You are on page 1of 26

LABORATORIUM PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2016/2017

MODUL : SEDIMENTASI
PEMBIMBING : Emma Hermawati Muhari, Ir., MT

Praktikum : 04 Mei 2017


Penyerahan (Draft Laporan) : 08 Mei 2017
Oleh :

Kelompok : IV (empat)

Nama : Firda Hayatus S. NIM 141424012

Ghina Fauziyyah NIM 141424014

Gian Mardhiansyah NIM 141424015

Kelas : 3A Teknik Kimia Produksi Bersih

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah merupakan suatu produk samping yang sudah tidak dapat dimanfaatkan atau
tidak memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi ketika dimanfaatkan. Banyak sumber limbah
yang dihasilkan dalam kehidupan manusia, seperti limbah dari rumah tangga (limbah
domestik), limbah dari industri kecil dan limbah dari pabrik-pabrik besar. Dalam dunia
masyarakat yang semakin maju dan perkembangan teknologi yang semakin meningkat, maka
limbah yang dihasilkan pun akan semakin meningkat. Peningkatan jumlah limbah dapat
disebabkan karena banyaknya konsumsi masyarakat terhadap suatu produk.

Limbah yang dibuang ke lingkungan dapat berupa limbah padat, cair dan gas.
Pembuangan limbah ke badan air secara langsung dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan yang dapat merusak ekosistem air apabila kualitas air limbah yang dibuang tidak
memenuhi baku mutu air limbah yang diizinkan untuk dibuang ke lingkungan. Salah satu
cara pengolahan air limbah adalah dengan menggunakan metode sedimentasi. Sedimentasi
dilakukan untuk mengurangi nilai Total Solid pada air limbah sehingga Total Solid dalam air
limbah dapat memenuhi nilai baku mutu yang diizinkan. Masalah yang sering timbul pada
penggunaan bak sedimentasi konvensional adalah lahan yang tersedia masih terbatas. Oleh
karena itu, modifikasi bak sedimentasi dilakukan untuk mengatasi masalah lahan yang
terbatas pada penggunaan bak sedimentasi konvensional. Salah satu cara modifikasi bak
sedimentasi konvensional adalah dengan menambahkan sebuah plate settler.

1.2 Tujuan

a. Mengurangi kekeruhan air baku


b. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sedimentasi

Sedimentasi adalah salah satu proses pemisahan padatan dari suatu cairan (slurry) agar
cairan menjadi bening dan bebas dari padatan yang terdapat di dalam cairan tersebut.
Pemisahan padatan dan cairan terjadi berdasarkan perbedaan massa jenis dengan cara
pengendapan. Selain itu, proses pengendapan padatan yang ada dalam cairan juga
dipengaruhi oleh adanya gaya gravitasi.

Proses sedimentasi dapat dilakukan sebelum proses koagulasi dan flokulasi (primary
sedimentation) atau pun setelah proses koagulasi dan flokulasi (secondary sedimentation).
Proses sedimentasi awal (primary sedimentation) dilakukan ketika kekeruhan dari cairan
tinggi sehingga dapat mengurangi beban pada proses koagulasi dan flokulasi, sementara
proses sedimentasi akhir (secondary sedimentation) dilakukan untuk memisahkan cairan
dengan endapan yang terjadi pada proses koagulasi dan flokulasi. Kecepatan pengendapan
padatan yang terdapat di dalam cairan tergantung pada berat jenis, bentuk dan ukuran
partikel, viskositas cairan dan kecepatan aliran cairan dalam bak pengendapan (bak
sedimentasi).

