Professional Documents
Culture Documents
57
58
Berdasarkan tabel 4.2. terlihat bahwa sebanyak (83,3%) karyawan Recovery Boiler
Division (RDB) shift leader di PT X di Jambi memiliki usia antara 21-35 tahun, sementara
Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa sebanyak (29.2%) karyawan Recovery Boiler
Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa sebanyak (81,3%) karyawan Recovery Boiler
Division (RDB) shift leader di PT X di Jambi sudah menikah, sebanyak 14.6% belum
Lama
Kerja Jumlah Persentase
1-5 tahun 33 68.8
6-10 tahun 15 31.3
Total 48 100.0
Berdasarkan tabel 4.5 terlihat bahwa sebanyak 68,8% karyawan karyawan Recovery
Boiler Division (RBD) shift leader memiliki rentang masa kerja antara 1-5 tahun dan
sebanyak 31,3% ditemukan karyawan yang memiliki rentang masa kerja antara 6-10 tahun.
Boiler Division (RBD) shift leader yang diteliti, memiliki kecenderungan untuk merasakan
ketidakpuasan dalam bekerja, dimana para karyawan yang diteliti memiliki kecenderungan
merasa tidak puas pada aspek-aspek kerja yang dilakukan sebagai karyawan Recovery Boiler
Division (RBD) shift leader di PT X. Sementara, sebanyak 41.7% karyawan yang diteliti,
60
Untuk dapat melihat hubungan antara aspek kepuasan kerja dan kepuasan kerja, maka
peneliti melakukan tabulasi silang, untuk melihat keterkaitan antara derajat yang dimiliki para
karyawan dengan dimensi kepuasan kerja secara keseluruhan pada ketujuh aspek kepuasan
kerja, yaitu Pay, Work Itself , Promotion Opportunity, Supervison, working condition, job
Tabel 4.6. Gambaran Responden berdasakan krostabulasi dengan aspek-aspek kepuasan ekrja
Promotion Working
Pay Work Itself Opportunity Supervisor Condition Job Safety Coworkers
tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
puas Puas puas puas puas puas puas Puas puas puas puas puas puas puas
Kepua tidak 20 8 17 11 19 9 20 8 16 12 14 14 10 18
san puas
71.4 28.6 60.7 39.3 67.9 32.1 71.4 28.6 57.1 42.9 50.0 50.0 35.7 64.3
Kerja
puas 8 12 8 12 9 11 11 9 8 12 9 11 12 8
40.0 60.0 40.0 60.0 45.0 55.0 55.0 45.0 40.0 60.0 45.0 55.0 60.0 40.0
Total 28 20 25 23 28 20 31 17 24 24 23 25 22 26
58.3 41.7 52.1 47.9 58.3 41.7 64.6 35.4 50.0 50.0 47.9 52.1 45.8 54.2
pada tabel 4.6 maka terlihat bahwa sebanyak (71.4%) karyawan Recovery Boiler Division
(RBD) shift leader yang merasa tidak puas dengan pekerjaanya, akan merasa tidak puas juga
untuk aspek Pay. Aspek Work Itself (60.7%), aspek Promotion Opportunity (67.9%), aspek
Supervisor (71.4%), dan aspek working condition (57.1%). Para karyawan yang merasa tidak
61
puas dengan pekerjaan, justru memiliki Job Safety dengan jumlah yang seimbang (50% puas
dan 50% tidak puas), dan aspek co-workers yang puas (64.5%).
Sebaliknya, para karyawan yang puas dengan kegiatan kerja, peneliti menemukan
bahwa sebagian besar karyawan juga mengalami kepuasan pada aspek Pay (60%), aspek
work itself (60%), Promotion Opportunity (55%), tidak puas untuk aspek Supervisor (55%),
Puas untuk aspek working condition (60%), job safety (55%), dan tidakpuas untuk aspek Co-
workers (60%).
