You are on page 1of 35

BAB I

PENDAHULUAN

Appendiks disebut juga dengan umbai cacing. Istilah usus buntu yang
dikenal di masyarakat awam sesungguhnya kurang tepat karena usus buntu yang
sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak di ketahui fungsinya ini sering
menimbulkan masalah kesehatan. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik
laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara
10 30 tahun.
Apendicitis akut merupakan salah satu kasus tersering dalam bidang bedah
abdomen. Paling sering pada dekade kedua dan ketiga , sejajar dengan jumlah
jaringan limfoid pada apendiks. Rasio pria : wanita adalah 2:1 antara 15-25 tahun,
tetapi selanjutnya 1:1. Insiden telah menurun dalam beberapa dekade terakhir. Rata-
rata 7% populasi di dunia menderita appendisitis dalam hidupnya. Selain itu, juga di
laporkan hasil survei angka appendicitis, dimana terdapat 11 kasus appendicitis
pada setiap 1000 orang di amerika. Menurut WHO (world health organization),
insiden appendicitis di asia pada tahun 2004 adalah 4,8% penduduk dari total
populasi. Menurut departemen kesehatan RI di Indonesia pada tahun 2006,
appendicitis menduduki urutan keempat penyakit terbanyak setelah dyspepsia,
gastritis, duodenitis dengan jumlah pasien rawat inap sebanyak 28.040 pasien. Selain
itu, pada tahun 2008, insidensi apendicitis di Indonesia menempati urutan tertinggi
diantara kasus kegawatan abdomen lainnya.
Appendicitis akut sebenarnya lebih dari masalah penyakit tunggal. Dalam
bentuk tanda dan gejala fisik, appendicitis merupakan suatu penyakit prototype yang
berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia dalam jangka waktu yang
bervariasi. Gejala pasien mencerminkan keadaan proses penyakit dalam perjalanan
waktu penyakit. Peradangan akut appendiks memerlukan tindakan bedah segera
untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.
Berdasarkan latar belakang, maka penulis akan membawakan laporan kasus
tentang appendicitis akut di Rumah Sakit Abepura.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Appendicitis merupakan ujung jari seperti jari yang kecil panjangnya kira-
kira 10 cm melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongan tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi
sumbatan dan rentan terhadap infeksi.

Gambar.1 Apendiks normal.

Appendicitis merupakan infeksi pada apppendiks karena sumbatan lumen


oleh fekalith (batu faces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus.
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama appendicitis. Erosi membran
mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti entamoeba histolytica,
trichuris trichiura dan enterobius vermikularis.

2
2.2 Anatomi Colon dan Appendiks Vermiformis

a. Colon

Colon atau usus besar yang panjangnya kira-kira satu setengah meter adalah
sambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileoseka, yaitu tempat
sisa makanan yang lewat, dimana normalnya katup ini tertutup dan akan terbuka
untuk merespon gelombang peristaltik dan menyebabkan defekasi atau pembuangan.
Usus besar terdiri atas empat lapisan dinding yang sama seperti usus halus. Serabut
longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur yang memiliki bentuk
seperti berkerut-kerut dan lubang-lubang.
Dinding mukosa lebih halus dari yang ada pada usus halus dan tidak
memiliki villi. Didalamnya terdapat kelenjar serupa dengan kelenjar tubuler dalam
usus dan dilapisi oleh epithelium silinder yang memuat sela seperti cangkir.
Usus besar terdiri dari:

1. Sekum adalah kantung tertutup yang menggantung di bawah area katup


ileosekal. Appendix vermiformis merupakan suatu tabung buntu yang
sempit, berisi jaringan limfoid, menonjol dari ujung sekum.

2. Colon adalah bagian usus besar, mulai dari sekum sampai rectum.
Colon memiliki tiga bagian, yaitu:

a. Colon ascendens, merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati


sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.

b. Colon transversum, merentang menyilang abdomen dibawah hati


dan lambung sampai ketepi lateral ginjal kiri, tepatnya memutar
kebawah pada fleksura splenik.

c. Colon descendens, merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan


menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rectum.

3. Rectum adalah bagian saluran cerna selanjutnya dengan panjang 12


sampai 13 cm. Rectum berakhir pada saluran anal dan membuka ke
eksterior anus.

3
Gambar 2. Colon (usus besar)

b. Appendiks.

Appendiks merupakan organ bentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm, lebar


0,3-0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Pada
pertemuan ketiga tinea yaitu: tinea anterior, medial dan posterior. Secara klinis,
appendicitis terletak pada daerah Mc.Burney, yaitu daerah 1/3 tengah garis yang
menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat, terdapat lumen
sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Gejala klinis appendicitis
ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang
sekum) 65,28%, pelvic (panggul 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%,
preileal (di depan usus halus 1%, dan postileal di belakang usus halus) 0,4%,
seperti terlihat pada gambar dibawah.

Gambar 3. Anatomi dan letak apendiks normal.

4
Namun demikian pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada
apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior
dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus
thorakalis.X oleh karena itu, nyeri viseral pada apendicitis bermula disekitar
umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada
infeksi, apendiks akan mengalami gangren.

2.3 Fisiologi Apendiks

Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml/hari. Lendir itu normalnya


dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymfoid tissue)
yang terdapat disepanjang saluran cerna, termasuk apendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh.

2.4 Etiologi

Apendicitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai


faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang dianjurkan
sebagai faktor pencetus. Disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang
diduga dapat menimbulkan appendicitis ialah erosi mukosa apendiks akibat parasit
seperti E. Histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulya apendicitis. Konstipasi akan
menaikan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Faktor-faktor
tersebut akan mempermudah timbulnya apendicitis akut.

5
2.5 Klasifikasi Apendicitis

Klasifikasi apendicitis terbagi menjadi dua, yaitu;

1. Apendicitis akut.

Apendicitis akut sering dengan gejala khas yang di dasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala apendicitis akut adalah nyeri samar-samar
dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. Disini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat.

