Professional Documents
Culture Documents
Ancaman Persalinan preterm adalah adanya kontraksi uterus reguler yang terjadi pada
kehamilan 20 sampai 37 minggu kemudian diikuti dengan dilatasi serviks yang progresif.
Ancaman terjadinya persalinan preterm akan menimbulkan masalah yang serius, yaitu
terjadinya persalinan preterm. Persalinan preterm merupakan penyebab penting dalam kasus
kematian dan kelainan organ pada bayi, sehingga sekarang ini upaya pencegahan dan
Etiologi
adalah multifaktor. Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medis yang
adalah adanya distensi berlebihan pada miometrium maupun membran pada janin,
perdarahan desidua, aktivasi endokrin fetus yang terlalu dini, dan infeksi intra uterine.
Kurang lebih 30% dari persalinan preterm tidak diketahui penyebabnya, sedangkan
sisanya di sebabkan oleh beberapa faktor, seperti kehamilan ganda (30% kasus), infeksi
genitalia, ketuban pecah dini, perdarahan ante partum, inkompetensia serviks, dan kelainan
kongenital uterus (20-25% kasus). Sisanya adalah sekitar 15-20% disebabkan oleh hipertensi
Faktor Resiko
Etiologi dari persalinan preterm masih belum jelas adanya, oleh karena itu
menemukan faktor resiko terjadinya persalinan preterm lebih dini adalah tindakan yang dapat
mencegah terjadinya mortalitas pada bayi dan efek yang berkepanjangan pada bayi yang
masih hidup. Berikut adalah faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya persalinan preterm
Penelitian di Amerika Serikat dan Inggris menunjukkan bahwa wanita dengan kulit
hitam lebih beresiko tiga sampai empat kali dibandingkan dengan wanita kulit putih.
Ibu dengan IMT rendah sebelum hamil dan ketika hamil dapat meningkatkan resiko
preterm, dengan alasan bahwa asupan vitamin dan mineral yang berkurang dapat
persalinan preterm.Selain IMT ibu yang rendah, IMT ibu yang terlalu tinggi juga
perdarahan ante partum, ketuban pecah dini. Keadaan tersebut dapat mengganggu kesahatan
ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan, sehingga meningkatkan resiko persalinan
kualitas janin dalam kandungan memburuk dan terhambatnya pertumbuhan janin, sehingga
Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan trimester
III, dapat disebabkan plasenta previa maupun solusio plasenta, kedua keadaan tersebut sering
diakibatkan akibat adanya trauma/kecelakaan maupun tekanan darah ibu yang tinggi, keadaan
tersebut mengancam nyawa ibu dan bayi, sehingga dapat memicu terjadinya persalinan
preterm.
Ketuban Pecah Dini
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban
pecah dini berkaitan dengan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra
Selaput ketuban yang pecah sebelum kehamilan aterm dapat memicu terjadinya
persalinan preterm.
Mekanisme terjadinya persalinan preterm berulang belum diketahui secara pasti, akan
persalinan preterm berkaitan dengan sistem imun bawaan, akan tetapi mekanisme belum
Inkompetensi Serviks
Adalah adanya dilatasi serviks yang berulang, hal ini memicu terjadinya persalinan
preterm. Panjang serviks kurang lebih 1cm dapat memicu terjadinya persalinan preterm.
Bentuk uterus yang tidak normal akan memicu terjadinya persalinan preterm dan
makin pendek pada kehamilan ganda, sering terjadi bayi kembar lahir pada usia kehamilan
Gaya hidup yang buruk seperti merokok, konsumsi narkoba, dan alkohol.
dari pembuluh darah, sehingga menyebabkan aliran darah ke uterus sebagai nutrisi janin juga
berkurang dan kerusakan plasenta, selain itu juga akan menyebabkan timbulnya respon
Penggunaan kokain, heroin, serata alkohol akan memicu terjadinya persalinann preterm.
Senggama
serviks dan kontraksi miometrium, sehinga proses persalinan preterm tidak bisa dihindari.
Wanita dengan sosial ekonomi yang rendah memiliki resiko lebih besar terjadinya
persalinan preterm dibandingkan dengan wanita dengan sosial ekonomi yang tinggi.
Stress psikologis
Mekanisme hubungan antara depresi dan stress psikologis belum diketahui secara
pasti, akan tetapi penurunan dari NK cell dan peningkatan mediator inflamasi akan memicu
Umur Ibu
Usia reproduksi yang optimal bagi ibu adalah sekitar usia 20-35 tahun. Pada usia
kurang dari 20 tahun organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna, rahim dan panggul
ibu belum tumbuh mencapai ukuran dewasa sehingga akan memudahkan terjadinya kelahiran
preterm. Pada usia lebih dari 35 tahun organ reproduksi sudah tua dan memungkinkan untuk
Paritas
Primigravida mempunyai faktor resiko tinggi terjadinya komplikasi pada kekuatan
HIS (power), jalan lahir (passage), kondisi janin (passenger), oleh karena itu persalinan pada
multigravida.
Patogenesis
kondisi uterus untuk tidak berkontraksi. Uterus dipertahankan tidak berkontraksi oleh
beberapa inhibitor yaitu estrogen progesteron, prostasiklin, nitrit oksida, hormon paratiroid-
peningkatan kadar cAMP, kadar cAMP akan merangsang peyimpanan kalsium pada
Persalinan prematur dapat dipicu oleh beberapa keadaan seperti infeksi, iskemik pada
janin, dan distensi uterus. Menjelang persalinan, otot polos uterus mulai menunjukkan
aktivitas kontraksi yang terkoordinasi, diselingi dengan suatu periode relaksasi, mencapai
puncaknya menjelang persalinan, dan secara berangsur menghilang pada preriode post
kehamilan, persalinan dan kelahiran, sampai dengan saat ini, masih belum jelas benar. Drife
dan Magowan (2008) menyatakan bahwa 35% persen persalinan preterm tidak diketahui
penyebabnya, 30% akibat persalinan elektif, 10% pada kehamilan ganda, dan sebagian lain
Persalinan preterm dapat dipicu oleh beberapa keadaan seperti infeksi, iskemik pada
janin, dan distensi uterus. Pada permukaan plasenta dan membran amnion banyak
mengandung makrofag. Bila ada invasi bakteri akan dihasilkan produk produk bakteri
melepaskan asam arachidonat yang akan mensintesis COX 1 dan COX 2 pada jalur sintesis
prostaglandin. Selain itu terjadi peningkatan produksi lipooxygenase, dan sitokin (IL 1, IL 6,
IL 8, TNF). Makrofag akan mensintesis prostaglandin, enzim protease dan collagenase yang
akan menyebabkan penipisan pada serviks dan kontraksi otot miometrium sehingga
Gambaran Klinis
Tanda-tanda klinis dari persalinan preterm didahului dengan adanya kontraksi uterus
yang berulang dan tekanan pada panggul, dilanjutkan dengan keluarnya cairan darah yang
berasal dari vagina kemudian diikuti dengan penipisan serviks. Proses tersebut berlangsung
Penegakan Diagnosis
Tidak semua kontraksi yang timbul merupakan ancaman terjadinya proses persalinan.
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman persalinan preterm, yaitu:
1. Adanya kontraksi uterus yang kuat, terasa, dan bertahan lama lebih dari 30 detik dan paling
2. Adanya perubahan dilatasi serviks pada 2 pemeriksaan dengan selang waktu 1 jam yang
dilakukan oleh pemeriksa yang sama disertai dengan adanya kontraksi uterus.
3. Adanya kontraksi yang teratur disertai dengan dilatasi serviks 1-2cm dan penipisan
serviks.
Penatalaksanaan
berhubungan dengan keadaan janin yang akan dilahirkan. Untuk memastikan bahwa
terjadinya persalinan preterm apabila masih bisa mempertahankan kehamilan hingga aterm,
memberikan intervensi untuk menghambat terjadinya persalinan preterm dengan tujuan untuk
meminimalkan mortalitas dan efek jangka panjang pada neonatus (Prawirohardjo, 2009).
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada ancaman persalinan preterm, terutama dalam
mencegah mortalitas dan morbiditas neonatus preterm adalah tokolitik, kortikosteroid, dan
antibiotika
Tokolitik
preterm. Tokolitik bereaksi melalui berbagai mekanisme untuk menurunkan ion kalsium
1.Betametason : 2 x 12 mg i.m
2.Deksametason : 4 x 6 mg i.m
Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan apabila terdapat resiko terjadinya infeksi. Obat diberikan
1.Eritromisin 3 x 500 mg
2.Ampisilin 3 x 500 mg
Prognosis
Persalinan preterm merupakan faktor tersering yang menyebabkan mortalitas dan morbiditas
bayi. Bayi preterm dengan berat badan lahir rendah kemungkinan besar akan mengalami
kematian kurang dari 28 hari setelah kelahiran, gangguan respirasi menjadi penyebab 74%
dari kematian bayi preterm, lunaknya tulang kepala dan immaturitas jaringan otak
menyebabkan rentan terjadi kompresi kepala, perdarahan intra cranial lebih mungkin terjadi
dibandingkan dengan bayi yang lahir aterm, prognosis dari bayi preterm tidak sebagus bayi
Manfaat Magnesium bagi Kesehatan Magnesium sangat dibutuhkan untuk kesehatan tubuh,
karena kalsium digunakan untuk lebih dari 300 reaksi biokimia dalam tubuh. Magnesium
adalah mineral urutan nomer 4 yang paling penting untuk kesehatan. Sekitar 50% dari total
magnesium tubuh disimpan didalam tulang kita. Bagian yang tersisa dari magnesium yang
terutama ditemukan dalam sel-sel jaringan tubuh dan organ. Hanya 1% saja magnesium yang
ada dalam darah, dan tubuh manusia akan selalu menjaga agar kadar darah konstan
saraf agar berfungsi normal dan menjaga irama detak jantung. Dengan ini magnesium
membantu untuk mendukung sistem kekebalan tubuh dan menjaga tulang yang kuat.
Magnesium juga membantu mengatur kadar gula darah, sehingga dapat meningkatkan
tekanan darah yang normal dan mendukung metabolisme energi dan protein sintesis.
