You are on page 1of 17

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Responden

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh gambaran dari 48 orang karyawan Recovery

Boiler Division (RDB) shift leader di PT X di Jambi.

4.1.1. Gambaran Responden berdasakan jenis kelamin

Tabel 4.1. Gambaran Responden berdasakan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase


Laki-laki 45 93.8
Perempuan 3 6.2
Total 48 100.0
Berdasarkan tabel 4.1. terlihat bahwa sebanyak 93,8% karyawan Recovery Boiler

Division (RDB) shift leader di PT X di Jambi berjenis kelamin laki-laki, sementara

sebanyak 6,2% karyawan dengan jenis kelamin perempuan.

4.1.2. Gambaran Responden berdasakan usia

Tabel 4.2. Gambaran Responden berdasakan usia

Usia jumlah Persentase


21-35 tahun 40 83.3
36-60 tahun 8 16.7
Total 48 100.0

57
58

Berdasarkan tabel 4.2. terlihat bahwa sebanyak (83,3%) karyawan Recovery Boiler

Division (RDB) shift leader di PT X di Jambi memiliki usia antara 21-35 tahun, sementara

didapat sebanyak 16,7%, rentang uisa 36-60 tahun.

4.1.3. Gambaran Responden berdasakan pendidikan terakhir

Tabel 4.3. Gambaran Responden berdasakan pendidikan terakhir

Pendidikan terakhir Jumlah Persentase


SMA/sederajat 8 16.7
SMK/sederajat 12 25.0
Diploma (D3/D1) 14 29.2
S1/sederajat 14 29.2
Total 48 100.0

Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa sebanyak (29.2%) karyawan Recovery Boiler

Division (RDB) shift leader di PT X di Jambi memiliki pendidikan terakhir S1/sederajat

dan diploma (D3/D1 sederajat). Sementara sebanyak 25% memiliki pendidikan

SMK/sederajat, dan sebanyak 16.7% memiliki pendidikan SMA/sederajat.

4.1.4. Gambaran Responden berdasakan status marital

Tabel 4.4. Gambaran Responden berdasakan status marital

Status Jumlah Persentase


belum menikah 7 14.6
Menikah 39 81.3
janda/duda 2 4.2
Total 48 100.0

Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa sebanyak (81,3%) karyawan Recovery Boiler

Division (RDB) shift leader di PT X di Jambi sudah menikah, sebanyak 14.6% belum

menikah, dan sebanyak 4.2% memiliki status janda/duda.


59

4.1.5. Gambaran Responden berdasakan lama kerja

Tabel 4.5. Gambaran Responden berdasakan lama kerja

Lama
Kerja Jumlah Persentase
1-5 tahun 33 68.8
6-10 tahun 15 31.3
Total 48 100.0

Berdasarkan tabel 4.5 terlihat bahwa sebanyak 68,8% karyawan karyawan Recovery

Boiler Division (RBD) shift leader memiliki rentang masa kerja antara 1-5 tahun dan

sebanyak 31,3% ditemukan karyawan yang memiliki rentang masa kerja antara 6-10 tahun.

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Gambaran jawaban responden berdasarkan kepuasan kerja total

Tabel 4.5. Gambaran Responden berdasakan kepuasan kerja total

Kepuasan Kerja Jumlah Persentase


Tidak puas 28 58.3
Puas 20 41.7
Total 48 100.0
Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan, sebanyak 58.3% karyawan Recovery

Boiler Division (RBD) shift leader yang diteliti, memiliki kecenderungan untuk merasakan

ketidakpuasan dalam bekerja, dimana para karyawan yang diteliti memiliki kecenderungan

merasa tidak puas pada aspek-aspek kerja yang dilakukan sebagai karyawan Recovery Boiler

Division (RBD) shift leader di PT X. Sementara, sebanyak 41.7% karyawan yang diteliti,
60

memiliki kecenderungan untuk memiliki kepuasan kerja, dimana ia memiliki penghayatan

positif dalam aktivitas kerja yang dilakukan.

Untuk dapat melihat hubungan antara aspek kepuasan kerja dan kepuasan kerja, maka

peneliti melakukan tabulasi silang, untuk melihat keterkaitan antara derajat yang dimiliki para

karyawan dengan dimensi kepuasan kerja secara keseluruhan pada ketujuh aspek kepuasan

kerja, yaitu Pay, Work Itself , Promotion Opportunity, Supervison, working condition, job

safety dan aspek co-workers.

