Professional Documents
Culture Documents
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ibu Lestari
Tempat/tanggal lahir : Bogor , 22 01 - 1926
Umur : 89 th
Status Perkawinan : Menikah, dan menjadi Janda sejak 1989
Pendidikan Terakhir : Sekolah Belanda & Inggris
Pekerjaan Terakhir : Manager Mesin Singer
Alamat : Jl. Kelapa Nias III Blok PA 8 No.5
Kelapa Gading
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Chinese Indonesia (Tionghoa)
Agama : Kristen (sebelum 1994 beragama Budha)
Hobi : merajut, membordir, mengkristik pakaian
Anak : 2 orang (1 laki dan 1 perempuan)
(sebulan sekali anak perempuannya selalu berkunjung rutin)
Cucu : 3 orang (1 perempuan & 2 laki-laki (salah satu yang laki-laki meninggal)
Cicit : 3 orang
Tanggal Masuk PWK : 8 Agustus 2008 (7 tahun yg lalu)
Alasan masuk PWK : kesepian dirumah karena kesibukan anak yang bekerja dan cucu yang sekolah
ANAMNESA (AUTOANAMNESA)
Tanggal Pemeriksaan : 01 Juli 2015
Keluhan Utama : Sesak napas
Keluhan Tambahan : Nyeri lutut kaki kanan, nyeri ulu hati, tidak bisa menahan kencing.
Oma mengeluh sesak nafas 3 hari yang lalu. Sesak nafas terutama terjadi bila oma berjalan
beraktifitas berat atau berjalan agak jauh, misalnya pergi ke gereja. Keluhan ini sering terjadi dan sudah
dirasakan sejak berusia 10 tahun, untuk mengatasinya beliau mengkonsumsi puyer obat herbal Cina dari
dokter akupunturis di dekat rumah tinggalnya di Kelapa Gading (sejak tahun 1989), hanya saat terjadi
serangan. Selain itu, untuk mengatasi serangan mendadak yang sering timbul, oma menghirup ventolin
inhaler (salbutamol 0,1 mg) jika dibutuhkan. Dan jika hidungnya mampet oma akan menyemprotkan
Nasonex 60 mg spray (mometason furoate monohydrate 0,05%). Saat dadanya sesak sekali, oma
meletakkan Farsorbid (ISDN) 5 mg di bawah lidah.
Selain sesak nafas pada tgl 30/6/2015, oma juga mengeluhkan nyeri ulu hati. sakit lambung ini
sudah dialami dari sejak masa kanak - kanak sampai sekarang dan selalu kambuhan, meskipun oma
selalu makan tepat waktu, untuk itu oma selalu mengkonsumsi antasida Promag (Hydrotalcite 200 mg,
Mg (OH)2 150 mg, Simethicone 50 mg) 2 kali sehari 1 tablet.
Jari tangan dan kaki sering kram sehingga oma minum neurobion forte (Vit B1 100 mg, Vit B6
200 mg, Vit B12 200 mcg) 1 x 1, meloxicam 7,5 mg 1 x 1 , Celebrex (celecoxcib 100 mg) 1 x 1, dan
Vitamin B1 (IPI) 25 mg 1 x 1. Kira kira 3 - 4 hari yang lalu lutut kanannya terasa nyeri saat berjalan.
Tidak terdengar bunyi krepitus, tidak ada bengkak, tidak ada panas pada perabaan, serta tidak ada nyeri
tekan, tetapi ada kekakuan sendi lututnya pada pagi hari setelah bangun tidur. Sakit lutut yang diderita
oma menyebabkan oma postur lutut kaki kanannya sedikit bengkok kearah luar membentuk seperti huruf
O, sehingga oma menggunakan knee brace untuk menyokong stabilitas lulut kanannya yang sakit dan
four wheel walker sebagai alat bantu jalannya. Meskipun opa tidak mengeluh tentang tulang
belakangnya, namun postur tubuh oma dilihat dari belakang terlihat sedikit bongkok dan bahu sebelah
kiri lebih tinggi dari bahu sebelah kanan. Disamping itu, anaknya membelikan suplement glucosamin
condroitin (glucosamin sulfat 150 mg, condroitin sulfat 1200 mg) yang enggan beliau minum karena
merasa ukuran kapletnya terlalu besar dan untuk menjaga kualitas tulangnya, oma minum susu anlene
segelas sehari (3 sdm) pada pagi hari. Oma menempelkan salon pas ketika kram kram dan menggosok
lututnya dengan medicated oil (mentol 23 %, pepermint oil 67%, hakyau 10%) hampir setiap hari.
Oma sering tidak bisa menahan kencing sehingga oma sering mengompol sebelum dirinya sampai
ke toilet. Kecuali jika oma berpergian jauh keluar dari panti, oma tidak pernah menggunakan diapers
untuk keperluan sehari-hari. Namun oma memasang underpad diatas tempat tidurnya untuk
mengantisipasi jika dia tidak bisa menahan kencing dan mengompol di tempat tidur. Hal ini terjadi sejak
memasuki umur 80 tahunan. Oma tidak mengkonsumsi obat untuk permasalahan ini.
Oma merasakan penglihatannya yang sudah kabur, berair, dan berkabut terutama jika matanya
lelah (menonton televisi dalam waktu lama, merajut benang, dan aktifitas lain yang membutuhkan
penglihatan yang lama), dan jika hal itu mengganggunya saat beraktifitas oma meneteskan Cendolyteers
(Nacl 4,4 mg & KCl 0,8 mg) setetes pada tiap mata kiri dan kanan setiap hari.
Tekanan darah tinggi oma dikontrol setiap hari dengan pengukuran sebanyak 2 kali saat pagi
(pk.05.00) dan sore (pk.14.30), oma sangat patuh dalam minum obat Amlodipine 5 mg 1 x 1 tiap pagi.
Dahulu di masa mudanya oma suka memakan ikan asin dan makan makanan yang asin. Tekanan darah
tinggi yang dialami oma tidak memberikan gejala apapun.
Riwayat makanan :
Nafsu makan baik, 3 x sehari, porsi cukup dan teratur. Biasanya hanya mengkonsumsi makanan
yang disediakan dari PWK dan selalu minum susu Anlene segelas tiap pagi. (3 sdm susu yang
dilarutkan dalam segelas air putih) Untuk makan siang pasien mengkonsumsi makanan dari panti seperti
nasi, lauk, sayur, buah. Untuk makan malam, pasien seringkali makan sekitar pk 18.00. Untuk camilan
(ubi merah, bubur kacang hijau, cake, dll) disantap pada pk.10.00 dan pk.15.00. Untuk minum, oma
mengkonsumsi air putih 8 9 gelas per hari. Oma juga menyimpan beberapa camilan berupa biskuit,
namun oma tidak setiap hari memakan camilan tersebut.
Riwayat Kebiasaan :
Oma sehari-hari menonton TV, makan, minum, tidur, dan sangat gemar menjahit, merajut,
membordir, mengkristik pakaian. Hobi-nya tersebut sudah sejak muda dijalani akibat dari profesi
pekerjaannya dimasa lampau hingga karirnya sebagai pensiunan manager mesin jahit Singer.
Semenjak tinggal di PWK, dahulu oma sering olah raga rutin seminggu 3 kali, tetapi semenjak
lututnya sakit 4 tahun yang lalu oma tidak pernah mengikuti kegiatan olah raga dari panti dan
menggerak-gerakkan tangan, kaki, bahu, kepala, leher di dalam kamarnya sendiri, terakhir ini (seminggu
yang lalu), oma dipinjamkan walker dari panti untuk membantunya berjalan mengingat beliau juga
mempunyai riwayat vertigo.
Setiap malam oma tidur teratur pk 07.00 WIB dan bangun pada dini hari pada pk. 02.00 WIB, dan
tidak pernah mengalami gangguan tidur. Bangun tidur Oma selalu minum susu. Setelahnya berberes
kamar dan mandi pagi pada pk. 05.15. selesai mandi langsung ke dapur untuk minta jus.
Riwayat BAK :
Lancar, oma mengaku BAK warna kuning jernih, 6 7 kali sehari, darah (-), nyeri waktu
berkemih (-), rasa tidak tuntas saat berkemih (-), tetapi oma tidak bisa menahan kencing sehingga oma
menggunakan underpad diatas kasur dan menggunakan pampers ketika berpergian keluar panti,
inkontinensia urine (+).
Riwayat BAB :
Teratur, oma mengaku secara rutin dia BAB 1 hari sekali setiap pagi, warna kuning kecoklatan,
konsistensi lunak, nyeri (-), darah segar (-), lendir (-), inkontinensia alvi (-).
Riwayat jatuh :
4 tahun yang lalu jatuh terlungkup karena pusing menyebabkan dahinya memar, patah tulang (-).
Dan pernah trauma karena punggung kaki kirinya kejatuhan kursi sehingga hingga saat ini jika
pergerakan kakinya terlalu banyak bagian tersebut sering sakit.
Riwayat Operasi :
- Th 1950 pernah di operasi karena sekat tulang hidungnya yang bengkok.
- Th 2006 operasi katarak mata kiri dan kanan (berselang seminggu).
c. Riwayat Perkawinan
Oma menikah dengan pria asal Sukabumi yang diperkenalkan oleh seorang temannya di
Bogor dan dikaruniai 2 orang anak. Seorang anak laki-laki (lahir tahun 1954) dan berselang 2
tahun oma melahirkan seorang anak perempuan. Selama menikah selama 36 tahun dengan lelaki
pilihannya, kehidupan pribadi oma sangat bahagia. Pernikahannya berakhir karena maut lah yang
memisahkan mereka sejak tahun 1963 dan oma sebagai janda tidak pernah menikah lagi,
membesarkan anak sendirian hingga mereka menikah punya anak, dan punya cucu.
d. Riwayat Keluarga
Oma merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara dari seorang ayah dan seorang ibu.
Oma lahir di Bogor, 22 Januari 1926. Oma sekarang hanya tinggal seorang saudara perempuan
yaitu kakak keduanya yang masih hidup sedangkan saudara yang lain maupun kedua orang tua
sudah meninggal dunia. Dari hasil perkawinannya Oma dikaruniai 2 orang anak dan sekarang Oma
mempunyai 3 orang cucu (1 perempuan & 2 laki-laki (salah satu yang laki-laki sudah meninggal))
dan 3 orang cicit laki-laki..
f. Riwayat Nama
Oma sejak lahir diberi nama Tan Im Nio oleh kedua orang tuanya. Pada th 1936, sejak
usia 6 tahun namanya diganti menjadi Nelly pada jaman penjajahan Belanda karena dia ingin
masuk sekolah Belanda sehingga harus merubah nama oleh pihak sekolahnya. Setelah lulus
sekolah dasar, oma melanjutkan ke sekolah Inggris dan namanya diubah lagi oleh teman-temannya
menjadi Temmy dan tidak ada lagi seorangpun yang memanggil dengan nama aslinya. Karena
pada tahun 1945 oma menjadi budhist, oma dipermandikan secara agama budha dan namanya
diubah menjadi Vimalaswary (1945-1993). Sejak oma menjadi seorang kristiani pada tahun 1994
akhirnya oma merubah namanya menjadi LESTARI sesuai nama babtis-nya dan memutuskan
menjadikan nama LESTARI sebagai nama terakhirnya sampai tutup usia nanti.
g. Riwayat Agama
Oma lahir dan dibesarkan dalam agama budha. Pada saat menikah, oma dan suaminya yang
belum punya agama (atheisme) pada saat itu menikah secara adat Budha juga, namun pada tahun
1989 opa mengalami sakit kanker liver (sirosis) dan memohon penyembuhan oleh seorang pendeta
dan sejak saat akhir hidupnya tersebut opa memutuskan untuk menjadi kristiani sampai
penguburannya. Sejak tahun 1993 oma sering dibawa ke gereja oleh anaknya karena merasa
kesepian ditinggalkan suaminya, dan mengukuti katekisasi agama kristen, hingga pada tahun 1994
oma secara mantab beralih menjadi seorang kristiani (dalam babtis dengan nama LESTARI)
hingga sekarang.
dengan Tuhan. Opa juga masih dapat melakukan aktifitas keseharianya sendiri tanpa bantuan
orang lain. Oma juga dapat bersosialisasi dengan baik dengan penghuni yang lain.
STATUS INTERNIS
TANDA VITAL
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15
Tekanan Darah : 135/70 mmHg (amlodipin 5 mg 1x1 tiap pagi)
Nadi : 78 x / menit, reguler, kuat angkat, isi cukup
Pernafasan : 16 x / menit, tipe pernapasan thorakoabdominal
Keadaan Umum : Baik
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 53 kg
IMT : 22,06 kg/m2
IMT berdasarkan kriteria WHO Asia Pasifik : Normoweight (18,5 22,9)
Underweight : < 18,5
Normoweight : 18,5 22,9
BB lebih : > 23
Dengan resiko : 23,00 - 24,9
Obesitas grade I : 25 29,9
Obesitas grade II : > 30
Status gizi : Baik
Kesan umum : Tidak tampak sakit
STATUS INTERNIS
Kulit : turgor kulit keriput, warna kulit coklat, ikterus (-), sianosis (-), kering (+), pigmentasi (+)
terutama di kedua tungkai kaki akibat post penggunaan obat gosok parem jahe yang diberi
dari temannya di semarang, namun bercak pigmentasi di wajah tidak ada.
