Professional Documents
Culture Documents
Norra Phersiana
Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS
*email: norra_p@its.ac.id
Abstrak
Hasil penelitian diperoleh kebisingan diperoleh nilai kebisingan yang diterima pekerja
dalam satu hari kerja (Leq) tertinggi berada pada area pembuatan galon sebesar 97 dB(A) dan
terendah berada pada ruang kantor sebesar 83 dB(A). Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No.51 tahun 1999 yang menyebutkan bahwa batas maksimum tenaga kerja kerja terpapar
kebisingan 85 dB selama 8 jam kerja sehingga area yang melebihi baku mutu memerlukan
Abstract
The results obtained by calculation and noise mapping value received by labors in one
working day (Leq) was highest in manufacturing areas gallons amounted to 97 dB (A) and the
lowest is in office space amounting to 83 dB (A). In accordance with Ministry of Manpower Decree
No. 51 of 1999, which states that labors work a maximum 85 dB noise exposure for eight hours of
work so that the area that exceeds the quality standard requires noise control. Controlling the
easiest alternative is to do job rotations. Another way is to use ear protective devices for space to
1
1. PENDAHULUAN
Perkembangan industri di Indonesia yang tumbuh dengan pesat selain berdampak positif bagi
pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat, juga berdampak negatif karena potensinya untuk
mencemari lingkungan misalnya asap dan kebisingan akibat operasional pabrik. Pencemaran yang terjadi
jika dibiarkan begitu tanpa mendapatkan perhatian khusus dapat mengakibatkan penurunan kualitas
lingkungan terutama di sekitar pabrik, yang kemudian dapat juga menurunkan kualitas hidup masyarakatnya.
PT. XYZ merupakan salah satu perusahaan yang dalam proses produksi menggunakan mesin yang
berjalan secara otomatis dan menghasilkan suara bising. Tingkat kebisingan yang terjadi pada bagian
produksi rata-rata melebihi NAB. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan sebelumnya pada bagian
produksi khususnya yang berada pada ruang grinding dihasilkan intensitas kebisingan sebesar 85-90 dB(A).
Hasil pengukuran tersebut, melebihi nilai ambang batas yang telah ditetapkan menurut Menteri Tenaga Kerja
Nomor 51 Tahun 1999 tentang faktor fisik ditempat kerja yaitu tidak boleh melebihi 85 dB.
Menurut Selter yang dikutip oleh Nurul (2007) menyatakan jumlah sumber bunyi bertambah secara
teratur di lingkungan sekitar dan ketika bunyi menjadi tidak diiinginkan maka bunyi tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi suatu kebisingan. Kebisingan pada intensitas tinggi dan pemaparan yang lama dapat
menimbulkan gangguan pada fungsi pendengaran dan juga pada fungsi non pendengaran yang bersifat
subyektif seperti gangguan pada komunikasi, gangguan tidur, gangguan pelaksanaan tugas dan perasaan
tidak senang/mudah marah. Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51 Tahun 1999 yang
mempersyaratkan adanya baku mutu tingkat kebisingan di lingkungan kerja mendasari adanya pengendalian
kebisingan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kebisingan atau intensitas kebisingan di area
produksi dan dilakukan pemetaan intensitas sehingga dapat diketahui area-area dengan intensitas kebisingan
yang berlebihan dan dapat melakukan upaya pencegahan awal kebisingan dengan penggunaan alat pelindung
2
1. Berapa intensitas kebisingan yang terjadi di kawasan PT XYZ yang diakibatkan oleh
operasional pabrik?
produksi?
3. Tindakan alternatif apa yang dapat dilakukan untuk menurunkan intensitas kebisingan?
1. Mengetahui tingkat kebisingan yang terjadi di kawasan PT. XYZ akibat operasional pabrik.
3. Memperoleh alternatif yang dapat dilakukan dalam menurunkan intensitas kebisingan yang
terjadi.