Magnesium memiliki efek positif dalam pengobatan gangguan kesehatan seperti penyakit
jantung, hipertensi, dan diabetes. Dieta Magnesium akan diserap oleh usus kecil, dan
disekresikan melalui ginjal. Berikut ini manfaat magnesium bagi kesehatan, sumber makanan
kaya magnesium, akibat tubuh kurang magnesium, dan dosis magnesium yang perlu kita
ketahui Makanan sumber magnesium Makanan Sumber alami dari magnesium meliputi
sayuran laut, sayuran berdaun hijau seperti bayam, dan biji-bijian yang biasanya dijadikan
komponen utama dari diet. Beberapa sayuran lain yang dianggap sumber yang kaya akan
magnesium meliputi tomat, bit hijau, kacang-kacangan ,artichoke, ubi jalar, tepung soba, biji
labu,tepung gandum, jagung dan coklat. Juga, produk susu seperti susu dan yoghurt dan
produk non-vegetarian, seperti ikan. Roti gandum yang mengandung dedak dan dua kali
kandungan magnesium, dibandingkan dengan roti putih. Air juga mengandung kadar
magnesium, air keras memiliki lebih banyak magnesium dari air lunak, meskipun air keras
tidak baik untuk tubuh, terutama ginjal. Gejala keurangan magnesium Gejala kekurangan
magnesium termasuk rasa sakit di leher dan punggung, kecemasan, kelelahan, serangan
migrain, kelemahan otot dan kejang, kehilangan nafsu makan, muntah, mual, insomnia, irama
jantung yang abnormal, diare, otot berkedut dll. Ketika seseorang mengalami stres, maka
seseorang cenderung menghabiskan banyak magnesium dari tubuh. Salah satu gejala yang
sangat umum dari kekurangan magnesium adalah ngidam cokelat, karena coklat kaya akan
magnesium. Kekurangan magnesium dapat dipahami dengan jelas oleh diabetes, depresi, dan
gejala menopause. Manfaat magnesium bagi kesehatan Manfaat kesehatan dari magnesium
termasuk mempertahankan saraf tubuh, otot dan tulang. Hal ini juga membantu dalam sintesis
protein dan metabolisme sel. Magnesium sangat penting untuk mempertahankan detak
jantung yang normal dan digunakan oleh dokter untuk mengobati ketidakteraturan irama
jantung. Manfaat kesehatan lain dari magnesium adalah mencegah osteoporosis, kejang
eklampsia, kadar gula, asma, diabetes, sembelit, nyeri punggung dan gangguan kejiwaan.
Lihat juga : Manfaat prebiotik - Sumber prebiotik Alami Ahli kesehatan sering menyoroti
pentingnya magnesium disamping vitamin yang memadai dan asupan mineral dalam diet
sehari-hari kita. Magnesium adalah mineral penting yang membantu tubuh manusia untuk
menyerap kalsium, dan memiliki peran penting dalam pembentukan dan penguatan gigi dan
tulang. Mencegah Asma pasien asma kronis mungkin dapat menormalkan napas mereka
dengan bantuan suplemen magnesium, yang membantu dalam relaksasi otot-otot bronkus dan
menormalkan pernapasan. Bahkan mengi dan sesak napas dapat diatasi dengan pemberian
magnesium intravena. Menjaga tulang agar tetap sehat Magnesium secara langsung
berkaitan dengan kepadatan tulang. Kekurangan mineral ini bisa menjadi penyebab
osteoporosis. Magnesium membantu dalam peraturan tingkat kalsium dalam tubuh bersama
dengan vitamin D, tembaga, seng dll . Magnesium bersama dengan kalsium dan vitamin D
harus didapat orang sepanjang tahun mulai saat pertumbuhan hingga dewasa, karena
kehamilan Magnesium adalah salah satu elemen penting selama kehamilan. Asupan yang
tepat dari suplemen magnesium selama kehamilan sangat bermanfaat untuk mengurangi
risiko osteoporosis dan meningkatkan tingkat toleransi sakit, sehingga menghasilkan proses
kelancaran pengiriman dan juga mengoptimalkan tekanan darah. Magnesium sulfat adalah
pengobatan terbaik untuk mencegah kejang eklampsia pada ibu hamil yang mengalami
hipertensi. Mengobati nyeri punggung dan kram Magnesium membantu mengobati orang
dengan sakit punggung yang parah dengan relaksasi otot-otot punggung, stres, ginjal dan
ketegangan otot. Magnesium juga membantu dalam penyerapan kalsium, yang dapat
menyebabkan penyembuhan tulang. Gejala kram di kaki serta kelelahan biasanya terlihat
karena kekurangan magnesium. Asupan yang tepat dari suplemen magnesium bemanfaat
sebagai obat untuk mengatasi masalah kram dikaki. Mencegah serangan jantung
kekurangan magnesium pada penyakit jantung dapat mengarah ke hasil yang lebih fatal.
Kekurangan magnesium bisa membawa terlalu banyak resiko bagi jantung . Magnesium
melindungi jantung dari denyut jantung tidak teratur, sehingga melindungi jantung dari
kerusakan. Magnesium sebenarnya menenangkan saraf dan memediasi proses pencernaan dan
mencegah masalah seperti muntah, kram, gangguan pencernaan, sakit perut, perut kembung,
dan sembelit. Mencegah sembelit Magnesium memberikan bantuan yang cepat terhadap
kondisi kita yang sedang sembelit. Dosis tinggi suplemen magnesium larut air dikenal untuk
mengatasi sembelit parah. Pencahar properti magnesium berguna melemaskan otot-otot usus,
sehingga membantu untuk membangun ritme halus pada usus. Magnesium juga memiliki
properti lain yang bersifat menarik air, yang pada gilirannya akan melembutkan t*nja dan
membantu untuk mengeluarkannya dengan mudah. Lihat juga : Kandungan nutrisi dan
Manfaat Jagung Manis Mencegah diabetes dan mengatur tingkat kadar gula Manfaat
kesehatan dari magnesium juga memberikan kontribusi terhadap pasien diabetes, karena
mineral ini membantu untuk meningkatkan reaksi insulin untuk menjaga tingkat gula darah.
Suplemen magnesium sangat penting untuk semua pasien diabetes sebanyak menderita
kekurangan magnesium. Magnesium membantu mengatur kadar gula darah, sehingga dapat
meningkatkan tekanan darah yang normal. Hipertensi merupakan salah satu faktor utama
penyebab serangan jantung yang akan datang. Orang dengan tekanan darah tinggi biasanya
memiliki kekurangan magnesium. Oleh karena itu, tambahan nutrisi dan suplemen mineral
dengan kandungan magnesium sangat penting bagi mereka untuk menghindari komplikasi
bentuk terburuk disfungsi kejiwaan seperti serangan panik, stres, kecemasan dan agitasi yang
yang secara perlahan akan berubah menjadi kolagen. Kolagen yang alami protein, sebagian
besar ditemukan dalam jaringan berserat seperti tendon, ligamen dan kulit. Hal ini juga
terdapat dalam kornea, tulang, usus, tulang rawan, pembuluh darah, dan cakram
mineral penting seperti natrium, kalsium, kalium dan fosfor. Penyerapan mineral biasanya
terjadi dalam usus halus, dan manfaat ini dari magnesium adalah men-detoksifikasi banyak
racun berbahaya yang ada didalam tubuh kita. Mengaktifkan enzim Magnesium juga
membantu dalam meningkatkan produksi energi dalam tubuh dan aktivasi enzim untuk
menciptakan sel energi. Kontrol fungsi kandung kemih Banyak wanita yang memiliki
masalah sering ingin buang air kecil menemukan bantuan dengan mengkonsumsi suplemen
magnesium. Masalah kencing bisa datang dari beragam alasan, seperti nefritis, infeksi, atau
kadang-kadang sistitis interstisial, asupan rutin namun magnesium dapat membawa bantuan
besar untuk masalah penyakit ini. Dosis dan efek samping Magnesium Pentingnya
magnesium belum begitu dikenal, sehingga kebanyakan orang masioh banyak yang
mengabaikan konsumsi magnesium dalam makanan mereka. Sebagian besar ahli gizi
merekomendasikan 250-350 mg per hari dari suplemen magnesium untuk orang dewasa. Efek
samping dari magnesium sangat jarang, namun terlalu banyak magnesium seringkali
diketahui menyebabkan diare. Karena sebagian besar efek serius hasil asupan magnesium
berlebihan karena dihasilkan oleh sifat magnesium yang mengandung obat pencahar. Jika
Anda mendapatkan magnesium dari suplemen, ada beberapa kemungkinan efek samping
seperti itu. Orang dengan penyakit ginjal harus menghindari mengonsumsi suplemen
Menurut perkiraan World Health Organization (WHO), di antara 130 juta bayi yang lahir
setiap tahun di seluruh dunia, 8 juta meninggal sebelum mencapai tahun pertama kehidupan
mereka. Di Amerika Serikat, 17-34% dari kematian bayi ini dikaitkan dengan prematuritas,
dan hanya sekitar setengah kasus prematur dihasilkan dari penyebab yang dapat
diidentifikasi.(12) Di Amerika Serikat pada tahun 2005, hampir 28.384 bayi meninggal pada
tahun pertama mereka hidup (Tabel 1.1). Kelahiran prematur, yang didefinisikan sebagai
persalinan yang terjadi sebelum usia 37 minggu, terlibat dalam sekitar dua pertiga dari
kematian ini. Seperti yang ditunjukkan tabel 1.1, kelahiran preterm lanjut, yang didefinisikan
pelahiran usia 34-36 kehamilan, terjadi pada 70% kasus pelahiran preterm. Dengan demikian,
pelahiran preterm tetap menjadi suatu masalah kesehatan yang utama. (8) Jumlah Bayi Hidup
(%) Jumlah Bayi Mati (%) Total Bayi Usia kehamilan saat lahir <> 32-33 minggu 34-36
minggu 37-41 minggu > 42 minggu Tidak tahu 4,138,573 (100) 83,428 (2) 65,853 (1.6)
373,663 (9) 3,346,237 (81) 239,850 (6) 29,542 (0.7) 28,384 (100) 15,287 (54) 1099 (4) 1727
(10) 8116 (29) 637 (2) 516 (2) Tabel 1.1 Jumlah mortalitas bayi baru lahir di Amerika Serikat
pada tahun 2005 (8) Angka kematian bayi premature, yang merupakan penyumbang angka
kematian bayi baru lahir terbanyak, mulai meningkat di Amerika Serikat sejak tahun 1996.
Seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.1, indikasi medis untuk kelahiran prematur
bertanggung jawab pada kenaikan ini. Dan pada orang kulit hitam kematian bayi pada tahun
pertama kehidupannya dua kali lebih banyak ras yang lainnya, dan dua per tiganya
disebabkan oleh kelahiran prematur. (8) Gambar 1.1 Kematian bayi pada ras-ras di Amerika
Serikat, 1989-2001. (8) Kejadian pelahiran preterm masih tinggi dan merupakan penyebab
kematian neonatal utama. Di Amerika Serikat, kejadiannya 8-10% dan di Indonesia 16-18%
dari semua kelahiran hidup.(17) Sedangkan angka kematian bayi pada tahun 2003 di
Indonesia ialah 35 per 1000 kelahiran hidup, angka ini terus-menerus menurun dari tahun
1990 yaitu 66 bayi tiap 1.000 kelahiran. (1), (2) Tujuan pembuatan makalah ini adalah
mempengaruhi terjadinya persalinan preterm dan pelaksanaan yang sebaik mungkin untuk
didefinisikan sebagai kelahiran bayi pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Secara
legal, di Inggris, the 1992 Amendment to the Infant Life Preservation Act,menetapkan batas
viabilitas sebagai 24 minggu.(15) Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1961
menambahkan usia gestasi sebagai satu kriteria bayi prematur, yaitu bayi yang lahir pada usia
gestasi 37 minggu atau kurang. Dibuat pembedaan antara berat badan lahir rendah (2500 g
atau kurang) dan prematuritas (37 minggu atau kurang). (7) 2.2 Endokrinologi dan Biokimia
Persalinan 2.2.1 Pengaruh Proses Inflamasi Pada Persalinan Sepanjang kehamilan cervix
uterus membutuhkan untuk tetap kokoh dan tertutup ketika tubuh dari uterus tumbuh secara
hipertrofi dan hiperplasia tetapi tanpa disertai adanya kontraksi. Untuk persalinan yang
berhasil cervix diubah menjadi struktur yang lembut dan lentur yang dapat berdilatasi
membesar dan uterus menjadi organ yang dapat berkontraksi dengan kuat. Beberapa minggu
sebelum melahirkan terjadi perubahan bagian bawah uterus yang menjadi masak dan terjadi
penipisan dari cervix. Perubahan pada segmen bawah uterus ini berhubungan dengan
peningkatan produksi sitokin yang merupakan suatu produk inflamasi, terutama interleukin-1,
-6 dan -8 dan prostaglandin dari membran yang melapisi janin dan desidua dan dari leher
uterus itu sendiri. Pematangan cervix dikaitkan dengan masuknya sel-sel inflamasi ke dalam
cervix yang melepaskan matriks metalloprotein yang berkontribusi anatomis dengan
dominan terjadi di segmen atas uterus dikaitkan dengan peningkatan ekspresi reseptor dari
oksitosin dan prostaglandin, pada protein gap-junction yang menengahi konektivitas elektris
antara miosite-miosit, dan perubahan yang lebih kompleks lagi pada jalur sinyal intraselular
yang bisa meningkatkan kontraktilitas dari miosit-miosit.(15) 2.2.2 Pengaruh Hormonal Pada
Persalinan Dalam banyak spesies progesteron diduga memainkan peran penting dalam
menekan onset persalinan. Progesteron memiliki sifat anti-inflamasi umumnya pada uterus.
Peristiwa biokimia yang berhubungan dengan pematangan cervix dan telah dimulainya proses
persalinan seperti yang dijelaskan sebelumnya merupakan suatu proses peradangan. Pada
meningkatkan respon dari bagian uterus yang mampu menghasilkan kontraksi. (15),(16)
Menurunnya kadar progesteron tampaknya disebabkan oleh meningkatnya respon sel adrenal
Melalui beberapa langkah, kortisol menyebabkan biosintesis steroid plasenta dan penurunan
respon dari uterus dan mampu menghasilkan kontraksi. (16) Namun, ada perbedaan besar,
antara status hormonal domba dan primata, termasuk manusia. Pada manusia, tidak ada
peningkatan yang besar kortisol dari kelenjar adrenal janin sebelum persalinan, dan tidak
terjadi penurunan dramatis dari hormon progesteron secara konsisten. Namun, progesteron
penting dalam kehamilan manusia, dan sejumlah studi telah meneliti peran rasio progesteron-
ke-estrogen sebelum timbulnya persalinan. Pada 1974, para peneliti menunjukkan penurunan
yang signifikan kadar serum progesteron dan peningkatan tingkat estrogen dalam banyak
Peningkatan estriol mungkin merupakan sinyal dari janin yang menunjukkan bahwa itu
matang dan siap untuk persalinan. Produksi estriol meningkat selama bulan terakhir
kehamilan. Dalam jumlah besar yang dihasilkan, fungsi estriol sama dengan estradiol dalam
progesteron pada akhir kehamilan. (16) Kadar sirkulasi corticotrophin releasing hormone
(CRH), yang disintesis oleh plasenta, meningkat secara progresif selama kehamilan dan
terutama selama minggu-minggu sebelum onset persalinan. Konsentrasi CRH binding protein
menurun dengan bertambahnya usia kehamilan, kira-kira 3 minggu sebelum onset persalinan
dimana konsentrasi CRH melebihi protein pengikatnya. Tidak seperti CRH pada
hipothalamus, CRH di plasenta diatur oleh kortisol. Beberapa studi telah menghubungkan
antara produksi CRH plasenta dengan waktu persalinan dan telah menunjukkan bahwa
kenaikan prematur CRH dikaitkan dengan kelahiran prematur. (15) Hipotesis lain adalah
bahwa peristiwa peradangan yang terjadi pada uterus pada saat persalinan berkaitan dengan
sangat berhubungan dengan peradangan dalam konteks lain seperti asma, radang penyakit
usus atau arthritis). NF-kappa B diketahui juga mampu menekan fungsi reseptor progesteron
dan sehingga bisa menengahi penarikan progesteron fungsional. (15) Tidak ada peningkatan
produksi oksitosin terkait dengan permulaan atau perkembangan baik persalinan prematur
atau aterm. Namun, terdapat peningkatan reseptor ekspresi oksitosin dalam uterus dan
terdapat produksi oksitosin lokal dalam uterus, desidua dan membran janin. Walaupun
mungkin oksitosin tidak berperan penting dalam waktu yang tepat dari kelahiranpada
manusia, peningkatan dari kepadatan reseptor oksitosin menunjukkan bahwa oksitosin tidak
memainkan peran dalam menengahi kontraktilitas. (15) 2.3 Etiologi Suatu spectrum luas
penyebab dan faktor demographic telah dikaitkan dengan kelahiran bayi preterm. (7)
Persalinan prematur bukanlah wujud satu penyakit, tetapi merupakan gejala atau sindrome
yang mungkin mempunyai 1 (satu) atau lebih sejumlah penyebab (Gambar 2.1). Persalinan
prematur telah dikaitkan dengan inkompetensi cervix, kelainan haemostasis, infeksi dalam
uterus, plasenta abruption atau perdarahan desidua, janin atau stres ibu dan beberapa
kehamilan. Dalam beberapa kasus, beberapa dari faktor-faktor tersebut dapat bertindak
kehamilan ganda yang dilahirkan pada minggu 36 kehamilan. (15) Gambar 2.1 Penyebab dari
terjadinya pelahiran premature (15) 2.3.1Faktor Ibu 2.3.1.1 Infeksi Cairan Amnion dan
Korioamnion Terdapat korelasi yang kuat antara infeksi dalam uterus dan mulainya
permulaan persalinan preterm spontan. Infeksi pada selaput dan cairan amnionin disebabkan
oleh berbagai mikroorganisme dapat menyebabakan beberapa kasus seperti ketuban pecah,
persalinan prematur, atau keduanya. Infeksi dalam uterus memiliki potensi untuk
mengaktivasi semua jalur biokimia yang mengarah pada pematangan cervix dan kontraksi
uterus. Infeksi dari darah dari tempat lain jarang terjadi. (7),(15,(16) Patogenesis Telah
diketahui bahwa kelemahan atau pendeknya cervix merupakan faktor utama terjadinya risiko
infeksi ascendens bakteri. Namun, terdapat kemungkinan juga bahwa dengan jumlah patogen
mematikan yang tinggi dalam vagina, bakteri dapat memperoleh akses menuju daerah uterus
yang lebih rendah melalui leher uterus yang berfungsi normal, di mana bakteri tersebut
mengaktifkan mediator inflamasi yang membuat cervix menjadi matang dan memendek.
Bakteri mungkin juga mendapatkan akses menuju rongga ketuban melalui penyebaran secara
hematogen atau melalui bersamaan dengan dilakukannya prosedur yang invasif. (15) Produk-
produk bakteri seperti endotoksin merangsang monosit desidua untuk memproduksi sitokin,
termasuk interleukin-1, faktor nekrosis tumor, dan interleukin-6, yang pada gilirannya
merangsang asam arakidonat dan kemudian memproduksi prostaglandin. Prostaglandin E2
dan F2 bertindak sebagai parakrin untuk merangsang kontraksi miometrium. (7) Faktor
pengaktif trombosit juga ikut berperan dalam aktivasi jaringan sitokin, yang ditemukan di
dalam cairan amnion. Faktor pengaktif trombosit diperkirakan diproduksi di dalam paru dan
ginjal janin. Oleh karenanya, janin tampaknya memainkan suatu peran sinergistik untuk
inisiasi kelahiran preterm yang disebabkan oleh infeksi bakterial. Secara teleologis, hal ini
kemungkinan menguntungkan bagi janin yang ingin melepaskan dirinya dari lingungan yang
terinfeksi. (7) Gambar 2.2 Patogenesis bakteri menghasilkan persalinan preterm 2.3.1.2
yang merupakan flora normal vagina diganti dengan bakteri anaerob, termasuk Gardnella
dengan aborsi spontan, persalinan preterm, rupture ketuban premature, korioamnionitis, dan
infeksi cairan amnion. (8) Dari banyak penelitian, tidak ada keraguan bahwa vaginosis
bacterialis berpengaruh pada persalinan preterm. Sayangnya, samai saat ini, skrining dan
pengobatan yang ada belum dapat mencegah terjadinya pelahiran preterm. Malahan,
resistensi antibiotik atau perubahan flora vagina yang diinduksi antibiotik telah dilaporkan
Penatalaksanaan Meskipun ada bukti bahwa vaginosis bacterialis merupakan faktor risiko
kelahiran prematur, namun kurang jelas bahwa mengobati bakteri vaginosis dengan antibiotik
itu bermanfaat. Namun, mungkin juga mencerminkan suatu kenyataan bahwa antibiotik
mungkin tidak selalu menghasilkan pembentukan kembali flora normal bakteri. Dua
antibiotik yang umum digunakan dalam pengobatan vaginosis bacterialis ialah metronidazol
diberikan per oral atau klindamisin yang dapat diberikan baik per oral atau per vaginam.
