Professional Documents
Culture Documents
1
Masalah bradikardi pada anak lebih riskan ketimbang takikardi, walaupun laju
denyut jantung lebih dari 230 kali permenit tampaknya tanpa penyulit yang nyata.
Tekanan darah sistolik pada anak menggambarkan kecukupan volume sirkulasi,
untuk itu pemantauan tekanan darah sistolik penting pada anak dan nilainya berbeda
beda setiap umur anak mulai lahir dan setiap tahunnya. Pergeseran dari syok jadi
overhidrasi sangat cepat pada neonatus dan bayi.
Anak-anak memiliki respon fisiologis yang berbeda dengan orang dewasa untuk
trauma yang besar. Anak-anak dapat mempertahankan tekanan darah mendekati
normal bahkan dalam menghadapi 25% sampai 30% dari kehilangan volume darah.
Oleh karena itu, pada situasi ini, perubahan halus denyut jantung dan perfusi
ekstremitas mungkin menandakan kegagalan pada kardiorespirasi yang akan datang
dan tidak boleh di abaikan.
d. Fungsi ginjal dan kesimbangan air
Kemampuan mengkonsentrasi urine dan penyimpanan air terbatas, sehingga tak
mampu mengendalikan kelebihan air dan natrium terutama kalau infus terlalu cepat,
sebaliknya bila pemasukan Na dibatasi atau kehilangan yang meningkat
(muntah,diare), ginjal tak mampu menahan Na sehingga bayi cenderung dehidrasi
atau overhidrasi.
e. Sistem Saraf Pusat
Perbedaan yang menyolok antara bayi, anak dan dewasa terlihat dalam respons
dari susunan saraf pusat(SSP). Pada waktu lahir otak beratnya kira kira 300-400
gram (10-15)% berat badan dan pertumbuhan otak cepat mencapai 2x berat
lahir pada saat umur 6 bulan. Kenaikan salah satu dari unsur ini apakah karena
pertumbuhan tumor, hidrosepalus, perdarahan, atau odem traumatik dapat menekan
jaringan vital dan pergeseran struktur neural.
Pada umur 8 tahun berat otak anak 2% dari berat badan total, tetapi
menggunakan 20% dari semua ATP yang diproduksi oleh tubuh. Bahan utama untuk
produksi energi otak adalah glukosa. Turunnya kadar glukosa darah secara cepat
menyebabkan koma dan akhirnya kematian otak. Cadangan glukuosa dan glikogen
tak mampu memenuhi pemakaian ATP lebih dari tiga menit dengan demikian energi
otak hanya tergantung dari kadar glukosa darah.
f. Pengaturan Suhu
2
Pemeliharaan suhu tubuh bergantung pada keseimbangan normal
antara produksi dan kehilangan panas. Keseimbangan ini bisa terganggangu oleh
beberapa faktor sehingga resiko timbulnya hipotermia terutama pada pasien anak.
Bayi < 3bulan tak bisa mengigil untuk mempertahankan suhu sehingga bayi lebih
mudah hipotermi dan menjadi hipoksia,apneik dan asidosis.
Anak-anak tidak bisa mengatasi dengan baik emosional pasca kecelakaan.
Mereka perlu ditatalaksana dengan tenang dan dengan memberikan lingkungan yang
ramah. Kehadiran orang tua atau wali dapat membantu tim trauma dalam
meminimalkan rasa takut dan kecemasan anak yang terluka.
3
Untuk pasien anak-anak : pembukaan jalan nafas pada pasien anak-
anak berbeda dengan dewasa. Kepala anak diletakkan dalam posisi normal,
tidak di ekstensikan seperti pada pasien dewasa. Anak-anak hanya
membutuhkan sedikit ekstensi saja untuk membuka jalan nafasnya.
- Breathing (pernapasan) : apakah ada kesulitan bernapas : sesak napas berat
(retraksi dinding dada, merintih, sianosis)
a. Berikan oksigen dengan menggunakan nasal cannule, kateter nasal atau
masker
b. Bila anak masih tetap tidak bernapas atau bernapas tetapi tidak adekuat
setelah penatalaksanaan balon dan sungkup (bag and mask) dengan tetap
mempertahankan jalan napas bebas.