Menurut Murwono yang dikutip oleh Nurul (2007) mendefinisikan kebisingan sebagai suara
yang tidak diinginkan dan pengukurannya menimbulkan kesulitan besar karena bervariasi diantara
perorangan dalam situasi yang berbeda. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki
yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu
dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Kepmenaker No 51. tahun 1999). Menurut Sihar
a. Kebisingan tetap (steady noise), sering disebut juga kebisingan continous. Kebisingan ini
dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Discrete frequency noise
Merupakan kebisingan dengan frekwensi terputus yang berupa nada-nada murni dan
terjadi pada frekwensi yang beragam dan luas. Contohnya suara mesin, suara kipas.
3
2. Broad band noise
Merupakan kebisingan dengan frekwensi terputus yang berupa bukan nada-nada murni
dan terjadi pada frekwensi yang lebih sempit. Misalkan suara dari mesin gergaji, Katup
gas.
b. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) merupakan kebisingan yang memerlukan waktu untuk
menurunkan intensitasnya tidak lebih dari 500 milidetik, dibagi lagi menjadi:
1. Intermittent noise
Merupakan kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah,contohnya
kebisingan lalu lintas.
3. Impulsive noise
Merupakan kebisingan yang dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan
telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api dan alat-alat
sejenisnya.
Menurut Sasongko, dkk (2000) sumber bising dibedakan bentuknya atas 2 jenis yaitu :
1. Sumber Titik
Kebisingan yang berasal dari sumber diam atau tidak bergerak. Penyebaran kebisingan dengan
sumber diam ini dalam bentuk bola-bola konsentris dengan sumber kebisingan sebagai
pusatnya dan menyebar di udara dengan kecepatan sekitar 360 m/det.
2. Sumber Garis (Berasal dari sumber bergerak)
Kebisingan ini berasal dari sumber bergerak. Penyebaran kebisingan bergerak ini dalam bentuk
silinder-silinder konsentris dan sumber kebisingan sebagai sumbunya dengan menyebar ke
udara dengan kecepatan sekitar 360 m/det. Sumber kebisingan ini umumnya berasal dari
kegiatan transportasi.
4
Pemetaan diartikan sebagai penggambaran secara visual yang menghasilkan sebuah peta,
sedangkan pemetaan kebisingan berarti penggambaran secara visual dari tingkat kebisingan yang
ditimbulkan pada tiap-tiap titik pengamatan dimana pengukuran ini akan menghasilkan sebuah peta
kontur kebisingan. Pemetaan ini dapat menggunakan bantuan suatu program yaitu dengan
menggunkan Surfer 9. Hasil pemetaan dengan program ini memerlukan bantuan program notepad
Data-data tingkat kebisingan yang diperoleh dari hasil pengukuran tingkat kebisingan (dB)
nantinya akan dilakukan pemetaan dengan menggunakan program Surfer 9. Langkah selanjutnya
adalah dengan menentukan koordinat (X,Y) dari masing-masing titik sampel. Titik koordinat
tersebutnya akan dijadikan nilai input data nilai tingkat kebisingan dengan menggunakan program
excel. Data yang ada nantinya akan disalin ke dalam bentuk notepad dengan ekstensi *.txt sebagai
PT XYZ merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang penyedia air minum kemasan.
Produk yang dihasilkan berupa air minum dengan kemasan 100 mL, 240 ml, 600 mL, dan 1500 mL.