2. Apendicitis kronis.

Diagnosis apendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya


riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendicitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan adanya sel inflamasi kronik.
Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

Gambar 4. Titik Mc.Burney

6
2.6 Patofisiologi

Peradangan yang progresif dari apendiks vermiformis diawali dengan


terjadinya obstruksi lumen dan kemudian mengalami gangren dan perforasi.
Obstruksi lumen apendiks fechalit (feses yang mengeras) dan atau hiperplasi
jaringan limfoid dinding apendiks vermiformis akibat infeksi virus. Sekresi yang
terus-menerus mukosa apendiks menyebabkan terjadinya timbunan cairan dalam
lumen, sehingga dinding apendiks menipis menyebabkan gangguan vaskularisasi
dengan segala konsekuensinya. Keradangan apendiks tanpa obstruksi dapat juga
terjadi, namun dapat menghilang secara spontan tanpa perlu terapi. Invasi bakteri
aerob dan anaerob yang normal ada dalam lumen apendiks akan memperberat proses
peradangan dan terbentuknya pus. E.colli dan bacteriodes merupakan kuman yang
didapatkan dalam biakan. Selanjutnya mukosa apendiks mengalami ulserasi
sehingga pus masuk ke lapisan serosa membentuk fibrinofuluren eksudat. Akibat
gangguan vaskularisasi, apendiks mengalami gangren sampai perforasi.
Mikroperforasi apendiks menimbulkan lokal iritasi peritoneum sekitarnya sehingga
terjadi peritonitis lokal dan atau pengumpulan pus disekitar apendiks (peri apendiks
abses). Pada anak-anak kemampuan omentum dan usus dalam melokalisir eksudat
yang keluar dari perforasi dinding apendiks kurang, sehingga mempermudah
terjadinya peritonitis umum dengan segala manifestasi klinisnya.

2.7 Gambaran klinis

Apendicitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, baik disertai maupun tidak disertai dengan rangsang peritoneum local.
Gejala klasik apendicitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral di daerah epigastrium disekitar umbilikus yaitu dengan gejala anoreksia
(hampir semuanya mengalami), yang diikuti dengan nyeri periumbilikal konstan
derajat sedang dengan pergeseran dalam 4-6 jam menjadi nyeri tajam pada kuadran
kanan bawah. Posisi ujung apendiks yang bervariasi atau malrotasi, memungkinkan
variabilitas dari lokasi nyeri. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada
muntah bersamaan dengan obstipasi atau diare, terutama pada anak-anak. Umumnya
nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah

7
ke titik Mc-Burney. Disini, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium,
tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit
perut bila berjalan atau batuk. Bila apendiks terletak retrosekal retroperitoneal, tanda
nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tanda rangsangan peritoneal karena
apendiks terlindungi oleh sekum. Rasa nyeri lebih kearah perut sisi kanan atau nyeri
timbul saat berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Radang pada apendiks yang terletak di rongga pelvis dapat menimbulkan gejala dan
tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga gerakan peristaltik meningkat dan
pengosongan rektum menjadi lebih cepat serta berulang. Jika apendiks tadi
menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing akibat
rangsangan apendiks terhadap dinding kandung kemih. Gejala Apendicitis akut pada
anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering hanya menunjukkan gejala rewel dan
tidak mau makan. Pemeriksaan fisik akan mendapatkan anak yang tiba-tiba
mengalami sakit, wajah tampak pucat, agak sulit berjalan dan tungkai kanan terlihat
fleksi pada saat tiduran, bibir terlihat kering, pipi kemerahan, anak mengalami
demam dengan suhu axilla diatas 38o C, tetapi jika suhu tinggi perlu dibedakan
antara apendicitis perforasi dengan kemungkinan penyebab lain. Anak sering tidak
bisa menggambarkan rasa nyerinya, beberapa jam kemudian anak akan muntah
sehingga menjadi lemah dan letargis. Karena gejala khas tadi apendicitis sering baru
diketahui setelah menjadi perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui
setelah terjadi perforasi. Pada orang usia lanjut, gejalanya samar-samar saja sehingga
lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi. Tanda-tanda
vital memperlihatkan takikardi ringan atau kenaikan temperature suhu badan 1oC.

2.8 Pemeriksaan Fisik

Pasien apendicitis jarang memperlihatkan tanda toksisitas sistemik, pasien


bisa berjalan dalam cara agak membungkuk, sikapnya diranjang cenderung tak
bergerak, sering dengan adanya fleksi tungkai kanan, demam biasanya ringan
dengan suhu sekitar 37,5-38,5oc. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi

8
perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai l oC. Inspeksi
langsung abdomen biasanya tak jelas, kernbung sering terlihat pada penderita
dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa di lihat pada massa
atau abses peri apendikuler, serta auskultasi atau perkusi tidak sangat bermanfaat
dalam pemeriksaan apendisitis. Palpasi seharusnya dimulai pada kuadran kiri bawah,
yang dilanjutkan ke kuadran kiri atas, kuadran kanan atas dan diakhiri dengan
pemeriksaan kuadran kanan bawah. Kadang-kadang pada apendisitis yang lanjut
dapat dideteksi suatu masaa.
Pemeriksaan palpasi abdomen ditemukan titik nyeri daerah "Mc-Burney's"
terutama pada apendisitis akut. Spasme otot-otot abdomen kuadran kanan bawah
terjadi karena iritasi pertoneum dibawahnya, kadang disertai dengan tanda-tanda
"rebound tenderness regiditas" dinding abdomen muncul jika telah terjadi perforasi
apendiks. Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada
penekanan perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut
Rovsing sign. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal, diperlukan palpasi dalam
untuk menentukan adanya rasa nyeri (tampak pada gambar yang diatas). Obturator
dan psoas-sign sebagai petunjuk lain terdapat proses keradangan didaerah posterior
lokasi apendiks namun jarang ditemukan pada anak-anak. Peristaltik usus sering
normal, tetapi juga dapat menghilang akibat adanya ileus paralitik pada pertonitis
generalisata yang disebabkan oleh apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur
menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai dengan jari telunjuk misalnya
pada apendisitis pelvika.