Kepala : bentuk dan ukuran normal, tidak teraba benjolan, rambut warna putih terdistribusi merata,
tidak mudah dicabut, tidak tampak kelainan kulit kepala, jika berkeringat kepala gatal.
Mata :
OD OS
Posisi mata
- Corneal reflex image Normal Normal
- Cover uncover test Orthotopia Orthotopia
Gerakan bola mata Simetris Simetris
Lapang pandang
Krusta - Krusta -
Apparatus lakrimalis
- Sakus lakrimalis Hiperemis - , edema -, fistel Hiperemis - , edema -, fistel
- Punctum lakrimalis Eversi -, discharge - Eversi -, discharge -
Konjungtiva bulbi Warna transparan Warna transparan
Vaskularisasi injeksi siliar - & Vaskularisasi injeksi siliar -
injeksi konjungtiva & injeksi konjungtiva
Nodul Nodul
Edema Edema
Pinguekula + Pinguekula -
Konjungtiva tarsal Hiperemis Hiperemis
Anemis - Anemis -
Folikel Folikel
Papillae Papillae
Korpus alineum - Korpus alineum -
Sklera Putih, Ikterik , Inflamasi - Putih, Ikterik , Inflamasi -
Kornea Jernih Jernih
Defek : Arcus senilis + Defek : Arcus senilis +
Reflek kornea + Reflek kornea +
Inflitrat Inflitrat
Edema - Edema -
Pupil Bulat, isokor, 3 mm, Bulat, isokor, 3 mm,
simetris, RCL +, RCTL + simetris, RCL +, RCTL +
Lensa Jernih , luksasio -, afakia -, Jernih , luksasio -, afakia -,
IOL + IOL +
Limfenodus Tidak membesar Tidak membesar
preaurikuler
Visus 3/60 3/60
Visus koreksi OD +0,25 C-5,00 x 800+ OS +0,75 C-4,75 x 950
dan + 3,00 dan +3,00
Telinga :
AD AS
Bentuk Normotia Normotia
Daun telinga Fistel preaurikuler Fistel preaurikuler
Fistel retroaurikuler Fistel retroaurikuler
Abses mastoiditis Abses mastoiditis
Peradangan Peradangan
Sikatrik - Sikatrik -
Nyeri tekan tragus Nyeri tekan tragus
Nyeri tekan mastoid - Nyeri tekan mastoid -
Nyeri tarik aurikuler Nyeri tarik aurikuler
Liang telinga Serumen + (sedikit) Serumen + (sedikit)
Lapang Lapang
Hiperemis Hiperemis
Sekret Sekret
Furunkel Furunkel
Jaringan granulasi - Jaringan granulasi -
Corpus alienum Corpus alienum
Massa tumor Massa tumor
Eksostose - Eksostose -
Membran Bentuk tidak utuh Bentuk utuh,
timpani perforasi + perforasi -
Refleks cahaya tidak ada Refleks cahaya normal
warna tidak ada, warna putih seperti mutiara,
Atrofi Atrofi
Bercak bercak putih - Bercak bercak putih -
Bulging - Bulging -
Hidung luar : bentuk simetris, septum nasi di tengah, tidak ada deviasi (dikoreksi dengan
operasi) , mukosa tidak hiperemis, sekret -/-, frognose -, ragaden -, udara
pernafasan tidak simetris, nyeri tekan hidung dan SPN
Vestibulum nasi : Furunkel -, laserasi -, bekuan darah
Kavum nasi
dextra et sinistra : lapang, sekret-/-, konka nasi inferior normal, meatus nasi inferior normal, septum
nasi normal (post op), mukosa hidung merah muda, benda asing -/-, massa tumor -
/- , konka nasi media normal, meatus nasi media normal.
Gigi geligi :
M3 M2 M1 P2 P1 C1 I2 I1 I1 I2 C1 P1 P2 M1 M2 M3
M3 M2 M1 P2 P1 C1 I2 I1 I1 I2 C1 P1 P2 M1 M2 M3
Mulut / orofaring : bentuk simetris, perioral sianosis -, warna mukosa merah muda, lidah kotor -, letak
uvula di tengah, Arkus faring anterior posterior normal, faring tidak hiperemis, tonsil
palatina T1-T1 warnanya merah muda, kripta tonsil normal, detritus pada tonsil -/+,
warna posterior dinding arkus faring merah muda/pucat, ada gerakan palatum mole.
INSPEKSI Kanan Bentuk dada depan simetris pada Bentuk dada belakang tidak
Kiri posisi statis dan dinamis, posisi simetris pada posisi statis dan
iga mendatar, ICS kiri = kanan, dinamis, posisi skapula kiri lebih
sternum & klavikula tdk ada tinggi dibanding kanan
kelainan btk, RR = 16 x/, sifat Kifoskoliosis, bercak
pernafasan thorakoabdominal, hiperpigmentasi di bahu kiri
irama pernapasan dangkal & atas, retraksi intercostal dan
irreguler, retraksi intercostal supraclavicular ( + )
dan supraclavicular ( + )
PALPASI Kanan Nyeri tekan ( - ), benjolan (-), Nyeri tekan ( - ), benjolan (-)
Kiri KGB di supraklavikula, pergerakan dd torak simetris &
submandibula, aksila(-) tidak ada tg tertinggal, stem
perbesaran, letak trakea normal, fremitus sama kuat ka = ki
deviasi (-), pergerakan dd torak
simetris & tidak ada tg tertinggal,
stem fremitus sama kuat ka = ki
PERKUSI Kanan Sonor pada semua lapang paru Sonor pada semua lapang paru
Kiri
AUSKULTASI Kanan Suara napas bronkial (E>I) Suara napas bronkial (E>I)
Kiri Wheezing (+/+) Wheezing (+/+)
Cor :
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V medial dari midclavicula line sinistra
Perkusi : Redup
Batas atas : ICS IV parasternal line sinistra
Batas kanan : ICS V midclavicula line dextra ad bts paru hati naik 2 jari ke medial
Batas kiri : ICS VI midaksilaris line sinistra
Auskultasi : BJ I&II normal, reguler, murmur (-), gallop (-), pulsus defisit (-), HR = 63 X/
Katup aorta : S2 > S1, tidak terdengar murmur
Katup pulmonal : S2 > S1, tidak terdengar murmur
Abdomen
Inspeksi : kontur : dinding perut tampak datar, simetris, pulsasi epigastrium (-),
umbilicus : inflamasi (-), hernia (-), ekskoriasi (+)
kulit : bekas luka (-), striae (-), distensi vena (-)
Auskultasi : peristaltik usus positif normal, bruit aorta (-), bruit a.renalis (-/-), a. iliaca (-/-), a.
femoralis (-/-). Friction rub (-).
Perkusi : timpani, liver span 7 cm, castle sign (-), nyeri ketok CVA (-/-), ascites (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-) dan nyeri lepas (-), nyeri di epigastrium (+), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, ballotement ginjal kiri (-/-), kandung kemih tidak teraba, pulsasi aorta tidak
teraba
Ekstremitas
EKSTREMITAS Superior Inferior
Petekhiae -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Genu varus -/- +/-
Hiperpigmentasi -/- +/+
Pembesaran KGB aksila -/- -/-
Pembesaran KGB inguinal -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
CRT < 2 detik < 2 detik
Kuku Spoon nails - Spoon nail -
Kesimpulan :
Pada pemeriksaan mata ditemukan: Arcus Senilis (+/+), xantelasma (+/+), pinguekula (+/-)
Pada pemeriksaan telingga ditemukan : serumen (+/+), membran timpani AD tidak utuh,
perforasi AD, tidak ada reflek cahaya AD
Pada pemeriksaan gigi ditemukan : edentulous maksila (tersisa 3 gigi M1 P2 dextra, M1
dextra sinistra dikoreksi dg protease, sedangkan pada mandibula tersisa I2 I1 dextra
sinistra dan tidak menggunakan protese)
Pada pemeriksaan orofaring sinistra ditemukan detritus pada tonsil.
Pada pemeriksaan thorax terdapat elevasi scapula sinistra, kifoskoliosis, bercak
hipopigmentasi di bahu kiri, ada bunyi auskultasi pada ekspirasi yang memanjang disertai
suara wheezing, dan retraksi intercostal dan supraclavicular.
Pada pemeriksaan palpasi abdomen terdapat nyeri epigarstrium.
Dijumpai genu varus pada lutut kaki kanannya.
STATUS NEUROLOGIS
1. Kesadaran : Compos Mentis
2. Rangsang meningeal :(-)
a. kaku kuduk :(-)
b. brudzinsky I :(-)
c. brudzinsky II :(-)
d. brudzinsky III :(-)
e. brudzinsky IV :(-)
d. Laseque :(-)
e. Kernig : karena nyeri lutut kanan, maka pemeriksaan tidak dapat dinilai
3. Peningkatan TIK :(-)
4. Pupil : bulat, isokor, 3mm, reflek cahaya +/+
5. Nn. Cranialis : baik
6. Motorik : baik
a. trofi (lengan, tungkai) : normotrofi
b. tonus (lengan, tungkai) : normotoni
Kesimpulan : tidak terdapat gangguan neurologis. Kernig sign tidak dapat dinilai karena oma
sakit nyeri di lutut kanannya.
STATUS MENTAL
a. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Oma seorang wanita berusia 89 tahun, berperawakan sedang, tinggi badan yang cukup, punggung
agak membungkuk sedikit, cara berpakaian bersih dan rapi, rambut putih semua.
2. Pembicaraan
Oma berbicara dengan suara yang cukup jelas dan artikulasi dan tata bahasa membentuk
kalimat yang jelas dan lantang serta mampu berkomunikasi trilingual menggunakan bahasa
Indonesia, bahasa inggris, dan bahasa belanda untuk percakapan sehari-hari dengan pengucapan
logat yang sangat fasih.
Pembicaraan oma tertata rapi dengan tata bahasa baik dan pilihan kata yang bagus.
Pertanyaan pemeriksa dapat dijawab dengan jawaban yang memiliki asosiasi baik dan tidak
membingungkan.
3. Sikap terhadap pemeriksa
Oma kooperatif terhadap pemeriksa, ramah dan murah senyum, bicara sesuatu hal yang
dapat dipercaya, tidak ragu-ragu, ekspresif, dan mantab.
4. Perilaku dan aktifitas psikomotor
Oma saat ini merasa nyaman dan senang tinggal di PWK Hana. Sehari-hari oma
mengikuti kegiatan gereja yang diadakan di PWK. Oma mudah akrab dan terbuka untuk
bersosialisasi dengan penghuni yang lain. Oma masih mampu melakukan segala aktivitas sehari-
hari secara mandiri tanpa bantuan orang lain.
a. Keadaan Mood, Afektif, dan Keserasian
Mood : eutimik
Afek : luas
Keserasian : serasi
b. Gangguan Persepsi Dan Kognitif
Halusinasi auditorik : tidak ada
o Bentuk Pikir
Asosiasi Longgar : tidak ada
Ambivalensi : tidak ada
Pemikiran yang loncat-loncat : tidak ada
Inkoherensi : tidak ada
Verbigrasi : tidak ada
Persevarasi : tidak ada
o Isi Pikir
Fobia : tidak ada
Obsesi : tidak ada
Kompulsi : tidak ada
Ide rujukan pikiran : tidak ada
Waham : tidak ada
d. Pengendalian Impuls
Opa duduk tenang, berperilaku sopan, dan tidak agresif saat wawancara.
e. Fungsi Intelektual
o Taraf Pendidikan : sesuai dengan latar belakang pendidikan.
o Orientasi
Waktu : baik, oma mengetahui waktu dengan baik (tanggal, bulan, tahun) saat
wawancara.
Tempat : baik, oma mengetahui tempat dimana dirinya sekarang.
Orang : baik, oma mengetahui dan mengenal dokter yang memeriksanya, perawat dan
nama nama teman oma di PWK, dan semua orang yang ditemuinya di PWK
Hana. Daya ingat oma akan orang yang pernah ditemuinya masih sangat baik.
o Mengalihkan & memusatkan & mempertahankan perhatian : baik.
o Memori
Jangka Panjang : baik, oma ingat masa mudanya.
Jangka Sedang : baik, oma ingat kapan masuk ke PWK.
Jangka Pendek : baik, oma ingat menu makan siangnya.
