasa. Dikenal berbagai bentuk radiasi
elektromagnetik dan yang mudah dilihat adalah cahaya atau sinar tampak. Contoh
lain dari radiasi elektromagnetik adalah radiasi sinar gamma, sinar x, ultra violet,
infra merah, gelombang mikro, dan gelombang radio.
2. Kulit Atom dalam Spektroskopi Serapan
Untuk menggambarkan letak elektron-elektron dalam atom dikenalkan istilah
bilangan kuantum. Dalam teori mekanika kuantum, dikenal empat macam bilangan
kuantum, yaitu bilangan kuantum utama (n), bilangan kuantum azimuth (l),
bilangan kuantum magnetik (m), dan bilangan kuantum spin (s).
1. Bilangan kuantum utama (n)
Bilangan kuantum utama (n) menyatakan kulit tempat orbital berada.
Bilangan kuantum utama (n) diberi nomor dari n = 1 sampai dengan n = ~ . Kulit-
kulit tersebut disimbolkan dengan huruf, dimulai huruf K, L, M, N, dan seterusnya.
Bilangan kuantum utama (n) terkait dengan jarak rata-rata lautan elektron
dari inti (jari-jari = r). Jika nilai n semakin besar, maka jaraknya dengan inti semakin
besar pula. Bilangan kuantum utama terdiri atas orbital-orbital yang diberi simbol
s, p, d, f, g, h, i, dan seterusnya, yang kemudian dikenal dengan bilangan kuantum
azimut.
2. Bilangan Kuantum Azimut (l)
Bilangan kuantum azimuth (l) membagi kulit menjadi orbital-orbital yang
lebih kecil (subkulit). Untuk setiap kulit n, memiliki bilangan kuantum azimuth (l)
mulai l = 0 sampai l = (n 1). Biasanya subkulit dengan l = 1, 2, 3, , (n 1) diberi
simbol s, p, d, f, dan seterusnya. Bilangan kuantum azimuth (l) menggambarkan
bentuk orbital. Selain itu, pada atom yang memiliki dua elektron atau lebih bilangan
kuantum azimuth(l) juga menyatakan tingkat energi. Untuk kulit yang sama, energi
subkulit akan meningkat dengan bertambahnya nilai l. Jadi, subkulit s memiliki
tingkat energi yang terendah, diikuti subkulit p, d, f, dan seterusnya.

Kulit Ke Orbital Bilangan Kuantum


Azimut (l)
1 (K) 1s 0
2 (L) 2s, 2s 0, 1
3 (M) 3s, 3p, 3d 0, 1, 2
4 (N) 4s, 4p, 4d, 4f 0, 1, 2, 3
Dst Dst Dst
3. Bilangan kuantum magnetik (m)
Bilangan kuantum magnetik (m) membagi bilangan kuantum azimut
menjadi orbital-orbital. Jumlah bilangan kuantum magnetik (m) untuk setiap
bilangan kuantum azimut (l) dimulai dari m = l sampai m = +l . Berikut adalah
hubungan antara bilangan kuantum utama, bilangan kuantum azimut dan bilangan
kuantum magnetik.

Bilangan Bilangan Bilangan Kuantum Jumlah


Kuantum Utama Kuantum Azimut Magnetik (m) Orbital
(n) (l)
1 (K) 0 1s 0 1
0 2s 0 1
2 (L)
1 2p -1 , 0 , +1 3
0 3s 0 1
3 (M) 1 3p -1 , 0 , +1 3
2 3d -2 , -1 , 0 , +1 , +2 5
0 4s 0 1
1 4p -1 , 0 , +1 3
4 (N)
2 4d -2 , -1 , 0 , +1 , +2 5
3 4f -3,-2,-1,0,+1,+2,+3 7

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa, untuk subkulit s berjumlah orbital 1,
subkulit p jumlah orbitalnya 3, subkulit d orbitalny sebanyak 5, dan subkulit f
memiliki 7 orbital.

4. Bilangan kuantum spin (s)


Bilangan kuantum spin (s) menunjukkan arah putaran atau spin atau rotasi
sebuah elektron pada sumbunya. Arah rotasi elektron bisa searah jarum jam
(clockwise) atau berlawanan arah dengan jarum jam (anticlockwise). Oleh karena
itu diberi nilai . Arah rotasi yang searah jarum jam diberi notasi +. Sedangkan
yang berlawanan arah dengan jarum jam diberi notasi . Bilangan kuantum spin
merupakan dasar pengisian elektron dalam orbital.
Elektron-elektron yang ada dalam atom tidak mungkin berada dalam
keadaan yang sama persis antara satu atom dengan atom lain. Keberadaan elektron
dalam atom bersifat khas. Prinsip ini dikemukakan oleh Wolfgang Pauli, 1925
(dikenal Pauli). Pauli mengusulkan postulat bahwa sebuah elektron dapat berada
dalam dua kemungkinan keadaan yang ditandai dengan bilangan kuantum spin +
atau , atau dengan kata lain setiap orbital hanya dapat ditempati oleh maksimal
dua elektron dengan spin yang berbeda (Harnanto & Ruminten, 2009).

Menurut (Eugene, Ellis, & Williams, 1988) teori kuantum digunakan untuk
menerangkan gejala seperti struktur molekul protein dan asam-asam nukleat,
hubungan energi pada reaksi cahaya dalam fotosintesis, dan struktur serta fungsi
membran. Yang terpenting di antara semuanya adalah bahwa teori kuantum
merupakan dasar pemahaman kualitatif serapan dan pancaran radiasi
elektromagnetik.

3. Spektrum Kontinu dan Diskontinu


Spektrum kontinu merupakan radiasi yang dihasilkan oleh atom yang
tereksitasi yang terdiri dari berbagai warna yang berkesinambungan, yaitu ungu,
biru, hijau, kuning, jingga, merah atau bisa dikatakan terdiri dari semua panjang
gelombang cahaya tampak (visible light).

Semakin besar panjang gelombang maka semakin kecil energinya, maka


artinya sinar ungu mempunyai foton dengan energi terbesar, sedangkan sinar merah
mempunyai foton dengan energi terkecil. Contoh dari spektrum kontinu adalah
bagian dari spektrum cahaya yang dipancarkan oleh atom hidrogen tereksitasi yang
disebabkan oleh elektron bebas menjadi terikat pada ion hidrogen, yang tersebar di
seluruh berbagai panjang gelombang. Misanya pada pelangi yang terjadi akibat
dispersi cahaya matahari pada titik-titik air hujan, dan warna-warni yang terlihat di
jalan beraspal terjadi akibat gejala interferensi cahaya. Gejala dispersi dan
interferensi cahaya menunjukkan bahwa cahaya merupakan gejala gelombang.
Gejala difraksi dan polarisasi cahaya juga menunjukkan sifat gelombang dari
cahaya.
Spektrum diskontinu atau spektrum garis atau spectrum diskrit merupakan
radiasi yang dihasilkan oleh atom yang tereksitasi yang hanya terdiri dari beberapa
warna garis yang terputus putus yang berhubungan dengan panjang gelombang
tunggal dari suatu pancaran atau serapan radiasi. Setiap garis berhubungan dengan
perubahan orbit electron.