Gambar 5.
(Pemeriksaan colok dubur
pada orang dewasa)
1. Rongga peritoneum, 2.
Peritoneum parietale, 3. Sekum,
4. Apendiks (Appendicitis akut)

9
Pada apendiks pelvika, tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak
apendiks.
Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi
panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan.
Bila apendiks yang meradang menempel di otot psoas mayor, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri.
Uji obturator digunakan untuk melihat bilamana apendiks yang meradang
bersentuhan dengan otot obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil.
Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan
menimbulkan nyeri pada appendiks pelvika.

Tabel 1. Pemeriksaan Appendicitis

10
Gambar 6. Sign of appendicitis.

2.9 Diagnosis Apendicitis

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis


apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan
diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan lelaki. Hal ini
dapat di sadari mengingat pada perempuan, terutama yang masih muda, sering
timbul gangguan yang menyerupai apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari
genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit
ginekologik lain. Apendicitis akut dapat ditegakkan diagnosisnya dengan gejala
klinis saja terutama yang memperlihatkan gejala klinis klasik. Untuk menurunkan
angka kesalahan diagnosis apendicitis akut, bila diagnosis meragukan, sebaiknya
penderita diobservasi di rumah sakit dengan frekuensi setiap 1-2 jam. Pemeriksaan
penunjang laboratorium untuk menentukkan adanya tanda-tanda infeksi akut dalam
darah (leukosit dan shift to the left). Apendicitis dan gejala klinis yang tidak jelas
atau minimal membutuhkan pemeriksaan penunjang radiologi (fotobarium) kurang
dapat dipercaya, ultrasound (USG) dapat meningkatkan akurasi diagnosis, bahkan
CT-Scan abdomen. Demikian pula laparaskopi pada kasus yang meragukan.
Kemungkinan apendicitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado.

11
Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendicitis.

Table.2 ALVARADO Score.

2.10 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Umumnya ditemukan leukositosis (11.000 - 15.000 mm3) dengan shift to the


left, namun demikian hasil pemeriksaan leukosit normal dapat ditemukan pada anak
dengan apendicitis, sedangkan jika hasil pemeriksaan leukosit mencapai 20.000 mm
dengan gejala klinis minimal untuk apendicitis kemungkinan disebabkan keadaan
lain.

b. Urinalisis

Perlu diperiksa jika terdapat gejala klinis yang sulit dibedakan dengan infeksi
saluran kencing. Umumnya hasil pemeriksaan urin normal pada apendicitis, pada
beberapa kasus appendicitis dapat di temukan sel darah merah atau sel darah putih
pada sedimen.

c. Pemeriksaan Radiologi atau Ultrasound

Untuk gejala apendicitis tertentu membutuhkan pemeriksaan radiologi dan


ultrasound (USG) seperti;

12
1) Foto Polos Abdomen
Akan memperlihatkan gambaran massa efect akibat hilangnya
gambaran gas di daerah abdomen kanan bawah, ditemukan pada 10% kasus
dapat terlihat gambaran fekhalit (feses yang mengeras) sebagai penyebab
sumbatan obstruksi lumen apendiks.

2) Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) telah banyak digunakan untuk diagnosis
apendicitis akut maupun apendicitis dengan abses, ultrasonografi sangat
bermanfaat terutama bagi wanita hamil dan anak-anak, tingkat
keakuratannya paling tinggi (93-98%), tetapi sulit dilakukan pada orang
dewasa karena jumlah lemak dan gas paling banyak sehingga apendiks sulit
terlihat. Untuk dapat mendiagnosis apendicitis akut diperlukan keahlian,
ketelitian, dan sedikit penekanan transuder pada abdomen. Akurasi
penggunaan USG ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan kemampuan
pemeriksa. Pada pemeriksaan apendicitis dengan menggunakan USG
ditemukan fekalit, udara intralumen, penebalan dinding apendiks dan adanya
pengumpulan cairan. Apabila apendiks mengalami perforasi akan sulit untuk
dinilai, hanya apabila cukup udara maka abses apendiks dapat di identifikasi.

3) CT- Scan (Computed Tomography Scanning)


CT-Scan dapat melihat jelas gambaran apendiks. Namun dalam
pemeriksaan normal apendiks jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan
skirinning in, gambaran penebalan dinding apendiks dan jaringan sekitar
yang melekat mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan
mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang tinggi serta akurasi yang baik
untuk mendeteksi apendicitis. Pemeriksaan ini terbatas digunakan pada
wanita hamil dan anak-anak karena menggunakan radiasi.

4) Laparaskopi Diagnostik
Laparaskopi mulai ada sejak abad ke-20, namun penggunaannya
untuk kelainan intraabdominal baru berkembang sejak tahun 1970-an.
Dibidang bedah, laparaskopi dapat digunakan sebagai alat diagnosis dan
terapi, disamping dapat mendiagnosis appendicitis secara langsung,

13
laparaskopi juga dapat digunakan sebagai alat diagnosis dan terapi,
laparaskopi juga dapat di gunakan untuk melihat keadaan organ
intraabdoomen lainnya. Hal ini sangat bermanfaat terutama pada pasien
wanita, pasien obesitas. Pada apendicitis akut, laparaskopi diagnostik biasa
dilanjutkan dengan apendektomi laparaskopi.