4.2.2. Krostabulasi jawaban responden berdasarkan aspek-aspek kepuasan kerja

Tabel 4.6. Gambaran Responden berdasakan krostabulasi dengan aspek-aspek kepuasan ekrja
Promotion Working
Pay Work Itself Opportunity Supervisor Condition Job Safety Coworkers
tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
puas Puas puas puas puas puas puas Puas puas puas puas puas puas puas
Kepua tidak 20 8 17 11 19 9 20 8 16 12 14 14 10 18
san puas
71.4 28.6 60.7 39.3 67.9 32.1 71.4 28.6 57.1 42.9 50.0 50.0 35.7 64.3
Kerja
puas 8 12 8 12 9 11 11 9 8 12 9 11 12 8
40.0 60.0 40.0 60.0 45.0 55.0 55.0 45.0 40.0 60.0 45.0 55.0 60.0 40.0
Total 28 20 25 23 28 20 31 17 24 24 23 25 22 26
58.3 41.7 52.1 47.9 58.3 41.7 64.6 35.4 50.0 50.0 47.9 52.1 45.8 54.2

Berdasarkan hasil penelitian terhadap aspek kepuasan kerja, sebagaimana terlihat

pada tabel 4.6 maka terlihat bahwa sebanyak (71.4%) karyawan Recovery Boiler Division

(RBD) shift leader yang merasa tidak puas dengan pekerjaanya, akan merasa tidak puas juga

untuk aspek Pay. Aspek Work Itself (60.7%), aspek Promotion Opportunity (67.9%), aspek

Supervisor (71.4%), dan aspek working condition (57.1%). Para karyawan yang merasa tidak
61

puas dengan pekerjaan, justru memiliki Job Safety dengan jumlah yang seimbang (50% puas

dan 50% tidak puas), dan aspek co-workers yang puas (64.5%).

Sebaliknya, para karyawan yang puas dengan kegiatan kerja, peneliti menemukan

bahwa sebagian besar karyawan juga mengalami kepuasan pada aspek Pay (60%), aspek

work itself (60%), Promotion Opportunity (55%), tidak puas untuk aspek Supervisor (55%),

Puas untuk aspek working condition (60%), job safety (55%), dan tidakpuas untuk aspek Co-

workers (60%).

4.2. Pembahasan

Hasil pengolahan data dari penelitian yang dilakukan terhadap 48 orang karyawan

Recovery Boiler Division (RDB) shift leader di PT X di Jambi menunjukan bahwa

karyawan Recovery Boiler Division (RDB) shift leader di PT X di Jambi memiliki tingkat

kepuasan kerja yang berbeda-beda. Dari hasil penelitian, didapat bahwa sebanyak 58.3%

karyawan yang diteliti, memiliki ketidakpuasan dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa para

karyawan yang diteliti memiliki kecenderungan merasa tidak puas dengan tugas-tugas

sebagai Recovery Boiler Division (RBD) shift leader di PT X. Dengan demikian, para

karyawan akan memiliki kecenderungan untuk menilai kegiatan kerja yang dilaksanakan

sebagai shift leader sebagai hal yang kurang/tidak memuaskan bagi dirinya. Berdasarkan

teori yang diungkapkan oleh Ivancevich dan Matteson (2002), adanya kepuasan yang tendah

berarti sebagian besar karyawan menganggap perusahaan kurang memperhatikan berbagai

aspek penentu kepuasan dalam lingkungan kerja, yang membuat para karyawan merasa

bahwa kegiatan kerja yang dilaksanakan akan memunculkan suasana hati, afek, atau perasaan

yang cenderung negatif dalam melaksanakan aktivitas kerjanya, yang akan membuat
62

munculnya ketidakpuasan dalam melaksanakan kegiatan kerjanya secara keseluruhan,

sebagai seorang shift leader di divisi Recovery Boiler.

Ivancevich dan Matteson (2002) mengungkapkan, bahwa para karyawan akan melihat

kepuasan kerja melalui aspek-aspek upah (pay), pekerjaan itu sendiri (work it self),

pengawasan (supervision), kesempatan mendapatkan promosi (promotion opportunities),

rekan kerja (co-workers), kondisi pekerjaan (working condition), rasa aman dalam bekerja

(job security).