Untuk pasien anak-anak : harus diingat bahwa frekuensi pernapasan
pada pasien anak-anak normalnya lebih cepat bila dibandingkan dengan pasien
dewasa.
- Circulation (sirkulasi ) : tanda syok (akral dingin, capillary refill > 2 detik,
nadi cepat dan lemah.
a. Hentikan perdarahan
b. Berikan oksigen
c. Jaga anak tetap hangat
Bila tidak gizi buruk : pasang infuse dan berikan cairan secepatnya. Bila
akses IV perifer tidak berhasil, pasang intraoseus atau jugularis eksterna
Bila gizi buruk : bila lemah atau tidak sadar, berikan glukosa IV dan
pasang infuse serta berikan cairan. Bila tidak lemah atau tidak sadar (tidak
yakin syok), berikan glukosa oral atau per NGT. Lanjutkan segera untuk
pemeriksan dan terapi selanjutnya.
Consciousness : apakah anak dalam keadaan tidak sadar (coma) ? apakah
kejang (convulsion) atau gelisah (confusion) ?
a. Bila kejang, berikan diazepam rectal
b. Posisikan anak tidak sadar
c. Berikan glukosa IV
Untuk pasien anak-anak :
a. Frekuensi nadi pada pasien anak-anak normalnya lebih cepat
dibandingkan dengan pasien dewasa
b. Pada pasien anak-anak, harus dilakukan pemeriksaan capillary refill
time. Biasanya kurang dari 2 detik. Pada bayi dan anak-anak,
mekanisme kompensasi saat kehilangan cairan masih bisa berjalan
dengan sangat baik sehingga terkadang bayi dan anak-anak bisa saja
menunjukkan tanda-tanda dan gejala yang masih stabil. Akan tetapi,
4
shock bisa terjadi dengan cepat secara tiba-tiba. Oleh karena itu,
pemeriksaaan capillary refill time bisa sangat membantu untuk
mengkaji lebih cepat keadaan sirkulasi bayi dan anak-anak.
- Dehydration (dehidrasi) : tanda dehidrasi berat pada anak dengan diare (lemah,
mata cekung, turgor menurun)
Bila tidak gizi buruk : pasang infuse dan berikan cairan secepatnya. Terapi
diarenya.
Bila gizi buruk : jangan pasang infuse (bila tanpa syok/ tidak yakin syok).
Lanjutkan segera untuk pemeriksaan dan terapi defenitif.
b. Asesmen pediatric dengan tanda prioritas
Anak ini perlu segera mendapatkan pemeriksaan dan penanganan (konsep
4T3PR MOB)
Tiny baby (bayi kecil < 2 bulan) Respiratory distress (distress pernapasan)
Temperature : anak sangat panas Restless, irritable, or lethargic (gelisah,
mudah marah, lemah)
Trauma (trauma atau kondisi yang perlu Referral (rujukan segera)
tindakan bedah segera)
Trismus Malnutrition (gizi buruk)
Sangat pucat Edema kedua punggung kaki
Keracunan Luka bakar luas
Nyeri hebat
Anak dengan tanda prioritas harus didahulukan untuk mendapatkan pemeriksan dan
penanganan lebih lanjut dan segera. Bila ada trauma atau masalah bedah lain, segerra cari
pertolongan bedah.