Berdasarkan konsentrasi dan kecenderungan partikel berinteraksi, proses sedimentasi


terbagi atas tiga macam, yaitu :

1) Sedimentasi Tipe I (Plain Settling atau Discrete Particle)


Sedimentasi Tipe I merupakan pengendapan partikel tanpa menggunakan
koagulan. Tujuan dari unit ini adalah menurunkan kekeruhan cairan dan digunakan
pada grit chamber. Kecepatan pengendapan dari padatan-padatan diskrit dipengaruhi oleh
gravitasi dan gaya geser.
2) Sedimentasi Tipe II (Flocculant Settling)
Sedimentasi Tipe II merupakan pengendapan material koloid dan padatan
tersuspensi yang terjadi dengan adanya penambahan koagulan. Biasanya digunakan untuk
mengendapkan flok-flok kimia setelah proses koagulasi dan flokulasi.

Pengendapan partikel flokulen akan lebih efisien pada ketinggian bak yang relatif
kecil karena tidak memungkinkan untuk membuat bak yang luas dengan ketinggian
minimum, atau membagi ketinggian bak menjadi beberapa kompartemen, maka alternatif
terbaik untuk meningkatkan efisiensi pengendapan bak adalah dengan memasang tube
settler pada bagian atas bak pengendapan untuk menahan flokflok yang terbentuk.

3) Sedimentasi Tipe III (Hindered Settling atau Zone Settling)


Sedimentasi Tipe III merupakan pengendapan dengan konsentrasi koloid dan
padatan tersuspensi sedang. Padatan-padatan tersuspensi tersebut saling berdekatan
sehingga gaya antar pertikel menghalangi pengendapan padatan-padatan di sebelahnya.
Partikel berada pada posisi yang relatif tetap satu sama lain dan semuanya mengendap
pada suatu kecepatan yang konstan. Hal ini mengakibatkan massa pertikel mengendap
sebagai suatu zona dan menimbulkan suatu permukaan kontak antara padatan dan cairan.
4) Sedimentasi Tipe IV (Compression Settling)
Sedimentasi Tipe IV merupakan pengendapan dari partikel yang memiliki
konsentrasi tinggi dimana partikel-partikel bersentuhan satu sama lain dan pengendapan
bisa terjadi hanya dengan melakukan kompresi terhadap massa tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju sedimentasi :

Banyaknya lumpur
Luas bak pengendapan
Kedalaman bak pengendapan

2.2 Bak Sedimentasi


Untuk mencapai pengendapan yang baik, bentuk bak sedimentasi harus dibuat
sedemikian rupa sehingga karakteristik aliran di dalam bak sedimentasi harus memiliki
aliran yang laminar dan tidak mengalami aliran mati (short-circuiting).

Pada dasarnya, terdapat dua bentuk bak sedimentasi, yaitu bak jenis persegi panjang
(rectangular) dan lingkaran (circular). Pada umumnya, bak sedimentasi berbentuk persegi
panjang dengan aliran horzontal adalah konfigurasi bak yang paling menguntungkan. Hal ini
disebabkan stabilitas hidrolis dan toleransinya terhadap shock loading. Bak tipe persegi
panjang juga memiliki efektifitas kerja yang dapat diprediksi mampu mengatasi debit dua
kali lipat dari desain, mudah untuk dioperasikan dan mudah beradaptasi dengan instalasi
plate settler atau sejenisnya (Kawamura, 1991).

2.2.1 Persegi Panjang (Rectangular)

Pada bak ini, cairan sampel mengalir secara horizontal dari inlet menuju outlet,
sementara partikel atau padatan akan mengendap ke bawah bak pengendapan.

Gambar 2.1 Bak Sedimentasi Berbentuk Segi Empat

2.2.2 Lingkaran (Circular)

Pada bak ini, cairan sampel masuk melalui pipa menuju inlet bak dibagian tengak
bak, kemudian cairan akan mengalir secara horizontal dari inlet menuju outlet di
sekeliling bak, sementara partikel atau padatan akan mengendap ke bawah.
Gambar 2.2 Bak Sedimentasi Berbentuk Lingkaran