Sumber air yang dipergunakan dalam proses produksi berasal dari mata air pegunungan yang
ditransfer ke rumah pompa melalui pipa. Proses produksi di atas dapat dijelaskan dalam bentuk diagram
5
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisa diperoleh kebisingan rata-rata ruang produksi PT. XYZ , yaitu:
Baku
Titik Sampling 07.00- 09.00- 13.00- 15.00- 19.00- mutu
09.00 11.00 15.00 17.00 21.00
1 92 85 90 87 85 85
2 91 84 87 80 85 85
3 85 81 82 81 83 85
4 87 85 82 75 86 85
5 84 84 79 73 86 85
6 84 82 83 73 83 85
A
7 87 78 74 72 76 85
8 76 84 77 72 76 85
9 76 79 78 71 75 85
10 74 76 78 72 73 85
11 72 73 72 70 72 85
12 76 76 74 72 73 85
13 87 81 83 84 70 85
B 14 85 76 82 82 70 85
15 85 81 77 84 61 85
16 85 80 87 85 60 85
C 17 85 76 85 81 57 85
18 84 73 86 83 58 85
19 78 73 83 73 74 85
20 77 75 77 75 74 85
D 21 76 75 77 75 77 85
22 75 74 73 74 76 85
23 74 74 82 74 74 85
24 86 81 86 82 85 85
25 83 80 84 85 86 85
E
26 85 81 79 81 85 85
27 83 80 82 75 84 85
F 28 79 85 85 81 78 85
29 81 82 81 78 81 85
30 80 80 80 75 74 85
Sumber : Hasil pengukuran, (2010)
Keterangan :
Ruang A : Ruang Pembuatan galon
Ruang B : Ruang Pencacahan (Grinding)
Ruang C : Ruang Ayakan
Ruang D : Kantor
Ruang E : Ruang Pembuatan Botol
Ruang F : Ruang Pengisian (Filling)
6
Berdasarkan Tabel 3.1 Kebisingan rata-rata merupakan kebisingan yang terjadi hanya
sementara dan bukan merupakan kebisingan yang terjadi dalam satu hari kerja. Namun, hanya
merupakan nilai kumulatif kebisingan yang sering muncul dalam rentang waktu pengukuran (10
menit). Sehingga walau hasil pengukuran kebisingan melebihi baku mutu tingkat kebisingan sesuai
dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51 Tahun 1999. Hal ini, tidak terlalu berpengaruh
pada tenaga kerja. Hasil kebisingan rata-rata ini nantinya akan digunakan untuk menentukan tingkat
Leq atau nilai Eqiuvalent Continous Noise merupakan nilai tekanan pada kebisingan tetap
yang berasal dari mesin pabrik (Sihar, 2005). Nilai ini dihitung untuk mengetahui tingkat dampak
kebisingan dari mesin pabrik terhadap lingkungan (tenaga kerja). Berikut ini diperoleh tahapan
Titik Ls Ls
Jenis Mesin
Ruang
A Gallon 1 93 86 91 88 96
Planner 2 92 85 88 81 94
3 86 82 83 82 89
4 88 86 83 76 91
5 85 85 80 74 88
6 85 83 84 74 89
7 88 79 75 73 88
8 77 85 78 73 86
7
Tabel 3.2. (Lanjutan) Hasil Pengukuran Ls Total (level siang)
Titik Ls
Ruang
9 77 80 79 72 84
10 75 77 79 73 82
11 73 74 73 71 78
12 77 77 75 73 81
B Grinding 13 88 82 84 85 90
14 86 77 83 83 88
15 86 82 78 85 89
C Ayakan 16 86 81 88 86 91
17 86 77 86 82 89
18 85 74 87 83 90
D Kantor 19 79 74 84 74 86
20 78 76 78 76 83
21 77 76 78 76 82
22 76 75 74 75 80
23 75 75 83 75 84
E Bottle Planner 24 87 82 87 83 91
25 84 81 85 86 89
26 86 81 80 82 88
27 84 81 83 76 88
F Filling 28 80 86 86 82 90
29 82 83 82 79 87
30 81 81 81 76 86
8