c. Asesmen pediatric tidak gawat
Lanjutkan dengan pemeriksaan dan penatalaksanaan sesuai prioritas anak
a. Keadaan umum :
1. Tingkat kesadaran, kontak mata, perhatian terhadap lingkungan sekitar
2. Tonus otot : normal, meningkat, menurun/ flaksid
3. Respon kepada orang tua/ pengasuh : gelisah, menyenangkan
b. Kepala :
1. Tanda trauma
2. Ubun-ubun besar (jika masih terbuka) : cekung atau menonjol
c. Wajah:
1. Pupil : ukuran, kesimetrisan, reflex cahaya
2. Hidarasi : air mata, kelembaban mukosa mulut
d. Leher : kaku kuduk
e. Dada :
1. Stridor, retraksi sela iga, peningkatan usaha napas
2. Auskultasi : suara napas meningkat/menurun, simetris kiri dan kanan, ronki,
mengi (wheezing) ; bunyi jantung : regular, kecepatan, murmur
5
f. Abdomen : distensi, kaku, nyeri, hematoma
g. Anggota gerak :
1. Nadi brakialis
2. Tanda trauma
3. Tonus otot pergerakan simetris
4. Suhu dan warna kulit, capillary refill
5. Nyeri, gerakan terbatas akibat nyeri
h. Pemeriksaan neurologis
6
melakukan pengkajian, pasien harus aman dan dilakukan secara cepat dan tepat
dengan mengkaji tingkat kesadaran (level of consciousness) dan pengkajian ABC
(Airway, Breathing, Circulation), pengkajian ini dilakukan pada pasien memerlukan
tindakan penanganan segera dan pada pasien yang terancam nyawanya.
a. Primary Survey
1. Airway Mempertahankan jalan napas, hal ini dapat dikerjakan dengan teknik
manual ataupun menggunakan alat bantu (pipa orofaring, pipa endotrakeal, dll).
Tindakan ini mungkin akan banyak memanipulasi leher sehingga harus
diperhatikan untuk menjaga menjaga stabilitas tulang leher
2. Breathing Menjaga pernapasan atau ventilasi dapat berlangsung dengan baik.
Setiap penderita trauma berat memerlukan tambahan oksigen yang harus diberikan
kepada penderita dengan cara efektif
Bayi mempunyai frekuensi 40 sampai 60 kali per menit sedangkan pada anak yang
lebih besar sekitar 20 kali per menit. Tidal Volumes bervariasi dari 7-
10mL/kg untuk bayi dan anak.
Hipoventilasi adalah penyebab tersering dari "cardiac arrest" pada anak.
Walaupun demikian sebelum terjadi "cardiac arrest", hypoventilasi
menyebabkan respirasi asidosis yang merupakan kelainan keseimbangan asam
basa tersering yang terjadi selama resusitasi pada penderita trauma anak.
Dengan ventilasi dan perfusi yang adekuat, penderita anak akan mempunyai
kemampuan untuk mempertahankan PH yang relatif normal.
Perhatian : Ventilasi dan perfusi yang tidak adekuat pada saat pemberian sodium
bicarbonat sebagai usaha untuk koreksi asidosis, malahan berakibat hypercarbia
serta memperburuk asidosis.
3. Circulation Mempertahankan sirkulasi bersama dengan tindakan untuk
mengehntikan perdarahan. Pengenalan dini tanda-tanda syok perdarahan dan
pemahaman tentang prinsip-prinsip pemberian cairan sangat penting untuk
dilakukan sehingga menghindari pasien dari keterlambatan penanganan
4. Disability Pemeriksaan untuk mendapatkan kemungkinan adanya gangguan
neurologis
Penialaian GCS pada Anak/Bayi
Eye (Respon membuka Mata)
(4) : spontan
(3) : Patuh pada perintah/suara
(2) : dengan rangsangan nyeri
7
(1) : tidak ada respon
Verbal (bicara)
(5) : mengoceh
(4) : menangis lemah
(3) : menangis (karena diberi rangsangan nyeri)
(2) : merintih (karena diberi rangsangan nyeri)
(1) : tidak ada respon
Motorik (gerakan)
(6) : spontan
(5) : menarik (karena sentuhan)
(4) : menarik (karena rangsangan nyeri)
(3) : fleksi abnormal
(2) : ekstensi abnormal
(1) : tidak ada respon
5. Expossure Pemeriksaan pada seluruh tubuh penderita untuk melihat jejas-jejas
atau tanda-tanda kegawatan yang mungkin tidak terlihat dengan menjaga supaya tidak
terjadi hipotermi
b. Secondary Survey
Secondary survey adalah pemeriksaan teliti yang dilakukan dari ujung rambut
sampai ujung kaki (head to toe), termasuk penilaian nyeri.