2.11 Diagnosis Banding

Diagnosis praoperasi dari apendicitis akut harus 85% akurat, tergantung pada
lokasi dari apendiks, lama gejala, usia serta jenis kelamin pasien. Pasien bisa dibagi
ke dalam 3 kelompok usia, yaitu;

1) Anak (didefinisikan sebagai usia 10 tahun ke bawah)


2) Remaja dan dewasa (didefinisikan sebagai usia 10-50 tahun).
3) Orang tua (didefinisikan sebagai usia 50 tahun ke atas)

Karena apendicitis jarang diderita oleh kelompok usia lebih muda, maka
sering dianggap sebagai suatu penyakit yang lebih serius. Pada keadaan tertentu,
beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding, yaitu;

a. Gastroenteritis
Umumnya etiologinya adalah virus, berkaitan dengan diare, kram,
dan relaksasi antara gelombang hiperperistaltik. Gastroenteritis salmonella
timbul dari memakan makanan yang terkontaminasi. Infeksi
Salmonella.thyphosa jarang, ditandai oleh ruam, bradikardi yang tidak
sesuai, lekopenia, dan kultur feses yang positif. Pada gastroenteritis, terdapat
mual, muntah, dan diare didahului dengan rasa nyeri pada perut. Sifat
nyerinya lebih ringan dan tidak tegas. Panas dan leukositosis kurang
menonjol dibandingkan dengan apendicitis akut.

b. Demam Dengue
Demam dengue dapat diawali dengan nyeri perut mirip peritonitis.
Pada penyakit ini, didapatkan hasil tes positif untuk Rumple Leed,
trombositopenia dan peningkatan hematokrit.

14
c. Limfadenitis Mesenterika
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis, ditandai dengan
nyeri perut, terutama perut sebelah kanan, serta perasaan mual dan nyeri
tekan perut yang sifatnya samar-samar, terutama perut sebelah kanan.

d. Batu Ureter
Hematuria dan nyeri alih ke skrotum atau labia. Diagnosis pasti
dengan pemeriksaan Pielografi.

e. Kelainan Ovulasi
Folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri
pada perut kanan bawah di tengah siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri
yang sama pernah timbul terlebih dahulu. Tidak ada tanda radang dan nyeri
biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama
2 hari.

f. Infeksi Panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendicitis akut.
Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendicitis dan nyeri perut bagian bawah
serta perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai
keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat di
panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika
perlu untuk dianosis banding.

g. Kehamilan Di luar kandungan


Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan
perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak, difus di daerah pelvis dan
mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vagina, terdapat nyeri.

h. Endometriosis Eksterna
Endometrium di luar rahim akan menimbulkan nyeri di tempat
endometriosis berada dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena
tidak ada jalan keluar.

15
i. Infeksi Traktus Urinarius
Nyeri tekan sudut kostovertebral kanan dan ada bakteriuria.

j. Penyakit Ginekologi
Penyakit peradangan pelvis, biasanya bilateral, berkaitan dengan
nyeri pelvis bawah dan nyeri bila serviks digerakkan, terjadi perimenstruasi
pulasan gram dari sekret vagina sering kali memperlihatkan diplokokigram
negatif. Ruptur folikel de Graaf menyerupai apendicitis dengan tumpahan
darah dan cairan cukup banyak ke dalam pelvis, terjadi pada saat kehamilan
ektopik terganggu ada massa ovulasi. Tuba ovarium dan hipovolemia pada
kuldosentesis didapatkan darah yang tidak membeku.

k. Cholelitiasis
Penyakit akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang terjebak di
dalam kantong hartmann. Kolelitiasis tanpa batu empedu di sebut kolesistitis
akalkulosa di dapatkan paska bedah. Keluhan utama nyeri akut di perut
kuadran kanan atas, yang kadang-kadang menjalar kebelakang di daerah
scapula.
Biasanya di temukan riwayat serangan kolik masa lalu, yang pada
mulanya sulit dibedakan dengan nyeri kolik sekarang. Nyeri menetap dan
disertai tanda rangsangan peritoneal berupa nyeri tekan, nyeri lepas dan
defans muscular otot dinding perut. Kadang kandung empedu yang
membesar dapat di raba, hampir seluruh penderita nyeri disertai mual,
muntah. Suhu badan 38oC. Jika terdapat demam menggigil curiga adanya
komplikasi. Pada pemeriksaan laboratorium, leukosit meningkat atau dalam
batas normal.

2.12 Komplikasi

Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa


perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
dan lekuk usus halus. Adapun jenis komplikasi, diantaranya;

16
1. Massa Periapendikuler
Massa appendiks terjadi bila apendicitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus
halus. Pada masa periapendikuler dengan pembentukkan dinding yang belum
sempurna dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum.

2. Appendicitis perforasi
Adanya fekhalit di dalam lumen, usia (orang tua atau anak kecil), dan
keterlambatan diagnosis. Insiden tinggi pada anak disebabkan oleh dinding
appendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga
memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendindingan kurang sempurna
akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum
berkembang.

3. Ruptura
Terjadi setelah obstruksi terus-menerus dari lumen, yang
menimbulkan gangren distal dari oklusi. Biasanya terjadi di distal dari
fekhalit.

4. Peritonitis
Penyebaran pada peritonitis memungkinkan kontaminasi dalam
kantong (cul-de-sac) pelvis atau rongga subhepatik kanan melalui usus
kanan.

5. Pileplebitis
Pileplebitis (tromboflebitis septik dari sistem vena porta yang
ascendens) timbul dengan demam tinggi, menggigil, nyeri hepatik, dan
ikterus. Emboli septik menimbulkan abses piogenik multiple.

2.13 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan apendicitis tergantung dari nyeri apendicitisnya, akut atau


kronis. Penatalaksanaan bedah ada 2 cara, yaitu non-bedah (non-surgical,
penanggulangan konsevatif) dan pembedahan (surgical).