Sedangkan nilai kebisingan waktu malam adalah kebisingan rata-rata sesuai dengan Tabel 3.1
pada pukul 19.00-21.00 WIB. Kelemahan penelitian ini yaitu nilai kebisingan malam (Lm)
seharusnya lebih dari satu waktu pengukuran. Hal ini disebabkan karena tenaga kerja melakukan
pekerjaan sampai jam lima pagi. Kemudian dari nilai Ls rata-rata dan Lm yang diperoleh dapat
dihitung nilai Leq. Nilai Leq ini merupakan penggambaran tingkat kebisingan yang diterima
pekerja selama satu hari kerja. Perhitungan nilai Leq dapat dilihat pada Tabel 3.3 Distribusi
Titik
Ruang
A Gallon 1 96 85 95 85
Planner 2 94 85 93 85
3 89 83 89 85
4 91 86 91 85
5 88 86 90 85
6 89 83 89 85
7 88 76 87 85
8 86 76 85 85
9 84 75 83 85
10 82 73 81 85
11 78 72 78 85
12 81 73 80 85
9
Tabel 3.3. (Lanjutan) Distribusi Kebisingan Per Hari (Leq)
Ruang
Jenis Mesin Titik Sampling Ls Lm Leq Baku Mutu
B Grinding 13 90 70 89 85
14 88 70 87 85
15 89 61 87 85
C Ayakan 16 91 60 89 85
17 89 57 88 85
18 90 58 88 85
D Kantor 19 86 74 84 85
20 83 74 82 85
21 82 77 82 85
22 80 76 81 85
23 84 74 83 85
E Bottle Planner 24 91 85 90 85
25 89 86 90 85
26 88 85 89 85
27 88 84 88 85
F Filling 28 90 78 88 85
29 87 81 87 85
30 86 74 84 85
Perhitungan nilai kebisingan satu hari kerja (Leq) dapat diperoleh dengan menggunakan Rumus 2.4
10
Lm (Level Malam) = 70 dB(A)
Tentukan nilai Leq tiap titik sampling yaitu menggunakan rumus sebagai berikut :
= 89 dB(A)
Nilai Leq yang diperoleh sebesar 89 dB(A). Nilai tersebut melebihi baku mutu yang ditetapkan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja yaitu sebesar 85 dB untuk pekerjaan selama 8 jam. Hal ini
Menurut Wahyuningsih yang dikutip oleh Dian (2006) menyatakan bahwa kebisingan dapat
menimbulkan pengaruh yang luas. Bising tidak hanya mempengaruhi kapasitas pendengaran kita,
tetapi juga fungsi-fungsi tubuh yang lain. Pengaruh kebisingan terhadap tubuh sama seperti
pengaruh stress terhadap tubuh manusia.pendengaran kita, tetapi juga fungsi-fungsi tubuh yang lain.
Pengaruh kebisingan terhadap tubuh sama seperti pengaruh stress terhadap tubuh manusia.Oleh
sebab itu, area atau titik yang memiliki kebisingan (Leq) di atas baku mutu sebaiknya dilakukan
pengendalian kebisingan. Berdasarkan data-data diatas dapat dibuat grafik distribusi kebisingan per
hari yang dapat ditunjukkan pada gambar 3.1-3.6 Distribusi Kebisingan Per Hari berikut ini :
Gambar 3.1 Distribusi Kebisingan Per Hari Ruang A (Sumber : Hasil Pengukuran, 2010).
11
Gambar 3.2 Distribusi Kebisingan Per Hari Ruang B (Sumber : Hasil Pengukuran, 2010).
Gambar 3.3 Distribusi Kebisingan Per Hari Ruang C (Sumber : Hasil Pengukuran, 2010).
Gambar 3.4 Distribusi Kebisingan Per Hari Ruang D (Sumber : Hasil Pengukuran, 2010).
12
Gambar 3.5 Distribusi Kebisingan Per Hari Ruang E (Sumber : Hasil Pengukuran, 2010).
Gambar 3.6 Distribusi Kebisingan Per Hari Ruang F (Sumber : Hasil Pengukuran, 2010).