Bagian-bagian bak sedimentasi :

a) Zona Inlet
Zona inlet mendistribusikan aliran cairan secara merata pada bak
sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk. Kontrol hirolis
pada zona inlet adalah salah satu faktor desain yang paling penting. Hal tersebut
disebabkan, apabila terjadi ketidakseimbangan aliran pada zona inlet akan
mengakibatkan aliran mati, turbulensi dan kurangnya stabilitas hirolis secara
menyeluruh pada zona pengendapan.

b) Zona Pengendapan
Zona pengendapan adalah tempat flok/partikel mengalami proses
pengendapan. Penambahan plate settler untuk memodifikasi bak sedimentasi
konvensional terjadi di zona pengendapan pada bak sedimentasi yang berbentuk
persegi panjang.
c) Zona Lumpur
Zona lumpur merupakan tempat akumulasi zat padat hasil pengendapan.
Pada umumnya dasar zona lumpur ini memiliki kemiringan antara 1/200 1/300
menuju titik pengumpulan lumpur.
d) Zona Outlet
Zona outlet adalah tempat cairan akan meninggalkan bak sedimentasi.
Pada zona outlet, digunakan pelimpah berupa mercu tajam sehingga
menghasilkan terjunan agar cairan dapat keluar dari bak sedimentasi.
Gambar 2.3 Bagian-Bagian Bak Sedimentasi

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan efisiensi bak pengendapan adalah :

Luas bidang pengendapan


Penggunaan baffle pada bak sedimentasi

Mendangkalkan bak
Pemasangan plat miring

Adapun macam-macam bangunan sedimentasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Konvensional
Bangunan sedimentasi konvensional merupakan bak sedimentasi sederhana yang
pengendapannya terjadi secara gravitasi dan memanfaatkan panjang bak.
2. Menggunakan Plate Settler
Bak sedimentasi dengan menggunakan Plate Settler bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi pengendapan dari bangunan sedimentasi konvensional. Plate ini
memiliki kemiringan atau sudut terhadap garis horizontal tertentu (45 60 0) yang
mengakibatkan lumpur tidak menumpuk pada plate, akan tetapi jatuh meluncur ke
bawah, sehingga flok-flok akan lebih mudah dipisahkan. Efisiensi pengendapan partikel
flokulen dipengaruhi oleh over flow rate, detention time dan kedalaman dari bak
pengendapan.
3. Menggunakan Tube Settler
Bak sedimentasi dengan menggunakan Tube Settler memiliki fungsi yang sama
dengan Plate Settler hanya saja modelnya berbentuk tube. Tube settler ini ada yang
dipasang secara horizontal maupun vertikal dengan kemiringan tertentu terhadap garis
horizontalnya.
4. Mekanis
Bangunan sedimentasi mekanis menggunakan scrapper untuk mempercepat
pengendapan flok-flok yang sudah terbentuk ke dalam ruang lumpur dan sekaligus untuk
pembersihannya. Biasanya digunakan untuk instalasi pengolahan yang besar.

2.3 Plate Settler

Gambar 2.4 Plate Settler


Plate Settler merupakan keping pengendap yang dipasang pada settling zone (zona
pengendapan) di bak sedimentasi dengan kemiringan tertentu yang bertujuan untuk
meningkatkan presentase penurunan Total Suspended Solid dan memperluas bidang
pengendapan tanpa harus memperbesar dimensi bak sehingga proses fisika dari sedimentasi
dapat berlangsung lebih efektif jika dibandingkan dengan sedimentasi yang berlangsung
pada bak pengendapan tanpa menggunakan plate settler.

Pada bak sedimentasi dengan plate settler, diharapkan kecepatan pemisahan partikel
menuju plate settler menjadi kecil sehingga partikel berukuran kecil dalam air dapat
terpisahkan. Ketika melewati plate settler sebagai penghalang, partikel juga akan
menempuh jarak yang lebih lama dari pada ketika pada bak sedimentasi konvensional.
Selain itu, partikel juga akan kehilangan energi geraknya ditambah dengan adanya
perbedaan berat jenis antara partikel dan air sehingga pertikel akan terdesak untuk
terendapkan.