Gambar di atas adalah contoh dari radiasi gas hydrogen yang hanya memiliki
beberapa garis warna yang terputus putus, yaitu ungu, biru, merah.
Spektrum atom merupakan salah satu contoh spectrum garis atau diskrit, hal
ini terjadi karena menurut model bohr Atom inti bermuatan positif sedangkan
disekelilingnya terdapat elektron yang bermuatan negative.

Spektrum atom menunjukkan bahwa elektron dalam atom hanya dapat beredar pada
lintasan tertentu dengan tingkat energi tertentu pula. Pada lintasan itu elektron
bersifat tetap (stasioner) tanpa pemancaran atau penyerapan energi. Lintasan
tersebut berupa lingkaran dengan jari jari tertentu yang disebut dengan kulit atom.
Pada keadaan normal elektron menempati kulit terendah, yaitu dimulai dari kulit K,
L, M, dan seterusnya. Keadaan di mana elektron menempati kulit terendah disebut
tingkat dasar (ground state) Elektron hanya dapat berpindah dari satu lintasan ke
lintasan yang lain dengan adanya penyerapan atau pemancaran energi. Keadaan
dimana elektron berpindah dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi
disebut keadaan tereksitasi (excitade state). Namun keadaan tereksitasi merupakan
keadaan yang tidak stabil dan hanya berlangsung sebentar. Elektron akan kembali
pada tingkat energi yang lebih rendah disertai dengan pelepasan energi berupa
gelombang electromagnet, perpindahan elektron ini berlangsung antara kulit yang
sudah tertentu tingkat energinya, maka atom hanya akan memancarkan radiasi
dengan tingkat energi tertentu pula (Giancoli, 2001).
4. Serapan Cahaya dalam Spektroskopi Serapan
Spektroskopi uv-vis adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet
(200-400 nm) dan sinar tampak (400-800 nm) oleh suatu senyawa. Serapan cahaya
uv atau cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-
elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan
tereksitasi berenergi lebih tinggi. Panjang gelombang cahaya uv atau cahaya
tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron.
Molekul- molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi
elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul
yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang
yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah tampak
(senyawa berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan dari
pada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang lebih pendek.
Absorpsi spektrofotometri UV-Vis adalah istilah yang digunakan ketika radiasi
ultraviolet dan cahaya tampak diabsorpsi oleh molekul yang diukur. Alatnya
disebut UV-Vis spektrofotometer. Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet-Visible)
adalah salah satu dari sekian banyak instrumen yang biasa digunakan dalam
menganalisa suatu senyawa kimia. Spektrofotometer UV-Vis pada umumnya
digunakan untuk:
Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi dan ausokrom
dari suatu senyawa organik.
Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang
maksimum suatu senyawa.
Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan
hukum Lambert-Beer.
Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik
atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar
dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini
sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Sinar ultraviolet berada pada
panjang gelombang 200-400 nm, sedangkan sinar tampak berada pada panjang
gelombang 400-800 nm (Dachriyanus, 2004).
Hukum Lambert-Beer
Menurut (Khopkar, 1990) hukum Lambert-Beer (Beer`s law) adalah hubungan
linearitas antara absorban dengan konsentrasi larutan sampel. Konsentrasi dari
sampel di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang
gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Biasanya hukum
Lambert-Beer ditulis dengan :

Menurut (Dachriyanus, 2004), Hukum Lambert-Beer terbatas karena sifat


kimia dan faktor instrumen. Penyebab non linearitas ini adalah sebagai berikut :

Deviasi koefisien ekstingsi pada konsentrasi tinggi (>0,01 M), yang


disebabkan oleh interaksi elektrostatik antara molekul karena jaraknya yang
terlalu dekat.
Hamburan cahaya karena adanya partikel dalam sampel.
Flouresensi atau fosforesensi sampel.
Berubahnya indeks bias pada konsentrasi yang tinggi.
Pergeseran kesetimbangan kimia sebagai fungsi dari konsentrasi.
Radiasi non-monokromatik; deviasi bisa digunakan dengan menggunakan
bagian datar pada absorban yaitu pada panjang gelombang maksimum.
Kehilangan cahaya.
5. Spektroskopi Inframerah
Menurut (Sanagi, 2008) spektroskopi inframerah merupakan suatu metode
yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada
pada daerah panjang gelombang 0,75 1,00 m atau pada bilangan gelombang
13.000 10 cm. Metode spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang
meliputi teknik serapan (absorption), teknik emisi (emission), teknik
fluoresensi (fluorescence). Komponen medan listrik yang banyak berperan dalam
spektroskopi umumnya hanya komponen medan listrik seperti dalam fenomena
transmisi, pementulan, pembiasan, dan penyerapan.
Penemuan inframerah pertama ditemukan pertama kali oleh William
Herschel pada tahun 1800. Penelitian selanjutnya diteruskan oleh Young, Beer,
Lambert, dan Julius melakukan berbagai penelitian dengan menggunakan
spektroskopi inframerah. Pada tahun 1892 Julius menemukan dan membuktikan
adanya hubungan antara struktur molekul degan inframerah, dengan ditemukannya
gugus metil dalam suatu molekul akan memberikan serapan karakteristik yang tidak
dipengaruhi oleh susunan molekulnya. Penyerapan gelombang elektromagnetik
dapat menyebabkan terjadinya eksitasi tingkat-tingkat energi dalam molekul. Dapat
berupa eksitasi elektronik, vibrasi, atau rotasi.
Contoh aplikasi sederhana untuk far infra red adalah terdapat pada alat alat
kesehatan. Sedangkan untuk mid infra red ada pada alat ini untuk sensor alarm
biasa, sedangkan near infra red digunakan untuk pencitraan pandangan malam
seperti pada nightscoop. Penggunaan infra merah sebagai media transmisi data
mulai diaplikasikan pada berbagai perlatan seperti televisi, handphone sampai pada
transfer data pada PC. Media infra merah ini dapat digunakan baik untuk kontrol
aplikasi lain maupun transmisi data. Karakteristik dari sinar inframerah adalah
sebagai berikut :
Tidak dapat dilihat oleh manusia
Tidak dapat menembus materi yang tidak tembus pandang
Dapat ditimbulkan oleh komponen yang menghasilkan panas
Panjang gelombang pada inframerah memiliki hubungan yang berlawanan atau
berbanding terbalik dengan suhu. Ketika suhu mengalami kenaikan, maka
panjang gelombang mengalami penurunan.
Dasar Spektroskopi Infra Merah dikemukakan oleh Hooke dan didasarkan atas
senyawa yang terdiri atas dua atom atau diatom yang digambarkan dengan dua buah
bola yang saling terikat oleh pegas seperti tampak pada gambar disamping ini. Jika
pegas direntangkan atau ditekan pada jarak keseimbangan tersebut maka energi
potensial dari sistim tersebut akan naik. Setiap senyawa pada keadaan tertentu telah
mempunyai tiga macam gerak, yaitu :
Gerak Translasi, yaitu perpindahan dari satu titik ke titik lain.
Gerak Rotasi, yaitu berputar pada porosnya, dan
Gerak Vibrasi, yaitu bergetar pada tempatnya.
Bila ikatan bergetar, maka energi vibrasi secara terus menerus dan secara
periodik berubah dari energi kinetik ke energi potensial dan sebaiknya. Jumlah
energi total adalah sebanding dengan frekwensi vibrasi dan tetapan gaya ( k ) dari
pegas dan massa ( m1 dan m2 ) dari dua atom yang terikat. Energi yang dimiliki oleh
sinar infra merah hanya cukup kuat untuk mengadakan perubahan vibrasi.
Berdasarkan pembagian daerah panjang gelombang, sinar inframerah dibagi
atas tiga daerah, yaitu :
Inframerah jarak dekat dengan panjang gelombang 0.75 1.5 m
Inframerah jarak menengah dengan panjang gelombang 1.50 10 m
Inframerah jarak jauh dengan panjang gelombang 10 100 m
(Sanagi, 2008).