kegiatan yang lebih baik terhadap bakteri anaerob, Mycoplasma hominis dan Urea yang
urealyticum yang sering dikaitkan dengan vaginosis bakteri. Bukti terbaru adalah bahwa
skrining ibu hamil dengan resiko tinggi persalinan prematur didasarkan pada masa lalu
mereka yaitu riwayat obstetrinya atau faktor-faktor lain dan pengobatan bakteri vaginosis
(BV) dapat dibenarkan, namun saat ini tidak ada bukti kuat untuk merekomendasikan
skrining rutin dan perawatan populasi kebidanan umum. (15) 2.3.1.3 Faktor Gaya Hidup
masih belum diketahui dan diapahami dengan baik. Walaupun jalur yang tepat antara
merokok selama kehamilan dan kelahiran prematur tidak diketahui, para peneliti berteori
bahwa salah satu mekanisme yang dapat diperkirakan ialah gangguan aliran darah plasenta
akibat nikotin dan karbon monoksida, yang merupakan vasokonstriktor yang poten pada
pembuluh plasenta. (13) Plasenta dari ibu yang perokok telah terbukti menjadi lebih besar,
dengan meningkatnya luas permukaan plasenta, dan memiliki karakteristik lesi-lesi sebagai
akibat kurangnya perfusi dari uterus. Suzuki et al berspekulasi bahwa merokok dapat
kekakuan dinding arteriol, dengan perfusi yang kurang dari plasenta. Hal ini, dapat
mengakibatkan iskemia dari desidua basalis, yang kemudian menjadi nekrosis dan terjadi
perdarahan. (3) Karbon monoksida dalam asap rokok dapat mengganggu oksigenasi janin
dengan membentuk carboxyhemoglobin, dan nikotin dapat meningkatkan tekanan darah ibu
dan detak jantung, juga menghambat aliran darah ke janin, sehingga pada ibu perokok sering
dapat membuat pertumbuhan janin terganggu dan melahirkan dengan berat badan bayi yang
rendah. (13) Komplikasi plasenta dapat berupa perdarahan, terutama plasenta abruption
(solutio plasenta) dan, yang lebih sedikit, ialah plasenta previa, merupakan faktor yang
penting dalam predisposisi kelahiran prematur dan bayi lahir mati pada ibu yang merokok
selama kehamilan. (13) Faktor-faktor ibu lain yaitu ibu terlalu muda atau lanjut usia;
kemiskinan; penggunaan alcohol, dan faktor-faktor seperti pekerjaan lama berjalan atau
berdiri, kondisi kerja berat dan panjang. Santiago dan rekan (2005) menemukan tidak ada
peningkatan insidensi kelahiran prematur berulang pada wanita dengan riwayat lahir
prematur dan yang bekerja berada di luar rumah atau memerlukan tenaga fisik selama
kehamilan mereka saat ini. (7) Pada ibu yang terlalu tua terjadi lesi sklerotik (proses
ateriosklerosis) pada arteri miometrium sehingga dapat menyebabkan perfusi yang kurang
dari plasenta mengarah pada risiko yang lebih tinggi pada hasil mortalitas dan morbiditas
perinatal. Perfusi yang kurang dapat mengakibatkan iskemia dari desidua basalis, yang
kemudian menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan. (3),(10) Hipotesis bahwa adanya
hubungan yang buruk antara usia ibu yang terlalu muda dan pendarahan vagina pada awal
hipofisis-gonad saat menarche dan adanya hubungan ginekologis yang terbalik antara usia
dan kadar progesteron selama fase luteal dari ovulasi siklus menstruasi. Dan terjadinya
pendarahan vagina dikaitkan dengan peningkatan insiden kelahiran premature. (4) 2.3.1.4
Perdarahan 2.3.1.4.1 Abruptio Plasenta Abruptio plasenta atau solutio plasenta dapat
mengakibatkan terjadinya prematur pelahiran. Ini terjadi melalui pengeluaran trombin yang
merangsang kontraksi miometrium oleh reseptor yang diaktivasi protease tetapi secara
independen juga disebabkan sintesis dari prostaglandin. Ini menjelaskan kesan klinis bahwa
berhubungan dengan plasenta abruptio ialah kurang begitu karena pada abruptio plasenta
tidak ada proses kematangan (preripening) cervix uterus. Pembentukan trombin mungkin
juga mempunyai peran dalam persalinan prematur yang disebabkan karena chorionamnionitis
ketika dilepaskannya trombin sebagai akibat dari perdarahan desidua.(Gambar 2.2) (15)
Penatalaksanaan Menunda persalinan mungkin akan bermanfaat ketika janin belum matang.
Bond dan rekan (1989) meneliti 43 wanita dengan abruptio plasenta sebelum usia kehamilan
35 minggu, dan 31 minggu dan mereka diberi terapi tokolitik. Rata-rata waktu untuk
persalnan di semua 43 wanita adalah sekitar 12 hari dan tidak ada lahir mati. Kelahiran sectio
sesaria dilakukan pada 75 persen dari semua kasus. (8) Wanita dengan bukti-bukti abrupto
plasenta yang sangat dini sering menjadi Oligohidramnion, baik dengan atau tanpa terjadi
ketuban pecah prematur. Elliott dan rekan (1998) menggambarkan empat perempuan dengan
rata-rata abruption pada usia kehamilan 20 minggu dan yang juga mengembang menjadi
Oligohidramnion. Mereka yang bersalin pada rata-rata usia 28 minggu. (8) Kurangnya
waktu. Plasenta mungkin lebih jauh terpisah pada setiap saat dan dapat membunuh janin
kecuali persalinan dilakukan dengan segera. Beberapa penyebab langsung fetal distress
diperlihatkan pada bagan 2.1. Hal ini penting bagi kesejahteraan fetal distress dimulai dengan
langkah-langkah segera untuk mengoreksi hipovolemia ibu, anemia dan hipoksia sehingga
untuk memulihkan dan mempertahankan fungsi dari setiap plasenta yang masih tertanam.
Sedikit yang dapat dilakukan untuk memodifikasi penyebab lain yang menyebabkan fetal
distress kecuali dengan mengeluarkan janin dengan persalinan. (8) Bagan 2.1 Macam-macam
penyebab fetal distress karena abruptio plasenta dan penatalaksanaannya (8) 2.3.1.4.2
Plasenta Previae Gejala yang merupakan ciri khas ialah perdarahan yang tidak nyeri, yang
tidak muncul sampai trimester II akhir atau setelahnya. Mekanismenya adalah sebagai berikut
setelah bulan ke-4 terjadi regangan pada dinding uterus karena isi uterus lebih cepat
tumbuhnya dari uterus sendiri, akibatnya ialah bahwa isthmus uteri tertarik menjadi dinding
cavum uteri (Segemn Bawah Uterus). Pada plasenta previa, ini tidak mungkin tanpa
pergeseran antara plasenta dan dinding uterus, saat perdarahan tergantung pada kekuatan
insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada isthmus uteri. Jadi dalam kehamilan tidak perlu
ada his untuk menimbulkan perdarahan tapi sudah jelas dalam prsalinan his pembukaan
menyebabkan perdarahan karena bagian plasenta di atas akan terlepas pada dasarnya.
Perdarahan pada plasenta previa bersifat terlepas pada dasarnya. (8),(18) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dengan janin preterm membutuhkan observasi yang ketat, namun dengan
syarat tidak adanya perdarahan yang terus-menerus. Bagi beberapa wanita, mungkin dirawat
di rumah sakit lama menjadi ideal, bagaimanapun, wanita biasanya lemas setelah pendarahan
telah berhenti dan janinnya dinilai tidak sehat. Wanita dan keluarganya harus sepenuhnya
memperhatikan dengan serius masalah plasenta previa dan harus siap sewaktu-waktu untuk
membawa ibu hamil ke rumah sakit dengan segera. Jika perdarahan banyak, pembukaan
kecil, nullipara dan tingkat pasenta previa yang berat mendorong kita melakukan SC,
sebaliknya perdarahan yang sedang, pembukaan yang sudah besar, multiparitas, dan tingkat
plasenta previa ringan dan anak yang mati mengarahkan pada usaha pemecahan ketuban.
(8),(18) 2.3.2 Faktor Janin 2.3.2.1 Kehamilan Multipel Di Amerika Serikat, jumlah dan
frekuensi kehamilan kembar serta kehamilan multijanin lainnya telah meningkat secara tidak
terduga selama 25 tahun terakhir. Dari tahun 1980 sampai tahun 2005, jumlah kehamilan
kembar meningkat dari 18,9% menjadi 32,1 per 1000 kelahiran. Pada waktu yang sama,
jumlah kelahiran kembar meningkat sebanyak 50% dan jumlah kehamilan multijanin
meningkat sampai 400 %.(9) Pelahiran sebelum aterm merupakan penyebab utama
meningkatnya resiko kematian dan morbiditas neonates pada kehamilan kembar. Gardner dkk
(1995) mendapatkan bahwa kausa pelahiran preterm berbeda antara janin kembar dan janin
tunggal. Persalinan spontan lebih sering terjadi pada kelahiran kembar sebelum 37 minggu
daripada janin tunggal, sdangkan kebalikannya berlaku pada ketuban pecah dini. Pada janin
tunggal dan kembar yang lahir premature, pelahiran atas indikasi terjadi sama banyaknya.
