Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tidur
2.1.1. Pengertian Tidur
Tidur merupakan periode untuk tubuh dan pikiran, yang selama masa ini
kemauan dan kesadaran ditangguhkan sebagian atau seluruhnya, dan fungsi-
fungsi tubuh sebagian dihentika. Tidur juga didefenisikan sebagai status tingkah
laku yang ditandai dengan posisi tidak bergerak yang khas dan sensitivitas
reversibel yang menurun, tapi siaga terhadap rangsangan dari luar5.
Tidur didefenisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana orang
tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau rangsang
lainnya. Tidur harus dibedakan dengan koma, dimana koma merupakan keadaan
bawah sadar yang tidak dapat dibangunkan6.
3
meningkat pada jam 9 malam, terus meningkat sepanjang malam dan menghilang
pada jam 9 pagi (Gambar 1).
12 jam
9 pagi 9 malam
4
Gambar 2. Elektroensefalografi stadium tidur
Tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung 5-20 menit, rata-rata
timbul setiap 90 menit dengan periode pertama terjadi 80-100 menit setelah
seseorang tertidur 6.
Terdapat beberapa hal yang penting dalam tidur REM
1. Tidur REM biasanya berhubungan dengan mimpi yang aktif.
2. Pada tahap tidur REM biasanya orang lebih sukar dibangunkan daripada
waktu non REM walaupun telah diberikan rangsangan sensorik, dan
ternyata orang-orang terbangun di pagi hari sewaktu episode tidur REM
dan bukan pada waktu non REM.
3. Tonus otot di seluruh tubuh sangat berkurang dan ini menunjukkan adanya
hambatan yang kuat pada serat-serat proyeksi spinal dari area eksitatorik
batang otak.
4. Frekuensi denyut jantung dan pernafasan menjadi ireguler dan ini
merupakan sifat dari keadaan tidur dengan mimpi.
5. Walaupun ada hambatan yang sangat kuat pada otot-otot perifer, masih
timbul juga beberapa gerakan otot yang tidak teratur.Keadaan ini
khususnya mencakup pergerakan cepat dari mata
6. Pada tidur REM, otak menjadi sangat aktif, dan metabolisme di seluruh
otak meningkat sebanyak 20%. Juga pada elektoensefalogram (EEG)
terlihat pola gelombang yang serupa dengan yang terjadi selama keadaan
siaga. Tidur tipe ini disebut juga tidur paradoksikal karena hal ini bersifat
5
paradoks, yaitu seseorang tetap dapat tertidur walaupun aktivitas otaknya
nyata.
Non Rapid Eye Movement merupakan keadaan aktif yang terjadi melalui
osilasi antara talamus dan korteks. Tiga sistem utama osilasi adalah kumparan
tidur, delta osilasi, dan osilasi kortikal lambat. Kumparan tidur merupakan sebuah
ciri tahap tidur NREM yang dihasilkan dari hiperpolarisasi neuron GABAnergic
dalam nukleus retikulotalamus. Hiperpolarisasi ini menghambat proyeksi neuron
kortikotalamus. Sebagai penyebaran diferensiasi proyeksi kortikotalamus akan
kembali ke sinkronisasi talamus. Gelombang delta dihasilkan oleh interaksi dari
retikulotalamus dan sumber piramidokortikal sedangkan osilasi kortikal lambat
dihasilkan di jaringan neokorteks oleh siklus hiperpolarisasi dan depolarisasi7.
Status tidur primer dapat dilihat di (Tabel 1)
Stadium 1 : saat transisi antara bangun penuh dan tidur sakitar 30 detik
sampai 7 menit dengan karateristik gelombang low-voltage
pada pemeriksaan elektroensefalografi
Stadium 2 : juga ditandai dengan gelombang otak low-voltage pada
EEG. Perbedaan dengan stadium 1 adalah adanya
gelombang high-voltage yang disebut sleep spindles dan
K complexes.
Stadium 3&4 : sering disebut tidur yang dalam atau delta sleep. EEG
menunjukkan gelombang yang lambat dengan amplitudo
tinggi
REM ditandai oleh periode autonom yang bervariasi, seperti pertumbuhan detak
jantung, tekanan darah, laju pernafasan, dan berkeringat. Pada saat inilah mimpi
saat tidur terjadi.