Berdasarkan hasil pengukuran yang tersaji pada Tabel 3.3, intensitas kebisingan terendah berada
pada ruang C yang terjadi pada Pukul 19.00-21.00 (Lm) dengan intensitas kebisingan sebesar 57
dB(A) kerena dalam ruangan ini, mesin sedang tidak bekerja. Nilai Leq tertinggi berada pada ruang
A pada titik pengukuran pertama yaitu sebesar 96 dB(A). Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga
13
Kerja No. 51 Tahun 1999 yang menyebutkan nilai ambang batas kebisingan adalah angka 85 dB
yang dianggap aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari. Karena nilai Leq
merupakan penggambaran tingkat kebisingan dalam 24 jam maka ruang atau titik yang melebihi
baku mutu perlu diupayakan dalam pengendalian kebisingan. Tenaga kerja memerlukan
Hasil pengukuran sampel diketahui bahwa nilai kebisingan tertinggi dan terendah memiliki
selisih yang besar. Hal ini disebabkan karena pada saat tertentu ada mesin tidak bekerja sehingga
perlu dilakukan koreksi desibel masing-masing nilai Leq ketika mesin seluruhnya sedang bekerja
ataupun tidak bekerja. Tujuan dari koreksi ini untuk mendapatkan tingkat polusi kerja akibat
kebisingan dari hasil kombinasi dua tingkat kebisingan terendah sampai tertinggi sehingga,
Terdapat berbagai cara untuk menentukan intensitas kebisingan dari berbagai mesin yang
dihidupkan secara bersamaan salah satunya dengan cara penjumlahan dengan menggunakan grafik
(Gambar 2.1 Grafik untuk Penambahan Desibel Kebisingan Dari Beberapa Tingkat Suara. Adapun
3) Selisih dikonversikan pada grafik, sumbu x sebagai nilai selisih dan sumbu y sebagai nilai
4) Tambahkan nilai dari grafik pada level kebisingan yang lebih tinggi.
Berikut contoh perhitungan intensitas kebisingan pada ruang B dengan intensitas 81 dB, 80 dB, 78
dB :
14
1. Tentukan selisih intensitas kebisingan terndah yaitu 78 dB dan 80 dB. untuk melihat dB yang
harus ditambahkan lihat grafik, sumbu x pada titik 1, sumbu y menunjukkan angka 2,2
2. Tentukan selisih intensitas kebisingan 81 dB dengan hasil perhitungan mesin nomor 1 . Lihat
dB yang harus ditambahkan pada grafik, sumbu x pada titik 2 sumbu y menunjukkan angka 2
tambahkan pada intensitas kebisingan 90,5 dB menjadi 93 dB. Langkah tersebut tampak pada
78 dB 82,2 dB82 dB
2 1 83 dB
80 dB
81 dB
Dengan demikian nilai rata-rata intensitas kebisingan secara kesuluruhan yang perlu
ditambahkan sebesar 83 dB. Nilai ini memiliki selisih 38 dB dengan nilai kebisingan background
sebesar 45 dB. Hal ini berarti, terjadi kebisingan dalam area produksi karena terjadi selisih nilai
pengukuran intensitas kebisingan dengan background noise sebesar lebih dari 10 dB. Hasil
perhiungan nilai Leq ini akan digunakan untuk membuat kontur kebisingan Berikut ini hasil pemetaan
15
Gambar 3.8 Peta Kontur Kebisingan Ruang F (Sumber : Hasil pengukuran, 2010).
Hasil pemetaan kebisingan ini terlihat berbeda dengan hasil pemetaan kebisingan tiap ruangan.
Hal ini disebabkan karena tiap ruangan dibatasi dengan sekat pemisah yang berupa tembok.
Sehingga, kontur kebisingan mengikuti nilai intensitas kebisingan yang sama nilainya. Kontur yang
senilai akan menyambung dengan kontur yang memiliki intensitas yang setara.