Berdasarkan aspek-aspek dari kepuasan kerja yang didapatkan dari hasil penelitian

(Tabel 4.6), maka peneliti menemukan bahwa kebanyakan karyawan yang memiliki

ketidakpuasan kerja dalam kingkungan perusahaan, sebagian besar akan merasa tidak puas

juga dalam dalam aspek Pay dan Supervison. Hal ini menggambarkan bahwa aspek upah

(pay), yaitu besarnya pembayaran yang diterima oleh karyawan Recovery boiler Plant

Department (RBD) Shift Leader dapat memunculkan ketidakpuasan dalam bekerja. Peneliti

menemukan, bahwa sejumlah 71.4.% karyawan yang memiliki ketidakpuasan kerja secara

keseluruhan juga tidak puas pada aspek pay. Dengan demikian, sebagian besar karyawan

yang tidak puas dengan aspek Pay juga akan menghayati ketidakpuasan juga dalam

pekerjaannya. Dengan demikian, jumlah karyawan yang cenderung tidak puas terhadap

aspek Pay akan menghayati ketidakpuasan juga dalam lingkungan kerja. karyawan shift

leader bisa sajamenghayati ketidakpuasan atas gaji yang mereka terima, karena besaran gaji

dianggap tidak seimbang dengan pekerjaan yang dilakukan. Para karyawan dapat menilai

tidak mengukuti standar upah yang berlaku, tidak melakukan penggajian berdasarkan asas

keadilan, dan menganggap perusahaan tidak mau menepati janji mereka terhadap karyawan

yang tertuang dalam kontrak kerja. Selain itu, para karyawan juga dapat menilai bahwa

perusahaan menetapkan standar upah yang terlalu rendah, atau tidak objektif dalam menilai
63

pencapaian prestasi karyawan dalam menjalankan tugas. Hal ini membuat mereka merasa

tidak puas dalam menilai penghasilan yang diterima dari perusahaan.

Hal tersebut memunculkan penilaian bahwa gaji yang didapatkan lebih kecil atau

tidak sesuai dengan harapan, yang memunculkan kecenderungan untuk menghayati

ketidakpuasan dalam bekerja yang dilaksanakan sebagai seorang shift leader.

Aspek selanjutnya yang memiliki jumlah karyawan yang cukup besar yang

mengalami ketidakpuasan dalam bekerja adalah Supervision, yaitu kemampuan atasan

memimpin bawahan baik secara teknikal atau interpersonal. Peneliti menemukan bahwa

sebagian besar (71.4%) karyawan Recovery boiler Plant Department (RBD)Shift Leader yang

tidak puas dalam kegiatan kerjanya secara keseluruhan juga akan memiliki ketidakpuasan

pada aspek supervision. Dalam aspek ini, jika para karyawan menghayati bahwa atasan yang

dimiliki tidak mempu bekerja dengan baik, bersikap kasar, atau tidak memiiki keahlian yang

dibutuhkan dalam pekerjaan, sehingga mereka tidak melakukan supervisi / pengawasan

kegiatan kerja yang baik sesuai dengan harapan para karyawan. Hal ini memunculkan

perasaan kecewa terhadap atasan, yang akan memunculkan perilaku untuk menolak perintah

atasan, bersikap tidak acuh terhadap kegiatan supervisi yang dilaksanakan, yang

menggamabrkan adanya ketidakpuasan yang dialami oleh para karyawan.

Aspek perikutnya yang menunjukkan jumlah karyawan yang cukup besar pada saat

mereka tidak puas, adalah promotional opportunity yang menggambarkan tersedianya

kesempatan untuk maju atau tersedianya kesempatan untuk menaikkan jabatan. Peneliti

menemukan bahwa sebanyak 67.9% karyawan memiliki ketidakpuasan bekejra , akan juga

akan memiliki ketidakpuasan dalam aspek promotional opportunity. Dengan demikian,

karyawan Recovery Boiler Plant Department (RBD)Shift Leader PT X yang menghayati


64

bahwa mereka tidak akan diberikan kesempatan untuk dipromosikan padahal ia telah bekerja

cukup lama, maka ia akan menilai perusahaan bertindak tidak adil, karena tidak menilai hasil

kerja yang dilaksanakan oleh karyawan, dengan tidak memberikan kesempatan promosi,

sekalipun terdapat kekosongan jabatan untuk level selanjutnya, yaitu plant supervisor atau

division head. Dengan demikian, para karyawan akan menilai jenjang karir yang dimiliki

terlalu terbatas, dan merasa kecewa akan kebijakan perusahaan yang menyangkut jenjang

karir ini. Hal tersebut dapat memunculkan adanya ketidakpuasan terhadap kebijakan yang

dimiliki oleh perusahaan, yang tidak memberikan kesempatan bagi karyawan untuk dapat

meningkatkan jenjang karir mereka lebih lanjut .