6. Aktivitas Optis dalam Spektroskopi Serapan


Menurut (Eugene, Ellis, & Williams, 1988) adanya radiasi elektromagnetik
dapat diperkirakan secara teoritis. Pada hakikatnya, radiasi itu terdiri atas medan
magnet dan listrik yang merupakan fungsi waktu dan ruang. Di suatu titik dalam
ruang, gerak ujung vektor medan listriknya digunakan untuk menetapkan polarisasi.
Jika misalnya, tempat kedudukan vektor ini berupa lingkaran, maka radiasinya
dikatakan berpolarisasi lingkaran. Tempat-tempat kedudukan yang lain pun
dimungkinkan (misalnya, radiasi terpolarisasi elips). Polariasi kanan (R) dan kiri
(L) menunjukkan arah putaran vektornya. Kebanyakan molekul makro biologis,
seperti protein dan asam-asam nukleat bersifat optis aktif. Berarti, mereka
menunjukkan antaraksi berbeda terhadap cahaya terpolarisasi lingkaran kiri dan
kanan.
Molekul-molekul yang optis aktif mempunyai perbedaan koefisien serapan
molar ( L R ) dan perbedaan indek bias ( nL nR ) terhadap cahaya terpolarisasi
lingkaran L dan R. Perbedaan yang pertama itu ( x = L R ) dinamakan
dikroisme lingkaran molar. Karena perbedaan ini kecil dibandingkan dengan
koefisien serapan rata-ratanya ( L R )/2, maka perbedaan ini tidak terukur kecuali
pada panjang gelombang cahaya yang diserap kuat oleh molekul. Apabila
dikroisme lingkaran kadang-kadang diukur secara langsung, banyak pula peralatan
yang memberikan hasil parameter terkaitnya, yakni keeliptisan. Karena cahaya
datang terpolarisasi datar itu mempunyai dua komponen terpolarisasi lingkaran
yang berbeda serapannya, maka hasilnya adalah terpolarisasi elips seperti yang
ditunjukkan oleh gambar dibawah ini :

Keterangan :

(a) Gambar matematis cahaya terpolariasai linear sebagai jumlah cahaya


terpolarisasi lingkaran yang berlawanan (R dan L). Medan listrik totalnya
adalah jumlah vektor R dan L, serta letak sepanjang sumbu x.
(b) Seperti atas kecuali vektor L lebih banyak diserap dan fasenya lambat
terhadap R. Sekarang penjumlahan vektornya menghasilkan medan listrik
total () yang bertempat kedudukan elips. Keeliptisannya () adalah
arctangen nisbah sumbu pendek dan sumbu panjang.
Keeliptisan dinyatakan sebagai sudut yang harga tangennya sebesar nisbah antara
sumbu pendek dan sumbu panjang elips tersebut. Sehingga :
Pemetaan rotasi optis dan keeliptisan terhadap panjang gelombang dikenal
berturut-turut dengan spektrum dispersi rotasi optis (DRO) dan dikroisme lingkaran
(DL). Seperti halnya spektrum serapan, kedua spektrum ini juga merupakan jumlah
pita-pita spektrum yang berhubungan dengan tiap transisi tunggalnya. Gambar
hubungan antara ketiga jenis spektrum tersebut ditunjukkan oleh gambar dibawah
ini.

Keterangan :

(a) Serapan (garis putus-putus) dan dispersi rotasi optis yang sesuai, (garis
penuh) bagi transisi optis aktif ideal. Panjang gelombang pusatnya adalah
0.
(b) Digambarkan serapan dan dikroisme lingkaran bagi transisi ideal yang sama

(Beychok, 1967).

Kendati dapat ditunjukkan bahwa secara teoritis rotasi optis dan keeliptisan itu
dapat dipertukarkan satu sama lain, jadi juga spektrum DPO dan DL-nya, namun
masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Mereka saling melengkapi
dan keduanya digunakan untuk mendapatkan informasi tentang lingkungan
molekul makro biologis. Misalnya, struktur ulir dan masing-masing mempunyai
aktivitas optis yang berbeda. Jadi, banyaknya masing-masing dalam protein dapat
diperkirakan dengan pengukuran spektroskopik sederhana daripada teknik uang
lebih banyak melibatkan sinar-X. Lagi pula, teknik spektroskopi itu dilaksanakan
terhadap larutan. Jadi dapat diukur paramerter-parameter dalam kondisi yang lebih
faali daripada dalam kristal. Pengukuran DRO dan DL itu juga cukup cepat
sehingga memungkinkan kajian dinamik perubahan-perubahan yang sesuai dalam
molekul-molekul makro (Eugene, Ellis, & Williams, 1988).