Jangka Segera :baik, oma dapat mengulang dengan benar 3 macam benda yang
disebutkan oleh pemeriksa. (benang, makan, dan hitam)
o Daya Konsentrasi & Kalkulasi : baik, opa dapat menghitung angka 100 11 sebanyak 5 kali.
o Kemampuan Baca Dan Tulis : baik, opa dapat menuliskan namanya sendiri, dan membaca
tulisan tersebut.
o Kemampuan Visuospasial : baik, opadapat menggambarkan jam bulat, lengkap dengan semua
angka, serta menempatkan jarumnya sesuai.
o Pikiran Abstrak : baik, opa dapat mengartikan peribahasa ada udang dibalik batu.
o Intelegensi & Kemampuan Informasi : baik, opadapat menyebutkan nama presiden
Indonesia saat ini.
o Bahasa : cukup
o Agnosia : tidak ditemukan
f. Uji Daya Nilai
Daya Nilai Sosial
o Daya nilai kritis : baik
o Daya nilai otomatis : baik
o Daya nilai terganggu : tidak ada
o Kesadaran : kompos mentis
9. Realibilitas : secara umum dapat dipercaya
3 REGISTRASI 3 3
Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, koin) tiap benda 1 detik, klien
disuruh mengulangi ketiga nama benda tersebut dengan benar dan catat
jumlah pengulangan
4 ATENSI DAN KALKULASI 5 5
Kurangi 100 dengan 11. Nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar. Hentikan
setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja kata WAHYU (Nilai diberikan
pada huruf yang benar sebelum kesalahan misalnya = 2)
5 MENGINGAT KEMBALI (RECALL) 3 3
Klien disuruh mengingat kembali 3 nama benda di atas
6 BAHASA 2 2
Klien disuruh menyebutkan nama benda yang ditunjukan (pensil, arloji)
7 Klien disuruh mengulang kata-kata: tanpa kalau dan atau tetapi. 1 1
8 Klien disuruh melakukan perintah: Ambil kertas ini dengan tangan kanan, 3 3
lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai
anda
JUMLAH 30 30
STATUS FUNGSIONAL
ACTIVITIES OF DAILY LIVING (INDEKS ADL BARTHEL)
Fungsi Nilai Keterangan
1. mengontrol BAB 0 Inkontinensia
1 Kadang2 inkontinensia
2 Kontinen teratur
2. mengontrol BAK 0 Inkontinensia
1 Kadang2 inkontinensia
2 Kontinen teratur
3. membersihkan diri (lap 0 Butuh pertolongan orang lain
muka, sisir rambut, sikat 1 Mandiri
gigi)
4. toileting 0 Tergantung pertolongan orang lain
1 Perlu pertolongan pada beberapa aktivitas tetapi
dapat mengerjakan sendiri beberapa aktivitas
2 Mandiri
5. makan 0 Tidak mampu
1 Perlu seseorang menolong memotong makanan
2 Mandiri
6. Berpindah tempat dari tidur 0 Tidak mampu
ke duduk 1 Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk (2
orang)
2 Bantuan minimal 1 orang
3 Mandiri
7. Mobilisasi atau berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa berjalan dengan kursi roda
2 Berjalan dengan bantuan orang lain atau walker
3 Mandiri
8. Berpakaian 0 Tergantung orang lain
1 Sebagian dibantu
2 Mandiri
Total nilai 16
PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. Laboratorium : Pemeriksaan tanggal 22 Juli 2008
LED 30 0 - 15 mm/jam
Basofil 0 01%
Eosinofil 3 2-4%
Batang 0 3-5%
Segmen 63 50 - 70 %
Limfosit 28 25 - 40 %
Monosit 6 2 - 8%
SGOT 26 5 - 34 U/L
SGPT 27 10 - 35 U/L
Gamma GT 27 9 36
Bilirubin Total 0,39 < 1,00 mg/dL
Bilirubin Direk 0,12 < 0,50 mg/dL
Bilirubin Indirek 0,27 < 0,80 mg/dL
Cholesterol total 278 260 196 231 195 < 200 mg/dL
Trigliserida 156 177 179 138 < 160 mg/dL
HDL Direct 72 63 55 56 51 42 mg/dL
LDL Direct 165 176 114 153 112 Optimal : < 100 mg/dL
Mendekati optimal : 100
129 mg/dL
130-160 batas risiko
>160 berisiko tinggi
Ureum 28 15 38 mg/dL
Kreatinin 0,78 0,6 1,1 mg/dL
Asam Urat 5,8 7,7 6,4 7,1 2,6 6,0 mg/dL
Urin Reduksi Negatif Negatif
GDP 118 70 - 110 mg/dL
GDS 163 < 140 mg/dL
Imunologi Hepatitis
HbsAg Non Non reaktif
Reaktif
Anti HCV Negatif Non reaktif
URINE (urinofil Makroskopik Mikroskopik)
pH Asam/5 5-9
BJ 1,020 1,000 1,030
Warna kuning Kuning muda kuning tua
Protein Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen N 0,1 - 1
Nitrit Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
Lekosit +1 Negatif
Eritrosit 1 < 8 /L
Lekosit 40 < 20 /L
Epitel 11 < 9 /L
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Positive Negatif
Jamur Negatif Negatif
RESUME
Telah diperiksa seorang perempuan berusia 89 tahun dengan keluhan sesak nafas 3 hari yang lalu.
Keluhan ini sering terjadi terutama setelah oma beraktifitas berat atau berjalan jauh (ke gereja) dan sudah
dirasakan sejak berusia 10 tahun, untuk mengatasi nya beliau mengkonsumsi puyer obat herbal Cina yang
diperoleh dari dokter akupunturis di dekat rumah tinggalnya di Kelapa Gading (sejak th1989). Untuk
mengatasi serangan mendadak yang sering timbul, oma selalu menyiapkan ventolin inhaler (salbutamol
0,1 mg). Dan jika hidungnya mampet oma akan menyemprotkan Nasonex 60 mg spray (mometason
furoate monohydrate 0,05%). Saat dadanya sesak sekali, oma meletakkan Farsorbid (ISDN) 5 mg di
bawah lidah. Selain sesak nafas pada 30/6/2015,
Selain sesak nafas pada tgl 30/6/2015, oma juga mengeluhkan nyeri ulu hati. sakit lambung ini
dari sejak masa kanak kanak oma sampai sekarang, mesikup oma makan teratur sehari 3 kali dan tidak
pernah terlambat makan tetapi sakit maag itu selalu kambuhan, untuk itu oma selalu mengkonsumsi
antasida promag (Hydrotalcite 200 mg, Mg (OH)2 150 mg, Simethicone 50 mg) 2 x 1 tablet.
Jari tangan dan kaki sering kram sehingga oma minum neurobion forte (Vit B1 100 mg, Vit B6
200 mg, Vit B12 200 mcg) 1 x 1, meloxicam 7,5 mg 1 x 1 , Celebrex (celecoxcib 100 mg) 1 x 1, dan
Vitamin B1 (IPI) 25 mg 1 x 1. Kira kira 3 - 4 hari yang lalu lutut kanannya terasa nyeri saat berjalan.
Tidak terdengar bunyi krepitus, tidak ada bengkak, tidak ada panas pada perabaan, serta tidak ada nyeri
tekan, tetapi ada kekakuan sendi lututnya pada pagi hari setelah bangun tidur. Sakit lutut yang diderita
oma menyebabkan oma postur lutut kaki kanannya sedikit bengkok kearah luar membentuk seperti huruf
O, sehingga oma menggunakan knee brace untuk menyokong stabilitas lulut kanannya yang sakit dan
four wheel walker sebagai alat bantu jalannya. Meskipun opa tidak mengeluh tentang tulang
belakangnya, namun postur tubuh oma dilihat dari belakang terlihat sedikit bongkok dan bahu sebelah
kiri lebih tinggi dari bahu sebelah kanan.
Disamping itu, anaknya membelikan suplement glucosamin condroitin (glucosamin sulfat 150
mg, condroitin sulfat 1200 mg) yang enggan beliau minum karena merasa ukuran kapletnya terlalu besar
dan untuk menjaga kualitas tulangnya, oma minum susu anlene segelas sehari (3 sdm) pada pagi hari.
Oma menempelkan salon pas ketika kram kram dan menggosok lututnya dengan medicated oil (mentol
23 %, pepermint oil 67%, hakyau 10%) hampir setiap hari.
Oma sering tidak bisa menahan kencing sehingga oma sering mengompol sebelum dirinya
sampai ke toilet. Kecuali jika oma berpergian jauh keluar dari panti, oma tidak pernah menggunakan
diapers untuk keperluan sehari-hari. Namun oma memasang underpad diatas tempat tidurnya untuk
mengantisipasi jika dia tidak bisa menahan kencing dan mengompol di tempat tidur. Hal ini terjadi sejak
memasuki umur 80 tahunan. Oma tidak mengkonsumsi obat untuk permasalahan ini.
Oma merasakan penglihatannya yang sudah kabur, berair, dan berkabut terutama jika matanya
lelah (menonton televisi dalam waktu lama, merajut benang, dan aktifitas lain yang membutuhkan
penglihatan yang lama), dan jika hal itu mengganggunya saat beraktifitas oma meneteskan Cendolyteers
(Nacl 4,4 mg & KCl 0,8 mg) setetes pada tiap mata kiri dan kanan setiap hari.
Tekanan darah tinggi oma dikontrol setiap hari dengan pengukuran sebanyak 2 kali saat pagi
(pk.05.00) dan sore (pk.14.30), oma sangat patuh dalam minum obat Amlodipine 5 mg 1 x 1 tiap pagi.
Dahulu di masa mudanya oma suka memakan ikan asin dan makan makanan yang asin. Tekanan darah
tinggi yang dialami oma tidak memberikan gejala apapun.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Kolesterol (sivamstatin 10 mg 1x1 o.n )
Batuk berdahak (OBH) jika batuk 1 sdm
Asam urat / gout (allopurinol 100 mg 1x1 p.c)
Vertigo (Mertigo 6 mg 3x1 tab)
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga :
Penyakit darah tinggi pada ayah
Penyakit kerncing manis pada ibu dan kakak tertua
Tanda Vital
Tekanan darah : 135/70 mmHg
Nadi : 78 x / menit
RR : 16 x / menit, thorakoabdominal
Riwayat jatuh :
4 tahun yang lalu jatuh terlungkup karena pusing menyebabkan dahinya memar, patah tulang(-).
Dan pernah trauma karena punggung kaki kirinya kejatuhan kursi sehingga hingga saat ini jika
pergerakan kakinya terlalu banyak bagian tersebut sering sakit.
Riwayat Operasi :
Pada pemeriksaan mata ditemukan: Arcus Senilis (+/+), xantelasma (+/+), pinguekula
(+/-)
Pada pemeriksaan telingga ditemukan : serumen (+/+), membran timpani telinga kanan
tidak utuh, terdapat perforasi pada telinga kanan, dan tidak adanya reflek cahaya pada
telinga kanan. Dari hasil anamnesa ternyata pasien sudah tuli pada telinga kanannya
tersebut sejak masih anak-anak, tetapi lupa umur berapa.
Pada pemeriksaan gigi ditemukan : edentulous maksila (tersisa 3 gigi M1 P2 dextra, M1
dextra sinistra dikoreksi dengan protease, sedangkan pada mandibula tersisa I2 I1
dextra sinistra tidak menggunakan protese)
Terdapat inkontinensia urine jenis urgensi.
Pada pemeriksaan thorak terdapat elevasi scapula sinistra, kifoskoliosis (Thorakal 4 dan
5) disertai elevasi scapula sinistra, bercak hipopigmentasi di bahu kiri, ada bunyi
auskultasi pada ekspirasi yang memanjang disertai suara wheezing dikedua lapang
paru.
Pada pemeriksaan palpasi abdomen terdapat nyeri epigastrium.
Pemeriksaan Penunjang
TABEL PEMERIKSAAN LABORATORIUM PERIODE 2008 - 2013
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Waktu 22 Juli 24 Okt 01Feb 06Juni 07Okt
2008 2011 2012 2012 2013
LED 30 0 - 15 mm/jam
Cholesterol total 278 260 196 231 195 < 200 mg/dL
Trigliserida 156 177 179 138 < 160 mg/dL
LDL Direct 165 176 114 153 112 Optimal : < 100 mg/dL
Mendekati optimal : 100
129 mg/dL
130-160 batas risiko
>160 berisiko tinggi
Asam Urat 5,8 7,7 6,4 7,1 2,6 6,0 mg/dL
GDP 118 70 - 110 mg/dL
GDS 163 < 140 mg/dL
URINE (urinofil Makroskopik Mikroskopik)
Lekosit +1 Negatif
(makroskopik)
Lekosit 40 < 20 /L
(mikorskopik)
Epitel 11 < 9 /L
PERMASALAHAN
Biologi
Sesak nafas disertai bunyi, mengi yang berulang kali muncul terutama setelah berjalan
jauh / melakukan aktivitas berat.