4.2. Pembahasan
Hasil pengolahan data dari penelitian yang dilakukan terhadap 48 orang karyawan
karyawan Recovery Boiler Division (RDB) shift leader di PT X di Jambi memiliki tingkat
kepuasan kerja yang berbeda-beda. Dari hasil penelitian, didapat bahwa sebanyak 58.3%
karyawan yang diteliti, memiliki ketidakpuasan dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa para
karyawan yang diteliti memiliki kecenderungan merasa tidak puas dengan tugas-tugas
sebagai Recovery Boiler Division (RBD) shift leader di PT X. Dengan demikian, para
karyawan akan memiliki kecenderungan untuk menilai kegiatan kerja yang dilaksanakan
sebagai shift leader sebagai hal yang kurang/tidak memuaskan bagi dirinya. Berdasarkan
teori yang diungkapkan oleh Ivancevich dan Matteson (2002), adanya kepuasan yang tendah
aspek penentu kepuasan dalam lingkungan kerja, yang membuat para karyawan merasa
bahwa kegiatan kerja yang dilaksanakan akan memunculkan suasana hati, afek, atau perasaan
yang cenderung negatif dalam melaksanakan aktivitas kerjanya, yang akan membuat
62
Ivancevich dan Matteson (2002) mengungkapkan, bahwa para karyawan akan melihat
kepuasan kerja melalui aspek-aspek upah (pay), pekerjaan itu sendiri (work it self),
rekan kerja (co-workers), kondisi pekerjaan (working condition), rasa aman dalam bekerja
(job security).
Berdasarkan aspek-aspek dari kepuasan kerja yang didapatkan dari hasil penelitian
(Tabel 4.6), maka peneliti menemukan bahwa kebanyakan karyawan yang memiliki
ketidakpuasan kerja dalam kingkungan perusahaan, sebagian besar akan merasa tidak puas
juga dalam dalam aspek Pay dan Supervison. Hal ini menggambarkan bahwa aspek upah
(pay), yaitu besarnya pembayaran yang diterima oleh karyawan Recovery boiler Plant
Department (RBD) Shift Leader dapat memunculkan ketidakpuasan dalam bekerja. Peneliti
menemukan, bahwa sejumlah 71.4.% karyawan yang memiliki ketidakpuasan kerja secara
keseluruhan juga tidak puas pada aspek pay. Dengan demikian, sebagian besar karyawan
yang tidak puas dengan aspek Pay juga akan menghayati ketidakpuasan juga dalam
pekerjaannya. Dengan demikian, jumlah karyawan yang cenderung tidak puas terhadap
aspek Pay akan menghayati ketidakpuasan juga dalam lingkungan kerja. karyawan shift
leader bisa sajamenghayati ketidakpuasan atas gaji yang mereka terima, karena besaran gaji
dianggap tidak seimbang dengan pekerjaan yang dilakukan. Para karyawan dapat menilai
tidak mengukuti standar upah yang berlaku, tidak melakukan penggajian berdasarkan asas
keadilan, dan menganggap perusahaan tidak mau menepati janji mereka terhadap karyawan
yang tertuang dalam kontrak kerja. Selain itu, para karyawan juga dapat menilai bahwa
perusahaan menetapkan standar upah yang terlalu rendah, atau tidak objektif dalam menilai
63
pencapaian prestasi karyawan dalam menjalankan tugas. Hal ini membuat mereka merasa
Hal tersebut memunculkan penilaian bahwa gaji yang didapatkan lebih kecil atau
Aspek selanjutnya yang memiliki jumlah karyawan yang cukup besar yang
memimpin bawahan baik secara teknikal atau interpersonal. Peneliti menemukan bahwa
sebagian besar (71.4%) karyawan Recovery boiler Plant Department (RBD)Shift Leader yang
tidak puas dalam kegiatan kerjanya secara keseluruhan juga akan memiliki ketidakpuasan
pada aspek supervision. Dalam aspek ini, jika para karyawan menghayati bahwa atasan yang
dimiliki tidak mempu bekerja dengan baik, bersikap kasar, atau tidak memiiki keahlian yang
kegiatan kerja yang baik sesuai dengan harapan para karyawan. Hal ini memunculkan
perasaan kecewa terhadap atasan, yang akan memunculkan perilaku untuk menolak perintah