7. Aplikasi pada Tubuh dan Mekanismenya


Baik spektroskopi serapan cahaya maupun spektroskopi inframerah, keduanya
memiliki manfaat dalam tubuh. Berikut ini adalah aplikasi spektroskopi serapan
cahaya dan spektroskopi inframerah dalam tubuh.
Spektroskopi serapan digunakan untuk menentukan bayaknya senyawa kimia
dalam suatu zat yang tidak diketauhi. Barangkali penggunaan yang paling lazim
dan penting di setiap rumah sakit dan klinik adalah penentuan senyawa biokimia
dalam fluida faal secara spektroskopik. Contoh fluidanya dicampur dengan pereaksi
sehingga satu atau beberapa senyawa dalam fluida itu bereaksi secara kuantitaif
dalam larutan dan dihasilkan perubahan spektrum.
Penggunaan lain spektroskopis serapan adalah penentuan jenis senyawa kimia
dalam suatu zat yang tidak diketauhi dan untuk mengukur laju reaksi kimia. Reaksi-
reaksi dengan waktu paruh berbilang menit atau jam dapat diamati dengan
mengambil sampel-sampelnya secara manual atau otomatis untuk pengujian
spektroskopik. Laju reaksi yang agak cepat ditempuh dengan cara melaksanakan
reaksinya dalam kuvet; pengujian aktivitas enzim biasanya dilakukan dengan cara
ini. Kuvet itu diisi dengan larutan yang mengandung semua subtrat kofaktor, dan
reaksinya dimulai dengan penambahan dan pencampuran sejumlah kecil larutan
enzim secara cepat.
Reaksi yang lebih cepat lagi, yaitu dengan waktu paruh berbilang detik atau
per puluhan detik, harus diukur dengan menggunakan alat pencampur dan kuvet
yang dirancang secara khusus. Dalam alat yang alirannya dihentika, zat cair dengan
cepat disuntikkan ke dalam ruang pencampur bulat, kemudian dialirkan ke dalam
kuvet air. Peralatan semacam itu tersedia sebagai perangkat tambahan pada
kebanyakan spektrofotometer penelitian yang diperdagangkan (Eugene, Ellis, &
Williams, 1988).
Menurut (Sanagi, 2008) aplikasi spektroskopi inframerah dalam bidang
kesehatan adalah sebagai berikut :
Mengaktifkan molekul air dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena inframerah
mempunyai getaran yang sama dengan molekul air. Sehingga, ketika molekul
tersebut pecah maka akan terbentuk molekul tunggalyang dapat meningkatkan
cairan tubuh.
Meningkatkan sirkulasi mikro. Bergetarnya molekul air dan pengaruh
inframerah akan menghasilkan panas yang menyebabkan pembuluh kapiler
membesar, dan meningkatkan temperatur kulit, memperbaiki sirkulasi darah
dan mengurani tekanan jantung.
Meningkatkan metabolisme tubuh. jika sirkulasi mikro dalam tubuh
meningkat, racun dapat dibuang dari tubuh kita melalui metabolisme. Hal ini
dapat mengurangi beban liver dan ginjal.
Mengembangkan pH dalam tubuh. Sinar inframerah dapat membersihkan
darah, memperbaiki tekstur kulit dan mencegah rematik karena asam urat yang
tinggi.
Inframerah jarak jauh banyak digunakan pada alat-alat kesehatan. Pancaran
panas yang berupa pancaran sinar inframerah dari organ-organ tubuh dapat
dijadikan sebagai informasi kondisi kesehatan organ tersebut. Hal ini sangat
bermanfaat bagi dokter dalam diagnosiskondisi pasien sehingga ia dapat
membuat keputusan tindakan yang sesuai dengan kondisi pasien tersebut.
Selain itu, pancaran panas dalam intensitas tertentu dipercaya dapat digunakan
untuk proses penyembuhan penyakit seperti cacar. Contoh penggunaan
inframerah yang menjadi trend saat ini adalah adanya gelang kesehatan Bio Fir.
Dengan memanfaatkan inframerah jarak jauh, gelang tersebut dapat berperang
dalam pembersihan dalam tubuh dan pembasmian kuman atau bakteri.
Sedangkan aplikasi spektroskopi inframerah dalam bidang komunikasi adalah
sebagai berikut :
Adanya sistem sensor infra merah. Sistem sensor ini pada dasarnya
menggunakan inframerah sebagai media komunikasi yang menghubungkan
antara dua perangkat. Penerapan sistem sensor infra ini sangat bermanfaat
sebagai pengendali jarak jauh, alarmkeamanan, dan otomatisasi pada sistem.
Adapun pemancar pada sistem ini terdiri atas sebuah LED (Lightemitting
Diode)infra merah yang telah dilengkapi dengan rangkaian yang mampu
membangkitkan data untuk dikirimkan melalui sinar inframerah, sedangkan
pada bagian penerima biasanya terdapat fototransistor, fotodioda,
atau modulasi infra merah yang berfungsi untuk menerima sinar inframerah
yang dikirimkan oleh pemancar.
Adanya kamera tembus pandang yang memanfaatkan sinar inframerah. Sinar
inframerah memang tidak dapat ditangkap oleh mata telanjang manusia, namun
sinar inframerah tersebut dapat ditangkap oleh kamera digital atau video
handycam. Dengan adanya suatuteknologi yang berupa filter iR PF yang
berfungi sebagai penerus cahaya infra merah, maka kemampuan kamera atau
video tersebut menjadi meningkat. Teknologi ini juga telah diaplikasikan ke
kamera handphone.
B. Spektroskopis Pancaran
1. Spektroskopi difraksi sinar-X
Spektroskopi difraksi sinar-X (X-ray difraction/XRD) merupakan salah
satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan
hingga sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam
material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan
ukuran partikel. Difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X
oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa
tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Dasar dari penggunaan difraksi
sinar-X untuk mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg :

n. = 2.d.sin ; n = 1,2,...
Dengan :
: adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan
d : adalah jarak antara dua bidang kisi
: adalah sudut antara sinar datang dengan bidang normal
n : adalah bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan.
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel
kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang
gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang
dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah
puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin
kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola
XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu
tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian
dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material.
Standar ini disebut JCPDS (Agarwal, 1991).
Keuntungan utama penggunaan sinar-X dalam karakterisasi material adalah
kemampuan penetrasinya, sebab sinar-X memiliki energi sangat tinggi akibat
panjang gelombangnya yang pendek. Sinar-X adalah gelombang elektromagnetik
dengan panjang gelombang 0,5-2,0 mikron. Sinar ini dihasilkan dari penembakan
logam dengan elektron berenergi tinggi. Elektron itu mengalami perlambatan saat
masuk ke dalam logam dan menyebabkan elektron pada kulit atom logam tersebut
terpental membentuk kekosongan. Elektron dengan energi yang lebih tinggi masuk
ke tempat kosong dengan memancarkan kelebihan energinya sebagai foton sinar-
X.
Metode difraksi sinar X digunakan untuk mengetahui struktur dari lapisan tipis
yang terbentuk. Sampel diletakkan pada sampel holder difraktometer sinar X.
Proses difraksi sinar X dimulai dengan menyalakan difraktometer sehingga
diperoleh hasil difraksi berupa difraktogram yang menyatakan hubungan antara
sudut difraksi 2 dengan intensitas sinar X yang dipantulkan. Untuk difraktometer
sinar X, sinar X terpancar dari tabung sinar X. Sinar X didifraksikan dari sampel
yang konvergen yang diterima slit dalam posisi simetris dengan respon ke fokus
sinar X. Sinar X ini ditangkap oleh detektor sintilator dan diubah menjadi sinyal
listrik. Sinyal tersebut, setelah dieliminasi komponen noisenya, dihitung sebagai
analisa pulsa tinggi. Teknik difraksi sinar x juga digunakan untuk menentukan
ukuran kristal, regangan kisi, komposisi kimia dan keadaan lain yang memiliki orde
yang sama (Bragg, 1975).
2. Aplikasi Metode Difraksi Sinar-X
Aplikasi Metode difraksi sinar-x dalam bentuk pola difraksi karakteristik:
1. Penentuan struktur kristal, fase-fase atau senyawa yang ada dalam suatu
bahan atau campuran seperti batuan, lempung, bahan keramik, paduan
logam, produk korosi dll.
2. Dalam bidang kimia, metode ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi
fasa-fasa atau senyawa dalam campuran. Analisis kualitatif dengan
mengidentifikasi pola difraksi, analisis kuantitatif dengan menentukan
intensitas puncaknya dimana intensitas lebih tinggi menunjukkan
konsentrasi lebih tinggi.
3. Bahan logam antara lain analisis struktur kristal produk korosi, tegangan
sisa dan tekstur.
4. Dalam bahan polimer, dapat memberikan informasi untuk menentukan
derajat kristalinitas, orientasi dan menentukan aditif secara kualitatif dan
kuantitatif (Guinier, 1963)