Kecenderungan yang serupa muncul pada aspek pekerjaan itu sendiri (work it self),

dimana sebanyak 60.7% karyawan yang menghayati ketidakpuasan dalam kerja, memiliki

keitdakpuasan dalam aspek Work it self. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar shift

leader menganggap kegiatan kerja yang dilakukan dirasa tidak penting atau tidak relevan

dengan pencapaian tujuan perusahaan, tidak sesuai dengan kompetensi dan keterampilannya,

atau memiliki tingkat kesulitan diluar kemampuannya, maka ia dapat merasa kecewa

terhadap kegiatan kerja yang dilaksankan, diman a kesenjangan yang ada membuat par

akaryawan tidak dapat bekerja secara maksimal, sesuai dengan kompetensi dan keterampilan

yang dimiliki sebelumnya. Hal ini dapat terjadi, jika perusahaan salah menempatkan

karyawan dalam bidang/posisi yang tidak dikuasai, atau membutuhkan waktu dan usaha yang

lebih besar untuk menyesuaikan diri dengan tugas-tugas yang baru. Dengan demikian, para

karyawan akan merasa tidak puas terhadap aktivitas kerja yang dilaksanakan

Peneliti menemukan aspek yang tidak/kurang berkaitan dengan kepuasan kerja,

adalah co-workers atau rekan kerja. Para karyawan yang tidak puas pada aspek ini justru

memunculkan kepuasan kerja, namun pada karyawan yang memiliki ketidak puasan pada
65

aspek ini, justru menunjukkan kepuasan kerja secara umum. Hal ini menggambarkan, bahwa

aspek Coworkers atau rekan kerja sudah dinilai cukup baik oleh para karyawan, dimana

mereka menghayati bahwa rekan kerja yang ada dalam lingkungan kerja dapat memberikan

bantuan terhadap aktivitas kerja yang dilakukan, misalnya dengan memberikan masukan,

informasi, atau dukungan yang dibutuhkan, atau menggantikan karyawan pada saat

berhalagan.

Dalam pengamatan karyawan dalam kegiatan kerja, para karyawan yang memiliki

ikatan kerja yang kuat dengan rekan kerja lain, misalnya dengan bergabung dengan serikat

pekerja, justru merupakan para karyawan yang tidak puas dalam bekerja. Setelah aktivitas

bekerja, mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan rekan kerja dalam lingkungan

kegiatan di serikat pekerja. Dari para karyawan inilah banyak terjadi kegiatan demo yang

dilakukan untuk memprotes kegiatan kerja di perusahaan. Sebaliknya, para karyawan yang

kurang berinteraksi dengan para rekan kerja lain, justru memiliki kecenderungan untuk

memiliki kepuasan yang cukup tinggi.

Dengan demikian, adanya kepuasan dengan co-workers, justru menggamabarkan

adanya ketidakpuasan bekerja, yang menyebabkan para karyawan bergabung dalam aktivitas

dilar kerja dalam kegiatan serikat, yang memungkinkan mereka mengkritik atau menolak

berbagai hal yang tidak mereka sukai dalam kegiatan kerja yang dilaksanakan.

Selain melakukan perhitungan terhadap aspek-aspek kepuasan, peneliti juga melihat

tabulasi silang (krostabulasi) antara berbagai variabel demografis karyawan terhadap

kepuasan. Dari hasil tersebut, peneliti menemukan bahwa salah satu faktor yang dapat

memunculkan kepuasan adalah Jenis kelamin karyawan. Dalam tabel lampiran x.x, peneliti

menemukan bahwa para karyawan wanita, sebanyak 15% menghayati kepuasan yang muncul

dari kegiatan kerja, dimana seluurh karyawan wanita menghayati adanya kepausan kerja.
66

Sebaliknya, pada karyawan yang menghayati ketidakpuasan kerja, didominasi oleh kaum

pria.

