Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
1208505001
Jurusan Farmasi
Fakultas MIPA
Universitas Udayana
Bab I
Pendahuluan
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan captopril
2. Mengetahui penyakit-penyakit yang dapat diobati oleh captopril
3. Mengetahui cara kerja obat captopril
4. Mengetahui dosis captopril yang sebaiknya diberikan kepada pasien
5. Mengetahui efek samping dari penggunaan obat captopril
1.4 Manfaat
Pembaca diharapkan dapat mengetahui penjelasan mengenai obat captopril,
kegunaan obat tersebut, efek samping dari obat tersebut, dan bagaimana
penggunaan obat tersebut agar tidak menimbulkan efek samping yang
membahayakan bagi pasien.
Bab II
Tinjauan Pustaka
Captopril (Gambar 1) mengandung tidak kurang dari 97,5% dan tidak lebih dari
102,0% C9H15NO3S. Captopril berupa serbuk hablur putih atau hampir putih,
bau khas seperti sulfida. Captopril mudah larut dalam air, dalam metanol, dalam
etanol, dan dalam kloroform (Anonim, 1995).
Farmakologi
Captopril menghambat enzim pengkonversi angiotensin (ACE), dengan demikian
menyekat konversi angiotensin I menjadi II. Angiotensin II merupakan
vasokontriktor yang poten dan bertindak untuk melepaskan aldosteron. Dengan
demikian, captopril menurunkkan tahanan vascular perifer dan tekanan darah dan
menghambat retensi air dan garam yang normalnya ditimbulkan oleh aldosteron.
Captopril jugan menurunkan prabeban dan pascabeban. ACE juga bertanggung
jawab bagi metabolisme bradikinin dalam jaringan meningkat setelah pemberian
captopril. Aliran darah otak dan tekanan intracranial meningkat
Farmakokinetik
a. Absorpsi : Diabsorpsi dgn cepat sekitar 65% dr saluran GI. Makanan
menurunkan absorpsi. Sebaiknya obat ini digunakan pada saat perut
kosong. Sekitar 30% terikat dengan protein plasma
b. Distribusi : Didistribusi secara luas, tetapi tidak menembus barier darah
otak. Menembus plasenta, memasuki ASI dalam jumlah kecil
c. Metabolisme dan Ekskresi: 50% dimetabolisme oleh hati. 50% diekskresi
dalam bentuk yang tidak diubah oleh ginjal
Indikasi
1. Hipertensi
2. Gagal jantung
3. Setelah Infark miokardium (serangan jantung)
4. Diabetic nephropathy
Kontraindikasi dan Perhatian
1. Neutropenia/agranulositosis:
Neutropenia akibat pemberian captopril (jumlah neutrofil kurang
dari 1000/mm3) 2 kali berturut-turut, bertahan selama obat diteruskan,
insidensinya 0,02% (1/4544) pada penderita dengan fungsi ginjal
(kreatinin serum > 2 mg/dl), dan menjadi 7,2% (8/111) pada penderita
dengan gangguan fungsi ginjal dan penyakit vaskular kolagen seperti
lupus (SLE) atau skleroderma.
Neutropenia muncul dalam 12 minggu pertama pengobatan, dan
reversibel bila pengobatan dihentikan (90% penderita dalam 3 minggu)
atau dosisnya diturunkan.
Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal dan juga penderita
yang mendapat obat-obat lain yang diketahui dapat menurunkan leukosit
(obat-obat sitotoksik, imunosupressan, fenilbutazon dan lain-lain), harus
dilakukan hitung leukosit sebelum pengobatan setiap 2 minggu selama 3
bulan pertama pengobatan dan periodik setelah itu.
Mereka juga harus diberi tahu agar segera melapor kepada
dokternya bila mengalami tanda-tanda infeksi akut (faringitis, demam),
karena mungkin merupakan petunjuk adanya neutropenia.