Adapun tiga macam aliran yang melalui plate settler, yaitu (Hendrick, 2005) :

1. Upflow (aliran keatas), yaitu sludge yang mengendap akan turun ke dasar bak melalui
plate ketika aliran air mengalir ke atas menuju outlet zone.

2. Downflow (aliran ke bawah), yaitu sludge yang mengendap akan turun ke dasar bak
melalui plate bersamaan dengan aliran air yang mengalir ke bawah.

3. Crossflow (aliran silang), yaitu sludge yang mengendap akan turun ke dasar bak,
sedangkan aliran air menyilang (crossing) di masing masing plate.

Lintasan suatu partikel yang mengendap pada plate merupakan hasil penjumlahan dua
vektor, yaitu vektor kecepatan aliran pada plate dan vektor kecepatan pengendapan partikel.
Kedua hubungan vektor tersebut seperti ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 2.5 Hubungan Vektor Aliran pada Plate Settler dengan Vektor Kecepatan
Pengendapan Partikel

Plate settler dapat dibuat dari jenis bahan yang tidak mudah berserat, semacam
polythylene, kayu, fiber, baja tipis dan sebagainya. Jenis polythylene yang banyak
digunakan adalah berupa plastik yang keras dan tebal. Kelebihan-kelebihan dari penggunaan
polythylene dibandingkan dengan bahan jenis lainnya adalah :

1. Mudah dalam perawatannya, karena dari jenis bahan yang ringan dan tidak
berserat.
2. Bahan baku tidak terlalu sulit didapat dipasaran.
3. Lebih lama dapat bertahan untuk tidak dibersihkan karena jenis bahan bakunya
sulit untuk dapat ditumbuhi oleh tanaman sejenis ganggang dan lemut.
4. Tidak mudah pecah dan relatif lebih lama mengalami kerusakkan akibat adanya
penguraian efek mikroba.
2.4 Baku Mutu Air Bersih

Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang


pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, ditetapkanlah baku mutu air bersih
sebagai berikut:
Tabel 2.1 Baku Mutu Air Bersih

No Parameter Satuan Kadar Maksimum yang


Diperbolehkan
1. Bau - Tidak Berbau
2. Jumlah Padatan Terlarut (TDS) mg/L 1500
3. Kekeruhan Skala NTU 25
4. Rasa - Tidak Berasa
o
5. Suhu C Suhu Udara 3oC
6. Warna Skala TCU 50
7. pH - 6,5 9,0
BAB III
METODOLOGI

Pada proses sedimentasi ini digunakan bak sedimentasi dengan tipe Lamella
Clarifier/Plate Settler. Air sampel yang digunakan adalah air sungai depan POLBAN.

3.1. Alat dan Bahan


Peralatan Analisa Bahan
- Serangkaian alat sedimentasi - 44 Liter air sungai
- 0.5 gram tawas
Lamella Clarifier
- 20 mL aquaclear
- Turbidimeter digital 1 buah
- Batang pengaduk 1 buah
- Pompa 1 buah
- Gelas Ukur
- Gelas Kimia
- TDS meter digital
- pH-meter
- Neraca Analitik

3.2. Cara Kerja


1.2.1. Persiapan Awal
Mempersiapkan 44 L air sungai

Menimbang tawas 0.5 gram

Menyiapkan 20 mL aquaclear 0,1%

Mengukur kekeruhan, TDS, dan pH air sampel awal


1.2.2. Proses Koagulasi dan Sedimentasi

Memasukkan air sampel (22 liter) kedalam tangki koagulasi atas sebelum saluran air
keluar

Memasukkan tawas ke dalam bak koagulasi yang telah berisi air sampel

melakukan pengadukan secara manual selama 1 menit

Menuangkan ke bak sedimentasi

Menyalakan stopwatch

Mengukur kekeruhan, TDS, dan pH setiap 10 menit proses sedimentasi selama 60


menit

Menunggu hingga air sampel dalam tangki habis, dan air sudah tidak keluar lagi dari
bak sedimentasi