atasan, bersikap tidak acuh terhadap kegiatan supervisi yang dilaksanakan, yang
Aspek perikutnya yang menunjukkan jumlah karyawan yang cukup besar pada saat
kesempatan untuk maju atau tersedianya kesempatan untuk menaikkan jabatan. Peneliti
menemukan bahwa sebanyak 67.9% karyawan memiliki ketidakpuasan bekejra , akan juga
bahwa mereka tidak akan diberikan kesempatan untuk dipromosikan padahal ia telah bekerja
cukup lama, maka ia akan menilai perusahaan bertindak tidak adil, karena tidak menilai hasil
kerja yang dilaksanakan oleh karyawan, dengan tidak memberikan kesempatan promosi,
sekalipun terdapat kekosongan jabatan untuk level selanjutnya, yaitu plant supervisor atau
division head. Dengan demikian, para karyawan akan menilai jenjang karir yang dimiliki
terlalu terbatas, dan merasa kecewa akan kebijakan perusahaan yang menyangkut jenjang
karir ini. Hal tersebut dapat memunculkan adanya ketidakpuasan terhadap kebijakan yang
dimiliki oleh perusahaan, yang tidak memberikan kesempatan bagi karyawan untuk dapat
Kecenderungan yang serupa muncul pada aspek pekerjaan itu sendiri (work it self),
dimana sebanyak 60.7% karyawan yang menghayati ketidakpuasan dalam kerja, memiliki
keitdakpuasan dalam aspek Work it self. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar shift
leader menganggap kegiatan kerja yang dilakukan dirasa tidak penting atau tidak relevan
dengan pencapaian tujuan perusahaan, tidak sesuai dengan kompetensi dan keterampilannya,
atau memiliki tingkat kesulitan diluar kemampuannya, maka ia dapat merasa kecewa
terhadap kegiatan kerja yang dilaksankan, diman a kesenjangan yang ada membuat par
akaryawan tidak dapat bekerja secara maksimal, sesuai dengan kompetensi dan keterampilan
yang dimiliki sebelumnya. Hal ini dapat terjadi, jika perusahaan salah menempatkan
karyawan dalam bidang/posisi yang tidak dikuasai, atau membutuhkan waktu dan usaha yang
lebih besar untuk menyesuaikan diri dengan tugas-tugas yang baru. Dengan demikian, para
karyawan akan merasa tidak puas terhadap aktivitas kerja yang dilaksanakan
adalah co-workers atau rekan kerja. Para karyawan yang tidak puas pada aspek ini justru
memunculkan kepuasan kerja, namun pada karyawan yang memiliki ketidak puasan pada
65
aspek ini, justru menunjukkan kepuasan kerja secara umum. Hal ini menggambarkan, bahwa
aspek Coworkers atau rekan kerja sudah dinilai cukup baik oleh para karyawan, dimana
mereka menghayati bahwa rekan kerja yang ada dalam lingkungan kerja dapat memberikan
bantuan terhadap aktivitas kerja yang dilakukan, misalnya dengan memberikan masukan,
informasi, atau dukungan yang dibutuhkan, atau menggantikan karyawan pada saat
berhalagan.
Dalam pengamatan karyawan dalam kegiatan kerja, para karyawan yang memiliki
ikatan kerja yang kuat dengan rekan kerja lain, misalnya dengan bergabung dengan serikat
pekerja, justru merupakan para karyawan yang tidak puas dalam bekerja. Setelah aktivitas
bekerja, mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan rekan kerja dalam lingkungan
kegiatan di serikat pekerja. Dari para karyawan inilah banyak terjadi kegiatan demo yang
dilakukan untuk memprotes kegiatan kerja di perusahaan. Sebaliknya, para karyawan yang
kurang berinteraksi dengan para rekan kerja lain, justru memiliki kecenderungan untuk
adanya ketidakpuasan bekerja, yang menyebabkan para karyawan bergabung dalam aktivitas
dilar kerja dalam kegiatan serikat, yang memungkinkan mereka mengkritik atau menolak
berbagai hal yang tidak mereka sukai dalam kegiatan kerja yang dilaksanakan.