17
1. Non Bedah

Penatalaksanaan ini berupa;

a. Batasi diet dengan makan sedikit dan sering (4-6 kali sehari).
b. Minum cairan adekuat pada saat makan untuk membantu proses
pencernaan makanan.
c. Makan perlahan dan mengunyah sempurna untuk saliva saat menambah
makanan.
d. Hindari makan makanan bersuhu ekstrim, pedas, berlemak, beralkohol,
kopi, coklat dan jus jeruk.
e. Hindari makan dan minum 3 jam sebelum istirahat untuk mencegah
masalah refluks nonturnal.
f. Tinggikan kepala saat tidur 6-8 inci untuk mencegah refluks nonturnal.
g. Turunkan berat badan bila kegemukan untuk merunkan gradien tekanan
gastroesofagus.
h. Hindari tembakan, salisilat, dan fenibutazon yang dapat memperberat
esofagitis.

Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak


mempunyai akses kepelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah terjadinya infeksi. Pada penderita appendicitis
perforasi, sebelum operasi, dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta
pemberian antibiotik sistemik.
Antibiotik pra-operasi menurunkan komplikasi infeksi, tetapi hal ini masih
kontroversial;

1) Antibiotik praoperasi hanya untuk dugaan adanya perforasi.

2) Antibiotik praoperasi untuk semuanya, dilanjutkan seperti yang


diindikasikan bila ditemukan adanya perforasi atau gangrene.

3) Antibiotik praoperasi untuk semuanya, dilanjutkan 3-5 hari jika


ditemukan pada setiap tahap apendicitis.

18
Patogen dalam apendicitis akut adalah flora kolon campuran, baik aerob
maupun anaerob, seperti Bacteroides fagilis yang membutuhkan antibiotik.
Klindamisin ditambah aminoglikosida dan sefalosporin generasi kedua merupakan
paduan yang popular.

2. Pembedahan

Bila diagnosa klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-
satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Apendicitis umumnya ditangani
dengan membuang appendiks jika appendiks di operasi, ditemukan adanya
appendicitis, biasanya dokter menyarankan untuk melakukan pembedahan tanpa
diagnosa lebih lanjut. Pembedahan yang dilakukan segera dapat menurunkan
kemungkinan apendiks lebih parah. Apendektomi adalah operasi pemotongan
appendiks yang mengalami radang atau infeksi. Menurut Krob dikutip dari Warnetty
(2012), tatalaksana pada kasus apendicitis tanpa komplikasi adalah apendektomi.
Apendektomi dibagi menjadi 2 yaitu secara laparatomi (metode konvensional) dan
laparaskopi. Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi).
Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses
dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).

a. Appendektomi Konvensional

Cara pembedahan yang konvensional atau terbuka dilakukan dengan


membut irisan pada bagian perut kanan bawah. Panjang sayatan kurang dari
3 inci (7,6 cm). "Pasien dengan anestesi spinal, dilakukan insisi gridiron
melewati titik Mc-Burney. Tampak omentum taksis pada kanan bawah.
Identifikasi sekum ditemukan, dinding sekum hiperemis dan menebal,
sulit diluksir keluar. Appendiks tampak terletak retrosekal retroperitoneal,
gangrenosa dengan jaringan fibrin di sekitarnya dan tampak perlekatan
appendiks dengan usus di sekitarnya. Dilakukan pembebasan, kemudian dila
appendektomi dan penjahitan puntung appendiks dengan ligasi ganda 10 Jika
ada abses, pus akan didrainase". Perdarahan ditangani dan rongga abdomen
dibersihkan dengan salin steril hangat. Luka operasi ditutup.

19
b. Appendektomi Laparaskopi

Teknik terbaru dengan laparaskopi. Laparaskopi adalah prosedur


pembedahan dengan fiberoptik yang dimasukkan ke dalam abdomen melalui
insisi kecil yang dibuat pada dinding abdomen. Dengan laparaskopi kita bisa
melihat langsung appendiks, organ abdomen dan pelvis yang lain.
Appendektomi laparaskopi menggunakan 3 lubang sebagai akses, lubang
pertama dibuat dibawah pusar, fungsinya untuk memasukkan kamera super
mini yang terhubung ke monitor kedalam tubuh, lewat lubang itu pula
sumber cahaya dimasukkan, sementara 2 lubang lain di posisikan sebagai
jalan masuk peralatan bedah, seperti penjepit atau gunting. Kemudian
kamera dan alat khusus dimasukkan melalui sayatan tersebut, alat dengan
bantuan peralatan tersebut, ahli bedah mengamati organ abdominal secara
visual dan mengidentifikasi apendiks (RM). Jika apendicitis ditemukan,
appendiks dapat langsung diangkat melalui insisi kecil tersebut.
Laparaskopi dilakukan dengan anestesi general. Kemudian appendiks
dipisahkan dari semua jaringan yang melekat, kemudian apendiks diangkat,
dan dipisahkan dari caecum. Appendiks dikeluarkan melalui salah satu
sayatan. Beberapa studi telah melaporkan bahwa laparaskopi mempunyai
resiko LLO lebih rendah daripada operasi terbuka.
Keuntungan setelah operasi, nyerinya akan lebih sedikit karena
insisinya lebih kecil serta pasien biasa kembali beraktivitas lebih cepat.
Keuntungan lain adalah dengan laparaskopi ini ahli bedah dapat melihat
abdomen terlebih dahulu jika diagnosis apendictis diragukan. Sebagai
contoh, pada wanita yang menstruasi dengan rupture kista ovarium yang
gejalanya mirip apendisitis. Jika appendiks tidak ruptur, pasien dapat pulang
1-2 hari, jika terdapat perforasi, besar-besaran dapat tinggal 4-7 hari,
terutama jika terjadi peritonitis. antibiotik intravena dapat diberikan untuk
review mengobati infeksi dan membantu penyembuhan abses, jika saat
pembedahan, dokter menemukan appendiks yang terlihat normal, dan tidak
ada penyebab berbaring masalah dari pasien, lebih baik mengangkat
appendiks yang terlihat biasa tersebut dari pada melewatkan apendicitis yang
awal atau kasus apendisitis yang ringan.