Dua puluh lima persen waktu tidur dihabiskan pada status REM dan tujuh
puluh lima persen pada status non REM. Pada orang muda yang sehat waktu tidur
yang dibutuhkan dari stadium 1 sampai dengan 3 hanya 45 menit. Stadium 4
berlangsung sekitar 70-120 menit, berulang sampai 6 kali sebelum terbangun.
Pada pola tidur yang normal terdapat kecenderungan perpindahan stadium dari
6
tidur yang dalam menuju yang ringan. Empat jam pertama tidur terdiri atas
pengulangan status non REM dan kebanyakan pada stadium 3 dan 4 sedangkan 4
jam kedua lebih banyak terjadi pengulangan pada stadium 1 dan 2 serta status
REM7.
7
2.2. Klasifikasi Gangguan Tidur
Secara internasional klasifikasi klasik gangguan tidur mengacu pada 3
sistem diagnostik yaitu ICD (International Code of Diagnostic) 10, DSM
(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) IV dan ICSD
(international Classificasion of Sleep Disorders).
Menurut ICSD 10, gangguan tidur dibagi menjadi 2 yaitu organik dan non
organik. Untuk non organik dibagi lagi menjadi 2 kategori yaitu dissomnia dan
parasomnia. Dissomnia dibagi menjadi 2 yaitu insomnia dan hipersomnia. Dalam
ICSD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer maupun insomnia sekunder
akibat penyakit ataupun akibat penyakit / kondisi abnormal lain. Insomnia disini
adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan sudah
menyebabkan gangguan fungsi dan sosial (Feldman S, 2000).
Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu :
1. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain
2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum
3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh badan-badan / keadaan tertentu
4. Gangguan tidur primer (disini gangguan tidur tidak berhubungan sama
sekali dengan kondisi mental, fisik / penyakit ataupun obat-obatan).
Gangguan tidur primer disini pengertiannya mirip dengan insomnia non
organik pada ICD 10 yaitu gangguan tidur sudah menetap dan diderita lebih dari 1
bulan. Dalam ICSD klasifikasi gangguan tidur lebih lengkap dan rinci, dibagi
dalam 12 sub tipe dan lebih dari 50 tipe sindrom insomnia dan untuk diagnosis
nya diperlukan berbagai pemeriksaan penunjang laboratorium tidur, klinik dan
radiologi seperti CT scan, PET, serta EEG (Feldman S, 2000).
American Academy of Sleep (2005) mengenalkan klasifikasi ICSD versi 2
yang merupakan manual diagnosis dan koding.
Kategori yang digunakan dalam insomnia dalam ICSD 2 meliputi :
1. Insomnia (insomnias)
2. Gangguan tidur yang berkaitan dengan nafas (Sleep-Related Breathing
Disorders)
8
3. Hypersomnia bukan karena gangguan tidur berkaitan dengan nafas
(Hypersomnia Not Due to a Sleep-Related Breathing Disorders)
4. Gangguan irama sirkandian tidur (Circandian Rhythm Sleep Disorders)
5. Parasomnia (parasomnias)
6. Gangguan tidur yang berkaitan dengan gerakan (Sleep-Related Movement
Disorders)
7. Gejala-gejala terisolasi, tampak sebagai variasi normal, issu yang tak
terselesaikan (Isolated Symptoms, Apparently NormalVariants, and
Unresolved Issues)
8. Gangguan tidur lainnya (Other Sleep Disorders)
2.3 Insomnia
2.3.1. Pengertian Insomnia
Insomnia in" (no) and "somnus" (sleep) karakteristik penyakit ini adalah
tidak bisa tidur atau tidur dengan waktu yang sebentar. Menurut DSM-IV,
Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan untuk memulai atau
mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu
bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi
individu. The International Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia
sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3
malam/minggu selama minimal satu bulan. Insomnia adalah kesulitan tidur yang
terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur
tersebut8. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan
berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk
melakukannya. Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala
yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan
pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi
dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.
Keluhan umum yang juga sering dijumpai pada lansia berupa kesulitan
masuk tidur (sleep onset problem),kesulitan mempertahankan tidur nyenyak (deep
maintance problem), dan bangun terlalu pagi (early morning aweakening / EMA).
9
Gejala dan tanda yang sering muncul berupa kombinasi dari ketiga gangguan
tersebut dan dapat muncul sementara atau kronik (Tabel 2). Pada penelitian yang
dilakukan di labolatorium, seorang lansia mempunyai durasi yang lebih pendek
pada tidur delta (stadium 3 dan 4, durasi yang lebih panjang pada stadium 1 dan 2)
dan meningkatnya frekuensi terbangun di malam hari atau meningkatnya
fragmentasi tidur karena seringnya terbangun7.
10
2.3.3. Tanda dan Gejala Insomnia 9,10
11
mengalami insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala
tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker,
gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease
(GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.
Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh
atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama
sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak
sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu
tubuh.
'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika rasa khawatir berlebihan
tentang tidak bisa tidur dengan baik muncul dan berusaha terlalu keras
untuk jatuh tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik
ketika mereka berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika
mereka tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV
atau membaca.
2.3.5. Diagnosis
a. Anamnesis1
12
b. Pemeriksaan fisik/mental
c. Pemeriksaan penunjang
Ada kalanya pemeriksaan darah juga dilakukan untuk menemukan masalah pada
tiroid atau pada hal lain yang bisa menyebabkan insomnia. Jika penyebab dari
insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan dan pencatatan selama
tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi, gerakan mata, dan
gerakan tubuh
2. Gangguan tidur terjadi paling tidak 3 (tiga) kali dalam seminggu atau paling
sedikit 1 bulan
13
Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak
menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.
Kriteria lama tidur (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan
adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama
gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada transient
insomnia) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres
akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2).
14
Tidak disebabkan oleh gangguan tidur-bangun lainnya (narkolepsi,
parasomnia, gangguan ritmik sirkadian, dan lain-lain).
Tidak disebabkan oleh efek fisiologik zat (penyalahgunaan zat atau
medikasi).
Keberadaannya bersama dengan gangguan jiwa atau kondisi medik
umum, keluhan insomnia predominan (American Psychiatric
Association, 2013).
2.3.6. Tatalaksana
a. Non farmakologis
1. Sleep Hygiene
15
Coba berendam dalam air panas selama 20 menit untuk menaikkan
temperatur tubuh dekat dengan waktu tidur
Makan pada waktu yang teratur setiap hari, hindari makan dalam jumlah
besar sebelum tidur
Lakukan rutinitas relaksasi malam, seperti relaksasi otot progresif atau
meditasi
Pertahankan kondisi tidur yang menyenangkan1
Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang sering dikaitkan
dengan kesulitan memulai atau jatuh tidur. Terapi ini membantu mengurangi
faktor primer dan reaktif yang sering ditemukan pada insomnia. Ada beberapa
instruksi yang harus diikuti oleh penderita insomnia:
16
3. Sleep Restriction Therapy
Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik. Menghipnosis diri
sendiri, relaksasi progresif, dan latihan nafas dalam sehingga terjadi keadaan
relaks cukup efektif untuk memperbaiki tidur. Pasien membutuhkan latihan yang
cukup dan serius. Biofeedback yaitu memberikan umpan-balik perubahan
fisiologik yang terjadi setelah relaksasi. Umpan balik ini dapat meningkatkan
kesadaran diri pasien tentang perbaikan yang didapat. Teknik ini dapat
dikombinasi dengan higene tidur dan terapi pengontrolan tidur.
b. Farmakologis
Idealnya tidak ada orang yang memerlukan obat untuk bisa tidur. Tetapi
kenyataannya banyak sekali orang yang membutuhkan obat untuk bisa tidur.
Apabila dengan perubahan perilaku dan peningkatan higiene tidur tidak
memperbaiki keadaan tidur pasien, maka dapat digunakan farmakoterapi.
Terdapat beberapa pertimbangan dalam memberikan pengobatan insomnia :
17
3. Lama kerja obat tidak mengganggu aktivitas di siang hari.Obat tidur hanya
digunakan dalam waktu yang singkat, yaitu sekitar 2-4 minggu.
1. Benzodiazepine
18
2. Non-benzodiazepine15
19
Bromazepam Lexapam 0,5-3
Midazolam Anesfar 1-3,5
Nitrazepam Dumolid 5-10
Estazolam Esilgan 1-4
Zolpidem Zolmia 10
20
2.3.8 Prognosis16
21