Selain itu, peneliti menemukan kecenderungan dalam faktor usia karyawan. Peneliti

menemukan pada karyawan yang mengalami ketidakpuasan kerja, sebanyak 89.3% memiliki

rentang usia 21-35 tahun. Sementara, jumlah terbesar karyawan dengan rentang usia 36-60

tahun, memiliki kecenderungan untuk memiliki kepuasan kerja. Hal ini dapt muncul karena

karyawan dengna usia yang lebih tua sudah kehilangan kesempatan untuk dapat mencari

pekerjaan baru diluar perusahaan X, dan karenanya mereka menjadi lebih puas akan

lingkungan kerja yang dimiliki saat ini.

Selain itu, pendidikan terakhir juga memiliki kaitan. Dimana, didapat sebagian besar

karyawan dengan ketidakpuasan kerja (25.7%) memiiki pendidikan terakhir SMK/sederajat,

sementara karyawan yang puas dengan pekerjaannya, memiliki pendidikan terkahir Diploma

(D3) dan S1, masing-masing sebanyak 40%. Hal ini menggambarkan, semakin tinggi

pendidikan karyawan, justru akan semakin meningkatkan kepuasan karyawan dalam kegiatan

kerja yang dilakukan. Dengan demikian, para karyawan dengan pendidikan yang lebih tinggi

akan lebih mudah menghayati lingkungan kerja di Pt X sebagai lingkungan yang dapat

memunculkan kepuasan.

Pada bagian selanjutnya, peneliti melakukan tabulasi sillang antara karakteristik

sampel dengan aspek-aspek kepuasan, dimana perbedaan karakterisitik sampel dihubungkan

dengan ketujuh aspek kepuasan kerja, sebagai berikut: Berdasarkan tabel x.x, peneliti

menemukan bahwa para karyawan laki-laki lebih banyak menghayati memiliki ketidakpuasan

pada aspek Pay, yaitu sebanyak 57.8%, Para karyawan perempuan, sebanyak 66.7% c

karyawan cenderung tidak puas terhadap aspek Pay. Untuk aspek Work It self, peneliti

menemukan bahwa sebanyak 53.3% tidak puas untuk aspek Work It self, sementara sebanyak
67

667% puas untuk aspek Work It self. Sementara, untuk aspek Promotion Opportunity,

peneliti menemukan bahwa sebagian besar 57.8% karyawan laki-laki tidak puas terhadap

aspek promotion Opportunity, dan pada karyawan perempuan, sebanyak 66.7% tidak puas

pada aspek Promotion Opportunity.

Pada aspek Supervison, peneliti menemukan bahwa sebanyak 51.1% karyawan laki-

laki merasa tidak puas untuk aspek working condition, sementata sebanyak 66.7% karyawan

perempuan merasa puas untuk aspek working condition. Untuk aspek Job Safety, peneliti

menemukan bahwa sebagian besar karyawan laki-laki menghayati memiliki kepuasan pada

aspek Job Safety, sementara pada karyawan perempuan, sebanyak 66.7% merasa tidak puas

ada aspek job safety. Untuk aspek terakhir yaitu Co-workers, peneliti menemukan bahwa

para karyawan laki-laki sebagian besar (55.6%) merasa puas untuk aspek co-workers.

Sebaliknya, peneliti menemukan bahwa sebagian besar (66.7%) karyawan perempuan merasa

tidak puas untuk aspek co-workers.

Dengan demikian, peneliti menemukan bahwa karyawan laki-laki memliki kepuasan

dengan jumlah yang lebih tinggi pada aspek Job Safety dan Co-workers, sementara karyawan

perempuan lebih banyak memiliki kepuasan pada work it self dan working condition. Pada

para karyawan pria yang mendominasi kegiatan kerja sebagai shift leader, mereka

menghayati bahwa kegiatan kerja yang dilakukan dapat memberikan kepuasan melalui

adanya kepastian jabatan dalam lingkungan kerja sebagai shift leader Recovery Boiler

Division di PT X. Selain itu, para karyawan pria memiliki kencenderungan untuk memiliki

kepuasan pada aspek co-workers, dimana para karyawan memiliki kecenderungan untuk

menilai rekan kerja yang dimiliki dalam kegiatan kerja sebagai karyawan yang dapat

membantu dan memberikan dukungan satu sama lain. Namun, para karyawan perempuan,

justru menghayati kepuasan untuk aspek Work Itself dan Working condition, yang
68

menggambarkan karyawan perempuan lebih menghayati aktivitas dan kegiatan kerja

dianggap sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh para karyawan dalam kegiatan kerja

yang dilaksanakan. Selain itu, mereka cukup puas dalam kondisi kerja yang dilaksanakan,

dimana mereka merasa bahwa kegiatan kerja memiliki fasilitas dan berbagai kelengkapan

yang dibutuhkan dalam menjalankan kegiatan kerja.