Nyeri pada lutut kanan dan tungkai bawah kanan.
DIAGNOSA KERJA
Diagnosa tambahan : - Nyeri sendi lutut kanan et causa Osteoarthritis genu unilateral dextra
DD : Osteoporosis, Rheumatoid Arthritis
- Nyeri epigastrium suspect Gastritis kronis
DD : Ulkus peptikum, ulkus duodenum, Ca. Gaster
- Hipertensi grade 1 terkontrol
- Perforasi membran timpani auricula dextra et causa un known
- Gangguan daya lihat ODS et causa mata kering
DD : gangguan refraksi, retinopati
- Kifoskoliosis et causa osteoporosis
- Kram jari-jari tangan kaki et causa hiperurisemia
DD : Osteoarthritis, Rheumatoid arthritis, neuropati diabetes
- Inkontinensia urine tipe urgensi
Uji Faal paru (spirometri, rontgen thorax PA dan lateral, AGD, Pulseoximetri)
Pemeriksaan EKG dan echocardiografi
Pemeriksaan radiologi foto rongten genu unilateral dextra dan atherosentesis genu dextra.
Pemeriksaan BMD dexa (Dual X-ray Absorptiometry) genu bilateral dan cervikothorakal
dan Faktor Rheumatoid (RF)
Konsul ke gastroenterolog untuk gastroscopy atau jika perlu melakukan biopsi lambung
agar dapat memastikan penyebab gastritis kronis tersebut berasal dari helicobacter pylori
atau bukan.
Pemeriksaan Hematologi laboratorium setiap 6 bulan
Kimia darah : Asam Urat
Profil lipid : Kolestrol total, LDL, HDL, Trigliserida
Gula darah : GDP, GD2PP
- Konsul ke dokter spesialis THT untuk memastikan tidak ada komplikasi akibat perforasi
membran timpani telinga kanannya.
- Konsul ke dokter spesialis Mata untuk pengecekan visus dan kacamata bifokusnya
RENCANA PENGELOLAAN
- Ventolin inhaler (salbutamol 0,1 mg) dihirup saat terjadi serangan / sesak nafas.
- puyer obat herbal Cina 1 x 1 Pulv. Diminum saat terjadi sesak nafas.
Non Farmakologis :
- menjaga saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, dengan pemberian Nasal kanul
O2 1 L/menit selama 10 menit sampai saturasi O2 > 90%
- Menghindari stress fisik (aktivitas yang berlebihan) dan emosional.
akan membantu mempertahankan kesehatan tulang rawan meningkatkan daya gerak sendi dan
kekuatan otot disekitarnya sehingga otot menyerap bantuan dengan lebih banyak.
Usul :-
- Hindari makanan yang menyebabkan iritasi kandung kemih. Ini termasuk makanan asam seperti
buah jeruk dan tomat, dan makanan yang mengandung kafein seperti cokelat.
Usul :
- memberikan obat oxytrol patch (oxybutynin transdermal 3,9 mg / hari diberikan 2 kali
seminggu, ditempelkan pada kulit perut bawah.
PROGNOSIS
TINJAUAN PUSTAKA
PPOK & ASMA
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) atau COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease)
ditujukan untuk mengelompokkan penyakit-penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambat nya arus
udara pernafasan. Masalah yang menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada
saluran pernafasan maupun pada parenkim paru.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease/COPD
adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau
bronkitis kronis. PPOK ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif non-
reversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan
keduanya.
a. Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,
sekurang-kurangnya dua tahun berturut turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
b. Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal,
disertai kerusakan dinding alveoli.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda
emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel
penuh, dan memenuhi kriteria PPOK. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia)
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki
berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulan tertentu (Smeltzer, 2006)
Asma bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif.
(Reeves, 2001). Penderita asma mengalami gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan
banyak sel dan elemen nya. Inflamasi kronik menyebabkan peningatan hiperesponsif jalan nafas yang
menimbulkan gejala epidosik berulang berupa sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama
malam dan atau dini hari. Epidosik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Etiologi PPOK :
Asap Rokok
Penyebab utama dari PPOK adalah asap rokok, baik karena dihisap sendiri secara langsung (perokok
aktif) maupun karena menghisap asap rokok orang lain (perokok pasif). Asap rokok dapat menekan
sistem pertahan saluran napas, paralisis pada silia dan penurunan aktivitas makrofag alveolus, dan
produksi mukus yang berlebihan sehingga terjadi obstruksi saluran napas.
Polusi Udara
Berbagai macam debu, zat kimia, dan serta dalam lingkungan kerja mempunyai pengaruh merugikan
pada sistem pernapasan. Selain itu hasil sampingan bahan bakar seperti minyak tanah, batu bara, kayu
bakar, dan diesel dapat menjadi faktor resiko PPOK.
Infeksi Saluran Napas Bawah Berulang
Status Sosial Ekonomi
Etiologi Asma :
Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
Reaksi antigen-antibodi
Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
Pada PPOK
Berdasarkan gejala klinis & pemeriksaan faal paru, PPOK diklasifikasikan ke dalam 4 stadium :
a.Stadium 1 : Ringan
Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien sering
tidak menyadari bahwa fungsi paru mengalami penurunan. Hasil spirometri menunjukkan VEP 1/ KVP <
70% dan VEP1 80% nilai prediksi.
b.Stadium 2 : Sedang
Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi
sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulaimemeriksakan kesehatannya. Hasil spirometri
menunjukkan VEP1/ KVP <70% dan VEP1 50% - 80 % nilai prediksi.
c.Stadium 3 : Berat
Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksaserbasi semakin sering
dan berdampak pada kualitas hidup pasien. Hasil spirometri menunjukkan VEP1/ KVP < 70% dan VEP1
30% - 50% nilai prediksi.
d.Stadium 4 : Sangat Berat
Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan
oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa.
Hasil spirometrimenunjukkan VEP1/ KVP < 70% dan VEP1 < 30% nilai prediksi atau VEP1 < 50% nilai
prediksi disertai gagal napas kronik.
Pada Asma :
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti
debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic danaspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik
sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada
faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma
ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetusyang tidak spesifik atau
tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkanoleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-
alergik.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga
bisaditurunkan.
2. Faktor presipitasi.
a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang,serbuk bunga, spora jamur,
bakteri dan polusi)
Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan)
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhiasma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinyaserangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selainitu juga bisa memperberat
serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul haru untuk menyelesaikan
masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya seranganasma. Hal ini berkaitan dengan
dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik
asbes, polisi lalu lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukanaktifitas jasmani atau
olahraga yang berat. Lari cepat paling mudahmenimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadisegera setelah selesai aktifitas tersebut.
Patofisiologi PPOK :
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi,
hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis
emfisema:
Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai
bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru
bagian bawah
Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus
alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada
saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab
utama obstruksi jalan napas.
Inflamasi
Mekanisme Mekanisme
Perlindungan Perbaikan
Patofisiologi asma :
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar
bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda- benda asing di
udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang
yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah
besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma,
antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat
dengan brokhiolus dan bronchus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang
tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan
sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos
bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sanga tmeningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena
peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena
bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal
yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat
melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.
PPOK Asma
Pada Asma :
Gambaran asma secara klasik adalah episodik batuk, mengi dan sesak nafas. Pada periode awal
gejala sering tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma tipe alergenik sering disertai bersin-
bersin dan pilek. Walaupun awalnya batuk tanpa sekret dalam perjalanannya terjadi sekret yang berwarna
mukoid sampai dengan purulen. Pada sebagian penderita gejala klinis hanya batuk tanpa disertai mengi
atau dikenal dengan cough variant asthma bila hal ini muncul maka konfirmasi dengan pemeriksaan
spirometri dan lakukan bronkodilator tes atau ujiprovokasi bronkus dengan metakolin.Pada asma
alergenik sering tidak jelas adanya hubungan antara paparan alergen dengan gejala asma yang timbul.
Terlebih pada penderita yang memberikan respon terhadap pencetus non alergenik sperti faktor cuaca,
asap rokok ataupun infeksi saluran pernafasan atas. Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa dijumpai adanya keluhan batuk, sesak,
mengi dan rasa tidak enak pada dada. Terdapat riwayat alergi dalam keluarga ataupun pada diri penderita
sendiri seperti rinitis alergi, dermatitis alergi. Gejala asma sering timbul pada malam hari tetapi dapat
muncul pada setiap waktu tergantung pada ada tidak nya faktor pencetus.
Pada PPOK :
Klasifikasi Penyakit Gejala Spirometri
Ringan Tidak ada gejala waktu istirahat atau bila VEP > 80% prediksi
exercise VEP/KVP < 75%
Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi
gejala ringan pada latihan sedang
(mis : berjalan cepat, naik tangga)
Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi
mulai terasa pada latihan / kerja ringan
Sedang Gejala ringan pada istirahat VEP 30 80%
prediksi VEP/KVP <
75%
Berat Gejala sedang pada waktu istirahat VEP1<30% prediksi
Gejala berat pada saat istirahat VEP1/KVP < 75%
Tanda-tanda korpulmonal
Pada PPOK :
a. Pemeriksaan rutin PPOK
1. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
a. Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %.
b. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan
memantau perjalanan penyakit.
c. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun
kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
a. Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
b. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 20 menit kemudian
dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan <
200 ml.
c. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
2. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang
beratatau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang
lazimdiberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya
hanyasingkat, dengan waktu pengamatan antara satu sampai dua jam.
Gambaran klinis status asmatikus
Penderita tampak sakit berat dan sianosis.
Sesak nafas, bicara terputus-putus.
Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita sudah jatuh
dalam dehidrasi berat.
Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi lambat laun dapat
memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam koma.
Pada PPOK :
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
a.Edukasi
b.Obat obatan
c.Terapi oksigen
d.Ventilasi mekanik
e.Nutrisi
f.Rehabilitasi
a.Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi
pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Yaitu menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas.
Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien
PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat
pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisiekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang
harus diberikan adalah:
1). Pengetahuan dasar tentang PPOK
2). Obat obatan, manfaat dan efek sampingnya
3). Cara pencegahan perburukan penyakit
4). Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5). Penyesuaian aktivitas.
2. Obat obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan
klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan
pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow
release) atau obat berefek panjang (long acting).
Macam macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi
lendir (maksimal 4 kali perhari).
- Golongan agonis beta 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor
timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk
penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai
tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan
mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat
sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan
bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan
kadar aminofilin darah.
b. Anti inflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan
inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi
jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pasca
bronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin, makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid baru
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N asetilsistein. Dapat
diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e.Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi,
terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang kental. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
0,5gr/semprot 3 4 x/hari
Prokaterol 2 4 semprot
10gr/semprot 3 x/hari
Kombinasi terapi Ipratropium bromid 2 4 semprot
20gr+salbutamol 3 4 x/hari
100gr persemprot
Pasien memakai Inhalasi Agonis 2 Formoterol 6gr, 1 2 semprot
Inhalasi agonis 2 kerja kerja lambat (tidak 12gr/semprot 2 x/hari tidak
dipakai untuk melebihi 2
eksaserbasi ) x/hari
Atau
timbul gejala pada salmeterol 1 2 semprot
waktu malam atau pagi 25gr/semprot 2 x/hari tidak
hari melebihi 2
x/hari
Teofilin Teofilin lepas lambat 400
Teofilin/ aminofilin 800mg/hari 3
150 mg x 3 4x/hari 4 x/hari
Anti oksidan N asetil sistein 600mg/hr
Pasien tetap Kortikosteroid Prednison 30 40mg/hr
mempunyai gejala dan oral (uji Metil prednisolon selama 2mg
atau terbatas dalam kortikosteroid )
aktivitas harian
meskipun mendapat
pengobatan
bronkodilator
maksimal
Uji kortikosteroid Inhalasi Beklometason 50gr, 1 2 semprot
memberikan respons Kortikosteroid 250gr/semprot 2 4 x/hari
positif
Budesonid 100gr, 200 400gr
250gr, 2x/hari maks
400gr/semprot 2400gr/hari
Sebaiknya pemberian Flutikason 125 250gr
kortikosteroid inhalasi 125gr/semprot 2x/hari maks
dicoba bila mungkin 1000gr/hari
untuk memperkecil
efek samping
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan
jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ organ lainnya.
Manfaat oksigen :
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktivitas
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
Indikasi :
- PaO2 < 60 mmHg atau Sat O2 < 90%
- PaO2 diantara 55 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pulmonal,
Ht >55% dan tanda tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain
Macam terapi oksigen :
- Pemberian oksigen jangka panjang
- Pemberian oksigen pada waktu aktivitas
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di rumah
diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di
rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat
ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :
- Pemberian oksigen jangka panjang (Long Term Oxygen Therapy = LTOT)
- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur
atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 2
L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila
penderita tidur.
Terapi oksigen pada waktu aktivitas bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan
kemampuan aktivitas. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri.
Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.
Alat bantu pemberian oksigen
- Nasal kanul
- Sungkup venturi
- Sungkup rebreathing
- Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah
pada waktu tersebut.
4 Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut
pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik
dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
- ventilasi mekanik dengan intubasi
- ventilasi mekanik tanpa intubasi
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja
otot pernafasan yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapnea menyebabkan terjadi
hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortalitas PPOK karena berkolerasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.
6. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup
penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah
mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
Pada Asma :
Obat pengontrol membantu meminimalkan peradangan yang menyebabkan serangan asma akut.
Beta agonis kerja panjang:
obat kelas ini secara kimia berhubungan dengan adrenalin, hormon yang diproduksi oleh kelenjar
adrenal. Beta agonis kerja panjang untuk inhalasi bekerja untuk menjaga saluran pernapasan terbuka
selama 12 jam atau lebih. Obat asma ini mengendurkan otot-otot saluran pernapasan, melebarkan
saluran dan mengurangi resistensi terhadap aliran udara yang dihembuskan, sehingga lebih mudah
untuk bernapas. Mereka juga dapat membantu untuk mengurangi peradangan, tetapi obat asma ini
tidak berpengaruh pada penyebab yang mendasari serangan asma. Efek samping obat asma ini
termasuk detak jantung yang lebih cepat dan kegoyahan. Formoterol , Salmeterol , Arformoterol
adalah obat asma beta agonis kerja panjang.
Kortikosteroid inhalasi adalah obat utama untuk obat pengontrol asma. Steroid hirup ini bertindak
lokal dengan berkonsentrasi pada efek langsung dalam saluran pernapasan, dengan efek samping
yang sangat sedikit di luar paru-paru. Ciclesonide, Beclomethasone, Fluticasone, Budesonide,
Mometasone, Triamcinolone, Flunisolide, adalah obat asma kortikosteroid yang dihirup.
Inhibitor leukotriene adalah kelompok lain obat pengontrol asma. Leukotrien adalah zat kimia kuat
yang menyebabkan respon inflamasi yang terlihat selama serangan asma akut. Dengan menghalangi
bahan kimia ini, inhibitor leukotriene mengurangi peradangan. Inhibitor leukotriene dianggap sebagai
lini kedua pertahanan terhadap asma dan biasanya digunakan untuk asma yang tidak memerlukan
kortikosteroid oral. Zileuton, zafirkulast dan montelukast adalah contoh inhibitor leukotriene.
Methylxanthine adalah kelompok lain obat pengontrol yang berguna dalam pengobatan asma.
Kelompok obat asma ini secara kimiawi berkaitan dengan kafein. Methylxanthine bekerja sebagai
bronkodilator kerja panjang, dahulu obat asma ini umum digunakan untuk mengobati asma. Saat ini,
karena efek samping yang signifikan seperti kafein, obat asma sering digunkaan untk pengobatan
asma rutin. Teofilin dan aminofilin adalah contoh obat asma golongan methylxanthine.
Obat asma lain adalah Natrium kromolin yang dapat mencegah pelepasan bahan kimia yang
menyebabkan peradangan pada asma. Obat asma ini terutama bermanfaat bagi orang yang mengalami
serangan asma akibat respon penyebab alergi. Bila diminum secara teratur sebelum terkena allergen,
natrium kromolin dapat mencegah perkembangan serangan asma. Namun, obat asma ini tidak ada
gunanya setelah serangan asma tercetus.
Omalizumab adalah kelas baru obat asma yang bekerja dalam system kekebalan tubuh. Penderita
asma yang memiliki kadar immunoglobulin E (Ig E) tinggi, sebuah antibody alergi, obat ini diberikan
melalui suntikan yang dapat membantu gejala yang sulit dikontrol. Obat asma ini menghambat
pengikatan IgE pada sel-sel yang melepaskan bahan kimia yang memperburuk gejala asma.
Pengikatan ini mencegah pelepasan mediator ini, sehingga membantu dalam mengendalikan
penyakit.
Obat penyelamat digunakan setelah serangan asma telah terjadi. Obat asma ini tidak
menggantikan obat pengontrol asma. Jangan hentikan obat pengontrol asma selama serangan asma.
Obat Agonis beta kerja cepat adalah obat penyelamat yang paling sering digunakan. Beta agonis
kerja cepat bekerja cepat, dalam beberapa menit, untuk membuka saluran pernapasan, dan memberi
efek biasanya selama empat jam. Salbutamol Sulfat adalah obat asma kerja cepat yang paling sering
digunakan dari golongan obat agonis beta.
Antikolinergik adalah golongan lain obat asma yang berguna sebagai obat penyelamat selama
serangan asma. Obat antikolinergik inhalasi membuka saluran pernapasan, mirip dengan aksi agonis
beta. Antikolinergik mempunyai efek sedikit di bawah agonis beta, tetapi efeknya berlangsung lebih
lama daripada agonis beta. Obat antikolinergik sering digunakan bersama dengan obat agonis beta
untuk menghasilkan efek yang lebih besar daripada efek tunggalnya. Ipratropium bromide dalah obat
antikolinergik inhalasi saat ini yang digunakan sebagai obat asma penyelamat.
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada
pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
A. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi
saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong
ke bawah
Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed
lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan
ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di Indonesia, karena itu
diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.
HIPERURISEMIA
Asam urat adalah produk akhir dari metabolisme purin. Asam urat sebenarnya berperan sebagai
antioksidan bila kadarnya tidak berlebihan dalam darah. Namun bila kadarnya berlebih, asam urat akan
berperan sebagai prooksidan yang akan mengakibatkan terjadinya pengkristalan dan dapat menimbulkan
gout (McCrudden Franci H. 2000). Sekitar 60 % radikal bebas di dalam serum dibersihkan oleh asam
urat.
Kadar darah asam urat normal pada laki laki yaitu 3.6 7 mg/dl sedangkan pada perempuan yaitu
2.3 6.1 mg/dl (E. Spicher, Jack Smith W. 1994). Penyakit asam urat (Gout atau Hiperurisemia) adalah
suatu penyakit akibat penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh sehingga menyebabkan nyeri
sendi (Gout Arthritis), benjolan pada bagian-bagian tertentu dari tubuh dan batu pada saluran kemih.
e. Obesitas (kegemukan).
f. Intoksikasi (keracunan timbal).
g. Kadar keton (hasil buangan lemak) yang meninggi yang ditemukan pada penderita diabetes
melitus yang tidak terkontrol dengan baik.
h. Pada pemakaian hormonal untuk terapi seperti hormon adrenokortikotropik dan kortikosteroid
(Ronco Claudio, Franscesco Rodeghiero, 2005).
Jenis Hiperurisemia
Menurut Lanny tahun 2012, hiperurisemia terdiri dari:
1. Hiperurisemia Asimtomatik
Hiperurisemia ini terjadi tanpa gejala klinis gout meskipun kadar asam urat tinggi. Kondisi
tersebut menunjukkan hiperurisemia tahap awal. Sekitar 20 40 % penderita mengalami sekali
atau beberapa kali serangan kolik renal sebelum mengalami serangan artritis. Serangan akut gout
dan batu ginjal muncul setelah 20 tahun seseorang mengalami hiperurisemia asimtomatis.
2. Hiperurisemia Simtomatis
Hiperurisemia ini ditandai dengan adanya gout pada jaringan sendi, ginjal, jantung, mata hingga
organ lain.
Patofisiologi Hiperurisemia
Peningkatan kadar asam urat yang melebihi batas normal (pria < 7 mg dan wanita < 6 mg) dalam
serum menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat sehingga kristal asam urat mengendap dalam
sendi, akhirnya terjadi respons inflamasi dan diteruskan dengan terjadinya serangan gout. Serangan yang
berulang-ulang, penumpukan kristal monosodium urat (thopi) akan mengendap dibagian sendi sendi yang
dingin seperti ibu jari kaki, pangkat jari kaki, pergelangan kakai, lutut, tangan, siku, bahu telinga dan lain
Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriatri
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werdha Kristen Hana Ciputat
periode 22 Juni 2015 25 Juli 2015
Pitri Erlina Lay 406148138 2015
lain (Nyoman, K. 2009. Asam Urat. Yogyakarta: B First.). Akibat penumpukan asam urat yang terjadi
secara sekunder dapat menimbulkan nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan disertai penyakit ginjal kronis.
Manifestasi Klinis
1. Nyeri hebat pada malam hari (Wijaya Kusuma, 2006).
2. Sendi yang tererang tampak bengkak, merah, mengkilat dan teraba panas, dan sulit digerakkan
(Wijaya Kusuma, 2006)
3. Disertai pembentukan kristal natrium urat yang dinamakan thopi.
4. Terjadi deformitas (kerusakan) sendi secara kronis.
5. Berdasarkan diagnosis dari American Rheumatism Association (ARA), seseorang dikatakan
menderita asam urat jika memenuhi beberapa kriteria berikut :
a. Terdapat kristal MSO (monosodium urat) di dalam cairan sendi.
b. Terdapat kristal MSO (monosodium urat) di dalam thopi, ditentukan berdasarkan pemeriksaan
kimiawi dan mikroskopik dengan sinar terpolarisasi.
c. Didapatkan 6 dari 12 kriteria di bawah ini :Terjadi serangan arthritis akut lebih dari satu kali.
Terjadi peradangan secara maksimal pada hari pertama gejala atau serangan datang.
Merupakan arthritis monoartikuler (hanya terjadi di satu sisi persendian).
Sendi yang terserang berwarna kemerahan.
Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa sakit / membengkak.
Serangan nyeri unilateral (di salah satu sisi) pada sendi metatarsophalangeal.
Serangan nyeri unilateral pada sendi tarsal (jari kaki).
Adanya thopi (deposit besar dan tidak teratur yang berasal dari natrium urat) di kartilago
artikular (tulang rawan sendi) dan kapsula sendi.
Terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah (lebih dari 7,5 mg/Dl).
Pada gambaran radiologis tampak pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi tubuh saja).
Pada gambaran radiologis tampak kista subkortikal tanpa erosi.
Hasil kultur cairan sendi menunjukkan nilai negative.
Komplikasi Hiperurisemia
Menurut Vitahealth 2009, komplikasi yang dapat terjadi akibat peningkatan asam urat dalam darah
adalah:
1. Kencing batu
2. Merusak ginjal
3. Penyakit jantung
4. Stroke
5. Merusak saraf
6. Peradangan tulang
Pengobatan Penyakit Asam Urat
Menurut Herliana tahun 2013, beberapa pengobatan penderita hiperurisemia adalah:
1. Terapi Medis
a. Obat anti inflamasi nonsteroid
OAINS berfungsi untuk mengatasi nyeri sendi akibat proses peradangan.
b. Obat kortikosteroid, yang berfungsi sebagai obat anti radang dan menekan reaksi imun. Biasanya
obat diberikan dalam bentuk tablet atau suntikan dibagian sendi yang sakit.
c. Obat imunosupresif berfungsi untuk menekan reaksi imun. Obat ini jarang digunakan karena efek
sampingnya cukup berat yaitu dapat menimbulkan penyakit kanker dan bersifat racun bagi ginjal
dan hati.
d. Suplemen antioksidan yang diperoleh dari asupan vitamin dan mineral yang berkhasiat untuk
mengobati asam urat. Asupan vitamin dan mineral dapat diperoleh dengan mengkonsumsi buah
atau sayaran segar yang berwarna hijau atau orange, seperti wortel.
e. Obat pengubah perjalanan penyakit artritis reumatoid. Obat ini harus diberikan setelah seseorang
didiagnosa terkena penyakit asam urat.
2. Menjaga Konsumsi makanan
Mengurangi makanan tinggi purin perlu karena purin merupakan senyawa yang akan dirombak
menjadi asam urat dalam tubuh
Menurut Junaidi (2006), hal yang perlu diperhatikan pada penderita hiperurisemia adalah :
1. Istirahat. Jika terjadi serangan akut, maka sendi harus diistirahatkan.
2. Olah raga teratur (senam). Olahraga yang tepat (peregangan dan penguatan) akan membantu
mempertahankan kesehatan tulang rawan meningkatkan daya gerak sendi dan kekuatan otot
disekitarnya sehingga otot menyerap bantuan dengan lebih banyak.
3. Obat anti inflamasi. Obat anti inflamasi / peradangan dan obat yang digunakan untuk menurunkan
kadar asam urat didalam darah misalnya allopurinol, bekerja menghambat pembentukan asam urat
di dalam tubuh.
4. Berat badan ideal. Bagi mereka yang kegemukan, dianjurkan untuk menurunkan berat badannya
kenormal atau bahkan 10-15% dibawah normal.
5. Diet rendah purin. Diet rendah purin bertujuan agar seseorang tidak terlalu banyak mengonsumsi
makanan yang tinggi mengandung purin.