kepuasan. Dari hasil tersebut, peneliti menemukan bahwa salah satu faktor yang dapat
memunculkan kepuasan adalah Jenis kelamin karyawan. Dalam tabel lampiran x.x, peneliti
menemukan bahwa para karyawan wanita, sebanyak 15% menghayati kepuasan yang muncul
dari kegiatan kerja, dimana seluurh karyawan wanita menghayati adanya kepausan kerja.
66
Sebaliknya, pada karyawan yang menghayati ketidakpuasan kerja, didominasi oleh kaum
pria.
Selain itu, peneliti menemukan kecenderungan dalam faktor usia karyawan. Peneliti
menemukan pada karyawan yang mengalami ketidakpuasan kerja, sebanyak 89.3% memiliki
rentang usia 21-35 tahun. Sementara, jumlah terbesar karyawan dengan rentang usia 36-60
tahun, memiliki kecenderungan untuk memiliki kepuasan kerja. Hal ini dapt muncul karena
karyawan dengna usia yang lebih tua sudah kehilangan kesempatan untuk dapat mencari
pekerjaan baru diluar perusahaan X, dan karenanya mereka menjadi lebih puas akan
Selain itu, pendidikan terakhir juga memiliki kaitan. Dimana, didapat sebagian besar
sementara karyawan yang puas dengan pekerjaannya, memiliki pendidikan terkahir Diploma
(D3) dan S1, masing-masing sebanyak 40%. Hal ini menggambarkan, semakin tinggi
pendidikan karyawan, justru akan semakin meningkatkan kepuasan karyawan dalam kegiatan
kerja yang dilakukan. Dengan demikian, para karyawan dengan pendidikan yang lebih tinggi
akan lebih mudah menghayati lingkungan kerja di Pt X sebagai lingkungan yang dapat
memunculkan kepuasan.
dengan ketujuh aspek kepuasan kerja, sebagai berikut: Berdasarkan tabel x.x, peneliti
menemukan bahwa para karyawan laki-laki lebih banyak menghayati memiliki ketidakpuasan
pada aspek Pay, yaitu sebanyak 57.8%, Para karyawan perempuan, sebanyak 66.7% c
karyawan cenderung tidak puas terhadap aspek Pay. Untuk aspek Work It self, peneliti
menemukan bahwa sebanyak 53.3% tidak puas untuk aspek Work It self, sementara sebanyak
67
667% puas untuk aspek Work It self. Sementara, untuk aspek Promotion Opportunity,
peneliti menemukan bahwa sebagian besar 57.8% karyawan laki-laki tidak puas terhadap
aspek promotion Opportunity, dan pada karyawan perempuan, sebanyak 66.7% tidak puas
Pada aspek Supervison, peneliti menemukan bahwa sebanyak 51.1% karyawan laki-
laki merasa tidak puas untuk aspek working condition, sementata sebanyak 66.7% karyawan
perempuan merasa puas untuk aspek working condition. Untuk aspek Job Safety, peneliti
menemukan bahwa sebagian besar karyawan laki-laki menghayati memiliki kepuasan pada
aspek Job Safety, sementara pada karyawan perempuan, sebanyak 66.7% merasa tidak puas
ada aspek job safety. Untuk aspek terakhir yaitu Co-workers, peneliti menemukan bahwa
para karyawan laki-laki sebagian besar (55.6%) merasa puas untuk aspek co-workers.
Sebaliknya, peneliti menemukan bahwa sebagian besar (66.7%) karyawan perempuan merasa
dengan jumlah yang lebih tinggi pada aspek Job Safety dan Co-workers, sementara karyawan
perempuan lebih banyak memiliki kepuasan pada work it self dan working condition. Pada
para karyawan pria yang mendominasi kegiatan kerja sebagai shift leader, mereka
menghayati bahwa kegiatan kerja yang dilakukan dapat memberikan kepuasan melalui
adanya kepastian jabatan dalam lingkungan kerja sebagai shift leader Recovery Boiler
Division di PT X. Selain itu, para karyawan pria memiliki kencenderungan untuk memiliki
kepuasan pada aspek co-workers, dimana para karyawan memiliki kecenderungan untuk
menilai rekan kerja yang dimiliki dalam kegiatan kerja sebagai karyawan yang dapat
membantu dan memberikan dukungan satu sama lain. Namun, para karyawan perempuan,
justru menghayati kepuasan untuk aspek Work Itself dan Working condition, yang
68
dianggap sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh para karyawan dalam kegiatan kerja
yang dilaksanakan. Selain itu, mereka cukup puas dalam kondisi kerja yang dilaksanakan,
dimana mereka merasa bahwa kegiatan kerja memiliki fasilitas dan berbagai kelengkapan
Berdasarkan tabel x.x, peneliti menemukan bahwa para karyawan rentang usia 21-35
tahun lebih banyak menghayati memiliki ketidakpuasan pada aspek Pay, yaitu sebanyak
60%, Para karyawan rentang usia 36-60 tahun, sebanyak 50% karyawan menghyati tidak
puas terhadap aspek Pay. Untuk aspek Work Itself, peneliti menemukan bahwa sebanyak
50% tidak puas untuk aspek Work Itself, sementara sebanyak 62.5% karyawan dengan
rentang usia 36-60 tahun merasa puas untuk aspek Work Itself. Sementara, untuk aspek
Promotion Opportunity, peneliti menemukan bahwa sebagian besar 62.5% karyawan rentang
usia 21-35 tahun tidak puas terhadap aspek promotion Opportunity, dan pada karyawan
dengan rentang usia 36-60 tahun, sebanyak 62.5% puas pada aspek Promotion Opportunity.
rentang usia 21-35 tahun merasa puas untuk aspek working condition, sementara sebanyak
75% karyawan rentang usia 36-60 tahun merasa tidak puas untuk aspek working condition.
Untuk aspek job Safety, peneliti menemukan bahwa sebagian besar karyawan rentang usia
21-35 tahun menghayati memiliki kepuasan pada aspek job Safety, sementara pada karyawan
rentang usia 36-60 tahun, sebanyak 50% merasa tidak puas ada aspek work safety. Untuk
aspek terakhir yaitu Co-workers, peneliti menemukan bahwa para karyawan rentang usia 21-
35 tahun sebagian besar (60%) merasa puas untuk aspek co-workers. Sebaliknya, peneliti
menemukan bahwa sebagian besar (75%) karyawan rentang usia 36-60 tahun merasa tidak
Berdasarkan tabel lampiran 1.1., peneliti menemukan bahwa responden lakilaki memiliki
kepuasan untuk aspek pay sebanyak 42.%, sementara tidak puas sebanyak 57.8%.
Sementara, untuk responden perempuan, sebanyak 33.3% memiliki kepuasan untuk aspek
pay, sementara sebanyak 66.7% merasa tidakk puas untuk aspek Pay. Dengan demikian,
Untuk aspek Work Itself, peneliti menemukan bahwa responden lakilaki memiliki kepuasan
untuk aspek Work Itself sebanyak 46.7.%, sementara tidak puas sebanyak 53.3%. Sementara,
untuk responden perempuan, sebanyak 33.3% memiliki kepuasan untuk aspek Work Itself,
sementara sebanyak 66.7% merasa tidak puas untuk aspek Work Itself. Dengan demikian,
baik responden laki-laki maupun perempuan merasakan ketidakpuasan untuk aspek Work
Itself.
Untuk aspek promotion opportunity, peneliti menemukan bahwa responden laki-laki memiliki
kepuasan untuk aspek promotion opportunity sebanyak 42.2%, sementara tidak puas
kepuasan untuk aspek promotion opportunity, sementara sebanyak 66.7% merasa tidak puas
untuk aspek promotion opportunity. Dengan demikian, baik responden laki-laki maupun
Untuk aspek supervisor, peneliti menemukan bahwa responden laki-laki memiliki kepuasan
untuk aspek supervisor sebanyak 35.6.%, sementara tidak puas sebanyak 64.4%. Sementara,
untuk responden perempuan, sebanyak 33.3% memiliki kepuasan untuk aspek supervisor,
sementara sebanyak 66.7% merasa tidak puas untuk aspek supervisor. Dengan demikian,
supervisor.
70
Untuk aspek working condition, peneliti menemukan bahwa responden laki-laki memiliki
kepuasan untuk aspek working condition sebanyak 48.9%, sementara tidak puas sebanyak
untuk aspek working condition, sementara sebanyak 66.7% merasa puas untuk aspek working
condition. Dengan demikian, responden perempuan lebih banyak merasakan kepuasan untuk
Untuk aspek job safety, peneliti menemukan bahwa responden laki-laki memiliki kepuasan
untuk aspek job safety sebanyak 53.3.%, sementara tidak puas sebanyak 46.7%. Sementara,
untuk responden perempuan, sebanyak 33.3% memiliki kepuasan untuk aspek job safety,
sementara sebanyak 66.7% merasa tidak puas untuk aspek job safety. Dengan demikian,
maka responden laki-laki lebih banyak merasakan kepuasan untuk aspek job safety.
kepuasan untuk aspek coworkers sebanyak 55.6.%, sementara tidak puas sebanyak 44.4%.
Sementara, untuk responden perempuan, sebanyak 33.3% memiliki kepuasan untuk aspek
coworkers, sementara sebanyak 66.7% merasa tidak puas untuk aspek coworkers. Dengan
demikian, para responden laki-laki lebih banyak menghayati kepuasan untuk aspek
Coworkers
Berdasarkan tabel lampiran 1.2., peneliti menemukan bahwa responden berusia 21-35 tahun
memiliki kepuasan untuk aspek pay sebanyak 40%, sementara tidak puas sebanyak 60%.
Sementara, untuk responden berusia 36-60 tahun, sebanyak 50% memiliki kepuasan untuk
aspek pay, sementara sebanyak 50% merasa tidakk puas untuk aspek Pay. Dengan demikian,
responden berusia 21-35 tahun lebih banyak merasakan ketidakpuasan untuk aspek Pay.
Untuk aspek Work Itself, peneliti menemukan bahwa responden berusia 21-35 tahun
memiliki kepuasan untuk aspek Work Itself sebanyak 50%, sementara tidak puas sebanyak
71
50%. Sementara, untuk responden berusia 36-60 tahun, sebanyak 37.5% memiliki kepuasan
untuk aspek Work Itself, sementara sebanyak 62.5% merasa tidak puas untuk aspek Work
Itself. Dengan demikian, baik responden berusia 21-35 tahun maupun berusia 36-60 tahun
Untuk aspek promotion opportunity, peneliti menemukan bahwa responden berusia 21-35
tahun memiliki kepuasan untuk aspek promotion opportunity sebanyak 37.5%, sementara
tidak puas sebanyak 62.5%. Sementara, untuk responden berusia 36-60 tahun, sebanyak
25% memiliki kepuasan untuk aspek promotion opportunity, sementara sebanyak 75% tidak
Untuk aspek supervisor, peneliti menemukan bahwa responden berusia 21-35 tahun memiliki
kepuasan untuk aspek supervisor sebanyak 35.6.%, sementara tidak puas sebanyak 64.4%.
Sementara, untuk responden berusia 36-60 tahun, sebanyak 25% memiliki kepuasan untuk
aspek supervisor, sementara sebanyak 75% merasa tidak puas untuk aspek supervisor.
Dengan demikian, baik responden berusia 21-35 tahun maupun berusia 36-60 tahun
Untuk aspek working condition, peneliti menemukan bahwa responden berusia 21-35 tahun
memiliki kepuasan untuk aspek working condition sebanyak 55%, sementara tidak puas
sebanyak 45%. Sementara, untuk responden berusia 36-60 tahun, sebanyak 50% memiliki
kepuasan untuk aspek working condition, sementara sebanyak 50% merasa tidak puas untuk
aspek working condition. Dengan demikian, baik responden berusia 21-35 tahun maupun
Untuk aspek job safety, peneliti menemukan bahwa responden berusia 21-35 tahun memiliki
kepuasan untuk aspek job safety sebanyak 52.5.%, sementara tidak puas sebanyak 47.5%.
Sementara, untuk responden berusia 36-60 tahun, sebanyak 50% memiliki kepuasan untuk
72
aspek job safety, sementara sebanyak 50% merasa tidak puas untuk aspek job safety. Dengan
demikian, maka responden berusia 21-35 tahun lebih banyak merasakan kepuasan untuk
Untuk aspek coworkers, peneliti menemukan bahwa responden berusia 21-35 tahun
memiliki kepuasan untuk aspek coworkers sebanyak 60%, sementara tidak puas sebanyak
40%. Sementara, untuk responden berusia 36-60 tahun, sebanyak 25% memiliki kepuasan
untuk aspek coworkers, sementara sebanyak 75% merasa tidak puas untuk aspek coworkers.
Dengan demikian, para responden berusia 21-35 tahun lebih banyak menghayati kepuasan
Pada data penunjang Pendidikan, peneliti menemukan bahwa para karyawan dengan
pendidikan SMA/sederajat memiliki kecenderungan untuk menghayati tidak puas pada aspek
pay sebanyak 75%, ketidakpuasan pada aspek work itself sebanyak 62.5%, ketidakpuasan
pada Promotional Opportunity sebanyak 50%, dan job safety sebanyak 62.5%. Mereka
mengalam kepuasan pada aspek Supervison (62.5%) dan Working Condition (62.5%).
Sementara, karyawan SMK/sederajat memiliki kepuasan pada aspek Work Safety (58.3%) dan
untuk memiliki kepusan pada Promotion Opportunity (64.3%), working condition (57.1%),
dan Job Safety (57.1%). Pada responden S1, para responden merasakan ketidakpuasan pada
peneliti menemukan bahwa para karyawan yang belum menikah hanya merasa puas pada
aspek Job Safety, sebanyak 57.1%, dan merasa tidak puas untuk aspek pay (57,1), Work
dan Coworkers (57.1%). Sdangkan, karyawan yang sudah menikah, menghayati kepuasan
73
pada aspek Work itself (51.3%), Coworkers (56.4%), dan aspek Job Safety (51.3%),
sedangkan tidak puas untuk aspek pay (59%), Promotion Opportunity (51.3%), Supevisor
(66.7%), dan Coworkers. Seluruh (100%) karyawan dengan status janda/duda memiliki
kepuasan pada aspek Working Condition, dan tidak puas untuk seluruh aspek lain.
Pada karyawan dengan rentang kerja 1-5 tahun, peneliti menemukan bahwa mereka
puas pada aspek Work itself sebanyak 51.5%, Job safety sebanyak 57.6%, dan coworkers
sebanyak 7.7%, dan tidak menunjukkan kepuasan pada aspek lain. Sedangkan, pada
karyawan dengan rentang masa kerja 5-10 tahun, peneliti menemukan bahwa mereka
memiliki kepuasan pada aspek Pay sebanyak 53.8%, aspek supervison sebanyak 53.8%, dan
pada aspek Job Security, dan menghayati ketdakpuasan pada aspek-aspek lainnya. Pada
rentang masa kerja terakhir, yaitu lebih besar dari 10 tahun, peneliti menemukan bahwa para
karyawan memiliki kepuasan pada aspek Pay (100%) dan promotional ppportunity (100%),