Berdasarkan tabel x.x, peneliti menemukan bahwa para karyawan rentang usia 21-35

tahun lebih banyak menghayati memiliki ketidakpuasan pada aspek Pay, yaitu sebanyak

60%, Para karyawan rentang usia 36-60 tahun, sebanyak 50% karyawan menghyati tidak

puas terhadap aspek Pay. Untuk aspek Work Itself, peneliti menemukan bahwa sebanyak

50% tidak puas untuk aspek Work Itself, sementara sebanyak 62.5% karyawan dengan

rentang usia 36-60 tahun merasa puas untuk aspek Work Itself. Sementara, untuk aspek

Promotion Opportunity, peneliti menemukan bahwa sebagian besar 62.5% karyawan rentang

usia 21-35 tahun tidak puas terhadap aspek promotion Opportunity, dan pada karyawan

dengan rentang usia 36-60 tahun, sebanyak 62.5% puas pada aspek Promotion Opportunity.

Pada aspek Supervison, peneliti menemukan bahwa sebanyak 55.0% karyawan

rentang usia 21-35 tahun merasa puas untuk aspek working condition, sementara sebanyak

75% karyawan rentang usia 36-60 tahun merasa tidak puas untuk aspek working condition.

Untuk aspek job Safety, peneliti menemukan bahwa sebagian besar karyawan rentang usia

21-35 tahun menghayati memiliki kepuasan pada aspek job Safety, sementara pada karyawan

rentang usia 36-60 tahun, sebanyak 50% merasa tidak puas ada aspek work safety. Untuk

aspek terakhir yaitu Co-workers, peneliti menemukan bahwa para karyawan rentang usia 21-

35 tahun sebagian besar (60%) merasa puas untuk aspek co-workers. Sebaliknya, peneliti

menemukan bahwa sebagian besar (75%) karyawan rentang usia 36-60 tahun merasa tidak

puas untuk aspek co-workers.


69

Berdasarkan tabel lampiran 1.1., peneliti menemukan bahwa responden lakilaki memiliki

kepuasan untuk aspek pay sebanyak 42.%, sementara tidak puas sebanyak 57.8%.

Sementara, untuk responden perempuan, sebanyak 33.3% memiliki kepuasan untuk aspek

pay, sementara sebanyak 66.7% merasa tidakk puas untuk aspek Pay. Dengan demikian,

responden laki-laki lebih banyak merasakan kepuasan, sementara perempuan merasakan

ketidakpuasan untuk aspek Pay.

Untuk aspek Work Itself, peneliti menemukan bahwa responden lakilaki memiliki kepuasan

untuk aspek Work Itself sebanyak 46.7.%, sementara tidak puas sebanyak 53.3%. Sementara,

untuk responden perempuan, sebanyak 33.3% memiliki kepuasan untuk aspek Work Itself,

sementara sebanyak 66.7% merasa tidak puas untuk aspek Work Itself. Dengan demikian,

baik responden laki-laki maupun perempuan merasakan ketidakpuasan untuk aspek Work

Itself.

Untuk aspek promotion opportunity, peneliti menemukan bahwa responden laki-laki memiliki

kepuasan untuk aspek promotion opportunity sebanyak 42.2%, sementara tidak puas

sebanyak 57.8%. Sementara, untuk responden perempuan, sebanyak 33.3% memiliki

kepuasan untuk aspek promotion opportunity, sementara sebanyak 66.7% merasa tidak puas

untuk aspek promotion opportunity. Dengan demikian, baik responden laki-laki maupun

perempuan merasakan ketidakpuasan untuk aspek promotion opportunity.