Hasil pengukuran kebisingan yang telah dilakukan menunjukan adanya tingkat kebisingan
yang melebihi baku mutu. Hal ini mengaruskan adanya upaya pengendalian kebisingan di PT. XYZ
16
karena kebisingan ini memiliki kaitannya dengan produktifitas tenaga kerja. Alternatif dalam upaya
pengendalian ini harus sesuai dengan kebutuhan, ketersediaan bahan dan terutama disesuaikan
dengan keuangan yang dimiliki oleh perusahaan. Cara yang dilakukan antara lain :
Pengendalian ini merupakan cara pengendalian yang paling mudah dilakukan dan tidak
memerlukan biaya dalam upaya pengendalian. Upaya ini telah dilakukan dalam PT. XYZ yaiu
dengan membagi jam kerja menjadi tiga shift dimana masing-masing shift selama 8 jam dipotong 45
menit untuk istirahat. Tujuan shift ini adalah untuk menghindarkan para pekerja dari bahaya
paparan bising.
Pengendalian ini merupakan cara pengendalian secara teknis. Upaya yang seharusnya
dilakukan ini merupakan upaya yang pertama dilakukan sebelum pengendalian lain. Hal ini
Pengendalian yang dilakukan adalah melakukan isolasi terhadap mesin baik meletakkan mesin
dalam ruangan tersendiri maupun melakukan pengendalian getaran dari mesin yang menyebabkan
kebisingan dengan menggunakan bantalan pelindung mesin. Hal yang perlu diperhatikan dalam
isolasi mesin adala konstruksi bangunan tempat meletakkan mesin. Faktor yang berpengaruh antara
lain :
- Dinding penyekat
- Konstruksi Lantai
- Konstruksi atap
- Tingkat pelaksanaan produksi yang berhubungan dengan kelancaran produksi dan aktivitas
produksi.
17
Menurut Dirjen PPL dan PPM (1995) menyebutkan bahwa cara isolasi dapat dilihat lebih
Gambar 3.9 Cara Mengisolasi Mesin (Sumber : Dirjen PPL dan PPM, 1995)
Prosedur dari isolasi sumber bunyi dari sumber mesin adalah dengan melakukan peredaman
bunyi. Upaya peredaman ini dilakukan dengan melakukan pelingkupan mesin dalam ruangan
tertentu dan pemberian bantalan pelindung pada lantai, dinding dan atap.
Ruang pembuatan galon memiliki tingkat kebisingan antara 97- 80 dB(A). Teknik
pengendalian bising dengan cara isolasi perlu memperhatikan bahan yang dipergunakan. Bahan
yang digunakan dalam upaya isolasi bunyi disesuaikan dengan nilai serapan bunyi yang diinginkan.
Area di sekitar mesin pembuatan galon memiliki intensitas kebisingan yang melebihi baku
mutu sehingga intensitas tersebut memerlukan pengendalian kebisingan. Upaya pengendalian ini
bertujuan untuk mengurangi intensitas kebisingan menjadi 85 dB di area sekitar mesin pembuat
galon. Hal yang perlu dilakukan adalah dengan menggunakan media serapan bunyi berupa karet
dan kayu.
18
A. Perencanaan Konstruksi Dinding
Rencana lapisan yang dipergunakan sebagai media penyerap suara adalah dengan menggunakan
karet . Lapisan dasar dinding adalah berupa beton berongga dengan ketebalan 23 cm dengan
koefiesien serapan bunyi () sebesar 0,02 dan media karpet memiliki koefiesien serapan bunyi ()
Konstruksi lantai yang direncanakan akan dilakukan isolasi terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan
lantai yang sudah ada (Beton berongga) dengan ketebalan 25 cm koefiesien serapan bunyi ()
sebesar 0,02. Sedangkan lapisan kedua yang dipakai adalah karet dengan koefisien serapan 0,73.
19
C. Perencanaan Konstruksi Atap
Atap yang akan digunakan akan dilapisi dengan bahan kayu berbentuk papan dengan ketebalan
25 mm, papan ini akan dipasang atau dipaku dengan rangka atap yang terbuat dari kayu.
Pemasangan atap ini harus diupayakan dilakukan serapat mungkin untuk menghindari terjadinya
Media serapan yang ada adalah lantai mesin dan lantai tempat pekerja sedang beraktifitas.
Mesin pembuat galon berukuran sekitar 4,5 m x 2 m. Sesuai hasil pemetaan kebisingan yang terjadi
pada ruang pembuatan galon dapat dilakukan perhitungan area terjadi kebisingan. Perhitungan
sebagai berikut :
Jumlah
2
No. Jenis Mesin Ukuran (m ) Luas area (m2) Serapan bunyi () S x (m2)
karyawan
TOTAL 0.24
Menurut Tabel 3.4 di atas diperoleh nilai serapan sebelum dilakukan isolasi sebesar 0,24 m2
serapan bunyi. Dimana, jumlah pekerja yang ada pada ruang pembuatan galon berjumlah 3 orang.
aktifitas. Sehingga luas area yang diperlukan sebesar 12 m2 sebagai hasil penambahan dengan
ukuran mesin.
20
Pengecekan Nilai Serapan Sesudah Isolasi
Area yang akan diisolasi merupakan area di sekitar mesin pembuat galon dimana dari hasil
perhitungan sebelumnya terjadi kebisingan. Hal ini disesuaikan dengan pemetaan kebisingan yang
telah dihitung sebelumnya. Area yang akan diisolasi dapat dilihat pada gambar 4.13 dan 4.14. Area
yang diisolasi memiliki panjang sebesar 15 m , lebar 6 m , dan tinggi atap 5 m. Lebar total ruangan
yang akan direncanakan sebesar 7 m dengan perincian 2 meter merupakan panjang area yang
dibutuhkan pekerja untuk melakukan aktifitas di sekitar mesin. Sedangkan, jarak mesin dengan
mesin gallon planner sebesar 9 m. Tujuan dari perencanaan jarak dan lebar yaitu supaya ketiga
pekerja di sekitar area pembuatan galon dapat melakukan aktifitas dengan bebas tanpa terganggu
21
Gambar 3.13 Area Rencana Isolasi Mesin Pembuat Galon
Hasil perencanaan ruang isolasi di atas nantinya akan dihitung luas area total yang dibutuhkan.
= 15 m x 6 m
= 90 m2
a0 = S11
= 0,24 m2
Perhitungan besarnya serapan bunyi pada ruang isolasi yang akan direncanakan dapat dilihat pada
tabel 3.5 Nilai Serapan Bunyi Setelah Isolasi Mesin berikut ini :
22
Tabel 3.5 Nilai Serapan Bunyi Setelah Isolasi Mesin
Total 125,1
Nilai S (luas area) merupakan luas area yang akan dilakukan pengendalian kebisingan dengan
melakukan isolasi. Sedangkan merupakan koefisien serapan bunyi dari bahan-bahan yang
digunakan sebagai isolasi. Bahan yang digunakan adalah karet dan kayu. Sedangkan aa merupakan
luas serapan total dari area yang di isolasi. Nilai aa di hitung dengan persamaan :
= 125,1 bunyi m2
Dari nilai serapan bunyi sebelum dan sesudah dilakukan isolasi maka dapat dihitung nilai
NR = 10 log ((a0+aa)/a0)
= 10 log ((0.24+125,1)/0.24)
= 27,18 dB 27 dB
23
Hasil di atas menunjukkan bahwa ada reduksi bunyi sebesar 27 dB. Sehingga dengan
dilakukannya isolasi dapat mengurangi intensitas bising sebesar 27 dB sehingga nilai kebisingan
yang keluar dari ruang isolasi yang terjadi sekitar 70 dB. Nilai ini tidak melebihi baku mutu tingkat
kebisingan sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999.