4) Neonatal Resuscitation/CPR
Tujuan akhir resusitasi cairan pada anak adalah dengan secepatnya mengganti
volume sirkulasi (volume darah seorang anak diperkirakan sekitar 80 mL/kg berat
badan). Saat diduga syok terjadi maka bolus cairan kristaloid yang dihangatkan
sebanyak 20 mL/kg berat badan segera diberikan (20 mL/kgberat badan bolus cairan
initial ini bila dapat berada dalam rongga vaskuler akan menggantikan 25% dari
volume darah anak). Oleh karena tujuannya adalah menggantikan kehilangan cairan
intra vaskuler maka dapat dimungkinkan untuk pemberian tiga kali bolus 20 ML/kg
berat badan atau total 60 mL/kg berat badan (untuk mencapai suatu penggantian 25%
yang hilang, aturan 3 : 1 dapat pula diterapkan pada penderita anak sebagaimana pada
penderita dewasa).
Cara yang paling mudah dan cepat untuk menentukan berat badan anak dalam
rangka perhitungan volume cairan dan obat adalah dengan "Broselow Pedriatic
Resuscitation Measuring Tape" (alat ini dengan cepat dapat memberikan berat badan
kira-kira penderita anak, frekuensi pernafasan, volume resusitasi cairan dan variasi-
variasi dari dosis obat).
Kondisi hemodinamik yang kembali normal, digambarkan dengan :
a. Penurunan frekuensi denyut jantung/nadi (<130 kali/menit dengan
b. perbaikan dari tanda fisiologis lain)
c. Kenaikan tekanan nadi (> 20 mm Hg)
9
d. Warna kulit yang kembali normal
e. Kehangatan ekstremitas yang meningkat
f. Kesadaran dan sensasi yang jelas
g. Kenaikan tekanan darah sistolik (>80 mm Hg)
h. Produksi urine 1-2 mL/kg BB/jam (sesuai umur)
Pada umumnya anak-anak mempunyai tiga respons terhadap resusitasi cairan
(kebanyakan dapat distabilisasikan hanya dengan cairan kristaloid dan tidak
memerlukan darah). Sebagian anak-anak bereaksi terhadap kristaloid serta transfusi
darah, sisanya tidak bereaksi terhadap cairan kristaloid atau hanya berespons pada
awal resusitasi saja dan selanjutnya memburuk lagi (kasus ini adalah kasus yang
mudah untuk pemberian transfusi darah serta persiapan operasi).
Strategi untuk resusitasi cairan pada pasien trauma pediatrik
Kebutuhan total cairan per hari seorang anak dihitung dengan formula berikut:
100 ml/kgBB untuk 10 kg pertama, lalu 50 ml/kgBB untuk 10 kg berikutnya,
selanjutnya 25 ml/kgBB untuk setiap tambahan kg BB-nya. Sebagai contoh, seorang
bayi dengan berat 8 kg mendapatkan 8 x 100 ml = 800 ml setiap harinya, dan bayi
dengan berat 15 kg (10 x 100) + (5 x 50) = 1250 ml per hari.
5) Pedoman ALS
Asistol atau PEA
Menilai jalan dan mulai CPR
Intubasi dan ventilasi dengan oksigen
Pertimbangkan kemungkinan hipoksia, hipovolemia, hipotermia, hyperkalemia,
hypokalemia, tamponade, tension pneumothoraks, toksin/racun/obat atau
tromboemboli dan obati jika ada
Bradikardi
Menilai jalan napas dan berikan oksigen
Intubasi jika kesadaran menurun
Mulai CPR jika HR <60 x/menit
VF or pulseless VT
Defribilasi hingga 3 kali yang diperlukan
2j/kg 4j/kg 4j/kg
Mulai CPR, intubasi, ventilasi dengan O2
Initial assessment
No. Assessment
1 Proteksi diri, gunakan APD : proteksi diti, lingkungan dan pasien
2 Cek respon korban dengan teknik AVPU (Alert, Verbal, Pain, Un respon)
10
3 Aktikan EMS (Emergency Medical System) atau Call for Help
Primary Survey
4 A Airway (jalan nafas) + control servikal
Indikasi korban terpasang servikal collar untuk menyanggah leher : multiple trauma, trauma kepala
disertai penurunan kesadaran, ada jejas di atas klavikula, dan biomekanik mendukung.
Penanganan jalan nafas :
a. Head tilt chin lift : untuk korban non trauma
b. Chin lift jaw thrust : untuk korban trauma yang dicurigai fraktur servikal
c. Suction/ log roll : sumbatan jalan nafas karena cairan atau darah di jalan nafas atas
d. OPA (korban tidak sadar atau tanpa adanya gangguan reflek muntah) atau NPA (korban sadar):
terdengar suara ngorok/snoring karena jalan nafas terhalang oleh posisi lidah korban yang jatuh
ke belakang
e. Needle cricotyroidotomi : jika terdengar stridor (edema laring) atau perdarahan hebat yang
terus menerus / massive
f. Intubation : korban koma (GCS < 8)
D Disability
GCS (Glascow Coma Scale) eye, verbal, motorik
11
Lateralisasi pupil isokor/ anisokor, reflek cahaya, dilatasi, motorik/ kekuatan tonus otot
E Exposure
Identifikasi perlukaan di tempat yang belum terlihat oleh mata ( ex. Bagian belakang) dengan
membuka pakaian korban, beri selimut korban untuk mencegah hipotermi, lakukan rog oll untuk
pemeriksaan bagian belakang
F Folley catheter
Sebelum pemasangan lakukan pemeriksaan kontra indikasinya :
a. Perdarahan di orifisium iretra eksterna
b. Hematom scrotum
c. Pada saat rectal touche, prostate melayang
Evaluasi urin : urin pertama keluar dibuang selanjutnya baru dihitung
Urin normal, anak : 1cc/kg BB/jam , bayi : 2cc/kg BB/jam
G Gastric tube
Indikasi pemasangan gastric tube : jika ada ruptur atau distensi abdomen untuk mencegah aspirasi
Kontra indiksi pemasangan NGT : jangan dipasang jika korban fraktur basis cranii, pemasangan
melalui oro
H Heart monitor
12
Pemasangan monitor alat jantung
RE EVALUASI A-B-C-D
5 SECONDARY SURVEY
A Head to toe examination
B : Bentuk
T : Tumor
L : Luka
S : Sakit
B Vital sign : HR, BP, RR, Temperatur
C Finger in every orifice (colok semua lubang)
D Anamnesa, KOMPAK (Keluhan, Obat, Makanan, Penyakit, Alergi, Kejadian)
E Pemeriksaan penunjang : CT scan, X-ray, USG, dll
F Persiapan rujuk : ke rumah sakit atau ke ruangan lain
13
Hipotensi merupakan tanda akhir syok dan tidak akan terjadi sampai terdapat
kehilangan akut lebih dari 25% volume darah. Resusitasi syok harus dimulai jauh
sebelum penurunan tekanan darah.
Prioritas awal pada terapi syok diarahkan pada pemulihan perfusi organ vital
yang cukup. Pada penderita trauma, syok hampir selalu karena kehilangan darah.
Upaya resusitasi awal harus meliputi pengendalian pendarahan, peninggian letak
tungkai bawah pencegahan kehilangan panas, dan resusitasi volume. Resusitasi
volume juga merupakan dasar terapi pada anak dengan syok hipovolemik etiologi
medik. Penggunaan pressor sebagian besar harus dicadangkan untuk kasus syok
kardiogenik, sepsis, atau neurogenik, dan jarang terindikasi pada syok traumatis.
Kebutuhan total cairan per hari seorang anak dihitung dengan formula berikut:
100 ml/kgBB untuk 10 kg pertama, lalu 50 ml/kgBB untuk 10 kg berikutnya,
selanjutnya 25 ml/kgBB untuk setiap tambahan kg BB-nya. Sebagai contoh, seorang
bayi dengan berat 8 kg mendapatkan 8 x 100 ml = 800 ml setiap harinya, dan bayi
dengan berat 15 kg (10 x 100) + (5 x 50) = 1250 ml per hari.
Berikan anak sakit cairan dalam jumlah yang lebih banyak daripada jumlah di
atas jika terdapat demam (tambahkan cairan sebanyak 10% setiap 1C demam)
Memantau Asupan Cairan
a. Perhatikan dengan seksama untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat pada anak
yang sakit berat, yang mungkin belum bisa menerima cairan oral selama beberapa
waktu. Pemberian cairan sebaiknya diberikan per oral (melalui mulut atau NGT).
b. Jika cairan perlu diberikan secara IV, pemantauan yang ketat penting sekali karena
adanya risiko kelebihan cairan yang dapat menyebabkan gagal jantung atau edema
otak. Jika pemantauan ketat ini tidak mungkin dilakukan, pemberian cairan secara
IV harus dilakukan hanya pada tatalaksana anak dengan dehidrasi berat, syok septik
dan pemberian antibiotik secara IV, serta pada anak yang mempunyai kontraindikasi
bila diberikan cairan oral (misalnya perforasi usus atau masalah yang memerlukan
14
pembedahan). Cairan rumatan secara IV yang dapat diberikan adalah half-normal
saline + glukosa 5%. Jangan berikan glukosa 5% saja selama beberapa waktu karena
dapat menyebabkan hiponatremia.
Resusitasi Cairan pada beberapa kasus trauma
A. Trauma Kepala
1) Cairan intravena : pertahankan status cairan euvolemik, hindari dehidrasi, jangan
menggunakan cairan hipotonis / glukosa.
Hiperventilasi fase akut (option): pada peningkatan tekanan intrakranial
pertahankan PaCO2 pada 25-30 mmHg, hindari Pa CO2< 25 mmHg
(vasokonstriksi).
Terapi hiperosmoler -manitol (guideline): Merupakan osmosis diuretis. Efek
ekspansi plasma, menghasilkan gradient osmotik dalam waktu yang cepat dalam
beberapa menit. Memberikan efek optimalisasi reologi dengan menurunkan
hematokrit, menurunkan viskositas darah, meningkatkan aliran darah serebral,
meningkatkan mikrosirkulasi dan tekanan perfusi serebral yang akan meningkatkan
penghantaran oksigen dengan efek samping reboun peningkatan tekanan
intrakranial pada disfungsi sawar darah otak terjadi skuestrasi serebral, overload
cairan, hiponatremi dilusi, takipilaksis dan gagal ginjal (bila osmolalitas >320 ml
osmol/L. Manitol diberikan pada pasien koma, pupil reaktif kemudian menjadi
dilatasi dengan atau tanpa gangguan motorik, pasien dengan pupil dilatasi bilateral
non reaktif dengan hemodinamik normal dosis bolus 1 g/kgBB dilanjutkan dengan
rumatan 0,25- 1 g/kgBB Usahakan pertahankan volume intravaskuler dengan
mempertahankan osmolalitas serum < 320 ml osmol/L.
2) Koma barbiturat (guideline): koma barbiturat dilakukan pada pasien dengan
peningkatan tekanan intrakranial yang refrakter tanpa cedera difus, autoregulasi
baik dan fungsi kardiovaskular adekuat. Mekanisme kerja barbiturat: menekan
metabolism serebral, menurunkan aliran darah ke otak dan volume darah serebral,
merubah tonus vaskuler, menahan radikal bebas dari peroksidasi lipid
mengakibatkan supresi burst.
Cairan garam hipertonis : cairan NaCl 0,9 %, 3%-27%. Kureshi dan Suarez
menunjukkan penggunaan saline hipertonis efektif pada neuro trauma dengan hasil
pengkerutan otak sehingga menurunkan tekanan intrakranial, mempertahankan
volume intravaskular euvolume.Dengan akses vena sentral diberikan NaCl 3% 75
cc/jam dengan Cl 50%, asetat 50% target natrium 145-150 dengan monitor
15
pemeriksaan natrium setiap 4-6 jam. Setelah target tercapai dilanjutkan dengan
NaCl fisiologis sampai 4-5 hari
3) Kortikosteroid: Tidak direkomendasikan penggunaan glukokortikoid untuk
menurunkan tekanan intrakranial baik dengan methyl prednisolon maupun
dexamethason. Dearden dan Lamb meneliti dengan dosis > 100 mg/hari tidak
memberikan perbedaan signifikan pada tekanan intracranial dan setelah 1-6 bulan
tidak ada perbedaan outcome yang signifikan. Efek samping yang dapat terjadi
hiperglikemia (50%), perdarahan traktus gastrointestinal (85%).
4) NUTRISI (guideline): dalam 2 minggu pertama pasien mengalami
hipermetabolik, kehilangan kurang lebih 15% berat badan tubuh per minggu.
Penurunan berat badan melebihi 30% akan meningkatkan mortalitas. diberikan
kebutuhan metabolism istirahat dengan 140% kalori/ hari dengan formula berisi
protein > 15% diberikan selama 7 hari. Pilihan enteral feeding dapat mencegah
kejadian hiperglikemi, infeksi.
5) Terapi prevensi kejang (guideline): pada kejang awal dapat mencegah cedera
lebih lanjut, peningkatan TIK, penghantaran dan konsumsi oksigen, pelepasan
neuro transmiter yang dapat mencegah berkembangnya kejang onset lambat
(mencegah efek kindling). Pemberian terapi profilaksis dengan fenitoin,
karbamazepin efektif pada minggu pertama. Harus dievaluasi adanya faktor-faktor
yang lain misalnya: hipoglikemi, gangguan elektrolit, infeksi.
Terapi suportif yang lain : pasang kateter, nasogastrik tube, koreksi gangguan
elektrolit, kontrol ketat glukosa darah, regulasi temperatur, profilaksi DVT, ulkus
stress, ulkus dekubitus, sedasi dan blok neuro muscular, induksi hipotermi
B. Trauma Abdomen
Trauma abdomen pada anak seringkali disertai dengan trauma yang majemuk
maka penilaian awal pada setiap trauma abdomen dilakukan sebagaimana penolong
menghadapi pasien degan trauma majemuk. Penilaian, triase dan pengelolaan awal
tersebut sebagai tindakan resusitasi mengikuti prinsif yang sama dengan trauma
pada dewasa yaitu sesuai prosedur yang telah ditetapkan pada Advanced Trauma
Life Support (ATLS). Tujuan utama resusitase dan triase adalah untuk
memulihkan atau mempertahankan oksigenasi yang adekuat pada jaringan.
Pengelolaan trauma pada anak terdiri dari persiapan, triase, primary survey
(penilaian awal), resusitasi, secondary survey (penilaian ulang), reevaluasi dan
terapi definitive. Persiapan dan triase dilakukan sejak tahap pre rumah sakit
maupun setelah pasien tiba di rumah sakit. Proses penilaian awal (primary survey)
16
terdiri dari kontrol jalan nafas dengan memperhatikan stabilisasi vertebra servikal
(A=airway with cervical spine control), proses ventilasi pernafasan (B=breathing),
penilaian sirkulasi (C=circulation with hemorrhage control), keadaan stauts
neurologis dan kesaran (D=disability), serta perlindungan terhadap
hipotermi(E=Exposure/environment)
Gangguan sirkulasi sangat berkaitan dengan adanya suatu trauma abdomen
yaitu bila terjadi perdarahan intraabdomen. Adanya syok dan perdarahan eksternal
memerlukan tindakan resusitasi berupa penghentian perdarahan dan pemberian
cairan. Tindakan opratif pada berupa laparotomi dapat merupakan bagian tindakan
resusitasi penghentian sumber perdarahan apabila terdapat sumber perdarahan yang
jelas ditemukan berasal dari rongga abdomen sebagai akibat adanya luka tusuk
pada abdomen. Adanya kehilangan darah yang cukup banyak pada anak sering
didahului dengan fase kompensasi yang tidak menampakan gejala dan tanda
adanya gangguan hemodinamik. Oleh karena itu adanya takikardi dan perfusi kulit
yang buruk adalah tanda-tanda yang penting dan merupakan petunjuk
diperlukannya terapi cairan dengan segera., namun demikian penyebab takikardi
lainnya yaitu rasa nyeri, takut, dan stress psikologis harus dipertimbangkan.
Diuresis adalah petunjuk yang adekuat untuk menilai baik buruknya perfusi
jaringan perifer. Adanya takikarda, tekanan darah sistolik kurang dari 70 mmHg
adalah tanda yang jelas adanya syok. Sebagai patokan nilai tekanan darah sistolik
pada anak adalah 80 mmHg ditambah dengan duakali umur pasien dalam tahun
dan tekanan darah diastolik harus dua pertiga dari tekanan sistolik.
Respon sistemik kehilangan darah pada anak dapat dilihat pada tabe di bawah ini :
Tabel 3 : Respon sistemik terhadap perdarahan pada anak.
17
< 25% kehilangan 25-45% kehilangan > 45%
volume darah volume darah kehilangan
volume darah
Jantung Nadi lemah, kecil, Frekuensi nadi Hipotensi,
frekuensi meningkat meningkat takikardia,
bradikardia
SSP Letargi, iritatif, gelisah Penururan kesadaran, koma
respon terhadap nyeri
lemah
Kulit dingin Sianosis, pengisian Pucat, dingin
kapiler menurun,
dingin
Ginjal Penuruanan diuresis, Diuresis minimal anuri
BJ urin naik
Sebagai pedoman tanda-tanda vital pada anak dapat dilihat pada table di bawah ini:
Tabel 4 : Tanda-tanda vital pada anak
Nadi Tekanan darah sistolik Frekuensi napas
Bayi 160/menit 80 mmHg 40/menit
Anak pra 120/menit 90 mmHg 30/menti
sekolah
Adolesen 100/menit 100 mmHg 20/menit
Resusitasi cairan adalah langkah berikutnya setelah menilai gangguan sirkulasi dan
derajat syok yang terjadi. Apabila syok ditemukan pada penilaian awal, maka pemberian
cairan kristaloid (Ringer Lactat) yang dihangatkan dilakukan secara bolus dengan dosis
20 ml/kgBB. Jumlah ini adalah 25% dari jumlah volume darah pada anak normal,
sedangkan jumlah volume darah anak adalah 80 ml/kgBB. Setelah pemberian cairan
dengan jumlah tersebut harus dilakukan observasi secara ketat, dengan melakukan
penilaian terhadap stabilitas hemodinamik dan keadaan yang stabil dicerminkan oleh :
1. Denyut nadi melambat (<130/menit)
2. Tekanan nadi meningkat (>20mmHg)
3. Ekstremitas menjadi hangat
4. Kulit tidak pucat
5. Kesadaran membaik
6. Diuresis 1 ml/kg/jam
18
7. Tekanan darah sistolik meningkat (>80mmHg)
Apabila tanda-tanda tersebut di atas tidak dicapai dengan pemberian bolus tersebut
maka harus dipikirkan adanya proses perdarahan berlanjut dan oleh karena satu dosis
cairan kristaloid yang sama dapat diulang. Bila keadaan hemodinamik tetap tidak stabil
maka harus diberikan transfusi darah dengan Packed Red Cells yang sesuai dengan
cross match atau golongan darah 0 dengan rhesus negatif dan dosis yang diberikan
adalah 10 ml/kgBB. Setelah tindakan tersebut harus dihitung jumlah darah yang
diperlukan untuk mempertahankan tanda-tanda vital tersebut dan dinilai kembali apakah
tindakan operatif diperlukan. Tindakan selanjutnya juga bergantung kepada jenis trauma
abdomen dan organ visera yang dicurigai mengalami trauma. Setelah tindakan resusitasi
dilakukan pada kelainan-kelainan yang ditemukan pada keadaan jalan nafas, ventilasi,
dan sirkulasi, maka tindakan berikutnya adalah penilaian kesadaran dan status neurologis
serta perlindungan terhadap hipotermi.
Penilaian dan diagnosis adanya trauma abdomen dilakukan lebih lanjut pada tahap
penilaian ulang (secondary survey). Pada tahap ini dilakukan anamnesa yang meliputi
mekanisme trauma dan pemeriksaan fisik secara sistemik berdasarkan sistem organ dan
dilakukan pemeriksaan alat bantu untuk menunjang diagnosis dan menyingkirkan
diagnosis banding.
19