Untuk aspek supervisor, peneliti menemukan bahwa responden laki-laki memiliki kepuasan

untuk aspek supervisor sebanyak 35.6.%, sementara tidak puas sebanyak 64.4%. Sementara,

untuk responden perempuan, sebanyak 33.3% memiliki kepuasan untuk aspek supervisor,

sementara sebanyak 66.7% merasa tidak puas untuk aspek supervisor. Dengan demikian,

baik responden laki-laki maupun perempuan merasakan ketidakpuasan untuk aspek

supervisor.
70

Untuk aspek working condition, peneliti menemukan bahwa responden laki-laki memiliki

kepuasan untuk aspek working condition sebanyak 48.9%, sementara tidak puas sebanyak

51.1%. Sementara, untuk responden perempuan, sebanyak 33.3% memiliki keidakpuasan

untuk aspek working condition, sementara sebanyak 66.7% merasa puas untuk aspek working

condition. Dengan demikian, responden perempuan lebih banyak merasakan kepuasan untuk

aspek working condition.

Untuk aspek job safety, peneliti menemukan bahwa responden laki-laki memiliki kepuasan

untuk aspek job safety sebanyak 53.3.%, sementara tidak puas sebanyak 46.7%. Sementara,

untuk responden perempuan, sebanyak 33.3% memiliki kepuasan untuk aspek job safety,

sementara sebanyak 66.7% merasa tidak puas untuk aspek job safety. Dengan demikian,

maka responden laki-laki lebih banyak merasakan kepuasan untuk aspek job safety.

Untuk aspek coworkers, peneliti menemukan bahwa responden laki-laki memiliki

kepuasan untuk aspek coworkers sebanyak 55.6.%, sementara tidak puas sebanyak 44.4%.

Sementara, untuk responden perempuan, sebanyak 33.3% memiliki kepuasan untuk aspek

coworkers, sementara sebanyak 66.7% merasa tidak puas untuk aspek coworkers. Dengan

demikian, para responden laki-laki lebih banyak menghayati kepuasan untuk aspek

Coworkers

Berdasarkan tabel lampiran 1.2., peneliti menemukan bahwa responden berusia 21-35 tahun

memiliki kepuasan untuk aspek pay sebanyak 40%, sementara tidak puas sebanyak 60%.

Sementara, untuk responden berusia 36-60 tahun, sebanyak 50% memiliki kepuasan untuk

aspek pay, sementara sebanyak 50% merasa tidakk puas untuk aspek Pay. Dengan demikian,

responden berusia 21-35 tahun lebih banyak merasakan ketidakpuasan untuk aspek Pay.

Untuk aspek Work Itself, peneliti menemukan bahwa responden berusia 21-35 tahun

memiliki kepuasan untuk aspek Work Itself sebanyak 50%, sementara tidak puas sebanyak
71

50%. Sementara, untuk responden berusia 36-60 tahun, sebanyak 37.5% memiliki kepuasan

untuk aspek Work Itself, sementara sebanyak 62.5% merasa tidak puas untuk aspek Work

Itself. Dengan demikian, baik responden berusia 21-35 tahun maupun berusia 36-60 tahun

merasakan ketidakpuasan untuk aspek Work Itself.

Untuk aspek promotion opportunity, peneliti menemukan bahwa responden berusia 21-35

tahun memiliki kepuasan untuk aspek promotion opportunity sebanyak 37.5%, sementara

tidak puas sebanyak 62.5%. Sementara, untuk responden berusia 36-60 tahun, sebanyak

25% memiliki kepuasan untuk aspek promotion opportunity, sementara sebanyak 75% tidak

puas untuk aspek promotion opportunity.

Untuk aspek supervisor, peneliti menemukan bahwa responden berusia 21-35 tahun memiliki

kepuasan untuk aspek supervisor sebanyak 35.6.%, sementara tidak puas sebanyak 64.4%.

Sementara, untuk responden berusia 36-60 tahun, sebanyak 25% memiliki kepuasan untuk

aspek supervisor, sementara sebanyak 75% merasa tidak puas untuk aspek supervisor.

Dengan demikian, baik responden berusia 21-35 tahun maupun berusia 36-60 tahun

merasakan ketidakpuasan untuk aspek supervisor.

Untuk aspek working condition, peneliti menemukan bahwa responden berusia 21-35 tahun

memiliki kepuasan untuk aspek working condition sebanyak 55%, sementara tidak puas

sebanyak 45%. Sementara, untuk responden berusia 36-60 tahun, sebanyak 50% memiliki

kepuasan untuk aspek working condition, sementara sebanyak 50% merasa tidak puas untuk

aspek working condition. Dengan demikian, baik responden berusia 21-35 tahun maupun

berusia 36-60 tahun merasakan ketidakpuasan untuk aspek working condition.

Untuk aspek job safety, peneliti menemukan bahwa responden berusia 21-35 tahun memiliki

kepuasan untuk aspek job safety sebanyak 52.5.%, sementara tidak puas sebanyak 47.5%.

Sementara, untuk responden berusia 36-60 tahun, sebanyak 50% memiliki kepuasan untuk
72

aspek job safety, sementara sebanyak 50% merasa tidak puas untuk aspek job safety. Dengan

demikian, maka responden berusia 21-35 tahun lebih banyak merasakan kepuasan untuk

aspek job safety.

Untuk aspek coworkers, peneliti menemukan bahwa responden berusia 21-35 tahun

memiliki kepuasan untuk aspek coworkers sebanyak 60%, sementara tidak puas sebanyak

40%. Sementara, untuk responden berusia 36-60 tahun, sebanyak 25% memiliki kepuasan

untuk aspek coworkers, sementara sebanyak 75% merasa tidak puas untuk aspek coworkers.

Dengan demikian, para responden berusia 21-35 tahun lebih banyak menghayati kepuasan

untuk aspek Coworkers

Pada data penunjang Pendidikan, peneliti menemukan bahwa para karyawan dengan

pendidikan SMA/sederajat memiliki kecenderungan untuk menghayati tidak puas pada aspek

pay sebanyak 75%, ketidakpuasan pada aspek work itself sebanyak 62.5%, ketidakpuasan

pada Promotional Opportunity sebanyak 50%, dan job safety sebanyak 62.5%. Mereka

mengalam kepuasan pada aspek Supervison (62.5%) dan Working Condition (62.5%).

Sementara, karyawan SMK/sederajat memiliki kepuasan pada aspek Work Safety (58.3%) dan

Co-workers (58.35). Pada karyawan dengan pendidikan Diploma, memiliki kecenderungan

untuk memiliki kepusan pada Promotion Opportunity (64.3%), working condition (57.1%),

dan Job Safety (57.1%). Pada responden S1, para responden merasakan ketidakpuasan pada

seluruh aspek, kecuali Work Itself, yaitu sebanyak 71.4%

Pada krostabulasi antara status pernikahan dengan aspek-aspek kepuasan kerja,

peneliti menemukan bahwa para karyawan yang belum menikah hanya merasa puas pada

aspek Job Safety, sebanyak 57.1%, dan merasa tidak puas untuk aspek pay (57,1), Work

itself(71.4), Promotional Opportunity (71.4), Supervisor (57.1%), Woring Condition (57.1%),

dan Coworkers (57.1%). Sdangkan, karyawan yang sudah menikah, menghayati kepuasan
73

pada aspek Work itself (51.3%), Coworkers (56.4%), dan aspek Job Safety (51.3%),

sedangkan tidak puas untuk aspek pay (59%), Promotion Opportunity (51.3%), Supevisor

(66.7%), dan Coworkers. Seluruh (100%) karyawan dengan status janda/duda memiliki

kepuasan pada aspek Working Condition, dan tidak puas untuk seluruh aspek lain.

Pada karyawan dengan rentang kerja 1-5 tahun, peneliti menemukan bahwa mereka

puas pada aspek Work itself sebanyak 51.5%, Job safety sebanyak 57.6%, dan coworkers

sebanyak 7.7%, dan tidak menunjukkan kepuasan pada aspek lain. Sedangkan, pada

karyawan dengan rentang masa kerja 5-10 tahun, peneliti menemukan bahwa mereka

memiliki kepuasan pada aspek Pay sebanyak 53.8%, aspek supervison sebanyak 53.8%, dan

pada aspek Job Security, dan menghayati ketdakpuasan pada aspek-aspek lainnya. Pada

rentang masa kerja terakhir, yaitu lebih besar dari 10 tahun, peneliti menemukan bahwa para

karyawan memiliki kepuasan pada aspek Pay (100%) dan promotional ppportunity (100%),

dan berimbang untuk aspek-aspek lain.

You might also like