Pengendalian ini dapat dilakukan jika perusahaan memiliki kemampuan finansial untuk
melakukan isolasi ruang kerja. Cara lain jika perusahaan belum meimiliki kemampuan untuk
melakukan isolasi mesin adalah dengan menggunakan alat dan rotasi kerja. Upaya ini diambil untuk
melindungi para pekerja dari resiko terkena penyakit kerja. Khususnya akibat dari bising.
Salah satu upaya pengendalian adalah melengkapi tenaga kerja dengan Alat Pelindung Diri. Alat
Pelindung Diri ini telah disediakan oleh PT.XYZ di tempat kerja, baik bagi pengusaha maupun bagi
tenaga kerja. Namun, kenyataan di lapangan berbeda dengan peruntukannya. Sehingga memerlukan
upaya pemaksaan dari manajemen perusaahaan agar para pekerja memakai alat pelindung telinga.
Pemilihan alat pelindung diri telinga harus disesuaikan dengan bahaya yang dihadapi oleh para
pekerja. Intensitas kebisingan adalah lebih dari 85 dB. Sehingga, pekerja memerlukan alat
pelindung telinga dengan menggunakan ear plug. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah cara
Sebelum menggunakan alat pelindung. Terlebih dahulu para pekerja perlu diberi pelatihan dalam
penggunaan alat pelindung pendengaran dengan benar. Namun, Pendidikan formal yang dimiliki
terima sekaligus mempertimbangkan apakah informasi tersebut dapat dijadikan dasar bagi perilaku
mereka selanjutnya.
24
4. KESIMPULAN
1. Nilai kebisingan tertinggi yang diterima pekerja selama satu hari kerja (Leq) sebesar 97
dB(A) dan nilai kebisingan terendah 80 dB(A). Intensitas kebisingan ini berada pada ruang
pembuat galon .
2. Menurut hasil pemetaan hampir seluruh area produksi mengalami kebisingan yang melebihi
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anonim, 1995. Modul Pelatihan Petugas Pengawasan Kebisingnan bagi Petugas Kesehatan
Anonim, 1999. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 51.Tahun 1999 Tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI.
Anonim, 2003. Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Departemen Kesehatan
Budiono, A.M., 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. PT. Tri Tunggal Tata
Fajar: Solo.
Davis, M. L., and Cornwell, D., A., 1980. Intoduction To Environmental Engineering,
25
Dian, A. 2006. Tugas Akhir : Hubungan Antara Lama Kebisingan Menurut Masa Kerja
Dengan Keluhan Subyektif Tenaga Kerja Bagian Produksi PT. Sinar Sosro Ungaran
Doelle, L.L., 1993. Akustik Lingkungan, Lea Prasetio (editor), Erlangga : Jakarta.
Edo, E. 2004. Tugas Akhir : Pemetaan Kebisingan Lalu Lintas di Kawasan Rumah Sakit Islam
Heinshohn, J.R and kabel, L. R., 1999. Noise Controlled, Mc Graw hill, Inc : New York.
Hidayah, N., 2007. Pengaruh arus Lalu Lintas Terhadap Kebisingan. Dinamika Teknik Sipil 7:
45-54
Semarang.
International Labour Office, 1989. Pencegahan Kecelakaan. Geneva : PT. Pustaka Binaman
Pressindo
Pujianto, T. 2004. Tugas Akhir : Pengaruh Intensitas bising Terhadap Karyawan Dan
ITS. Surabaya.
Sasongko, D., dkk. 2000. Kebisingan Lingkungan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro :
Semarang.
Siswanto, A., 1990. Kebisingan. Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Jawa Timur : Surabaya
Smith, B.J. et al, 1995. Acoustics and noise Control. Addison (Editor). Longman group : London
Sumamur P.K, 1994. Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja, Haji Masagung : Jakarta.
26