20
2.14 Prognosis

Mortalitas adalah 0,1% jika appediks tidak pecah, dan 15% jika pecah pada
orang tua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi. Prognosis
membaik dengan diagnosis dini sebelum ruptur dan antibiotik yang lebih baik.
Morbiditas meningkat dengan ruptur dan usia tua. Komplikasi dini adalah septik.
Infeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan
predisposisi terjadinya robekan lebih jarang terjadi dengan insisi pemisahan otot.
Abses intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonealis setelah gangren dan
perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu bagian dari sekum oleh abses
atau konstriksi dari jahitan kantong atau dari pengikatan yang tergelincir. Obstruksi
usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut
mencakup pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis dan hernia.

21
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Nama : Tn. MS
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Umur : 65 tahun
Status Marital : Sudah Menikah
Alamat : Jln. Pipa Air Uncen atas Waena
Agama : Kristen Katolik
Suku/Bangsa : Kupang/ Indonesia
Pekerjaan : Swasta
MRS : 14 Januari 2016
Berat badan : 58 kg

3.2 Anamnesis

1. Keluhan Utama
Nyeri pada perut kanan sejak kurang lebih 5 hari yang lalu.

2. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke poli bedah RS Abepura dengan keluhan Nyeri perut kanan
sejak kurang lebih 5 hari yang lalu. Menurut pasien awalnya nyeri di rasakan
seperti tertusuk tusuk pada perut kanan bawah ke perut kanan atas, nyeri
kadang hilang-timbul di perut, bila pasien beraktifitas semakin bertambah
sakit, jalan sering membungkuk, pasien ingin tidur membungkuk, saat makan
terasa kembung dan setelah makan perut tidak terasa sakit, nafsu makan
menurun, ada mual dan di ikuti muntah sejak 5 hari yang lalu sebanyak 4 kali
pada hari pertama, terasa lemas, merasakan demam tinggi, dan pasien
mengaku buang air besar tidak lancar sejak kurang lebih 3 bulan terakhir, dan
2 minggu sebelum sakit pasien sempat diare terus-menerus, sehari 4 kali
BAB. Sebelumnya pasien sempat berobat ke dokter praktek lalu

22
mendapatkan obat paracetamol, cefadroxil, dan asam mefenamat. Namun
tidak ada perubahan, oleh karena itu pasien kembali lagi berobat ke dokter
praktek yang sama dan pasien meminta untuk dibuatkan surat rujukan untuk
berobat ke poli bedah RS Abepura.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelumnya pasien pernah di rawat di RS.Abepura dengan sakit malaria
tropika +4, setelah dirawat pasien dinyatakan pulang dan sembuh 7 bulan yg
lalu.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang mengalami sakit seperti ini.

3.3 Pemeriksaan Fisik

1. Status Generalis

Keadaan Umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
Tanda-Tanda Vital :
TD : 130/ 90 mmHg, RR : 28x/menit
Nadi : 100 x/menit, Suhu : 38,5oC
a. Kepala

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), udem palpebra (-/-)
Hidung : sinistra = dextra : tidak ada secret/bau/perdarahan
Telinga : sinistra = dextra : tidak ada secret/bau/perdarahan
Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak pucat

b. Leher : peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-)

c. Thoraks
Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi
Auskultasi : vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), wheezing (-/-), S1S2 tunggal
Palpasi : Vocal fremitus raba normal, Nyeri Tekan (-)
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru

23
d. Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : bising (+) usus menurun melemah
Palpasi : supel pada perut kiri, Nyeri tekan perut kanan bawah ke kanan
atas (+), lien/hepar tidak teraba, tidak dapat di evaluasi karena
nyeri. Nyeri tekan pada titik Mc-Burney (+)
[ Rovsing sign: +, Psoas sign: +, Obturator sign: +, rebound tenderness (+) ]
Perkusi : thimpani

e. Ekstermitas : akral teraba hangat di kedua ekstermitas atas dan bawah,


udem tidak di temukan pada ekstremitas atas dan bawah.

f. Alvarado score

Alvarado Score:
A: appendicitis point pain 2
L: leukositosis (> 10.000) 2
V: vomiting 1
A: anoreksia 1
R: rebound tenderness fenomena 1
A: abdominal migrate pain 1
D: degree of celcius ( > 37,5 derajat celcius) 1
O: observation of homogram (segmen >72%) 1
TOTAL 10

Interpretasi :
1-4 bukan appendicitis
5-6 curiga appendicitis
7-10 appendicitis akut

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah Rutin ( Tanggal 14 januari 2016 )

Hemoglobin : 14.6 gram/dl


Leukosit : 11.800/mm3

24
Hematokrit : 45%
Trombosit : 342.000/mm3
DDR : Negatif

Pemeriksaan Kimia Darah ( Tanggal 15 Januari 2016 )

Kreatinin : 1.0 mg%


Ureum : 21 mg%
SGOT : 87 U/L
SGPT : 126 U/L
Kolesterol : 154 mg/dl
Trygliserida : 108 mg/dl
GDS : 102mg/dl

Pemeriksaan radiologis colon in loop, foto thorax dan hasil USG abdomen
( Tanggal 19 Januari 2016 )

25
( Gambar USG Klinis sakit pada perut kanan bawah )

26
Kesimpulan: Titik Mc-Burney: Ukuran Diameter App. 1 cm, fases collection (-)
Menyokong appendicitis , Cholesistitis , Bayang-bayang infiltrat