6. Hindari alkohol. Seseorang yang menderita hiperurisemia, harus menghindari alkohol. Karena
alkohol dapat meningkatkan asam laktat plasma, asam laktat plasma yang dihasilkan ini akan
menghambat pengeluaran asam urat.
OSTEOARTRITIS
Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat lokal, progresif dan
degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa
degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. Hal tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan
sklerosis dari subchondral yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian sendi,
peregangan kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian, dan lemahnya otot-otot yang
menghubungkan persendian.
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor biomekanik dan biokimia
sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses terjadinya osteoarthritis. Faktor biomekanik
yaitu kegagalan mekanisme protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut
aferen, dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat terganggunya faktor-
faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjadi akibat komplikasi dari penyakit lain seperti gout,
rheumatoid arthritis.
Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi :
a. Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang terjadi pada sendi tanpa adanya
abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering menyerang sendi penahan beban tubuh (weight bearing
joint), atau tekanan yang normal pada sendi dan kerusakkan akibatproses penuaan. Paling sering terjadi
pada sendi lutut dan sendi panggul, tapi ini juga ditemukan pada sendi lumbal, sendi jari tangan, dan jari
pada kaki
b. Osteoarthritis sekunder, paling sering terjadi pada trauma atau terjadi akibat dari suatu
pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital dan adanya penyakit sistem sistemik. Osteoarthritis
sekunder biasanya terjadi pada umur yang lebih awal daripada osteoarthritis primer.
Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang tua. Prevalensinya
meningkat seiring bertambahnya usia. Di Amerika Serikat, prevalensi osteoartritis pada populasi
dengan usia di atas 65 tahun mencapai 80% dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020. 1,2
OA terjadi pada 13,9% orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan 33,6% dari mereka yang berusia
lebih dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang terkena OA menurut temuan radiologis adalah pada tangan
7,3%, kaki 2,3%, lutut 0,9%, dan panggul 1,5%. Prevalensi OA menurut gejala yang ditemui yaitu pada
tangan 8%, kaki 2%, lutut 12,1% pada orang dewasa berusia lebih dari 60 tahun dan 16% pada orang
dewasa berusi 45 60 tahun, dan panggul 4,4%.
Angka kematian yang diakibatkan osteoarthritis adalah sekitar 0,2 hingga 0,3 kematian per
100.000 (1979-1988). Angka kematian akibat OA sekitar 6% dari semua kematian akibat arthritis.
Hampir 500 kematian per tahun disebabkan OA dan angka tersebut meningkat selama 10 tahun
terakhir.
Faktor resiko OA :
a. Faktor resiko sistemik
1. Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses penuaan meningkatkan
kerentanan sendi melalui berbagai mekanisme. Kartilago pada sendi orang tua sudah
kurang responsif dalam mensintesis matriks kartilago yang distimulasi oleh pembebanan
(aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada orang tua memiliki kartilago yang lebih tipis.
Kartilago yang tipis ini akan mengalami gaya gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal
dan hal inilah yang menyebabkan peningkatan resiko kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot
yang menunjang sendi menjadi semakin lemah dan memiliki respon yang kurang cepat
terhadap impuls. Ligamen menjadi semakin regang, sehingga kurang bisa mengabsorbsi
impuls. Faktor-faktor ini secara keseluruhan meningkatkan kerentanan sendi terhadap
OA.
Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta proses keradangan
kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-
kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari
tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat
dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi
tulang ini memberikan gambaran seolah persendian yang terkena itu bengkak.
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang dirasakannya telah
berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada
pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan
sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa
nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini (secara
radiologis). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias
digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun
eksentris (salah satu arah gerakan saja ).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi tidak diikuti
dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar
kartilago.
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga
berasal dari peradangan sendi (sinovitis), efusi sendi, dan edema sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh, inervasi
neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang
berkembang Hal ini menimbulkan nyeri. Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di
dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom iliotibial
band.
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.7
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama,
bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.7
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya
sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan
perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu.
e. Pembesaran sendi (deformitas)
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang biasanya tidak
banyak (< 100 cc) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi berubah.7
g. Tanda tanda peradangan
Tanda tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat
yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai pada OA karena adanya synovitis. Biasanya
tanda tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala
ini sering dijumpai pada OA lutut.
h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan ancaman yang
besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu
berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta klinis dan laboratoris
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan gambaran radiologis,
yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis
subchondral.
Keterangan :
a. Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan menyempitnya celah sendi (tanda
panah)
b. Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang ditandai terbentuknya
osteofit (tanda panah)
c. Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah putih) menyebabkan destruksi
padapada kartilago dan sunchondral (tanda panah terbuka)
d. Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)
a. Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime MMP. Salah satu
contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru dipakai oleh hewan belum dipakai pada
manusia.
b. Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam degradasi tulang
rawan, antara lain: hialuronidase, protease, elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga
merangsang sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi. Pada
penelitian Rejholec tahun 1987
c. pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam rasa sakit pada lutut, naik
tangga, kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara statistik bermakna.
d. Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan kelompok vertebra, dan terutama
terdapat pada matriks ekstraseluler sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca dkk (1998),
efektivitas kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3 mekanisme utama, yaitu :
1. Anti inflamasi
2. Efek metabolik terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan.
3.Anti degeneratif melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat oksigen reaktif.
e. Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim lisozim dan bermanfaat
dalam terapi OA
f. Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam mempunyai kemampuan
untuk menghilangkan superoxide dan hydroxyl radicals. Secara in vitro, radikal superoxide
mampu merusak asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen peroxyde dapat
merusak kondroitin secara langsung. Dalam percobaan klinis dilaporkan bahwa pemberian
superoxide dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan pada pasien OA.
2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya bersifat counter
irritant.
b. Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan campuran yang
dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah gel
piroxicam, dan sodium diclofenac.
1. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah sudut dari
weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat
pula dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair (Thomas, 2000).
2. Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru ditanam. Permukaan
penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam high-density polyethylene (Thomas, 2000).
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
a. Partial replacement/unicompartemental
b. High tibial osteotmy : orang muda
c. Patella & condyle resurfacing
d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian oleh ligament asli dan
sebagian oelh sendi buatan.
e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe instability
Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri, deformitas, instability akibat
dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangkan kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya
neuromuscular dysfunction, Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion.
GASTRITIS KRONIK
Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti
inflamasi/peradangan. Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis adalah proses inflamasi
pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa
dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya
infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Lindseth dalam Prince (2005: 422), gastritis adalah suatu
keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau
lokal.
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan
diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau
terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi
(Brunner, 2000 : 187).
Dari defenisi-defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan atau
perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan
dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, cepat, makan makanan yang terlalu
banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya gastritis.
Peradangan dari gastritis dapat hanya superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam
mukosa lambung, dan pada kasus-kasus yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa
lambung yang hampir lengkap. Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan berat,
dengan ekskoriasi ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri (Guyton, 2001).
Secara garis besar, gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan pada
manifestasi klinis, gambaran hispatologi yang khas, distribusi anatomi, dan kemungkinan patogenesis
gastritis. Didasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Harus
diingat, bahwa walaupun dilakukan pembagian menjadi akut dan kronik, tetapi keduanya tidak saling
berhubungan. Gastritis kronik bukan merupakan kelanjutan gastritis akut (Suyono, 2001).
1.1 Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan sembuh
sempurna (Prince, 2005: 422). Gastritis akut terjadi akibat respons mukosa lambung terhadap
berbagai iritan lokal. Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan penyakit
yang ringan.
Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat, yang dapat
menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi
yang mengakibatkan obstruksi pylorus (Brunner, 2000).
Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat
adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit ini
akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi drosi yang berarti
hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa
lambung tersebut (Suyono, 2001: 127).
lambung. Derajat paling ringan gastritis kronis adalah gastritis superfisial kronis, yang mengenai
bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang lebih parah juga mengenai kelenjar-
kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis
atrofi kronis) dan metaplasia intestinal. Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu
dari dua tipe, yaitu tipe A yang merupakan gastritis autoimun yang terutama mengenai tubuh dan
berkaitan dengan anemia pernisiosa; dan tipe B yang terutama meliputi antrum dan berkaitan dengan
infeksi Helicobacter pylori. Terdapat beberapa kasus gastritis kronis yang tidak tergolong dalam
kedua tipe tersebut dan penyebabnya tidak diketahui (Chandrasoma, 2005 : 522).
Gastritis kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung pada kelainan histologi,
topografi, dan etiologi yang menjadi dasar pikiran pembagian tersebut (Suyono, 2001).
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 128), klasifikasi histologi yang sering digunakan membagi
gastritis kronik menjadi :
1. Gastritis kronik superficial
Apabila dijumpai sebukan sel-sel radang kronik terbatas pada lamina propria mukosa superfisialis
dan edema yang memisahkan kelenjar-kelenjar mukosa, sedangkan sel-sel kelenjar tetap utuh. Sering
dikatakan gastritis kronik superfisialis merupakan permulaan gastritis kronik.
2. Gastritis kronik atrofik
Sebukan sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam disertai dengan distorsi dan destruksi sel
kelenjar mukosa lebih nyata. Gastritis atrofik dianggap sebagai kelanjutan gastritis kronik
superfisialis.
3. Atrofi lambung
Atrofi lambung dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik. Pada saat itu struktur kelenjar
menghilang dan terpisah satu sama lain secara nyata dengan jaringan ikat, sedangkan sebukan sel-sel
radang juga menurun. Mukosa menjadi sangat tipis sehingga dapat menerangkan mengapa pembuluh
darah menjadi terlihat saat pemeriksaan endoskopi.
4. Metaplasia intestinal
Suatu perubahan histologis kelenjar-kelenjar mukosa lambung menjadi kelenjar-kelenjar mukosa usus
halus yang mengandung sel goblet. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi secara menyeluruh
pada hampir seluruh segmen lambung, tetapi dapat pula hanya merupakan bercak-bercak pada
beberapa bagian lambung.
Distribusi anatomis pada gastritis kronik dapat dibagi menjadi tifa bagian, yaitu :
1. Gastritis Kronis Tipe A
Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya
autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik, dan berkaitan dengan tidak
adanya sel parietal dan chief cell, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar
gastrin. Dalam keadaan sangat berat, tidak terjadi produksi faktor intrinsik. Anemia pernisiosa
seringkali dijumpai pada pasien karena tidak tersedianya faktor intrinsik untuk mempermudah
absorpsi vitamin B12 dalam ileum (Prince, 2005: 423).
Jadi, anemia pernisiosa itu disebabkan oleh kegagalan absorpsi vitamin B12 karena kekurangan
faktor intrinsik akibat gastritis kronis autoimun. Autoimunitas secara langsung menyerang sel parietal
pada korpus dan fundus lambung yang menyekresikan faktor intrinsik dan asam (Chandrasoma, 2005
: 522).
Reaksi autoimun bermanifestasi sebagai sebukan limfo-plasmasitik pada mukosa sekitar sel parietal,
yang secara progresif berkurang jumlahnya. Netrofil jarang dijumpai dan tidak didapati Helicobacter
pylori. Mukosa fundus dan korpus menipis dan kelenjar-kelenjar dikelilingi oleh sel mukus yang
mendominasi. Mukosa sering memperlihatkan metaplasia intestinal yang ditandai dengan adanya sel
goblet dan sel paneth. Pada stadium akhir, mukosa menjadi atrofi dan sel parietal menghilang
(gastritis kronis tipe A) (Chandrasoma, 2005 : 522).
2. Gastritis Kronis Tipe B
Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena umumnya mengenai daerah antrum
lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan gastritis kronis tipe A. Gastritis kronis tipe B
lebih sering terjadi pada penderita yang berusia tua. Bentuk gastritis ini memiliki sekresi asam yang
normal dan tidak berkaitan dengan anemia pernisiosa. Kadar gastrin yang rendah sering terjadi.
Penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter pylori. Faktor etiologi
gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang berlebihan, merokok, dan refluks empedu kronis
dengan kofaktor Helicobacter pylori (Prince, 2005: 423).
Gastritis kronis tipe B secara maksimal melibatkan bagian antrum, yang merupakan tempat predileksi
Helicobacter pylori. Kasus-kasus dini memperlihatkan sebukan limfoplasmasitik pada mukosa
lambung superfisial. Infeksi aktif Helicobacter pylori hampir selalu berhubungan dengan munculnya
nertrofil, baik pada lamina propria ataupun pada kelenjar mukus antrum. Pada saat lesi berkembang,
peradangan meluas yang meliputi mukosa dalam dan korpus lambung. Keterlibatan mukosa bagian
dalam menyebabkan destruksi kelenjar mukus antrum dan metaplasia intestinal (gastritis atrofik
kronis tipe B) (Chandrasoma, 2005 : 523).
Pada 60-70% pasien, didapatkan Helicobacter pylori pada pemeriksaan histologis atau kultur biopsi.