3. Jenis-Jenis Dari Sinar-X


a. Spektrum Sinar-X
Proses terbentuknya sinar-X dapat diterangkan dengan baik menggunakan
teori atom menurut mekanika kuantum. Oleh sebab itu, sebelum membahas lebih
lanjut mengenai sinar-X karakteristik, terlebih dahulu pada bagian ini akan dibahas
struktur atom suatu materi yang peranannya sangat besar terhadap proses
terbentuknya sinar-X karakteristik. Mekanika kuantum mengajarkan bahwa hal
terbaik yang dapat dilakukan adalah menghitung kemungkinan matematis tentang
letak elektron dalam daerah tertentu suatu ruangan. Model atom yang digunakan
untuk memperhitungkan sifat gelombang dari elektron. Menurut teori atom ini,
sebuah atom mempunyai muatan positif yang terletak di bagian tengah, tetapi
elektronelektronnya tidak berada pada orbit yang tetap. Hanya saja kebolehjadian
untuk mendapatkan suatu elektron pada jarak tertentu dari inti dapat ditentukan,
namun bukan merupakan jarak yang pasti dari inti ke sembarang elektron tertentu.
Setiap elektron dalam sebuah atom terikat oleh empat bilangan kuantum.
1. Bilangan kuantum utama (n) yang menyatakan tingkat energi kulit atom
dan mempunyai harga n = 1, 2, 3 dan seterusnya
2. Bilangan kuantun azimutal (l) yang menyatakan banyaknya sub kulit
atau sub tingkat energi pada masing-masing kulit atom
3. Bilangan kuantum magnetik (m) yang menyatakan banyaknya orbit
elektron pada tiap-tiap sub kulit
4. Bilangan kuantum spin (s) yang menyatakan perputaran elektron pada
porosnya.
Dengan menggunakan keempat bilangan kuantum di atas maka jumlah
maksimum elektron pada masing-masing kulit dapat ditentukan, yaitu 2n2 dengan
n adalah bilangan kuantum utama. Namun ketentuan ini harus didasari oleh asas
yang dikemukakan pada tahun 1925 oleh ahli fisika Austria Wolfgang Pauli yang
mengatakan bahwa tidak mungkin ada dua elektron dalam satu atom yang memiliki
lintasan dengan keempat bilangan kuantum (n, l, m dan s) tepat sama. Dengan
aturan Pauli ini ternyata kulit dengan n = 1 sampai dengan n = 4 (kulit K, L, M dan
N) masih dapat mengikuti aturan maksimum elektron yang diperkenankan, masing
berisi 2, 8, 18 dan 32 buah elektron. Sedang kulit dengan n = 5 sampai dengan n =
7 (kulit O, P dan Q) tidak lagi memenuhi aturan 2n2, karena masing-masing kulit
berturut-turut hanya berisi 32, 18 dan 2 buah elektron (Agarwal, 1991).
b. Sinar-X Bremsstrahlung
Pada pesawat sinar-X, metode terpenting dalam proses produksi sinar-X
adalah proses yang dikenal dengan bremsstrahlung, yaitu istilah dalam bahasa
Jerman yang berarti radiasi pengereman (braking radiation). Elektron sebagai
partikel bermuatan listrik yang bergerak dengan kecepatan tinggi, apabila melintas
mendekati inti suatu atom, maka gaya tarik elektrostatik inti atom yang kuat dapat
menyebabkan arah gerak elektron membelok dengan tajam. Peristiwa itu
menyebabkan elektron kehilangan energinya dengan memancarkan radiasi
elektromagnetik yang dikenal sebagai sinar-X bremsstrahlung. Total
bremsstrahlung per atom kira-kira berbanding dengan (Z/m)2, dengan Z adalah
nomor atom bahan target dan m adalah massa partikel bermuatan. Karena
bergantung dengan faktor (1/m)2, maka jumlah bremsstrahlung dapat diabaikan
keberadaannya untuk semua partikel kecuali elektron, karena harga m untuk
elektron yang sangat redah sehingga nilai (1/m)2 sangat tinggi. Efisiensi produksi
sinar-X dengan cara ini juga sangat bergantung pada nomor atom (Z) bahan target.
Bahan dengan Z tinggi menghasilkan lebih banyak sinar-X dibandingkan bahan
dengan Z rendah. Untuk berkas elektron yang datang menuju target tipis, fraksi dari
energi elektron yang diubah menjadi sinar-X bremsstrahlung (f) adalah :
f 7 x 10-4 Z Ek
dengan :
Z adalah nomor atom bahan penyerap
Ek adalah energi berkas dalam MeV.

Meskipun efisiensi diusahakan setinggi mungkin, namun untuk pesawat


sinar-X pada umumnya, kurang dari 1 % energi elektron dapat diubah menjadi
sinar-X, sedang sisanya muncul sebagai panas. Oleh karena itu, target harus dibuat
dari bahan dengan titik lelehnya yang sangat tinggi dan harus mampu mengaliran
panas yang timbul. Berdasarkan perhitungan, 1 MeV berkas elektron akan
kehilangan sekitar 6 % energinya menjadi sinar-X jika berkas tersebut diserap oleh
timbal (Z = 82). Namun titik leleh timbal ternyata sangat rendah sehingga tidak
dapat dipakai sebagai target dalam tabung sinar-X. Fraksi bremsstrahlung yang
terbentuk menjadi kecil apabila berkas elektron diserap oleh bahan bernomor atom
rendah. Fraksi energi elektron yang berubah menjadi bremsstrahlung hanya 0,4 %
jika diserap oleh aluminium (Z = 13). Mengingat sebagian besar energi elektron
berubah menjadi panas, maka pada bagian anoda pesawat sinar-X biasanya
memiliki radiator bersirip di bagian luar tabung untuk membantu proses
pendinginan target. Pesawat sinar-X yang dioperasikan pada tegangan sangat
tinggi, anodanya memiliki lubang pendinginan untuk mengalirkan minyak atau air
ke dalamnya. (Agarwal, 1991)