Mencatat waktu yang diperlukan

Mengukur kekeruhan, TDS, dan pH air sampel akhir


1.2.3. Proses Koagulasi, Flokulasi dan Sedimentasi

Memasukkan air sampel (22 liter) kedalam tangki atas sebelum saluran air keluar

Memasukkan tawas ke dalam bak koagulasi yang telah berisi air sampel

melakukan pengadukan secara manual selama 1 menit

Menambahkan flokulan aquaclear 20 mL

Melakukan pengadukan lambat selama 20 menit

Menuangkan ke bak sedimentasi

Menyalakan stopwatch

Mengukur kekeruhan, TDS, dan pH setiap 10 menit proses sedimentasi selama 60


menit

Menunggu hingga air sampel dalam tangki habis, dan air sudah tidak keluar lagi dari
bak sedimentasi

Mencatat waktu yang diperlukan

Mengukur kekeruhan, TDS, dan pH air sampel akhir

BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN HASIL

4.1 Data Pengamatan

Volume air umpan = 22 liter


Berat koagulan = 0,5654 gram
Kekeruhan awal = 33,56 NTU
TDS awal = 277 mg/L
Vol. bak filtrasi = 278 liter
pH awal = 6,74

4.1.1 Pengamatan Sedimentasi dengan Hanya Penambahan Koagulan


( Kekeruhan awal Kekeruhan akhir)
Efisiensi= 100
Kekeruhan awal

Waktu Kekeruhan Efisiensi


No. TDS (mg/L) pH
(menit) (NTU) Proses (%)
1. 0 33,56 277 6,74 0
2. 2 34,81 252 6,26 -3,7247
3. 4 33,57 245 6,56 -0,0298
4. 6 32,88 243 6,72 2,0262
5. 8 31,49 239 6,80 6,1681
6. 10 31,54 239 6,83 6,0191
7. 20 25,52 244 6,71 23,9571
8. 30 22,93 240 6,42 31,6746
9. 40 23,38 243 6,56 30,3337
10. 50 18,81 240 6,48 43,9511
11. 60 20,22 236 6,67 39,7497
4.1.2 Pengamatan Sedimentasi dengan Penambahan Koagulan dan Flokulan
Volume air umpan = 22 liter
Berat koagulan = 0,5654 gram
Volume flokulan = 20 mL
Kekeruhan awal = 15,43 NTU
TDS awal = 277 mg/L
Vol. bak filtrasi = 278 liter
pH awal = 6,74
Waktu Kekeruhan Efisiensi
No. TDS (mg/L) pH
(menit) (NTU) Proses (%)
1. 0 15,43 252 6,42 0
2. 2 13,42 231 6,49 13,0265716
3. 4 10,52 230 6,48 31,8211277
4. 6 9,92 242 6,53 35,7096565
5. 8 8,71 232 6,52 43,551523
6. 10 7,51 240 6,43 51,3285807
7. 20 6,77 233 6,42 56,1244329
8. 30 6,94 230 6,48 55,0226831
9. 40 7,45 237 6,53 51,7174336
10. 50 7,59 241 6,75 50,8101102
11. 60 7,60 247 6,58 50,7453014
4.2 Pengolahan Data

4.2.1 Proses Sedimentasi dengan Hanya Penambahan Koagulan

Grafik Kekeruhan Terhadap Waktu Sedimentasi


40
35
30
25
20
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50 60 70

Gambar 4.1 Grafik Kekeruhan Terhadap Waktu Sedimentasi


dengan Hanya Penambahan Koagulan

Grafik TDS Terhadap Waktu Sedimentasi


290
280
270
260
250
240
230
220
210
0 10 20 30 40 50 60 70

Gambar 4.2 Grafik TDS Terhadap Waktu Sedimentasi


dengan Hanya Penambahan Koagulan
Grafik Efisiensi Proses Terhadap Waktu Sedimentasi
50

40

30

20

10

0
0 10 20 30 40 50 60 70
-10

Gambar 4.3 Grafik Efisiensi Proses Terhadap Waktu Sedimentasi


dengan Hanya Penambahan Koagulan

4.2.2 Proses Sedimentasi dengan Penambahan Koagulan dan Flokulan

Grafik Kekeruhan Terhadap Waktu Sedimentasi


35

30

25

20

15

10

0
0 10 20 30 40 50 60 70

Gambar 4.4 Grafik Kekeruhan Terhadap Waktu Sedimentasi


dengan Penambahan Koagulan dan Flokulan
Grafik TDS Terhadap Waktu Sedimentasi
255
250
245
240
235
230
225
220
215
0 10 20 30 40 50 60 70

Gambar 4.5 Grafik TDS Terhadap Waktu Sedimentasi


dengan Penambahan Koagulan dan Flokulan

Grafik Efisiensi Proses Terhadap Waktu Sedimentasi


90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70

Gambar 4.6 Grafik Efisiensi Proses Terhadap Waktu Sedimentasi


dengan Penambahan Koagulan dan Flokulan
BAB V

PEMBAHASAN

Proses sedimentasi yang dilakukan berjalan secara batch dengan tujuan mengurangi
padatan tersuspensi dan koloid pada air baku yang diolah. Air baku yang digunakan memiliki
nilai kekeruhan awal 33,56 NTU. Dengan diketahuinya nilai kekeruhan awal, maka akan
diperoleh dosis koagulan dan flokulan yang digunakan.

Berdasarkan hasil praktikum yang telah diperoleh pada proses pertama, yaitu proses
sedimentasi dengan penambahan koagulan, air baku yang dimasukkan ke dalam bak sedimentasi
cenderung menurun nilai kekeruhannya. Pada waktu 1 menit, nilai kekeruhan air baku lebih
besar dari nilai kekeruhan awal. Hal tersebut disebabkan karena di dalam bak sedimentasi
terdapat pengotor hingga menyebabkan nilai kekeruhan air baku naik menjadi 34,81 NTU.
Selanjutnya, pada waktu 60 menit, nilai kekeruhan air baku naik kembali dari 18,81 NTU
menjadi 20,22 NTU. Pada proses sedimentasi hanya dengan penambahan koagulan, waktu
optimum yang diperoleh, yaitu pada waktu 50 menit karena memiliki nilai efisiensi terbesar,
yaitu 43,9511%.

Berdasarkan hasil praktikum yang telah diperoleh pada proses kedua, yaitu proses
sedimentasi dengan penambahan koagulan dan flokulan, air baku yang dimasukkan ke dalam bak
sedimentasi cenderung menurun nilai kekeruhannya. Nilai kekeruhan awal air baku sebesar
15,43 NTU menurun hingga waktu 20 menit dengan kekeruhan air baku menjadi 6,77 NTU.
Namun, pada waktu 30-60 menit, nilai kekeruhan air baku cenderung naik kembali. Pada proses
sedimentasi dengan penambahan koagulan dan flokulan, waktu optimum yang diperoleh, yaitu
pada waktu 20 menit karena penurunan nilai kekeruhan terbesar sehingga didapatkan nilai
efisiensi sebesar 56,1244%.

Data yang diambil selanjutnya yaitu nilai TDS. Berdasarkan data yang diambil, nilai TDS
mengalami penurunan seiring dengan lamanya waktu proses. Proses pertama dengan
penambahan koagulan, adapun data kenikan nilai TDS pada menit ke 20 dan 40. Hal tersebut
diakibatkan kesalahan praktikan pada saat pengambilan sampel. Pengambilan sampel seharusnya
dilakukan dalam kedalaman yang sama dan tidak terjadi goyangan/guncangan. Pada proses
dengan penambahan koagulan dan flokulan nilai TDS lebih kecil ketimbang proses kesatu. Nilai
TDS yang didapat fluktuatif, hal tersebut diakibatkan volume sampel yang diambilnya pun
berbeda, dengan besarnya laju alir pengambilan sampel menyebabkan fine-flok yang terbentuk
terbawa ke aliran sampel. Ketidaksamaan volume sampel yang diambil karena katup yang ada
rusak sehingga tidak bisa diatur laju alir pengambilan sampel.