3.5 Resume

Pasien dewasa dengan jenis kelamin laki-laki, berusia 65 tahun, pasien


datang ke poli bedah RS Abepura dengan keluhan nyeri perut kanan atas hingga
bawah, sejak 5 hari yang lalu SMRS.
Pasien mengatakan awalnya sakit mulai timbul dari perut bawah kanan
menjalar, sakit dirasakan samar-samar pada perut kanan atas, sakit di rasakan hilang
timbul. Namun intens (terus-menerus), pasien juga merasakan demam, mual,
muntah, nafsu makan menurun. Saat datang ke poli, pasien berjalan membungkuk
menahan sakit. Namun setelah dirawat selama 7 hari pasien bisa jalan tegap. Namun
bila di periksa perutnya (NT) masih nyeri.
Dari hasil pemeriksaan fisik di dapatkan: Ku tampak kesakitan, kesadaran
Compos mentis, tanda-tanda vital: TD :120/70 mmHg, Nadi: 94x/m, RR: 22x/menit,
SB: 38,5oC. Kepala/Leher dan Thoraks dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen
di dapatkan auskultasi, BU (+) tapi melemah, palpasi: supel pada perut sebelah kiri,
nyeri tekan (+) pada perut sebelah kanan, nyeri lepas (+), lien tidak teraba, hepar
sukar dievaluasi, nyeri tekan pada titik Mc.Burney (+), nyeri lepas (+), rebound

27
tenderness (+), obturator sign (+), psoas sign (+), perkusi nyeri ketuk (+), thimpani
(+). Pada pemeriksaan laboratorium hasil darah berupa leukosit 11.800 sel/mm dari
hasil USG memberikan kesimpulan: titik Mc.Burney: ukuran diameter App. 1 cm,
fases collection (-), Menyokong appendicitis, Cholesistitis, ada bayang-bayang
infiltrat, dan hasil Alvarado score = 10.

3.6 Diagnosis Banding

1. Gastroenteritis
2. Cholecistitis
3. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

3.7 Diagnosis Kerja

Abdominal pain ec. Susp. Appendicitis Akut

3.8 Penatalaksanaan

Saat di rawat dirumah sakit :

- Infus RL 20 tpm makro


- Inj. Ceftriaxon 1x2 gr (i.v)
- Inj. Ranitidin 2x1 amp (i.v)
- Inj. Ketorolac 3x1 amp (i.v) k/p
- Paracetamol drips 3x 500 (i.v) k/p
- Pro. Appendektomi

Obat minum saat pulang :

- Ciprofloxacin 2xi tab (p.o)


- Ranitidin 2x1 tab (p.o)
- Ibuprofen 3x 400 mg (p.o)

28
29
30
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien ini di diagnosa abdominal pain ec. Susp. Appendicitis akut berdasarkan
anamnesa dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesa didapatkan Nyeri perut kanan kurang lebih sejak 5 hari yang
lalu, nyeri tertusuk tusuk di perut kanan atas hingga perut kanan bawah dan kadang hilang
timbul, beraktifitas semakin bertambah sakit, sering jalan membungkuk, pasien ini tidur
membungkuk, perut terasa kembung, nafsu makan menurun, mual (+) muntah (+) 4 kali, lemas
(+), demam tinggi (+), konstipasi (+) 3 bulan terakhir, diare (+). Dari anamnesa diatas hal ini
sesuai dengan teori bahwa gejala klinis apendisitis adalah nyeri samar-samar pada perut kanan
atas epigastrium dan hingga nyeri kanan bawah pre-umbilical, rasa sakit menjadi terus-menerus
dan lebih tajam serta lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat,
akibatnya pasien menemukan gerakan tidak nyaman dan ingin berbaring diam atau jalan
membungkuk menahan sakit (aktifitas tidak terganggu), hal ini karena terdapat rangsangan
peritoneum, biasanya penderita mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. Nyeri perut juga
di sertai mual dan muntah satu atau lebih episode serta adanya gangguan pencernaan, tidak
lancar buang air besar. Umumnya nafsu makan akan menurun, terkadang apendisitis juga
disertai dengan demam sekitar 37,5-38,5oC.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan 38,5oC dan pada pemeriksaan
abdomen di dapatkan: auskultasi, BU (+) tapi melemah, palpasi: supel pada perut sebelah kiri,
nyeri tekan (+) pada perut sebelah kanan, nyeri lepas (+), lien tidak teraba, hepar sukar
dievaluasi. nyeri tekan pada titik Mc.Burney (+), nyeri lepas (+), rebound tenderness (+),
obturator sign (+), psoas sign (+), perkusi nyeri ketuk (+), thimpani (+) dan pada penilaian
Alvarado di dapatkan nilai 10. Ini sesuai dengan teori bahwa pada pemeriksaan fisik
appendisitis untuk suhu tubuh didapatkan demam derajat rendah sekitar 37,5-38,5oC. Dan pada
pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan pada titik Mc.Burney, Rebound tenderness (nyeri
lepas) yaitu rasa nyeri yang hebat di perut kanan bawah saat tekanan tiba-tiba dilepas. Rovsing
sign positif, pada penekanan perut sebelah kiri, maka nyeri dirasakan pada sebelah kanan. Psoas
sign positif, cara memeriksa ada dua cara: aktif: posisi pasien terlentang tungkai kanan lurus
buana pemeriksa, pasien memfleksikan artikulatio koksa kanan sehingga timbul nyeri perut
kanan bawah. Pasif: posisi pasien miring ke kiri, paha kanan di hiperekstensikan pemeriksa,

31
terjadi nyeri kanan bawah. Obsturator sign positif, poisisi pasien terlentang, lutut difleksikan
kemudian di rotasikan kearah dalam dan luar secara pasif maka dinyatakan positif bila terdapat
nyeri. Hal tersebut menandakan terjadinya peradangan apendiks pada daerah hipogastrium dan
pada penilaian Alvarado score didapatkan:

Alvarado Score:
A: appendicitis point pain 2
L: leukositosis (> 10.000) 2
V: vomiting 1
A: anoreksia 1
R: rebound tenderness fenomena 1
A: abdominal migrate pain 1
D: degree of celcius (> 37,5 derajat celcius) 1
O: observation of homogram (segmen >72%) 1
TOTAL 10
Interpretasi :
1-4 bukan appendicitis
5-6 curiga appendicitis
7-10 appendicitis akut