c. Sinar-X Karakteristik
Teori atom Bohr memudahkan perhitungan tentang adanya garis dalam
spektrum suatu unsur. Apabila suatu unsur dipanasi, elektron bagian dalam orbit
atom akan menyerap energi dari luar. Apabila suatu unsur didinginkan, elektron
akan kehilangan energi dan kembali lagi ke orbit semula. Jika peristiwa ini terjadi,
satu atau lebih kuantum energi akan dilepaskan dalam bentuk cahaya. Panjang
gelombang maupun frekuensi cahaya yang dilepaskan bergantung pada kandungan
energi dari kuantum yang dilepaskan. Sebuah elektron di dalam atom dapat
berpindah dari lintasan tertentu ke lintasan lainnya. Lintasan-lintasan yang dilalui
elektron akan menentukan tingkat energi elektron dalam lintasan itu. Lintasan yang
paling stabil adalah yang paling dekat dengan inti, yaitu lintasan dengan n = 1.
Dalam lintasan ini elektron mempunyai energi potensial yang paling rendah.
Apabila elektron menyerap sejumlah energi tertentu dari luar, maka elektron itu
dapat meloncat ke lintasan dengan energi potensial yang lebih tinggi, yaitu lintasan
dengan n = 2, 3, 4 dan seterusnya. Dalam kondisi ini dikatakan bahwa elektron
berada dalam keadaan tereksitasi sehingga tidak stabil. Pada saat elektron kembali
ke keadaan dasarnya (kembali ke lintasan semula), elektron tersebut akan
memancarkan kelebihan energinya dalam bentuk radiasi elektromagnetik.
Sinar-X dapat pula terbentuk melalui proses perpindahan elektron atom dari
tingkat energi yang lebih tinggi menuju ke tingkat energi yang lebih rendah. Adanya
tingkat-tingkat energi dalam atom dapat digunakan untuk menerangkan terjadinya
spektrum sinar-X dari suatu atom. Sinar-X yang terbentuk melalui proses ini
mempunyai energi sama dengan selisih energi antara kedua tingkat energi elektron
tersebut. Karena setiap jenis atom memiliki tingkat-tingkat energi elektron yang
berbeda-beda, maka sinar-X yang terbentuk dari proses ini disebut sinar-X
karakteristik. Sinar-X bremsstrahlung mempunyai spektrum energi kontinyu yang
lebar, sementara spektrum energi dari sinar-X karakteristik adalah diskrit. Sinar-X
karakteristik terbentuk melalui proses perpindahan elektron atom dari tingkat energi
yang lebih tinggi menuju ke tingkat energi yang lebih rendah. Beda energi antara
tingkattingkat orbit dalam atom target cukup besar, sehingga radiasi yang
dipancarkannya memiliki frekwensi yang cukup besar dan berada pada daerah
Sinar-X. Sinar-X karakteristik terjadi karena elektron atom yang berada pada kulit
K terionisasi sehingga terpental keluar. Kekosongan kulit K ini segera diisi oleh
elektron dari kulit di luarnya. Jika kekosongan pada kulit K diisi oleh elektron dari
kulit L, maka akan dipancarkan sinar-X karakteristik K. Jika kekosongan itu diisi
oleh elektron dari kulit M, maka akan dipancarkan sinar-X karakteristik K. Oleh
sebab itu, apabila spektrum sinar-X dari suatu atom berelektron banyak diamati,
maka di samping spektrum sinar- X bremsstrahlung dengan energi kontinyu, juga
akan terlihat pula garis-garis tajam berintensitas tinggi yang dihasilkan oleh transisi
K, K dan seterusnya. Jadi sinar-X karakteristik timbul karena adanya transisi
elektron dari tingkat energi lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah. Adanya
dua jenis sinar X menyebabkan munculnya dua macam spektrum sinar-X, yaitu
spektrum kontinyu yang lebar untuk spektrum bremsstrahlung dan dua buah atau
lebih garis tajam untuk sinar-X karakteristik (Agarwal, 1991).

4. Fluoresensi Sinar-X
Pengukuran radiasi X karakteristik dari atom-atom tertentu menjadi metode
yang semakin penting dalam pengujian-pengujian biomedis. Energi eksitasi
diberikan kepada berbagai unsur stabil dengan stabil dengan salah satu di antara
tiga cara : sinar gama dari sumber radioaktif, tabung sinar-X, atau berkas partikel
bermuatan. Akibatnya terjadinya kekosongan pada kulit elektron terdalam, atau
kulit K (n = 1 dan l = 0 menurut istilah dalam pasal 26.3), sehingga dimungkinkan
terjadinya transisi elektron beruntun. Gambar dibawah memperlihatkan tingkat
energi elektron. Garis-garis pancaran foton yang ditandai dengan K, K dan K itu
disebabkan oleh transisi elektron antara kulit-kulit yang lebih tinggi dan kulit K
yang kosong daam untur itu. Teknik fluoresensi sinar-x tersebut amat khas, karena
spektrum-spektrum pancaran unsur tersebut mudah dibedakan dan sudah
ditabelkan. Pemilihan sumber energi tersebut harus dilakukan dengan cermat agar
foton yang timbul dari efek Compton tidak mengganggu terjadinya K dan sinar-X
lain yang diharapkan. Pendeteksiannya dilakukan dengan detektor padat (misalnya
Li atau Si) yang mempunyai resolusi energi yang dituntut (~ 100 eV)

Gambar tingkat-tingkat energi elektron dalam atom berelektron banyak


Pendeteksian pancaran fluoresensi dapat dilaksanakan baik secara in vitro
maupun secara in vivo. Sebagian besar percobaan menempuh cara penyinaran
setelah sampel diambil dari benda sasarannya, misalnya melalui teknis biopsi. Ada
suatu alat yang terdiri atas sumber sinar atau sinar x dengn sebuah detektor
padat yang disusun sedemikian rup sehingga foton-foton eksitasi tersebut tidak
secara langsung teramati. Misalnya, sinar 60 keV dari 241Am dapat dipakai untuk
menyinari sampel jaringan. Dalam hal ini, sebuah detektor padat dipakai untuk
menyinari sampel jaringan. Dalam hal ini, sebuah detektor padat dipasang 90o
terhadap berkas sinar datang, seperti ditunjukkan oleh gambar dibawah ini. Volume
yang diamati itu dapat berharga beberapa cm3.

Gambar alat fluoforensi sinar-X


Untuk kegiatan in vivo, sumber dan detektor dapat digerakkan di atas pasien
secara lurus atau secara lain. Dalam penelaahan thyroida, Hoffer telah melaporkan
127
bahwa fluoresensi sinar-X dari I baku. Tidak ada dosis radiasi seluruh badan
dengan teknik fluoresensi ini. Secara kasar mutu citra kedua metode tersebut
hampir sama, meskipun sesungguhnya teknik fluoresensi tersebut mengukur
keadaan statik sedangkan kajian serapan keadaan dinamik. Namun, serapan
diferensial foton datang dan foton fluoresen oleh jaringan tersebut dapat
menimbulkan ketidakpastian faktor daya gunanya.
Penerapan fluoresensi sinar-X in vitro mencakup penilaian laboratoris klinis
sampel-sampel dari pasien dan penentuan pencemar lingkungan. Metode yang
ditempuh dalam kedua bidang ini sama dengan analisis penggiatan neutron melalui
reaksi (n, ). Sumber-sumber sinar dan sinar-X yang murah jauh lebih ringkas
dan mudah didapat daripada sumber neutron. Hal ini berarti, bahwa fluoresensi
sinar-X masih merupakan teknik pengujian biomedis yang populer.
Kepekaan fluoresensi sinar-X lazimnya adalah beberapa bagian per juta
untuk unsur-unsur seperti Cr, Cs, Hg, dan Pb. Oleh baiknya resolusi energi detektor
padat tersebut maka analisis dapat dilakukan terhadap hampir semua unsur perunut
bersama-sama. Kajian fungsi dinamik dilaksanakan dengan sejumlah sampel yang
diambil dari pasien pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Untuk waktu yang
lama, kadar keseimbangan jaringan atau darah dapat digunakan untuk menentukan
volume berbagai benda kandungannya dengan rumus pengenceran zat warna baku.
Penentuan volume secara fluoresensi tersebut hampir sama besar nilainya dengan
perunutan radioaktif sinar-X in vitro pasien tidak menerima dosis radiasi.
Sistem pendeteksi unsur perunut yang amat peka dapat memberi dampak
klinis kemudian hari, yang pada saat ini sukar diramalkan. Meskipun sindroma-
sindroma yang berkaitan dengan logam, seperti penyakit Wilson (suatu kesalahan
metabolisme Cu), telah diketahui mash banyak lagi keadaan-keadaan seperti hal
tersebut dapat ditemukan apabilaprosedur pengujian telah dibakukan dan harga-
harga normalnya ditetapkan. Berbagai golongan ras dan geografik dapat memiliki
kadar unsur perunut berbeda dalam anek jaringan tubuhnya. Pengukuran kadar
unsur perunut ini dapat memberikan banyak informasi tentang kekurangan mineral
dan pencemaran lingkungan. Kemudian, dapat dicapai korelasi antar unsur-unsur
perunut tertntu dan penyakit-penyakitnya, seperti arteriosclerosis atau bahkan jenis-
jenis kanker tertentu. Misalnya, kekurangan kromium telah terbukti merupakan
petunjuk awal bagi infark miokardial dalam beberapa kelompok masyarakat. Jadi,
kelompok-kelompok sosial tertentu yang tingkat kromiumnya tinggi mempunyai
peluang lebih kecil untuk terserang infark miokardial. (Ackerman, 1979)

5. Penerapan Fluoresensi
Salah satu penerapan fluoresensi yang pentin melibatkan kuantisasi setiap
spesies molekul. Misalnya, seperti diramalkan dari penyusun cincin benzenanya,
asam-asam amino aromatik adalah fluoresen dalam larutan berair dan karenanya
dapat diuji secara fotometrik. Analisis kuantitatif asam-asam amino seperti tyrosin,
tryptofan, dan phenylalanin dalam aneka protein dapat diselesaikan secara
hidrolisis.
Penerapan fluoresensi kedua melibatkan antaraksi antara zat pewarna yang
akan berfluoresensi di daerah tampak dan yang frekuensinya dapat dipengaruhi oleh
berbagai zat pengikat dan kelompok prostetik dalam protein. Salah satu contoh
kajian seperti hal tersebut adalah penyelidikan ikatan protein-zat pengikat dalam
larutan. Banyaknya cahaya yang dipancarkan oleh zat warna dapat digunakan untuk
mengkuantisasikan jumlah dan jenis hasilnya sepanjang perjalanan reaksi, karena
peluruhan fluoresensinya jauh lebih cepat dibandingkan dengan konstanta laju lain
yang terkait. Penentuan konstanta-konstanta laju ini merupakan salah satu tujuan
kajian. Jumlah dan kekhususan berbagai ikatan dan posisinya dalam kompleks
protein dapat pula dikur dengan fluoresensi zat warnanya atau fluoresensi
proteinnya sendiri (Anam, 2007).
Fluoresensi DNA telah dilaporkan oleh beberpa peneliti, spektrumnya cukup
lebar dimulai dari daerah ultraungu dan maksimumnya meluas ke daerah tampak.
Dahulu tingkat triplet molekul ini dikaitkan dengan residu thymin; kenyatanya
memang asam thymidil (TMP) tersebut memiliki pancaran fosforesen yang hampir
sama dengan DNA sendiri. Pancaran ini belum digunakan dalam penelitian dan
diagnosis secara luas, tetapi seperti pada pancaran protein yang telah dijalaskan
terdahulu, pada akhirnya penggunaan praktisnya untuk pengujian diagnostik akan
dimungkinkan. (Ackerman, 1979)

6. Pancaran Terangsang
a. Koefisien Einstein
Dalam tahun 1905, Einstein menunjukan bahwa proses jenis ketiga dapat
terjadi oleh pengaruh medan elektromagnetik. Dalam proses ini, gelombang datang
menyebabkan suatu tingkat eksitasi kembali ke tingkat energi yang lebih rendah.
Proses ini disebut pancaran terangsang. Frekuensi perangsangnya harus tepat sesuai
dengan selisih energi antara kedua tingkatannya. Rangsangan ini menghasilkan
foton baru tanpa penyerapan foton atang,sehingga memperkuat energi masukannya.
Einstein merumuskan masalah ini dengan probabilitas per satuan waktu dan
per satuan kerapatan energi (E). Cara yang terakhir ini diperlukan karena luasnya
rentang frekuensi yang terdapat dalam sumber radiasi. Dimensi E adalah energi per
satuan volume atau per satuan rentang frekuensi. Kadang-kadang digunakan juga
fungsi kerapatan yang lain sebagai pengganti E, sehingga diperlukan penyesuaian
terhadap koefisien-koefisien Einsteinnya. Sebagai contoh penerapan koefisien
Einstein sederhana, dapat ditinjau dua tingkat energi yaitu tingkat energi yang
rendah ditandai dengan indeks I dan yang tinggi ditandai dengan f. Diperlukan tiga
koefisien untuk jenis transisi radiatif yang memungkinkan dalam sistem dua tingkat
ini, yatu
Bif = Probabilitas serapan terangsang per satuan kerapatan energi per
satuan waktu
Bfi = Probabilitas pancaran terangsang per satuan kerapatan energi per
satuan waktu
Afi = Probabilitas pancaran tak terangsang (spontan) per satuan waktu.

Gambar diatas ini meragkum secara absrak ketiga jenin transisi ini
Apabila sistem dalam keadaan seimbang, maka laju transisi naiknya harus
sama dengan laju transisi turunnya:
ni Bif E = nf Bfi E + nf AB
dengan ni dan nf berturut-turut menyatakan jumlah sistem di tingkat i dan f. Dengan
teori termodinamika dapat ditentukan nisbah nf / ni, sedangkan bentuk mekanika
kuantum fungsi kerapatan energi E dapat diketahui dari rumus radiasi benda hitam
Planck. Jadi dari persamaan diatas dapat dicari probabilitas pancaran terangsangnya
dinyatakan dengan probabilitas peluruhan spontan atau probabilitas penyerapan
spontan :


B fi = 8 /3

B fi = B if
Persamaan diatas memberikan petunjuk bahwa pancaran terangsang
tersebut menjadi lebih mungkin terjadi nisbi terhadap peluruhan spontan apabila
panjang gelombangnya bertambah besar. Hasil petunjuk ini diterapkan dalam
pengembangan penguat bising-rendah pada frekuensi gelombang mikro (misalnya
dalam pendeteksian sumber-sumber gelombang radio bintang). Dalam hal tersebut,
A fi menyatakan bising (peluruhan) dan nisbah B fi / A fi dapat ditafsirkan sebagai
nisbah sinyal terhadap bising. Sistem seperti itu dinamakan maser (singkatan untuk
microwave amplification by stimulated emission of radiation).
Dapat ditunjukkan bahwa sitstem dua tingkat dalam keseimbangan
termodinamika tidak dapat digunakan untuk memperkuat sinyal. Hal ini disebabkan
karena laju transisi naik dan turunnya sama sehingga banyaknya foton yang diserap
dan yang dipancarkan sama. Namun, dengan berbagai cara menidakseimbangkan
dapat dibuat suatu keadaan yang tingkat eksitasinya berpopulasi lebih banyak nisbi
terhadap tingkat dasarnya. Kemudian kerapatan energi radiasinya dapat
menimbulkan pancaran terimbas. Jika nf dibuat lebih besar daripada ni dan A fi kecil
(misalnya dalam tingkat eksitasi fosfoferen), maka suku pancaran terangsangnya
menjadi dominan dan terjadilah penguatan. Untuk daerah frekuensi optis, atal
semacam ini disebut laser (singkatan untuk light amplification by stimulated
emission of radiation). (Ackerman, 1979)