Jika dibandingkan dengan baku mutu air bersih, hasil proses pertama (penambahan
koagulan) nilai kekeruhan dan TDS yang diperoleh memenuhi baku mutu air bersih. Dengan
waktu pengendapan optimum selama 50 menit. Pada proses kedua nilai kekeruhan dan TDS yang
didapatpun sesuai dengan persyaratan baku mutu air bersih dengan waktu pengendapan optimum
selama 20 menit.
BAB VI
SIMPULAN

Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan, proses sedimentasi dengan total waktu 60
menit dihasilkan beberapa simpulan berikut ini.
6.1 Penurunan Nilai Kekeruhan
6.1.1 Proses 1 sedimentasi dengan penambahan koagulan yang dilakukan berhasil
mengurangi nilai kekeruhan dari 33,56 NTU menjadi 18,81 NTU dengan efisiensi
proses keseluruhan adalah 43,95%.
6.1.2 Proses 2 sedimentasi dengan penambahan koagulan dan flokulan menurunkan nilai
kekeruhan dari 15,43 NTU menjadi 6,77 NTU dengan efisiensi proses keseluruhan
adalah 56,12%.

6.2 Waktu Pengendapan


6.2.1 Waktu pengendapan optimum pada proses 1 praktikum ini adalah 50 menit.
6.2.2 Waktu pengendapan optimum pada proses 2 praktikum ini adalah 20 menit.
DAFTAR PUSTAKA

A, Didit.2008.Sedimentasi.Universitas Sultan Ageng Tirtayasa : Jurusan Teknik Kimia.


Heryani, Dina.2015.Sedimentasi Plat.Politeknik Negeri Bandung : Jurusan Teknik Kimia.
Husaeni, Nurul,dkk.Penurunan Konsentrasi Total Suspended Solid Pada Proses Air Bersih
Menggunakan Plate Settler.Universitas Pembangunan Nasional : Prodi Teknik
Lingkungan.
PDAM Tirta Darma Ayu.Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Minum.Jawa Barat : Kabupaten
Indramayu.
Permana, Izal,dkk.2013.Laboratorium Pengolahan Limbah Industri Modul Sedimentasi.
Politeknik Negeri Bandung : Jurusan Teknik Kimia.
Powell, Sheppard T. 1954. Water Conditioningfor Industry. Tokyo: McGraw-Hill
Rahman, Arief Hakim.2014.Efisiensi Pengolahan Limbah Cair Mengandung Minyak Pelumas
pada Oil Separator dengan Menggunakan Plate Settler.Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS) : Jurusan Teknik Lingkungan.
Yanti, Novi Kimsan.Perhitungan Unit-Unit Instalasi Pengolahan Air Minum.Punggolaka.
Yanti, Novi Kimsan.Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka.Punggolaka.
LAMPIRAN

A. Penentuan Dosis Koagulan

Dosis koagulan yang digunakan berdasarkan grafik dari buku Water Conditioning for
Industry hal. 27 (Powell, 1954).

Gambar 1. Dosis alum yang dibutuhkan untuk koagulasi optimum dengan variasi kekeruhan
pada air baku serta perbandingannya dengan alum-sodium

Maka dosis koagulan yang ditambahkan : 1,5 grain/gallon


0,0648 gram 0,2642 g allon
1,5 grain/gallon = = 0,0257 gram/L x 22 L = 0,5654
1 grain 1L
gram
B. Baku Mutu Air Bersih dan Air Minum

You might also like