Pada banyak pasien yang tidak didapati organisme ini, pemeriksaan serologisnya memperlihatkan
antibodi terhadap Helicobacter pylori, yang menunjukkan sudah ada infeksi Helicobacter pylori
sebelumnya (Suyono, 2001).
Helicobacter pylori adalah organisme yang kecil dan melengkung, seperti vibrio, yang muncul pada
lapisan mukus permukaan yang menutupi permukaan epitel dan lumen kelenjar. Bakteri ini
merupakan bakteri gram negatif yang menyerang sel permukaan, menyebabkan deskuamari sel yang
dipercepat dan menimbulkan respon sel radang kronis pada mukosa lambung. Helicobacter pylori
ditemukan lebih dari 90% dari hasil biopsi yang menunjukkan gastritis kronis. Organisme ini dapat
dilihat pada irisan rutin, tetapi lebih jelas dengan pewarnaan perak Steiner atau Giemsa. Keberadaan
Helicobacter pylori berkaitan erat dengan peradangan aktif dengan netrofil. Organisme dapat tidak
ditemukan pada pasien gastritis akut inaktif, terutama bila terjadi metaplasia intestinal (Chandrasoma,
2005 : 524).
3. Gastritis kronis tipe AB
Gastritis kronis tipe AB merupakan gastritis kronik yang distribusi anatominya menyebar keseluruh
gaster. Penyebaran ke arah korpus tersebut cendrung meningkat dengan bertambahnya usia (Suyono,
2001: 130).
2.3 Faktor-faktor Penyebab Gastritis
2.3.1 Pola Makan
Terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu
frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung
meningkat.
1. Frekuensi Makan
2. Jenis Makanan
3. Porsi Makan
3.1 Kopi
Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa
kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan fenol, vitamin dan
mineral.
Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan
lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Ada dua unsur yang bisa mempengaruhi
kesehatan perut dan lapisan lambung, yaitu kafein dan asam chlorogenic.
Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan bahwa berbagai faktor seperti keasaman,
kafein atau kandungan mineral lain dalam kopi bisa memicu tingginya asam lambung. Sehingga tidak
ada komponen tunggal yang harus bertanggung jawab (Anonim, 2011).
Kafein dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak), sistem pernapasan,
serta sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak heran setiap minum kopi dalam jumlah
wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar, bergairah, daya pikir lebih cepat, tidak mudah lelah atau
mengantuk. Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan
aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin. Hormon gastrin yang
dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat asam dari bagian
fundus lambung. Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa
lambung (Okviani, 2011).
Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering minum kopi adalah gastritis
(peradangan pada lapisan lambung). Beberapa orang yang memilliki gangguan pencernaan dan
ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya disaranakan untuk menghindari atau membatasi
minum kopi agar kondisinya tidak bertambah parah (Warianto, 2011).
3.2 Teh
Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD., dalam buku The Miracle of Enzyme menemukan bahwa
orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan lebih dari dua gelas secara teratur, sering
menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai contoh Teh Hijau, yang mengandung banyak
antioksidan dapat membunuh bakteri dan memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang
mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang merusak. Namun, jika beberapa antioksidan
bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin. Tannin inilah yang menyebabkan beberapa
buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan mudah teroksidasi (Shinya, 2008).
Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap protein pada mukosa
dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi proses dimana
membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang permeabel. Proses tersebut
menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat kimia iritan. Dosis
tinggi tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat mengakibatkan iritasi pada
membran mukosa usus (Shinya, 2008).
Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah berubah menjadi asam
tanat. Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein mukosa lambung. Asam tanat akan
mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel mukosa lambung menjadi atrofi. Hal
inilah yang menyebabkan orang tersebut menderita berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi,
ulcus peptic, hingga mengarah pada keganasan lambung (Shinya, 2008).
3.3 Rokok
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam sebatang rokok, terkandung
berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok yang disulut,
terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia,
benzene, methanol, perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene,
urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan
paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun lainnya turut bertanggung jawab pada
berbagai dampak rokok terhadap kesehatan (Budiyanto, 2010).
Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup esofagus dan pilorus,
meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi bikarbonat
pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam
lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain itu, rokok juga
mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung) dan obat-obatan lainnya
dalam menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana hal tersebut memegang peranan penting
dalam proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung. Rokok dapat mengganggu faktor defensif
lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk peradangan,
dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori. Merokok juga dapat
menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan risiko kekambuhan tukak peptik (Beyer,
2004).
Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan bagi perokok menderita
penyakit lambung (gastritis) sampai tukak lambung. Penyembuhan berbagai penyakit di saluran cerna
juga lebih sulit selama orang tersebut tidak berhenti merokok (Departemen Kesehatan RI, 2001).
3.5 AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid)
Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian besar obat
anti inflamasi non steroid (Suyono, 2001).
Asam asetil salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Asam asetil salisilat merupakan obat
anti inflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam karboksilat derivat asam salisilat yang dapat dipakai
secara sistemik.
Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen menghambat aktivitas
siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam
arakhidonat. Siklooksigenase merupakan enzim yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari
asam arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa lambung
yang amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa, aspirin dan obat antiinflamasi
nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan
asam dalam obat tersebut bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian
aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh
lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu. Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya
sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya
dilakukan secara terus menerus atau berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum.
Pemakaian setiap hari selama minimal 3 bulan dapat menyebabkan gastritis (Rosniyanti, 2010).
3.6 Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan,
mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang. Definisi lain
menyebutkan bahwa stress merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental,
fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik
manusia tersebut (Potter, 2005).
1. Stress Psikis
Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress, misalnya pada beban kerja berat, panik
dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika
hal ini dibiarkan, lama-kelamaan dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Bagi sebagian orang,
keadaan stres umumnya tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, maka kuncinya adalah
mengendalikannya secara efektif dengan cara diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi, istirahat cukup,
olah raga teratur dan relaksasi yang cukup (Friscaan, 2010).
2. Stress Fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluks empedu atau infeksi berat
dapat menyebabkan gastritis dan juga ulkus serta pendarahan pada lambung. Perawatan terhadap
kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang
selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan ulkus peptik. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil
radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan
kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-
kelenjar penghasil asam lambung (Anonim, 2010).
Refluks dari empedu juga dapat menyebabkan gastritis. Bile (empedu) adalah cairan yang membantu
mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan
melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot
sphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke
dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk ke dalam
lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis.
3.7 Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan kemampuannya sebagai
pelarut lipida. Kemampuannya melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel
memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh
karena itu alkohol dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir,
anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol (Almatsier, 2002).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan hati, oleh karena
itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan
hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi
asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol
dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum. Konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak
mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak peptik.
Alkohol mengakibatkan menurunnya kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena
ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal
(Beyer 2004).
3.8 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang berbentuk kurva dan batang. Helicobacter
pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis (gastritis)
pada manusia. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri Helicobacter pylori yang
hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya
dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut
terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh
bakteri ini. Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan
seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi Helicobacter pylori ini sekarang diketahui
sebagai penyebab utama terjadinya ulkus peptikum dan penyebab tersering terjadinya gastritis
(Prince, 2005).
3.9 Usia
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan dengan usia muda.
Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster cenderung menjadi
tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun
daripada orang yang lebih muda. Sebaliknya,jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan
dengan pola hidup yang tidak sehat.
Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai dengan peningkatan usia.
Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80% menderita gastritis kronik dan
menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses imunologis, faktor
lain juga berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis adalah refluks kronik cairan penereatotilien,
empedu dan lisolesitin (Suyono, 2001).
4 Patofisiologi
Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor agresif (asam lambung dan
pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non
steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan substansi
erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat mengancam ketahanan mukosa
lambung. Gastritis dapat menimbulkan gejala berupa nyeri, sakit, atau ketidaknyamanan yang
terpusat pada perut bagian atas (Brunner, 2000).
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai faktor endogen
yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung, pepsinogen/pepsin dan
garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat
merusak integritas epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster
memiliki dua faktor yang sangat melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor
agresif. Faktor defensif meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang
memiliki peran penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung,
kemudian sel-sel epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi
asam bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama
yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien
dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang merusak mukosa
lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang atau rusak, sehingga
dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung (Prince, 2005)
Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain dapat merusak mukosa
lambung, mengganggu pertahanan mukosa lambung, dan memungkinkan difusi kembali asam pepsin
ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respons mukosa lambung terhadap
kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu gangguan-
gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya. Dengan iritasi yang terus menerus,
jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat seperti asam dan basa
kuat yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung. Nekrosis
dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis.
Gastritis kronik dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar lambung dan keadaan mukosa
terdapat bercak-bercak penebalan berwarna abu-abu atau kehijauan (gastritis atropik). Hilangnya
mukosa lambung akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya sekresi lambung dan timbulnya anemia
pernisiosa. Gastritis atropik boleh jadi merupakan pendahuluan untuk karsinoma lambung. Gastritis
kronik dapat pula terjadi bersamaan dengan ulkus peptikum (Suyono, 2001).
5 Manifestasi Klinis
Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan salah
satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan
melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika
dilakukan anamnesis lebih dalam, tanpa riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu
(Suyono, 2001).
Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi, ketidaknyamanan abdomen
(dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi muntah, serta cegukan beberapa pasien
adalah asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi jika makanan pengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi
jika sudah mencapai usus besar, pasien biasanya sembuh kira-kira dalam sehari meskipun nafsu
makan kurang atau menurun selama 2 sampai 3 hari (Ester, 2001).
6 Komplikasi Gastritis
Komplikasi yang timbul pada gastritis, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa
hematemesis dan melena, berakhir dengan syok hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan
jarang terjadi perforasi.
Jika dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus peptikum dan pendarahan pada
lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika
terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding
lambung (Prince, 2005).
Kebanyakan kanker lambung adalah adenocarcinoma, yang bermula pada sel-sel kelenjar dalam
mukosa. Adenocarcinoma tipe 1 biasanya terjadi akibat infeksi Helicobacter pylori. Kanker jenis lain
yang terkait dengan infeksi akibat Helicobacter pylori adalah MALT (mucosa associated lyphoid
tissue) lymphomas, kanker ini berkembang secara perlahan pada jaringan sistem kekebalan pada
dinding lambung. Kanker jenis ini dapat disembuhkan bila ditemukan pada tahap awal (Anonim,
2010).
7 Penatalaksanaan Gastritis
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut adalah
dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan sering. Obat-obatan
ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2 inhibition pompa
proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifoprotektor berupa sukralfat dan
prostaglandin.
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko tinggi,
pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat menjadi kuasa dan
pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida dan antagonis H2
sehingga mencapai pH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya
tetap dianjurkan.
Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis yang berat.
Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah dengan
Misaprostol, atau Derivat Prostaglandin Mukosa.
Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek teraupetiknya masih
diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si pasien membaik dan lesi
mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa mengancam jiwa. Tindakan-
tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri gastrika kiri atau gastrektomi.
Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya atas dasar abolut (Suyono, 2001).
Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai sel parietal
dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang rata,
Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori tipe A (altrofik atau fundal) dan tipe B (antral).
Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila terdapat ulkus
duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter Pylory. Namun demikian, lesi
tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat yang diketahui mengiritasi lambung
harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang disebabkan oleh perdarahan kronis), maka
penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa harus diberi pengobatan vitamin B12 dan terapi
yang sesuai (Chandrasoma, 2005 : 522).
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat, mengurangi dan
memulai farmakoterapi. Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan antibiotik (seperti Tetrasiklin atau
Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto bismol). Pasien dengan gastritis tipe A biasanya mengalami
malabsorbsi vitamin B12 (Chandrasoma, 2005 : 522).
8 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa gastritis, dilakukan dengan berbagai macam tes, diantaranya :
1. Tes Darah
Tes darah untuk melihat adanya antibodi terhadap serangan Helicobacter pylori. Hasil test yang
positif menunjukkan bahwa seseorang pernah mengalami kontak dengan bakteri Helicobacter pylori
dalam hidupnya, tetapi keadaan tersebut bukan berarti seseorang telah terinfeksi Helicobacter pylori.
Tes darah juga dapat digunakan untuk mengecek terjadinya anemia yang mungkin saja disebabkan
oleh perdarahan karena gastritis (Anonim, 2010).
2. Breath Test
Test ini menggunakan tinja sebagai sampel dan ditujukan untuk mengetahui apakah ada infeksi
Helicobacter pylori dalam tubuh seseorang.
3. Stool Test
Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya Helicobacter pylori dalam sampel tinja seseorang. Hasil
test yang positif menunjukkan orang tersebut terinfeksi Helicobacter pylori. Biasanya dokter juga
menguji adanya darah dalam tinja yang menandakan adanya perdarahan dalam lambung karena
gastritis.
4. Rontgen
Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang dapat dilihat dengan sinar
X. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan rontgen. Cairan
ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen.