b. Laser
Untuk mempercepat proses penguatan, perlu dibuat keadaan tidak
seimbang tiga tingkat (atau lebih). Dalam hal ini ada dua medan radiasi. Mula-
mula, suatu sumber pemompa frekuensi luar menaikkan sistem ke suatu tingkat
eksitasi (E1). Dengan penyerapan terangsang, seperti ditunjukkan oleh gambar
dibawah ini. Oleh transisi tidak radiatif, maka tinkat metastabil atau tingkat
fosfoferen E2 menjadi terpopulasi. Jika terdapat sedikit radiasi yang berenergi
(E2 E0) dalam spektrum pemompaannya, maka terjadilah pembalikan
populasi besar, dengan banyak sistem menempati tingkat yang berenergi E2.
Karena tingkat ini fosfoferen, maka peluruhan spontannya lambat. Kemudian
akan dihasilkan pancaran terangsang jika sistem yang terbalik poulasinya itu
disinari dengan frekunsi v o, yang sama dengan (E2 E0)/h.
Kebanyakan rancangan laser menggunakan pancaran foton spontan
berenergi hvo untuk membuat kerapatan energi terangsang E. Seperangkat
cermin sejajar memantulkan pancaran ini sepanjang arah tertentu sedemikian
rupa sehingga mereka merambat melalui bahan lasernya berulang-ulang. Jika
sebuah foton berenergi hvo menumbuk sebuah atom atau molekul pada tingkat
energi fosfoferen, maka foton sefase sekunder dengan energi yang sama
dipancarkan ke dalam medan radiasinya. Penguatan cahaya serempah ini pada
akhirnya memperkuat medan pasangannya. Jika salah satu cermin tersebut
hanya sebagian terlapisi perak, maka suatu semburan besar foton dapat keluar
melalui ujung tabung laser ini. Dalam keadaan ini alat tersebut dikatakan
terlaserkan.
Proses laser tersebut telah dapat dibangun dalam beragai sistem,
termasuk gas dan zat padat. Biasanya pengeksistensian dilakukan dengan cara
pemompaan optis atau arus listrik yang dialirkan melalui mediumnya. Spesies
yang digunakan dapat berbentuk molekul, atom, atau ion. Salah satu
pengembangan yang paling penting adalah kemampuannya memilih frekuensi
keluaaran laser pita lebar dengan menggunakan berbagai molekul pewarna dan
melaserkannya geometri-geometri rongga. (Ackerman, 1979)
BAB III
PENUTUP

Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari materi dan atributnya berdasarkan


cahaya, suara atau partikel yang dipancarkan, diserap atau dipantulkan oleh materi
tersebut. Spektroskopi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
interaksi antara cahaya dan materi. Dalam catatan sejarah, spektroskopi mengacu
kepada cabang ilmu dimana "cahaya tampak" digunakan dalam teori-teori struktur
materi serta analisa kualitatif dan kuantitatif. Dalam masa modern, definisi
spektroskopi berkembang seiring teknik-teknik baru yang dikembangkan untuk
memanfaatkan tidak hanya cahaya tampak, tetapi juga bentuk lain dari radiasi
elektromagnetik dan non-elektromagnetik seperti gelombang mikro, gelombang
radio, elektron, fonon, gelombang suara, sinar x dan lain sebagainya.
Spektroskopi umumnya digunakan dalam kimia fisik dan kimia analisis untuk
mengidentifikasi suatu substansi melalui spektrum yang dipancarkan atau yang
diserap. Alat untuk merekam spektrum disebut spektrometer. Spektroskopi juga
digunakan secara intensif dalam astronomi dan penginderaan jarak jauh.
Kebanyakan teleskop-teleskop besar mempunyai spektrograf yang digunakan
untuk mengukur komposisi kimia dan atribut fisik lainnya dari suatu objek
astronomi atau untuk mengukur kecepatan objek astronomi berdasarkan pergeseran
Doppler garis-garis spektral. Salah satu jenis spektroskopi adalah spektroskopi infra
merah (IR). Spektroskopi ini didasarkan pada vibrasi suatu molekul
Dalam tahun 1905, Einstein menunjukan bahwa proses jenis ketiga dapat
terjadi oleh pengaruh medan elektromagnetik. Dalam proses ini, gelombang datang
menyebabkan suatu tingkat eksitasi kembali ke tingkat energi yang lebih rendah.
Proses ini disebut pancaran terangsang. Frekuensi perangsangnya harus tepat sesuai
dengan selisih energi antara kedua tingkatannya. Rangsangan ini menghasilkan
foton baru tanpa penyerapan foton atang,sehingga memperkuat energi masukannya.
Einstein merumuskan masalah ini dengan probabilitas per satuan waktu dan
per satuan kerapatan energi (E). Cara yang terakhir ini diperlukan karena luasnya
rentang frekuensi yang terdapat dalam sumber radiasi. Dimensi E adalah energi per
satuan volume atau per satuan rentang frekuensi. Kadang-kadang digunakan juga
fungsi kerapatan yang lain sebagai pengganti E, sehingga diperlukan penyesuaian
terhadap koefisien-koefisien Einsteinnya.
Spektroskopi Sinar X adalah Pembangkit sinar-X berupa tabung hampa udara
yang di dalamnya terdapat filament yang juga sebagai katoda dan terdapat
komponen anoda. Jika filamen dipanaskan maka akan keluar elektron dan apabila
antara katoda dan anoda diberi beda potensial yang tinggi, elektron akan
dipercepat menuju ke anoda. Dengan percepatan elektron tersebut maka akan
terjadi tumbukan tak sempurna antara elektron dengan anoda, akibatnya terjadi
pancaran radiasi sinar-X.
DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, B. 1991. X-ray Spectroscopy, 2nd ed. London: Springer-Verlag.


Anam, C. 2007. Bahan Ajar Mata Kuliah : Fisika Nuklir. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Beychok, S. 1967. Amino Acids and Proteins. New York: Marcel Dekker, Inc.
Bragg, L. P., & Lipson, H. 1975. The Development of X-ray Analysis. London:
Bell.
Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.
Padang: Andalas University Press.
Eugene, A., Ellis, L. B., & Williams, L. E. 1988. Ilmu Biofisika. Surabaya:
Airlangga University Press.
Fessenden, R. J., & Fessenden, J. S. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Giancoli, D. C. 2001. Fisika Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Guinier, A. 1963. X-ray Diffractioni in Crystals, Imperfect Crystals and
Amorphous Bodie. San Fransisco: W.H. Freeman.
Harnanto, A., & Ruminten. 2009. Kimia. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Sanagi, M. (2008). Teknik Pemisahan dalam Analisis Kimia. Jakarta: Erlangga.

You might also like