Berdasarkan pemeriksaan penunjang dari laboratorium dan USG abdomen di dapatkan


hasil leukosit 11. 800sel/mm, serta keterangan dari hasil USG member Kesimpulan: titik
Mc.burney: ukuran App. D=1 cm, fases collection (-)

- Menyokong appendicitis
- Cholesistitis
- Bayang-bayang infiltrat

Pada pemeriksaan laboratorium sesuai dengan teori yaitu pada kebanyakan kasus
terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi berupa perforasi. Terjadinya
appendicitis akut dan adanya perubahan dinding apendiks vermiformis beroperasi signifikan
berhubungan dengan meningkatnya jangka waktu leukosit darah, leukositosis ringan, mulai dari
11.000 -15.000 sel / mm, biasanya terdapat pada pasien appendicitis akut. Apabila jangka waktu
leukosit darah meningkat lebih dari 20.000 sel/mms menyebabkan kemungkinan terjadinya

32
komplikasi berupa perforasi. Pada ultrasonografi (USG) berguna dalam memberikan
diferensiasi penyebab nyeri perut abdomen akut ginekologi, misalnya mendeteksi massa
ovarium. Ultrasonografi juga dapat membantu dalam mendiagnosis appendicitis perforasi
dengan adanya abses.
Diagnosa banding pada pasien ini adalah gastroenteritis, cholesistitis, dan ISK ( Infeksi
saluran kemih). Gastroenteritis di tandai dengan terjadinya mual, muntah, dan diare.mendahului
rasa sakit, sakit perut lebih ringan, hiperperistaltik sering ditemukan, panas dan leukositosis
kurang menonjol dibandingkan appendicitis akut. ISK (infeksi saluran kemih) adalah keadaan
dimana adanya infeksi (ada pertumbuhan dan perkembangan bakteri) dalam saluran kemih
yang meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi dikandung kemih dengan jumlah bakteri
yang bermakna. Gejalanya yaitu rasa panas atau nyeri ketika buang air kecil, rasa ingin sering
buang air kecil, urin berbau serta mengandung darah atau nanah, nyeri perut bagian bawah dan
juga terdapat demam.
Pada pasien ini di berikan terapi medikamentosa berupa Ceftriaxone, medikamentosa
Metronidazole, Parasetamol, ketorolac, Ranitidin. Ceftriaxone merupakan sefalosporin,
spektrum luas semisintetik yang diberikan secara IV atau IM. Indikasi pemberian ceftriaxone,
seperti infeksi saluran napas bawah, infeksi kulit dan jaringan lunak, gonorea tanpa komplikasi,
penyakit radang rongga panggul, infeksi tulang dan sendi maupun infeksi intra-abdominal.
Metronidazol merupakan jenis obat antimikroba yang digunakan untuk mengobati berbagai
macam infeksi yang di sebabkan oleh mikroorganisme bakteri anaerob dan prozoa. Kedua jenis
organisme ini dapat hidup dan berkembang biak tanpa bantuan oksigen, sering menyebabkan
infeksi pada bagian tubuh seperti pada abdomen, sistem reproduksi dan gusi.
Parasetamol adalah jenis obat yang termasuk kelompok analgesik antipiretik. Obat ini
dipakai untuk meredakan rasa sakit ringan hingga menengah. Parasetamol mengurangi rasa
sakit dengan cara mengurangi produksi zat dalam tubuh yang disebut prostaglandin. Ranitidin
merupakan golongan obat antihistamin reseptor 2 (ah2). Mekanisme kerja ranitidin adalah
menghambat reseptor histamin 2 beroperasi selektif. Di berikan ketorolac yang merupakan
analgetik non-opioid di berikan untuk penanganan jangka pendek untuk nyeri pra - pasca bedah
yang sedang hingga berat (inj.)
Pada pasien ini diberi tindakan tatalaksana medikamentosa diberikan antbiotik dan
analgetik, tidak dilakukan tindakan apendektomi karena permasalahan fasilitas di rumah sakit.
Sehingga pasien diperbolehkan pulang dengan kondisi sembuh tanpa keluhan. Menurut teori
bila diagnosa klinis sudah jelas tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang
baik adalah apendektomi. Apendisitis umumnya ditangani dengan membuang apendiks jika

33
apendiks di (operasi). Appendektomi adalah operasi pemotongan apendiks yang mengalami
radang atau infeksi, apabila ditemukan apendicitis biasanya dokter menyarankan untuk
melakukan pembedahan tanpa diagnosa lebih lanjut. Penundaan appendektomi dengan
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pembedahan yang dilakukan
segera dapat menurunkan kemungkinan appendiks lebih parah. Tatalaksana pada kasus
appendicitis tanpa komplikasi adalah appendektomi. Appendektomi dibagi menjadi 2 yaitu
secara laparatomi (metode konvensional) dan laparaskopi.
Prognosis pada pasien ini adalah ad vitam dubia ad bonam, ad functionam dubia ad
bonam, dan ad sanationam dubia ad bonam.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat R de jong,dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta; EGC.2011,


hal.755 762.

2. Aronggear.W.Donald,dr,Sp.B (K) Trauma Finacs, FICS,dkk. Buku Saku Ilmu Bedah.


Departemen Ilmu Bedah FK Uncen / RSUD Jayapura.2014, hal.120 122.

3. Sabiston C. David,Jr.,MD,dkk. Buku Ajar Bedah (Essentials of Surgery).Bagian 1.


Jakarta; EGC.2012, hal 496 499.

4. Schwartz I. Seymour,M.D. Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah (Principles of


Surgery). Edisi 6. Jakarta; EGC.2000, hal 437 441.

5. Efektifitas Antibiotik Yang Digunakan Pada Pasca Operasi Appendicitis di


RUMKITAL dr. Mintohardjo, Jakarta Pusat.
http;//www.repository.uinjkt.ac.id...IR.M.%20RENDY%20HIDAYATULLAH.pdf.
Diunduh pada tanggal 1 Desember 2015, pukul 11:39 WIT.

35

You might also like