Hipertensi ibu dan, pertumbuhan janin terhambat, dan solusio plasenta merupakan indikasi
utama pelahiran preterm pada janin kembar. (9) Patogenesis Beberapa kehamilan mungkin
mengarah pada kelahiran prematur melalui setidaknya dua mekanisme. Over-distensi uterus
mengarah ke regulasi prematur terkait dengan kontraksi yang disebabkan oleh protein-protein
dan faktor yang memediasi kematangan cervix, yang seluruhnya menunjukkan adanya
kepekaan terhadap regangan mekanis. Kehamilan kembar yang berhubungan dengan jumlah
beberapa plasenta sehingga terjadi peningkatan CRH yang lebih awal dalam sirkulasi
dibandingkan dengan janin yang tunggal. (15) 2.3.2.2 Stress Pada Ibu dan Janin Ada bukti
bahwa janin dan ibu yang stres mungkin menjadi faktor risiko persalinan prematur. Janin
stres mungkin timbul dalam hubungannya dengan terhambatanya pertumbuhann. Ibu stres
dapat disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan. Pada kedua kasus tersebut dipostulasikan
bahwa sekresi berlebih dari kortisol menyebabkan meningkatnya regulasi dari produksi CRH
dalam plasenta. (15) 2.3.3 Faktor Lainnya 2.3.3.1 Genetik Sifat keluarga, riwayat prematur
dan sifat rasial kelahiran prematur telah diketahui bahwa genetika mungkin memainkan peran
dalam menyebabkan persalinan preterm. Gen untuk relaksin desidua merupakan salah satu
kandidat. Defek pada protein trifunctional mitokondria defek janin atau polimorfisme dalam
kompleks gen interleukin-1, reseptor 2-adrenergik, atau faktor nekrosis tumor (TNF)
mungkin juga terlibat dalam ruptur membran yang prematur.(7) Untuk saat ini, hubungan
antara polimorfisme dalam calon gen dan risiko kelahiran prematur adalah moderat.
Misalnya, variasi dalam reseptor progesteron telah terlibat sebagai faktor risiko ibu dalam
sebuah penelitian, tetapi tidak dalam penelitian lainnya. Demikian juga, meskipun
polimorfisme dalam gen yang mengkode sel inflamasi sitokin pada awalnya diidentifikasi
sebagai faktor risiko yang mungkin dapat terjadi, namun hubungan yang konsisten dengan
kelahiran prematur belum dapat ditentukan. studi asosiasi Genomewide sekarang sedang
berlangsung terus dan berjanji untuk membuat wawasan baru dalam waktu dekat. Untuk
kelahiran prematur, kohort besar (> 10.000 objek penelitian) akan diperlukan, terutama jika
tujuannya adalah untuk menemukan varian dengan ukuran efek kecil yang bisa menjelaskan
wawasan fisiologis yang baru. (12) 2.4 Diagnosis 2.4.1 Gejala Pada Pasien Diagnosis
persalinan prematur yang akurat sulit diketahui sampai persalinan telah jelas maju walaupun
sudah menggunakan tokolitik. Dengan peringatan ini, persalinan prematur dapat
diklasifikasikan sebagai ancaman atau memang aktual. Dasar klasifikasi seperti ini
mempunyai perbedaan dalam prognosis. Sekitar 85% pasien dengan ancaman persalinan
prematur melahirkan setelah aterm, padahal hanya 40-50% pasien dengan persalinan preterm
yang aktual melahirkan aterm. (5) The American Academy of Pediatrics and the American
adanya persalinan preterm, yaitu: (5) 1. Kontraksi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60
menit ditambah perubahan progresif pada cervix, 2. Dilatasi cervix > 1 cm 3. Pendataran
cervix 80% atau lebih. Adapun kriteria lainnya dari Ingemarsson's untuk mendiagnosis
persalinan prematur: (5) 1. Kehamilan 28-36 minggu 2. Kontraksi uterus yang menyakitkan,
teratur, yang terjadi pada interval kurang dari 10 menit, selama paling sedikit 30 menit,
menggunakan tocography eksternal 3. Selaput utuh 4. Uterus mendatar atau hampir mendatar
dan berdilatasi antara 1 dan 4 cm. Sejumlah keluhan mungkin terdapat pada persalinan
prematur (Tabel 2.1) tapi banyak dari gejala-gejala ini sering terjadi pada kehamilan normal
dan sering diabaikan oleh dokter atau bidan yang melakukan perawatan prenatalSebuah studi
yang membandingkan gejala ibu hamil pada persalinan prematur dengan gejala normal ibu
hamil menunjukkan bahwa gejalanya saling melengkapi. Kontraksi seperti kram menstruasi
sering kali menjadi keluhan yang paling mencolok, dengan hanya 13% dari pasien persalinan
prematur tidak terjadi gejala ini. Sekitar 10% dari wanita hamil normal mengeluh adanya
kontraksi yang menyakitkan. (5) Biasanya, pasien dengan persalinan prematur mengancam
mempunyai respon yang baik terhadap terapi konservatif sederhana (bedrest, hidrasi, obat
penenang, atau dosis subkutan terbatas terbutaline atau nifedipine). Jarang, infus kontinu dari
obat tokolitik diperlukan untuk aktivitas dan kontraksi uterus terus-menerus ada dan
signifikan. Prognosis dari persalinan saat aterm tampaknya meningkat jika persalinan
prematur dimulai pada trimester ketiga bukan di trimester kedua. (5) Tabel 2.1 Gejala utama
persalinan prematur. (5) Sakit perut Sakit punggung Nyeri panggul Kram menstruasi
Perdarahan vagina Leukorea dengan pewarnaan merah muda Tekanan pada panggul Sering
berkemih 2.4.2 Perubahan Cervix 2.4.2.1 Dilatasi Cervix Dilatasi cervix setelah tengah usia
kehamilan diduga sebagai faktor resiko untuk persalinan preterm,meskipun beberapa klinisi
mempertimbangkan adanya beberapa varian anatomi yang normal, terutama pada wanita
mulipara. Cook dan Ellwood (1996) mengevaluasi cervix pada wanita nulipara dan multipara
bahwa panjang dan dilatasi uterus tetap identik pada keduanya selama usia kehamilannya. (8)
Meskipun dilatasi dan penonjolan cervix pada trimester III meningkatkan resiko pelahiran
premature, namun deteksi dini tersebut tidak memberikan dampak dalam hasil kehamilannya.
(8) 2.4.2.2 Panjang Cervix lams dkk. (1996) menggunakan sonografi transvaginal untuk
mengukur panjang cervix 2915 wanita pada usia gestasi sekitar 24 minggu dan sekali lagi
pada 28 minggu yang tidak mempunyai resiko dalamp persalinan preterm. Rata-rata panjang
cervix pada minggu ke-24 adalah sekitar 35 mm, dan wanita yang mempunyai cervix yang
memendek progresif mengalami peningkatan angka kelahiran preterm. (8) Pada wanita hamil
dengan persalinan sebelumnya kurang dari 32 minggu, Owen dkk. (2001) melaporkan
hubungan yang signifikan dari panjang cervix pada usia gestasi 16 sampai 24 minggu dengan
kelahiran preterm selanjutnya sebelum minggu ke-35. Dalam studi selanjutnya, Owen dkk
(2003) mengyimpulkan bahwa nilai panjang cervix untuk memprediksi persalinan sebelum
usia kehamilan 35 minggu hanya jelas pada ibu hamil resiko tinggi terhadap persalinan
preterm. (8) 2.4.3 Fibronectin Janin Fibronektin adalah suatu glikoprotein yang diproduksi
dalam 20 bentuk molekul yang berbeda oleh berbagai jenis sel, termasuk hepatosit, sel ganas,
fibroblas, sel endotel, dan amnion janin. Glikoprotein ini terdapat dalam konsentrasi tinggi di
darah ibu dan di cairan amnion, serta dianggap memainkan peran pada adhesi antarsel dalam
kehamilan normal dengan selaput ketuban utuh aterm, dan tampaknya memperlihatkan
remodeling stroma cervix sebelum persalinan. (8) Lockwood dkk. (1991) melaporkan bahwa
penemuan fibronektin janin pada sekret servikovagina sebelum selaput ketuban pecah dapat
menjadi suatu petanda adanya ancaman persalinan preterm. Laporan ini telah merangsang
minat yang cukup besar terhadap penggunaan pemeriksaan fibronektin untuk meramalkan
immunosorbent assay dan nilai di atas 50 ng/mL dianggap sebagai hasil positif. Kontaminasi
sampel dengan cairan amnion dan darah ibu harus dihindari. (8) 2.5 Pencegahan Kelahiran
Preterm Pada wanita dengan primigravid yang tidak mempunyai faktor-faktor risiko yang
signifikan untuk kelahiran prematur, tidak terdapat metode efektif untuk memprediksi
persalinan prematur oleh karena itu penatalaksanaan hanya dapat ditetapkan pada saat
muncul keluhan akut seperti adanya kontraksi. Pada saat ini tidak ada terapi profilaksis yang
telah terbukti bermanfaat dalam mencegah timbulnya persalinan prematur pada populasi ibu
hamil berisiko tinggi. Tidak ada bukti bahwa obat beta-sympathomimetic oral mengurangi
risiko persalianan prematur dan penggunaannya secara umum telah ditinggalkan di praktek
kebidanan Inggris. Terapi yang umum digunakan ialah cervix cerclage, obat antiinflamasi
non steroid dan baru-baru ini penggunaan progesteron. (15) 2.5.1 Progesteron Progesteron
dianggap menghambat produksi sel proinflamasi sitokin dan prostaglandin dalam uterus dan
bahwa perempuan dengan risiko tinggi kelahiran prematur dan secara acak menerima 100-mg
progesteron supositoria vagina sehari antara 24 dan 33 minggu memiliki jumlah persalinan
prematur yang lebih rendah (13,8% pada 37 minggu, 2,8% sebelum 34 minggu) versus
kelompok plasebo (28% sebelum 37 minggu, 18,6% sebelum 34 minggu). Dalam studi
minggu dan 19-11% sebelum usia kehamilan 32 minggu. (8),(15) 2.5.2 Ligasi Cervix
Cerclage Kelainan fungsi cervix dapat menjadi faktor utama atau kontributor minor terhadap
kejadian biokimia dan mekanis yang dapat menyebabkan kelahiran prematur. Sudah jelas
bahwa pada wanita dengan riwayat cervix yang lemah, misalnya, pada wanita dengan dengan
riwayat operasi cervix atau mereka dengan episode berulang dari kehilangan janin trimester
kedua tanpa rasa sakit relatif cepat, cerclage cervix akan memperbaiki prospek dalam
suksesnya kehamilan berikutnya secara signifikan. (15) Gambar 2.3 Cerclage cervix Terdapat
preterm. Kesatu, cerclage dapat digunakan pada wanita dengan riwayat kelahiran prematur
pada tengah trimester ketiga yang berulang dan wanita yang didiagnosis memiliki cervix
yang inkompeten. Kondisi kedua, wanita yang memiliki cervix yang pendek saat dilakukan
USG. Ketiga, melakukan cerclage penyelamatan/rescue, pada saat cervix yang inkompeten
baru dikenali pada ibu dengan kelahiran preterm yang mengancam. Rescue cerclage cervix
dilakukan pada wanita dengan dilatasi cervix yang diam/silent dan menonjol dari membran
ke dalam vagina tetapi tidak disertai kontraksi uterus sebelumnya (gambar 2.3). (8) 2.5.3
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) Peran penting dari sel inflamasi prostaglandin dan
inflammatory drugs (NSAID) dapat bermanfaat dalam mencegah kelahiran prematur. NSAID
prostaglandin. Akan tetapi, berbagai OAINS juga memiliki aksi mekanisme lain meliputi
efek pada jalur sinyal intraselular dan pada faktor transkripsi termasuk NF-kappa B. Ada dua
isoform utama pada enzim cyclo-oxygenase disebut COX-1 dan COX-2. COX-1 adalah
secara konstitutif diekspresikan dalam sel mayoritas, sedangkan COX-2 ialah bagian yang
menginduksi dan mengkatalisis sintesis prostaglandin pada tempat peradangan. COX-2
merupakan cyclo-oxyge nase utama yang terkait dengan meningkatnya sintesis prostaglandin
yang muncul saat terjadinya persalinan. (15) Terdapat beberapa penelitian penggunaan
OAINS dalam pengelolaan akut kelahiran prematur, terdapat beberapa studi acak penggunaan
OAINS sebagai profilaksis. OAINS berhubungan dengan efek samping pada janin secara
Oligohidramnios terjadi pada 30% dari janin yang terkena indometasin. Efek ini tergantung
dosis dan mungkin terjadi baik dengan penggunaan jangka pendek maupun jangka panjang.
Penghentian terapi biasanya menghasilkan pergantian cepat janin normal urin output dan
resolusi dari oligohydramnion. (15) Penyempitan terjadi ductus arteriosus hingga 50% janin
terkena indometasin pada usia kehamilan lebih besar dari 32 minggu. Ada hubungan antara
dosis, durasi terapi dan usia kehamilan. Duktus penyempitan terlihat jarang di bawah usia
kehamilan 32 minggu dan lebih jarang di bawah usia kehamilan 28 minggu. Terapi
dengan risiko hipertensi paru bayi secara signifikan. (15) Jika NSAID seperti indometasin
harus digunakan, misalnya, sebagai terapi jangka pendek dalam penggunaan cervix cerclage,
maka penting bahwa harus ada USG untuk melihat produksi urin janin atau indeks cairan
ketuban dan dari ductus arteriosus dan terapi harus dihentikan ketika muncul efek samping.
(15) 2.6 Penatalaksanaan 2.6.1 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Dan Persalinan Preterm
Wanita yang diidentifikasi mempunyai resiko kelahiran prematur dan wanita dengan gejala
dan tanda persalinan preterm memiliki banyak inertevensi dengan tujuan untuk mendapatkan
hasil yang baik. Meskipun banyak intervensi yang dapat dilakukan namun tidak semua
dianjurkan. Beberapa intervensi memberikan perbaikan yang cukup baik, namun beberapa
lainnya masih belum terbukti. (8) 2.6.1.1 Riwayat Pecah Ketuban Preterm Cox dkk. (1988b)
melaporkan hasil kehamilan pada 298 wanita berturut-turut yang melahirkan setelah pecah
ketuban spontan pada usia gestasi antara 24 sampai 34 minggu. Meskipun komplikasi ini
hanya ditemukan pada 1,7 persen kehamilan, kondisi ini merupakan penyebab 20 persen
kematian perinatal selama periode waktu ini. Pada saat masuk, 75 persen wanita sudah in
partu, 5 persen melahirkan karena penyulit lain, dan 10 persen lainnya melahirkan setelah
persalinan spontan dalam 48 jam. Hanya terdapat 7 persen wanita yang pelahirannya tertunda
48 jam atau lebih setelah pecah-nya ketuban. Namun, kelompok wanita yang mengalami
penundaan pelahiran ini tampaknya diuntungkan akibat lambatnya pelahiran karena tidak
terjadi kematian neonatal. Hal ini berlawanan dengan angka kematian neonatal 80 per 1000
pada bayi yang dilahirkan dalam 48 jam setelah pecah ketuban. Nelson dkk. (1994)
melaporkan hasil serupa. (8) Periode waktu dari ketuban pecah preterm sampai pelahiran
berbanding terbalik dengan usia gestasi saat ketuban pecah (Carroll dkk., 1995a). Seperti
diperlihatkan pada Gambar 2.4, jika ketuban pecah pada trimester ketiga, hanya diperlukan
beberapa hari saja hingga pelahiran terjadi disbanding dengan trimester kedua. (8) Gambar
2.4 Hubungan interval waktu antara ketuban pecah dini dan pelahiran pada 172 kehamilan
kematian akibat hipoplasia paru) (8) 2.6.1.2 Rawat Inap Sebagian besar ahli kebidanan
merawat inap wanita dengan kehamilan yang mengalami penyulit pecah ketuban preterm.
Keprihatinan tentang biaya perawatan rumah sakit yang lama biasanya masih dapat
diperdebatkan karena kebanyakan wanita memasuki persalinan dalam 1 minggu atau kurang
setelah ketuban pecah. Carlan dkk. (1993) mengacak 67 kehamilan dengan pecah ketuban
yang dipilih secara cermat untuk menjalani penatalaksanaan di rumah versus di rumah sakit.
Tidak ada keuntungan yang ditemukan pada perawatan inap dan masa tinggal ibu di rumah
sakit berkurang 50 persen pada ibu yang dikirim pulang 14 menjadi 7 (hari). Yang penting,
para peneliti ini menekankan bahwa penelitian ini terlalu kecil untuk nenyimpulkan bahwa
preterm, baru sedikit penelitian acak yang telah dilakukan. Dalam penelitian acak wanita
yang menerima tokolitik dan terapi menunggu. Peneliti menyimpulkan intervensi aktif tidak
memperbaiki hasil perinatal. (Garite dkk, 1981, 1987; Nelson dkk, 1985). (8) 2.6.1.4
Pelahiran Disengaja Pelahiran secara sengaja banyak dipraktikkan sebelum tahun 1970-an
karena ketakutan akan terjadi sepsis. Telah dilakukan dua percobaan acak tentang pelahiran
disengaja pada kehamilan dengan penyulit pecah ketuban preterm. Mercer dkk. (1993)
mengacak 93 kehamilan dengan pecah ketuban pada usia gestasi antara 32 dan 36 minggu
pematangan paru janin. Pelahiran secara sengaja mengurangi lama perawatan ibu di rumah
sakit dan juga menurunkan angka infeksi baik pada ibu maupun neonatus. Cox dan Leveno
(1995) juga mengacak 129 wanita dengan pecah ketuban pada usia gestasi antara 30 dan 34
minggu. Terdapat satu kematian janin (akibat sepsis) pada kehamilan yang ditangani secara
menunggu dan tiga kematian neonatal (dua diantaranya karena sepsis dan satu karena
hipoplasia paru). Pada bayi yang dilahirkan dengan sengaja. Kedua pendekatan
peneliti yang beranggapan bahwa pecah ketuban yang lama berhubungan dengan peningkatan
mortalitas fetal dan maternal (Ho dkk, 2003). Jika terdiagnosis korioamnionitis, perlu segera
indikator yang andal untuk menegakkan diagnosis ini hanyalah demam; suhu tubuh 38OC
(100,4F) atau lebih yang menyertai pecah ketuban menandakan infeksi. Leukositosis ibu saja
dinyatakan tidak dapat diandalkan. Selama penatalaksanaan menunggu, observasi ibu dan
takikardi janin, lunaknya uterus, dan keluarnya cairan dari vaginam yang bau perlu
dilakukan. (8) Pada korioamnionitis, morbiditas janin dan neonatus meningkat secara nyata.
Alexander dkk. (1998) meneliti pengaruh korioamnionitis klinis pada 1367 bayi dengan berat
lahir sangat rendah yang dilahirkan di Parkland Hospital. Sekitar 7 persen bayi terpajan
terhadap korioamnionitis dan hasil akhir pada bayi-bayi ini dibandingkan dengan me.reka
yang tidak mengalami infeksi nyata. Disimpulkan bahwa bayi dengan berat lahir sangat
rendah rentan terhadap cedera neurologis yang menyertai korioamnionitis. (8) 2.6.1.6
Percepatan Pematangan Fungsi Paru Glack (1979) menekankan bahwa produksi surfaktan
kemungkinan dipercepat jauh sebelum aterm pada kehamilan yang dipersulit oleh sejumlah
kondisi dan stres pada ibu atau janin. Contohnya antara lain penyakit ginjal atau
kardiovaskular kronis, gangguan hipertensi lama yang disebabkan oleh kehamilan, kecanduan
heroin, pertumbuhan janin terhambat, infark plasenta, korioamnionitis, atau ketuban pecah
preterm. Pandangan ini dianut secara luas meskipun data yang lebih baru menyangkal adanya
hubungan ini. (8) 2.6.1.7 Terapi Antimikroba Patogenesis mikrobiologis ketuban pecah
mencegah pelahiran. Mercer dan Arheart (1995) mengulas 13 penelitian acak tentang
efektivitas terapi antimikroba dibandingkan dengan plasebo untuk pecah ketuban pada usia
gestasi di bawah 35 minggu. Total 10 hasil akhir kehamilan menjalani metaanalisis dan hanya
tiga yang menunjukkan kemungkinan efek menguntungkan dari obat antimikroba: (1) lebih
sedikit wanita yang mengalami korioamnionitis; (2) lebih sedikit bayi yang mengalami
sepsis, dan (3) kehamilan lebih sering memanjang 7 hari pada ibu yang diberi antimikroba.
Angka harapan hidup tidak dipengaruhi, demikian pula insiden enterokolitis nekrofikans,
gawat napas, atau perdarahan intracranial. (8) Untuk meninjau masalah ini lebih jauh, the
NICHD Maternal-Fetal Medicine Units Network melaksanakan sebuah uji coba prospektif
plus eritromisin, atau placebo. Pada wanita dengan ketuban pecah preterm pada usia gestasi
antara 24 dan 32 minggu. Tokolisis, terapi kortikosteroid, atau keduanya tidak diberikan pada
uji coba ini. Lebih sedikit neonatus yang mengalami sindrom gawat napas, enterokolitis
nekrotikans, atau gabungan hasil simpang pada kehamilan yang mendapatkan obat
antimikroba. (Mercer dkk, 1997). (8) Beberapa memprediksi terapi antimikroba lama pada
kehamilan ini menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Carroll dkk. (1996) serta
Mercer dkk. telah menyatakan keprihatinan bahwa terapi seperti ini potensial meningkatkan
risiko seleksi pathogen yang resisten.(8) 2.6.1.8 Kortikosteroid The National Institus of
kortikosteroid antenatal pada ibu dengan pecah ketuban preterm sebelum usia kehamilan 32
minggu dan yang tidak ditemukan adanya korioamnionitis. Sejak saat itu, banyak penelitian
metanalisis yang dilakukan, dan berdasarkan the American College Obstetrics and
Gynecologist (2007), terapi kortikosteroid dosis tunggal dianjurkan pada usia kehamilan 24-
32 minggu. Tidak ada consensus yang menyatakan terapi tersebut. Pemberian tidak
dianjurkan pada usia kehamilan sebelum 24 minggu. (8) 2.6.2 Persalinan Preterm Dengan
Selaput Janin Utuh Penatalaksanaan antepartum pada wanita dengan tanda-tanda dan gejala
persalinan preterm serta selaput ketuban intak kurang lebih sama dengan yang telah diuraikan
untuk kehamilan dengan pecah ketuban preterm. Yaitu, patokan terapi adalah menghindari
pelahiran sebelum usia gestasi 34 minggu bila mungkin. Obat-obat yang ditujukan untuk
menghentikan atau menekan kontraksi uterus sering diberikan, dan hal ini akan dibahas
kemudian. (8) 2.6.2.1 Amniosentesis untuk Mendeteksi Infeksi Romero dan rekannya (1993)
mencoba mengevaluasi nilai diagnostic dari cairan amnion dengan leukositosis, kadar gula
yang rendah, konsentrasi interleukin-6 yang tinggi, atau adanya bakteri gram positif pada 120
wanita dengan kelahiran prematur dan membrane yang utuh. Hasil investigasi ini menemukan
bahwa tidak ditemukan bakteri pada cairan amnion pada 99% wanita. Konsentrasi
interleukin-6 sebanyak 82% spesifik untuk mendeteksi cairan amnion yang mengandung
bakteri. The American College Obstetrics and Ginecology (2003) menyimpulkan bahwa tidak
ada bukti melakukan amniocentesis rutin untuk mengidentifikasi suatu infeksi. (8) 2.6.2.2
Terapi Kortikosteroid Kematangan Paru Janin Glukokortikoid dapat mempercepat maturasi
paru-paru pada domba yang preterm namun kemudian Liggins dan Howie (1972)
mencobanya pada wanita. Terapi kortikosteroid efektif dalam menurunkan insidensi dari
respiratory distress dan angka kematian neonatal jika kelahiran dapat ditunda setelah
pemberian awal betametason. Bayi baru lahir yang terekspose terapi ini tidak mendapatkan
penyakit sampai usia 31 tahun. Penelitian Liggins dan Howie (1972) merangsang lebih dari
35 tahun penelitian paru-paru janin lainnya. Dan pada tahun 1995, National Institute of
pematangan paru-paru janin yang terancam kelahiran preterm. (8) 2.6.2.3 Metode-Metode
Untuk Menghambat Persalinan Preterm Banyak sekali obat dan intervensi lain yang telah
digunakan untuk menghambat persalinan preterm, tetapi sayangnya, tidak ada yang benar-
benar efektif. The American College Obstetrics and Gynecologist (2007) menyimpulkan
bahwa obat tokolitik tidak secara jelas memperlama gestasi, namun dapat menunda
persalinan pada wanita selama 48 jam. Fungsi ini dapat memfasilitasi transportasi pengiriman
ibu ke RS pusat atau memberikan waktu untuk pemasukan kortikosteroid. (8) 2.6.2.3.1Tirah
Baring Regimen terapi yang paling sering digunakan adalah tirah baring selama kehamilan.
Pada tahun 1994, Goldenberg dkk. telah mengulas tirah baring yang digunakan untuk
merawat berbagai macam komplikasi kehamilan dan tidak menemukan bukti konklusif
bahwa tirah baring dapat membantu mencegah kelahiran preterm. Baru-baru ini, Sosa dkk.
(2004) meneliti secara acak manfaat tirah baring di rumah dan di rumah sakit. Mereka
menyimpulkan tidak adanya bukti bahwa tirah baring dapat mencegah kelahiran prematur,
begitu pula dengan hasil yang diteliti oleh Goulet dkk (2001) dan Yost dan kolega-koleganya.
(8) 2.6.2.3.2 Hidrasi Dan Sedasi Helfgott dkk. (1994) melakukan percobaan hidrasi dan
sedasi pertama secara acak yang dibandingkan dengan tirah baring saja dalam perawatan 119
wanita yang sedang dalam persalinan preterm. Wanita yang diacak untuk mendapatkan terapi
menerima 500 mL larutan Ringer Laktat secara intravena dalam 30 menit dan 8 sampai 12
mg morfin sulfat intramuskular. Terapi seperti ini ternyata tidak lebih menguntungkan
daripada tirah baring saja. (8) 2.6.2.3.3 Agonis Reseptor Beta Adrenegik Banyak senyawa
bereaksi dengan reseptor -adrenergik untuk mengurangi kadar ion kalsium intraseluler dan
mencegah protein yang mengaktivasi kontraksi miometrium. Dalam kondisi yang akut, obat-
obatan dapat diberikan secara intravena (ritodrine dan terbutaline) atau secara subkutan
(terbutaline). Dosis ditingkatkan sampai uterus ibu menjadi tenang atau terjadinya efek
samping yang mencegah dari meningkatkan dosis lebih lanjut. Terjadinya tachyphylaxis
terjadi dengan cepat. Di Amerika Serikat, ritodrine dan terbutaline telah digunakan dalam
obstetri, namun hanya ritodrin hidroklorida yang telah diakui oleh Food and Drug
Administration untuk mengobati persalinan preterm. (8),(16) Ritodrine Dalam sebuah studi
multisentra di Amerika Serikat, bayi-bayi yang ibunya diterapi dengan ritodrin atas dugaan
persalinan preterm mempunyai angka kematian yang lebih rendah, lebih jarang mengalami
gawat napas, dan lebih sering mencapai usia gestasi 36 minggu atau berat lahir 2500 g
daripada bayi-bayi yang ibunya tidak diberi terapi (Merkatz dkk., 1980). (8) Infus ritodrin,
juga agonis (3-adrenergik lainnya sering kali mengakibatkan efek samping dan kadang-
kadang efek samping tersebut serius, seperti edema paru. Tokolitik merupakan penyebab
ketiga dari acute respiratory distress dan kematian pada ibu hamil selama 14 tahun terakhir di
Mississippi (Perry dkk, 1996). Penyebab edema paru adalah multifaktorial, dan faktor resiko
meliputi terapi tokolitik dengan -agonis, kehamilan multijanin, terapi kortikosteroid yang
berbarengan, tokolitik > 24 jam, dan infuse kristoloid dalam jumlah besar. Disebabkan -
agonis dapat menyebabkan retensi natrium dan air, pemberian selama waktu 24-48 jam dapat
membuat volume overload (Hankins dkk, 1988).(8) Kini hanya ritodrin parenteral yang
tersedia di Amerika Serikat sejak pabriknya menghentikan distribusi tablet pada tahun 1995.
Berdasarkan Federa Register, ritodrin ditarik dari peredaran pada tahun 2003 oleh pabriknya
sendiri dan sudah tidak tersedia lagi di Amerika Serikat. (8) Terbutaline Agonis- ini
toksisitasnya khususnya edema paru (Angel dkk., 1988). Lam dkk. (1988) melaporkan
pemberian terbutalin dosis rendah secara subkutan jangka panjang dengan menggunakan
pendekatan ini, dan antara tahun 1987 sampai 1993 telah menggunakan pompa ini pada
hamper 25.000 wanita dengan persalinan preterm (Perry dkk., 1995). Laporan lain yang ada
mengenai pompa terbutalin antara lain kematian ibu mendadak dan laporan nekrosis
miokardium neonatus setelah ibu menggunakan pompa tersebut selama 12 minggu (Fletcher
dkk., 1991; Hudgens dan Conradi, 1993). (8) Dua percobaan acak prospektif belum
menemukan manfaat apapun dari terapi pompa terbutalin. Wenstrom dkk. (1997) mengacak
42 wanita untuk mendapatkan terapi dengan pompa terbutalin pompa salin, atau terbutalin
oral. Guinn dkk. (1998). Dalam sebuah percobaan tersamar ganda, mengacak 52 wanita untuk
mendapatkan terapi pompa terbutalin atau pompa salin. Terapi pompa terbutalin tidak secara
akhir neonates pada kedua studi ini. (8) Terapi terbutalin oral pernah dilaporkan tidak efektif
oleh beberapa kelompok (How dkk., 1995; Parilla dkk., 1993): Pada sebuah percobaan
tersamar ganda, Lewis dkk. (1996) mengacak 203 wanita yang mengalami persalinan preterm
setelah tokolisis intravena yang berhasil pada usia gestasi 24 sampai 34 minggu, untuk
mendapatkan 5 mg terbutalin oral setiap 4 jam atau plasebo. Pelahiran dalam waktu satu
minggu setara pada kedua kelompok demikian juga median masa laten, rerata usia gestasi
saat pelahiran, dan insiden persalinan preterm berulang. (8) Ikhtisar Tentang Obat -
mengkonfirmasi bahwa agen-agen ini menunda pelahiran selama tidak lebih dari 48 jam
(Canadian Preterm Labor Group, 1992). Lebih lanjut, penundaan ini belum terbukti
menguntungkan. Macones dkk. (1995) menggunakan studi meta-analisis untuk menilai data
tentang kemanjuran terapi -agonis oral yang tersedia dan tidak menemukan adanya manfaat.
bermanfaat untuk mempermudah transportasi ibu ke pusat perawatan tersier, dan juga cukup
Sayangnya, tidak ada data yang menyokong dari sudut pandang ini. (8) 2.6.2.3.4 Magnesium
Sulfat Magnesium ionik dalam konsentrasi yang cukup tinggi dapat mengubah kontraktilitas
miometrium in vivo dan in vitro. Perannya diperkirakan sebagai antagonis kalsium. Steer dan
Petrie (1977) menyimpulkan bahwa magnesium sulfat yang diberikan secara intravena, 4 g
diberikan sebagai dosis awal diikuti dengan infuse kontinu 2 g/jam, biasanya akan
menghentikan persalinan. Ibu yang diberikan magnesium sulfat harus diobservasi karena
adanya bahaya hipermagnesemia. (8) Hanya ada dua studi berkontrol acak tentang khasiat
tokolitik magnesium sulfat pada manusia. Cotton dkk. (1984) membandingkan magnesium
sulfat dengan ritodrin serta dengan plasebo, dan mereka hanya menemukan perbedaan kecil
pada hasil akhirnya. Cox dkk. (1990) mengacak 156 wanita dalam persalinan preterm dengan
selaput ketuban utuh untuk mendapatkan infus magnesium 5ulfat atau saline normal. Wanita-
wanita ini menjadi berisiko dan hanya sedikit yang mencapai usia kehailan 33 minggu. Tidak
ditemukan keuntungan dan terapi seperti ini dan metode tokolisis ini ditolak di Parkland
Hospital. Grimes dan Nanda (2006) mengkaji ulang penggunaan magnesium sulfat sebagai
tokolitik dan menyimpulkan saatnya berhenti menggunakan terapi ini disebabkan tidak
efektif dan timbulnya bahaya yang potensial pada janin. (8) Magnesium sulfat juga
memberikan efek janin dan bayi baru lahir secara signifikan. Magnesium sulfat melintasi
plasenta dan berakumulasi dalam janin. Akibatnya, dapat mempengaruhi parameter biofisik
janin (terutama aktivitas pernapasan janin) dan penurunan variabilitas detak jantung janin.
Neonatus yang lahir dengan konsentrasi magnesium sulfat tali lebih dari 4 mg per 100 mL
pernapasan yang buruk, dan skor Apgar yang rendah. Kasus bayi osteoporosis dengan patah
tulang terkait telah dilaporkan pada seorang wanita diterapi dengan tokolitik jangka panjang
menghambat prostaglandin telah menjadi subjek perhatian yang cukup besar karena
prostaglandin dianggap terlibat erat dalam kontraksi miometrium pada persalinan normal.
menghalangi kerja prostaglandin pada organ target. Sekelompok enzim yang disebut
prostaglandin sintase bertanggung jawab atas konversi asam arakhidonat bebas menjadi
prostaglandin. Beberapa obat diketahui menyekat sistem ini, antara lain aspirin dan salisilat
lain dan indometasin. (8) Indometasin adalah obat yang digunakan pertama kali oleh
Zuckerman dan rekannya pada tahun 1974, dengan hasil indometasin menghentikan kontraksi
dan menunda kelahiran. Indometasin dapat digunaka secara per oral atau per rectal. (8)
ulkus peptikum, dan diketahui alergi dan tampaknya dapat meningkatkan waktu pendarahan.
Kontraindikasi relatif pada penyakit ginjal ibu. Indometasin tidak secara signifikan
mempengaruhi perfusi uteroplacental atau nilai Apgar. (5) Komplikasi pada janin paling
signifikan berhubungan dengan penutupan ductus arteriosus yang prematur, gagal jantung
kanan, dan kematian janin. Jenis prostaglandin E memungkinkan ductus arteriosus tetap
menutup duktus reversibel setelah beberapa minggu. Penutupan duktus yang ireversibel dapat
terjadi pada usia kehamilan lebih tua, lebih dekat dengan waktu penutupan fisiologis, namun
ada laporan kasus terjadinya kematian janin diakibatkan penutupan duktus yang lengkap. (5)
2.6.2.3.6 Obat Penyekat Saluran Kalsium Aktivitas otot polos, termasuk miometrium, secara
langsung berhubungan dengan kalsium bebas di dalam sitoplasma, dan penurunan
konsentrasi kalsium akan menghambat kontraksi. Obat penyekat kalsium beraksi dengan
menghambat, dengan berbagai mekanisme, pintu masuk saluran kalsium pada membran sel.
Meskipun obat ini digunakan sebagai terapi penyakit hipertensi, namun obat penyekat saluran
kalsium dapat diaplikasikan dalam terapi persalinan preterm sebagai subjek sejak akhir tahun
1970-an. (8) Nifedipine telah digunakan sebagai obat tokolitik. Banyak protokol untuk
nifedipine. Umumnya, 10 mg nifedipine diberikan peroral. Jika kontraksi tetap ada, dosis
dapat diulang setiap 20 menit untuk total 30 mg dalam 1 jam. Hipotensi maternal dapat
terjadi secara relatif umum. Jika terjadi hipotensi berkembang, nifedipine dosis tambahan
harus diberikan. Sekali kontraksi menurun, pasien dapat menerima 10 mg setiap 6 jam
nifedipine per oral atau menerima 30-60 mg nifedipine sustainde release per hari.
Nicardipine, yaitu relaksan uterus yang kuat, dapat diberikan sebanyak 40-mg dalam 2 jam
dengan dosis maksimum 80 mg jika kontraksi rahim tidak mereda. Dapat dilanjutkan dengan
magnesium sebagai tokolisis kemungkinan berbahaya. Ben-Ami dkk. (1994) serta Kurtzman
menimbulkan blokade neuromuskular yang dapat mengganggu fungsi paru maupun jantung.
How dan rekannya (2006) mengacak 54 wanita dengan usia kehamilan 32 dan 34 minggu
dengan memberikan magnesium sulfat ditambah nifedipine atau tanpa tokolitik menemukan
tidak terdapat adanya manfaat maupun bahayanya. (8) 2.6.2.3.7 Ikhtisar Penggunaan
Tokolitik Untuk Kelahiran Preterm Pada banyak wanita, tokolitik dapat menghentikan
kontraksi sementara, namun jarang mencegah dari persalinan preterm. Dalam metaanalisis
terapi tokolitik, Gyetvai dan koleganya (1999) menyimpulkan meskipun persalinan dapat
Berkman dan rekannya (2003) meninjau ulang 60 laporan dan menyimpulkan bahwa tokolitik
dapat memperlama gestasi, tetapi Agonis- tidak lebih baik dari obat-obat lainnya, malahan
dapat berbahaya buat ibunya. Mereka juga menyimpulkan bahwa tidak terdapat manfaat dari
terapi tokolitik pemeliharaan. (8) Merujuk kepada aturan secara umum jika diberikan
tokolitik, maka kortikosteroid harus juga seiring diberikan. Rentang usia kehamilan untuk
diberikannya obat ini masih diperdebatkan, namun karena kortikosteroid tidak umum
digunakan setelah usia kehamilan 33 minggu dan karena hasil perinatal pada umumnya baik
setelah usia kehamilan 33 minggu, maka kebanyakan dokter tidak menggunakan tokolitik dan
kortikosteroid pada usia kehamilan 33 minggu atau lebih. (8) 2.6.3 Penatalaksanaan
Intrapartum Secara umum, semakin imatur janinnya, semakin besar risiko akibat persalinan
dan pelahiran. 2.6.3.1 Persalinan Apakah persalinan diinduksi atau spontan, kelainan
frekuensi denyut jantung janin dan kontraksi uterus harus dicari, lebih baik dengan pemantau
elektronik .kontinu. Takikardia janin terutama bila terjadi pecah ketuban,menandakan adanya
sepsis. Terdapat beberapa bukti terbaru bahwa asidemia intrapartum dapat memperberat
beberapa komplikasi neonatal yang biasanya hanya ditimbulkan oleh prematuritas. Misalnya,
Low dkk. (1995) mengamati bahwa asidosis intrapartum pH darah arteri umbilikalis kurang
dari 7,0 memainkan peran penting pada komplikasi neonatal. Demikian pula, Kimberlin dkk.
dengan penyakit pernapasan yang lebih berat pada neonatus preterm meski tidak ditemukan
efek pada hasil neurologis jangka pendek yang meliputi perdarahan intrakranial. (8) Infeksi
streptokokus grup B sering terjadi dan berbahaya pada neonatus preterm, sehingga terapi
profilaksis sebaiknya diberikan. (8) 2.6.3.2 Pelahiran Bila mulut vagina tidak relaks,
episiotomi untuk pelahiran mungkin dapat bermanfaat begitu kepala janin mencapai
perineum. Hasil perinatal tidak menganjurkan penggunaan forceps untuk melindungi kepala
janin preterm yang fragile (mudah pecah). Seorang dokter dan staf yang terampil dalam
teknik resusitasi serta berorientasi penuh pada masalah spesifik kasus ini harus hadir pada
saat pelahiran. Pentingnya ketersediaan personel dan fasilitas khusus pada kasus bayi preterm
ditekankan oleh membaiknya angka ketahanan hidup bayi-bayi ini jika mereka dilahirkan di
pusat perawatan tersier. (8) 2.6.3.3 Pencegahan Perdarahan Intrakranial Neonatal Bayi-bayi
preterm sering mengalami perdarahan matriks germinal yang dapat meluas menjadi
perdarahan intraventrikel yang lebih serius. Dihipotesiskan bahwa seksio sesarea untuk
komplikasi ini. Observasi-obsevasi awal ini belum disahkan oleh sebagian besar studi yang
dilakukan setelahnya. Dalam studi terbesar, Malloy dkk. (1991) menganalisis 1765 bayi
dengan berat lahir kurang dari 1500 g dan menemukan bahwa seksio sesarea tidak
dengan apakah janinnya telah mengalami fase aktif persalinan atau belum. Menghindari fase
aktif persalinan sudah tidak mungkin pada kebanyakan kelahiran preterm karena jalur
pelahiran tidak ditetapkan sampai persalinan benar-benar telah pasti berlangsung. (8) BAB III
KESIMPULAN Jumlah kelahiran prematur terus meningkat setiap tahunnya, baik di Amerika
Serikat maupun di Indonesia, dimana jumlah kelahiran prematur di Indonesia 16-18% dari
seluruh kelahiran hidup. Pada wanita dengan persalinan prematur episode akut, tokolitik
potensi yang berbahaya dan harus digunakan dengan hati-hati dan harus terawasi. Saat ini,
tidak ada data yang mendukung bahwa penggunaan tokolitik sebagai terapi pemeliharaan
pada wanita dengan persalinan prematur berhasil dicegah total. Pencegahan kelahiran
prematur belum memberikan hasil yang diharapkan, walaupun data saat ini mendukung
(American College Obstetrics and Gynecology) tahun 2002. Dengan adanya upaya
penelitian-penelitian lebih lanjut diharapkan dapat lebih menjelaskan biologi kelahiran dan
kelahiran yang tidak normal untuk dapat lebih mengembangkan terapi yang lebih efektif.