5. Endoskopi
Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang mungkin tidak dapat dilihat
dengan sinar X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel
(endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan bagian atas usus kecil.
Tenggorokan akan terlebih dahulu dimatirasakan (anestesi), sebelum endoskop dimasukkan untuk
memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang
terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel
itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20
sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus
menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada
resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan
akibat menelan endoskop (Anonim,2010).
HIPERTENSI
2.1.1 Definisi
Sebuah klasifikasi baru baru ini merekomendasikan tekanan darah untuk menentukan tekanan darah
normal, prehipertensi, hipertensi (stadium 1 dan 2) dan hipertensi sistolik terisolasi, yang umumnya
terjadi dikalangan orang tua. Pada anak anak dan remaja, hipertensi umumnya didefinisikan sebagai
sistolik dan/atau tekanan darah diasolik konsisten > 95 persentil untuk usia, jenis kelamin dan tinggi.
Tekanan darah antara persentil ke 90 dan ke 95 dianggap prehipertensi dan merupakan indikasi untuk
intervensi gaya hidup (Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, 2009).
2.1.2 Epidemiologi
Pada tahun 2014, di seluruh dunia, terdapat sekitar 1 miliar penderita hipertensi dan kematian yang
disebabkannya berjumlah lebih dari 7,1 juta kematian per tahun. Di Indonesia, penyakit hipertensi
merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun
2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi pada usia >18 tahun di Indonesia adalah sebesar 25.8%
dari hasil pengukuran tekanan darah. Sedangkan prevalensi penderita hipertensi yang pernah didiagnosis
tenaga kesehatan atau sedang minum obat hipertensi yaitu sebesar 9,5% dan sebanyak 63.2% belum
terdiagnosis hipertensi. (Kemenkes, 2010).
2.1.3 Etiologi (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati, 2009)
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada kebanyakan pasien
etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak
dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah
mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi
sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi
pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.
1. Hipertensi Primer (Essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial (hipertensi primer). Literatur
lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme
yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun
teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun
dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting
pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan
darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak
karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di
dokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric
oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal dan angiotensinogen.
2. Hipertensi Sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat
tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (lihat tabel 2.1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering.
Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat
hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka
dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang
menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.
Tabel 2.1 Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi
Penyakit Obat Obat
1. Penyakit ginjal kronis 1. Kortikosteroid, ACTH
2. Hiperaldosteronisme primer 2. Estrogen (biasanya pil KB dg
3. Penyakit renovaskular kadar estrogen tinggi)
4. Sindroma Cushing 3. NSAID, cox-2 inhibitor
5. Pheochromocytoma 4. Fenilpropanolamine dan analog
6. Koarktasi aorta 5. Cyclosporin dan tacrolimus
7. Penyakit tiroid atau 6. Eritropoetin
paratiroid 7. Sibutramin
8. Antidepresan (terutama
venlafaxine)
2.1.4 Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The Seventh Report of The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Eveluation, and Tretment of High Blood Pressure (JNC7)
klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi
derajat 1 dan derajat 2, menurut World Health Organization (WHO) dan International Society of
Hypertension Working Group (ISHWG).
Tabel 2.2 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7
Klasifikasi TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Tekanan Darah
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 139 Atau 80 89
Hipertensi stadium 1 140 159 Atau 90 99
Hipertensi stadium 2 160 Atau 100
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik
Tabel 2.3 Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO) dan International Society Of
Hypertension Working Group (ISHWG)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal < 130 dan < 85
Normal tinggi/ 130 139 atau 85 89
prehipertensi
Hipertensi derajat I 140 159 atau 90 99
Hipertensi derajat II 160 179 atau 100 109
Hipertensi derajat III 180 atau 110
Diabetes Melittus
Mikroalbuminuria atau LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) <60 ml/menit
Usia (Laki-laki >55 tahun, perempuan >65 tahun)
Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular dini (laki-laki <55 tahun atau perempuan <65
tahun)
2.1.6 Patogenesis
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi dilakukan oleh aksi
memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi
kerja masing-masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang
kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai
dengan peningkatan curah jantung dan/atau ketahanan peripheral.
pada hipertensi tidak berhubungan dengan tekanan darah. Fase hipertensi yang berbahaya bisa ditandai
Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung dengan beban
(treadmill/ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan darah serta perubahan aktifitas listrik jantung
(EKG), sekaligus menilai tingkat kapasitas fisik
Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap diteruskan sehingga dapat diketahui
efektifitas obat terhadap kenaikan beban
Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan tidak menambah
peningkatan darah
Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan
Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah latihan
Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan tekanan darah sehingga olahraga
dapat menjadi salah satu obat hipertensi
Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada kaitannya dengan beban emosi
(stres). Oleh karena itu disamping olahraga yang bersifat fisik dilakukan pula olahraga pengendalian
emosi, artinya berusaha mengatasi ketegangan emosional yang ada
Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka dosis/takaran obat yang sedang
digunakan sebaiknya dilakukan penyesuaian (pengurangan)
c. Perubahan pola makan
Mengurangi asupan garam
Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya penurunan berat badan dapat
digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam harus
memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan jenis makanan tertentu yang
banyak mengandung garam. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak
menambahkan garam pada waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari makanan yang sudah
diasinkan dan menggunakan mentega yang bebas garam. Cara tersebut diatas akan sulit dilaksanakan
karena akan mengurangi asupan garam secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan makan pasien
secara drastis.
Diet rendah lemak jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan
tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari
hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-
bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.
Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat mengatasi hipertensi.
Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko
terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat dalam penurunan
tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung banyak mineral,
seperti seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium), kacang-kacangan (banyak mengandung
magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung banyak kalsium.
d. Menghilangkan stress
Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan sudah melebihi
kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup
dengan membuat perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban stres.
Perubahan-perubahan itu ialah :
Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk kegiatan setiap hari sehingga tidak
akan terjadi bentrokan acara atau kita terpaksa harus terburu-buru untuk tepat waktu memenuhi suatu
janji atau aktifitas
Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai
Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan
Siapkan cadangan untuk keuangan
Berolahraga
Makanlah yang benar
Tidur yang cukup
Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin
Binalah hubungan sosial yang baik
Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan perhatian khusus
Carilah humor
2. Penatalaksanaan Farmakologis
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7:
a. Diuretic, terutama jenis Thiazide (Thiaz) Aldosteron Antagonist (Ald Ant)
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor angiotensint/ blocker (ARB)
Tabel Indikasi dan kontraindikasi obat antihipertensi menurut European Society of Hypertension (ESH)
Adapun Tatalaksana hipertensi menurut JNC7 dapat dilihat pada tabel 2.5 dibawah ini:
Tabel 2.5 Tatalaksana hipertensi menurut JNC7
Klasifikasi TDS TDD Perbaikan Tanpa indikasi Dengan indikasi
Tekanan (mmHg) (mmHg) Pola Hidup yang memaksa yang memaksa
Darah
Normal < 120 dan <80 Dianjurkan
atau BB atau
CCB
Masing-masing obat antihipertensi memliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan hipertensi,
tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor sosio ekonomi
b. Profil faktor resiko kardiovaskular
c. Ada tidaknya kerusakan organ target
d. Ada tidaknya penyakit penyerta
e. Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
f. Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit lain
g. Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam menurunkan resiko
kardiovaskular.
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target tekanan darah
dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi
dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan
apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada
tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam
dosis rendah, dan kemudian darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah
meningkatnya dosis obat tertentu, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan rendah. Efek samping
umumnya dapat dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian
besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi
kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat
yang harus diminum bertambah.
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :
a. ACEI atau ARB
b. CCB dan BB
c. CCB dan ACEI atau ARB
d. CCB dan diuretika
e. AB dan BB
f. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.
INKONTINENSIA URINE
Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin tanpa disadarai dalam jumlah dan frekuensi yang
cukup sehingga menyebabkan masalah gangguan kesehatan dan atau social. Inkontinensia urin
merupakan salah satu manifestasi penyakit yang sering ditemukan pada pasien geriatri.
Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 1530% usia lanjut di masyarakat dan 20-
30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinensia urin, dan kemungkinan
bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun. Masalah inkontinensia urin
ini angka kejadiannya meningkat dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.
Klasifikasi Inkontinensia Urin :
1. Inkontinensia Urin Akut Reversibel
Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi ke toilet
sehingga berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia urin
umumnya juga akan teratasi. Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat memicu
timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten, seperti
fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya..
Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya inkontinensia urin,
seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat menyebabkan edema
dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya inkontinensia urin nokturnal. Berbagai
macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya inkontinensia urin seperti Calcium Channel
Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesic narcotic, psikotropik, antikolinergik dan diuretiK.
Untuk mempermudah mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible dapat dilihat
akronim di bawah ini :
D : delirium
R : restriksi mobilitas, retensi urin
I : Infeksi, inflamasi, Impaksi
P :Poliuria, pharmasi
2. inkontinensia persisten
Manifestasi klinis Inkontinensia Urin meliputi :
1) Inkontinensia urin stress :
ke kamar mandi, dan faktor psikologis. Seringkali inkontinensia urin pada lansia muncul
dengan berbagai gejala dan gambaran urodinamik lebih dari satu tipe inkontinensia urin.
Penatalaksanaan yang tepat memerlukan identifikasi semua komponen.
Walaupun begitu, bebrapa perubahan perubahan berkaitan dengan bertambahnya usia, dan faktor
faktor yang sekarang timbul sebagai akibat seorang menjadi lanjut usia dapat mendukung terjadinya
inkintinensia. Faktor faktor yang berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain :
a. Mobilitas yang lebih terbatas karena menurunnya panca indra dan kemunduran system lokomosi
b. Kondisi kondisi medik yang patologik dan berhubungan dengan pengaturan urin, misalnya pada
penyakit DM, gagal jantung kongestif.
Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan inkontinensia urin, dapat
pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin, diantaranya
adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet seperti urinal, komod dan bedpan
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W. A. N. 2007. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Terjemahan H. Hartanto, et.al.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Terjemahan Irawati,
et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Braunwald, J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. L. Kasper. 2007. Harrison, Prinsip-Prinsip
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 3. Terjemahan Asdie, A. H., et. al. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
4. Djojodibroto, R. Darmonto. 2012. Respirologi (Respiratoty Medicine). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
5. R. S. Cortran, dan S. L. Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Terjemahan B. U.
Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Glassock, R.J, dan Brenner, B.M., 2000. Penyakit Paruobstrukrif Kronik, dalam Ahmad H. Asdie.
Editor bahasaIndonesia, Harison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi13. Jakarta. Penerbit:
Buku Kedokteran EGC.
7. Swierzewski, SJ. 2007. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. (online)
http://www.pulmonologychannel.com/PPOK/complication.shtml Diakses 10 Mei 2012
8. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, andPrevention of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. USA:2007 http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp Diakses 10 Mei
2012
9. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrisons Principles Of
Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies.
10. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the prevalence of arthritis
and other rheumatic conditions in the United States. Part II. Arthritis Rheum. 58(1):2635.
11. Christine G, 1922, Bones and Joint. A Guide for student, second edition, Tokyo, Churchill
Livingstone.
12. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the United States:
arthritis data from the Third National Health and Nutrition Examination Survey 19911994. J
Rheumatol. 33(11):22712279.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriatri
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werdha Kristen Hana Ciputat
periode 22 Juni 2015 25 Juli 2015
Pitri Erlina Lay 406148138 2015
13. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of Medicine.
14. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 15 maret
2013.
15. Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis. Aging Clin Exp Res.
15(5):364372.
16. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga
University Press.
17. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative Joint
Disease and Variation. Radiology. 248(3):737747.
18. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of Osteoarthritis.
American Family Physician. 64(2):279286
19. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi, Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
20. Almatsier. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
21. Anonimous, 2010. Gastritis. http://bluebear.student.umm.ac.id/2010/07/14/-gastritis-magh.
Diakses tanggal 04 Januari 2012, 09:04 WIB.
22. Anonimous, 2011. Kenapa Setelah Minum Kopi Perut Terasa Sakit. http://cupu.web.id/kenapa-
setelah-minum-kopi-perut-terasa-sakait/. Diakses tanggal 04 Januari 2012, 09:13 WIB.
23. Arifa, Amelia D. 2008. Uji Efek Antiulcer. http://etd.eprints.ums.ac.id/-3374/1/K100040224.pdf.
Diakses tanggal 04 Januari 2012, 09:45 WIB.
24. Arifianto. 2009. Gastritis. http://tonyarf87.blogdpot.com/2009/02/-gastritis.htm. Diakses tanggal
04 Januari 2012, 09:05 WIB.
25. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitiaan Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Asdi
Mahasatya
26. Baliwati, Yayak F. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya
27. Beyer. 2004. Medical Nutrition Therapy for Upper Gastrointestinal Tract Disorders. Philadelphia:
Saunders
28. Brunner dan Suddart. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC