You are on page 1of 22

Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan mobilitas fisik

OLEH:

Oleh:

Made Andi Nataningrat


14.321.2036

Program Studi S1 Keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


WIRA MEDIKA PPNI BALI
2015

1
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian
bagi seseorang (Ansari, 2011).
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan
dengan bebas (Kosier, 1989 cit Ida 2009)
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit
khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan
perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi
gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera
mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu
yangmengalami atau beresiko mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia,
individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau
lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik
(kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda),
penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer
(Potter, 2005).
Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan
tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko utama pada munculnya
luka dekubitus baik di rumah sakit maupun di komunitas. Kondisi ini dapat
meningkatkan waktu penekanan pada jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan
selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus. Imobilisasi disamping mempengaruhi
kulit secara langsung, juga mempengaruhi beberapa organ tubuh. Misalnya pada
system kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system respirasi, menurunkan
pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara (ekspansi paru) dan berakibat
pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh Lindgren et al, 2004)

2
2. Etiologi
a. Pengaruh fisiologi
1. Perubahan metabolisme
Etiologi : imobilisasi mengganggu fungsi metabolik normal, antara lain laju
metabolik; metabolik karbohidrat, lemak dan protein; ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan.
2. Perubahan sistem respiratori
Etiologi: klien pasca operasi dan imobilisasi beresiko tinggi mengalami
komplikasi paru-paru.
3. Perubahan sistem kardiovaskuler
Ada tiga perubahan utama, yaitu :
Hipotensi ortostatik
Adalah penurunan tekanan darah , terjadi penurunan sirkulasi volume
cairan, pengumpulan darah pada ekstremitas bawah, dan penurunan respon
otonom.
Beban kerja jantung
Jika beban jantung meningkat maka komsusi oksigen juga meningkat. Jika
imobilisasi meningkat maka curah jantung menurun, penuruna efisiensi
jantung yang lebih lanjut dan meningkat beban kerja.
Trombus
Adalah akumulasi trombosit, fibrin, faktor-faktor pembekuan darah, dan
elemen sel-sel darah yang menempel pada dingding bagian anterior vena
atau arteri, kad ang-kadang menutup lumen darah.
4. Perubahan sistem muskuloskeletal
Etiologi: pengaruh imobilisasi pada sistem muskuloskeletal meliputi gangguan
mobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien
melalui kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, dan gangguan
metabolisme kalsium dan gangguan mobilisasi sendi
Pengaruh otot
Akibat pemecahan protein, klien mengalami kehilangan masa tubuh, yang
membentuk sebagian otot.
Pengaruh skelet
Imobilisasi menyebabkan perubahan terhadap skelet:gangguan
metabolisme kalsium dan kelainan sendi.
5. Perubahan sistem integumen
Etiologi: dekubitus adalah salah satu penyakit iatrogenik paling umum dalam
perawatan kesehatan dimana perpengaruh terhadap populasi klien khusus
lansia dan imobilisasi.
6. Perubahan eliminasi urine
Etiologi: eliminasi urine klien berubah oleh adanya imobilisasi akibat
kontraksi peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gaya gravitasi,
pelvis, ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk ke dalam ureter. Kondisi ini
disebut status urine dan meningkatkan resiko infeksi saluran perkemihan dan
butu ginjal.

3
b. Pengaruh psikososial
Etiologi: imobilisasi menyebabkan respon emosional, intelektual, sensori, dan
sosiokultural. Perubahan status emosional biasa terjadi bertahap. Bagaimanapun
lansia lebih rentan terhadap perubahan-perubahan tersebut. Perubahan emosional
paling umum adalah depresi, perubahan perilaku, perubahan siklus tidur, bangun,
dan gangguan koping.

3. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja
sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada
kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan
kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian
energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan
isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau
penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian
dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan
otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot
dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh
dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal
adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek,
pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pembentukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:

4
a. Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan
stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi
vertebra.
b. Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan
menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago
terdapat pada tulang yang mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi,
kostosternal antara sternum dan iga.
c. Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang
disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan
dapat diregangkan, dapat bergerak dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang
tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula) .
d. Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan
secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago
artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi
putar seperti sendi pangkal paha (hip) dan sendi engsel seperti sendi interfalang
pada jari.
e. Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel
mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago.
Ligamen itu elastis dan membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi
protektif. Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan ligamentum
flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang belakang) saat punggung
bergerak.
f. Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis,
serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi, misalnya tendon
akhiles/kalkaneus.
g. Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai
vaskuler, terutama berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.
Bayi mempunyai sejumlah besar kartilago temporer. Kartilago permanen tidak
mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
h. Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer
utama, berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.
i. Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh
tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh

5
secara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi
untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada
penekanan pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor
tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.

6
4. Pathway(terlampir)

7
5. Tanda dan Gejala

a. Perubahan Metabolisme. Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme


secara normal, mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan
metabolisme dalam tubuh.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit. Terjadinya ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan
protein menurun dan konsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat
mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari
intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga terjadi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi. Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan
oleh menurunnya pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan
zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa melaksanakan aktivitas
metabolisme,
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal. Imobilitas dapat menyebabkan gangguan
fungsi gastrointestinal, karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang
dicerna dan dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan. Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan
sistem pernapasan. Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru
menurun, dan terjadinya lemah otot,
f. Perubahan Kardiovaskular. Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas,
yaitu berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya
pembentukan trombus.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal. Gangguan Muskular : menurunnya massa otot
sebagai dampak imobilitas dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara
langsung.- Gangguan Skeletal : adanya imobilitas juga dapat menyebabkan
gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi dan
osteoporosis.
h. Perubahan Sistem Integumen Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa
penurunan elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
i. Perubahan Eliminasi Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan
jumlah urine.
j. Perubahan Perilaku Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain
timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.

6. Klasifikasi
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan
imobilitas antara lain :
a. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang
disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
b. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak
c. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau
kehilangan seseorang yang dicintai
d. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang
sering terjadi akibat penyakit.(Mubarak, 2008).

8
Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan
kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang
diperlukan (Carpenito, 2000).

7. Komplikasi

a. Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam
tubuh. Immobilisasi menggangu fungsi metabolic normal antara lain laju
metabolic: metabolisme karbohidarat, lemak, dan protein, keseimbangan cairan
dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium, dan gangguan pencernaan. Keberdaaan
infeksius padaklien immobilisasi meningkatkan BMR karena adanya demam dan
penyembuhanluka yang membutuhkan peningkatan kebutuhan oksgen selular.
Gangguan metabolic yang mungkin terjadi :
1) Defisensi kalori dan proterin merupakan karakteristik klien
yangmengalamianoreksia sekunder akibat mobilisasi. Immobilisasi menyebabkan
asam aminotidak digunakan dan akan diekskresikan. Pemcahan asasm amino akan
terusterjadi dan menghasilkan nitrogen sehingga akumulasinya kan
menyebbakankeseimbangan nitrogen negative , kehilangan berat badan , penurnan
massaotot, dan kelemahan akibat katabolisme jarinagn. Kehilangan masa
otottertutama pada hati,jantung,paru-paru, saluran pencernaan, dan imunitas.
2) Ekskresi kalssium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi tulang. Hal initerjadi
karena immobilisasi menyebabkan kerja ginjal yang menyebabkanhiperkalsemia.
3) Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia) Imobilisasi akan mempengaruhi system
metabolik dan endokrin yang akibatnya akan terjadi perubahan terhadap
metabolisme zat gizi. Salah satu yang terjadi adalah perubahan
metabolisme protein. Kadar plasma kortisol lebih tinggi pada usia lanjut yang
imobilisasi sehingga menyebabkan metabolisme menjadi katabolisme. Keadaan
tidak beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari akan meningkatkan
ekskresinitrogen urin sehingga terjadi hipoproteinemia.

9
4) Gannguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan motilitas usus. Konstipasi
sebagai gejala umum , diare karena feces yang cair melewati bagian tejpit dan
menyebabkan masalah serius berupa obstruksi usus mekanik bila tidak ditangani
karena adanya distensi dan peningkatan intraluminal yang akan semakin parah
bila terjadi dehidrasi, terhentinya basorbsi, gannguan cairan dan elektrolit.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas
akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsenstrasi protein serum
berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya
perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema,
sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein
dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel
menurun, dan tidak bisa melaksanakan aktivitas metabolisme,
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal, karena imobilitas
dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat menyebabkan gangguan
proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat imobilitas,
kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot,
f. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa hipotensi ortostatik,
meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas, dapat
menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.
Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal,
misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis.
h. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena
menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
i. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.
j. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa bermusuhan,
bingung, cemas, dan sebagainya.

10
8. Manifestasi Klinis
a. Kelainan postur
b. Gangguan perkembangan otot
c. Kerusakan system saraf pusat
d. Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
e. Kekakuan otot

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
1) Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan
pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.

2) Mengkaji tulang belakang


Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
3) Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan
adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
4) Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-
masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi,
nyeri otot.
5) Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah penyakit lower motor
neuron, cara berjalan bergetar penyakit Parkinson).
6) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer

11
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin
dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji
denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
7) Mengkaji fungsional klien
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
2) CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang
yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera
ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3) MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan
jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
4) Pemeriksaan Laboratorium:
Hb pada trauma, Ca pada imobilisasi lama, Alkali Fospat , kreatinin dan
SGOT pada kerusakan otot.

10. Penatalaksanaan
a. Terapi
a. Penatalaksana Umum

a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan


pramuwerdha.
b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah
ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
sendiri, semampu pasien.
c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang
diperlukan untuk mencapai target terapi.
d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi
penyetara lainnya.
e) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau
dihentkan bila memungkinkan.

12
f) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung
serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis
terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif,
aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik,
isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi
terbatas.
h) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri
dan ambulasi.
i) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
b. Tatalaksana Khusus
a) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
b) Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
c) Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter
spesialis yang kompeten.
d) Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasienpasien yang
mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk
mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen.

b. Penatalaksanaan lain yaitu:


1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan
untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-
posisi tersebut, yaitu :
a) Posisi fowler (setengah duduk)
b) Posisi litotomi
c) Posisi dorsal recumbent
d) Posisi supinasi (terlentang)
e) Posisi pronasi (tengkurap)
f) Posisi lateral (miring)
g) Posisi sim
h) Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
2) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.. Tindakan ini bisa
dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat
tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.

13
3) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih
kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan
fungsi kardiovaskular.
4) Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot
dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik
(dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif,
sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan
meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.
5) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk
mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu :
a) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
b) Fleksi dan ekstensi siku
c) Pronasi dan supinasi lengan bawah
d) Pronasi fleksi bahu
e) Abduksi dan adduksi
f) Rotasi bahu
g) Fleksi dan ekstensi jari-jari
h) Infersi dan efersi kaki
i) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
j) Fleksi dan ekstensi lutut
k) Rotasi pangkal paha
l) Abduksi dan adduksi pangkal paha
6) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak
terjadinya imobilitas.
7) Melakukan Postural Drainase
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru
dengan menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri. Postural
drainase dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas
tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis,
sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada penderita dengan produksi
sputum yang banyak, postural drainase lebih efektif bila diikuti dengan perkusi
dan vibrasi dada.
8) Melakukan komunikasi terapeutik

14
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan cara
berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk mengekspresikan
kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan lain-lain.

B. Konsep Asuhan Keperawatan.


1. Pengkajian

a. Aspek biologis
1) Usia.
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait
dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah
postur tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan individu.
2) Riwayat keperawatan.
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas,
jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.
3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan
dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.
b. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons
psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya,
mekanisme koping yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas
dan lain-lain.
c. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi
dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap
kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran
diri baik dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang
dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah
klien menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien
dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).
e. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah
penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan
kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk
memantau perubahan dan keefektifan intervensi.

15
f. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau
meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk
diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda
tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif.
Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak
seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat,
tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop
g. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan
pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut
jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan
gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
h. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi.
Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak
teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang
dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan
i. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik
berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas
kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk
pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada
abdomen bagian bawah
j. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen
bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna,
anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
k. Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam
rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak
adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah
dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap
mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang
tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan
yang potensial dapat meningkatakan mobilitas

16
2. Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kerusakan sensori persepsi.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan Kerusakan neurovaskuler (Tarwoto &
Wartonah, 2003)

3. Rencana Tindakan Keperawatan

a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum


No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
Keperawatan ( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Intoleransi Setelah dilakukan Asuhan Managemen Energi
aktivitas keperawatan selama 3 x 24 -Tentukan penyebab keletihan:
berhubungan jam : :nyeri, aktifitas, perawatan ,
dengan Kelemahan - Klien mampu pengobatan
umum mengidentifikasi aktifitas -Kaji respon emosi, sosial dan
dan situasi yang spiritual terhadap aktifitas.
menimbulkan kecemasan
yang berkonstribusi pada - Evaluasi motivasi dan
intoleransi aktifitas. keinginan klien untuk
meningkatkan aktifitas.
- Klien mampu berpartisipasi
dalam aktifitas fisik tanpa - Monitor respon kardiorespirasi
disertai peningkatan TD, terhadap aktifitas : takikardi,
N, RR dan perubahan disritmia, dispnea, diaforesis,
ECG pucat.
- Klien mengungkapkan - Monitor asupan nutrisi untuk
secara verbal, memastikan ke adekuatan
pemahaman tentang sumber energi.
kebutuhan oksigen, -Monitor respon terhadap
pengobatan dan atau alat pemberian oksigen : nadi,
yang dapat meningkatkan irama jantung, frekuensi
toleransi terhadap Respirasi terhadap aktifitas
aktifitas. perawatan diri.
-Klien mampu berpartisipasi - Letakkan benda-benda yang
dalam perawatan diri sering digunakan pada
tanpa bantuan atau tempat yang mudah
dengan bantuan minimal dijangkau
tanpa menunjukkan
- Kelola energi pada klien
kelelahan
dengan pemenuhan
kebutuhan makanan, cairan,
kenyamanan / digendong
untuk mencegah tangisan
yang menurunkan energi.
- Kaji pola istirahat klien dan
adanya faktor yang

17
menyebabkan kelelahan.
Terapi Aktivitas
- Bantu klien melakukan
ambulasi yang dapat
ditoleransi.
-Rencanakan jadwal antara
aktifitas dan istirahat.
- Bantu dengan aktifitas fisik
teratur : misal: ambulasi,
berubah posisi, perawatan
personal, sesuai kebutuhan.
- Minimalkan anxietas dan stress,
dan berikan istirahat yang
adekuat
- Kolaborasi dengan medis untuk
pemberian terapi, sesuai
indikasi

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan : Kerusakan sensori persepsi.


No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
Keperawatan ( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Gangguan Setelah dilakukan asuhan Latihan Kekuatan
mobilitas fisik keperawatan selama ...x 24 - Ajarkan dan berikan
berhubungan jam klien menunjukkan: dorongan pada klien
dengan : -Mampu mandiri total untuk melakukan
Kerusakan sensori program latihan secara
persepsi. rutin
Latihan untuk ambulasi
- Membutuhkan alat bantu
- Ajarkan teknik Ambulasi
& perpindahan yang
aman kepada klien dan
keluarga.
-Membutuhkan bantuan
orang lain - Sediakan alat bantu untuk
klien seperti kruk, kursi
-Membutuhkan bantuan
roda, dan walker
orang lain dan alat
-Beri penguatan positif
untuk berlatih mandiri
dalam batasan yang
aman.
Latihan mobilisasi
dengan kursi roda
- Penampilan posisi tubuh
yang benar
- Ajarkan pada klien &

18
keluargatentang cara
pemakaian kursi roda &
cara berpindah dari kursi
- Pergerakan sendi dan otot roda ke tempat tidur atau
sebaliknya.
-Dorong klien melakukan
latihan untuk
- Melakukan perpindahan/
memperkuat anggota
ambulasi : miring kanan-
tubuh
kiri, berjalan, kursi roda
- Ajarkan pada klien/
keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda

c. Defisit perawatan diri berhubungan denganKerusakan neurovaskuler


No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
Keperawatan ( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Defisit perawatan Setelah dilakukan asuhan Bantuan Perawatan Diri:
diri berhubungan keperawatan selama... x24 Mandi, higiene mulut,
dengan :Kerusakan jm penil/vulva, rambut, kulit
neurovaskuler Klien mampu :
-Melakukan ADL mandiri : -Kaji kebersihan kulit, kuku,
mandi, hygiene mulut rambut, gigi, mulut, perineal,
,kuku, penis/vulva, anus
rambut, berpakaian,
toileting, makan-
minum, ambulasi
-Mandi sendiri atau dengan
bantuan tanpa -Bantu klien untuk mandi,
kecemasan tawarkan pemakaian lotion,
perawatan kuku, rambut, gigi
dan mulut, perineal dan anus,
- Terbebas dari bau badan sesuai kondisi
dan mempertahankan - Anjurkan klien dan
kulit utuh keluargauntuk melakukan
oral hygiene sesudah makan
dan bila perlu
-Mempertahankan
kebersihan area
perineal dan anus -Kolaborasi dgn Tim Medis /
dokter gigi bila ada lesi,
iritasi, kekeringan mukosa
mulut, dan gangguan
integritas kulit.
- Berpakaian dan Bantuan perawatan diri :
melepaskan pakaian berpakaian
sendiri -Kaji dan dukung kemampuan

19
klien untuk berpakaian
sendiri
- Ganti pakaian klien setelah
personal hygiene, dan
pakaikan pada ektremitas
yang sakit/ terbatas terlebih
dahulu, Gunakan pakaian

- Makan dan minum


sendiri, meminta
bantuan bila perlu Bantuan perawatan diri :
Makan-minum
-Kaji kemampuan klien untuk
makan : mengunyah dan
menelan makanan
-Fasilitasi alat bantu yg mudah
digunakan klien
-Mengosongkan kandung - Dampingi dan dorong keluarga
kemih dan bowel untuk membantu klien saat
makan
Bantuan Perawatan Diri:
Toileting
- Kaji kemampuan toileting:
defisit sensorik
(inkontinensia),kognitif(men
ahan untuk toileting), fisik
(kelemahan fungsi/ aktivitas)
-Ciptakan lingkungan yang
aman(tersedia pegangan
dinding/ bel), nyaman dan
jaga privasi selama toileting
-Sediakan alat bantu (pispot,
urinal) di tempat yang mudah
dijangkau
- Ajarkan pada klien dan
keluarga untuk melakukan
toileting secara teratur

4. Implementasi
Dilakukan sesuai intervensi
5. Evaluasi

a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum

20
Klien mampu mengidentifikasi aktifitas dan situasi yang menimbulkan
kecemasan yang berkonstribusi pada intoleransi aktifitas.
Klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan
TD, N, RR dan perubahan ECG \
Klien mengungkapkan secara verbal, pemahaman tentang kebutuhan oksigen,
pengobatan dan atau alat yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktifitas.
Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri tanpa bantuan atau dengan
bantuan minimal tanpa menunjukkan kelelahan

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan : Kerusakan sensori persepsi.


Mampu mandiri total
Membutuhkan alat bantu
Membutuhkan bantuan orang lain
Membutuhkan bantuan orang lain dan alat
Penampilan posisi tubuh yang benar
Pergerakan sendi dan otot
Melakukan perpindahan/ ambulasi : miring kanan-kiri, berjalan, kursi roda

c. Defisit perawatan diri berhubungan denganKerusakan neurovaskuler


Klien mampu :
Melakukan ADL mandiri : mandi, hygiene mulut ,kuku, penis/vulva, rambut,
berpakaian, toileting, makan-minum, ambulasi
Mandi sendiri atau dengan bantuan tanpa kecemasan
Terbebas dari bau badan dan mempertahankan kulit utuh
Mempertahankan kebersihan area perineal dan anus
Berpakaian dan melepaskan pakaian sendiri
Makan dan minum sendiri, meminta bantuan bila perlu
Mengosongkan kandung kemih dan bowel

DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Alimul (2005), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta : Salemba Medika.
Brunner, L dan Suddarth, D. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah
(H.Kencana,A.Hartono, M. Ester, Y.Asih, Terjemah). (Ed.8) Vol 1. Jakarta : EGC
Dangoes, E, Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Editor Ester
Monika,Yasmin. Jakarta : EGC
Mubarak, Wahit Iqbal. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori Dan. Aplikasi
Dalam Praktik. Jakarta : EGC
Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika

21
Pearce, C. Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic. Jakarta : PT.Gramedia
Pustaka Utama.
Potter, P.A dan Perry,A,G. (2005). Buku Ajar Fundalmental Keperawatan Konsep, Proses
dan Praktik. Edisi 4 Volume 1. Jakarta : EGC.
Susan J. Garrison, (2004), Dasar-dasar Terapi dan Latihan Fisik.Jakarta : EGC
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan. Jakarta
Salemba Medika.
Tarwoto dan Wartonah, 2004. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi
Pertama. Jakarta : Salemba Medika.

22

You might also like