2. Proteinuria/sindroma nefrotik:
Proteinuria yang lebih dari 1 g sehari terjadi pada 1,2% (70/5769)
penderita hipertensi yang diobati dengan captopril.
Diantaranya penderita tanpa penyakit ginjal/proteinuria sebelum
pengobatan, insidensinya hanya 0,5% (19/3573) yakni 0,2% pada dosis
captopril < 150 mg sehari dan 1% pada dosis captopril > 150 mg sehari.
Pada penderita dengan penyakit ginjal/proteinuria sebelum pengobatan,
insidensinya meningkat menjadi 2,1% 946/2196), yakni 1% pada dosis
captopril > 150 mg sehari. Sindroma nefrotik terjadi kira-kira 1/5 (7/34)
penderita dengan proteinuria.
Data mengenai insiden proteinuria pada penderita GJK belum ada.
Glumerulopati membran ditemukan pada biopsi tetapi belum tentu
disebabkan oleh captopril karena glumerulonefritis yang subklinik jugma
ditemukan pada penderita hipertensi yang tidak mendapat captopril.
Proteinuria yang terjadi pada penderita tanpa penyakit ginjal sebelumnya
pengobatan tidak disertai dengan gangguan fungsi ginjal. Proteinuria
biasanya muncul setelah 3-9 bulan pengobatan (range 4 hari hingga 22
bulan). Pada sebagian lagi, proteinuria menetap meskipun obat dihentikan.
Oleh karena itu pada penderita dengan risiko tinggi, perlu dilakukan
pemeriksaan protein dalam urin sebelum pengobatan, sebulan sekali
selama 9 bulan pertama pengobatan dan periodik setelah itu.
3. Gagal ginjal/akut:
Fungsi ginjal dapat memburuk akibat pemberian captopril pada
penderita dengan gangguan fungsi ginjal sebelum pengobatan. Gejala ini
muncul dalam beberapa hari pengobatan; yang ringan (kebanyakan kasus)
reversibel atau stabil meski pengobatan diteruskan, sedangkan pada yang
berat dan progresif, obat harus dihentikan. Gejala ini akibat berkurangnya
tekanan perfusi ginjal oleh captopril, dan karena captopril menghambat
sintesis A II intrarenal yang diperlukan untuk konstriksi arteriola eferen
ginjal guna mempertahankan filtrasi glomerulus pada stenosis arteri ginjal.
Gagal ginjal yang akut dan progesif terutama terjadi pada penderita
dengan stenosis arteri tinggi tersebut, pemberian captopril harus disertai
dengan monitoring fungsi ginjal tunggal 93/8). Karena itu pada penderita
dengan risiko tinggi tersebut, pemberian captopril harus disertai dengan
monitoring fungsi ginjal (kreatinin serum dan BUN), dan dosis captopril
dimulai serendah mungkin. Bila terjadi azotemia yang progresif, captopril
harus dihentikan dan gejala ini reversibel dalam 7 hari.
4. Morbiditas dan mortalitas pada fetus dan neonatus:
Pemakaian obat penghambat ACE pada kehamilan dapat
menyebabkan gangguan/kelainan organ pada fetus atau neonatus. Apabila
pada pemakaian obat ini ternyata wanita itu hamil, maka pemberian obat
harus dihentikan dengan segera. Pada kehamilan trimester II dan III dapat
menimbulkan gangguan antara lain; hipotensi, hipoplasia-tengkorak
neonatus, anuria, gagal ginjal reversibel atau irreversibel dan kematian.
Juga dapat terjadi oligohidramnion, deformasi kraniofasial, perkembangan
paru hipoplasi, kelahiran prematur, perkembangan, retardasi intrauteri,
patenduktus arteriosus.
Bayi dengan riwayat dimana selama didalam kandungan ibunya
mendapat pengobatan penghambat ACE, harus diobservasi intensif tentang
kemungkinan terjadinya hipotensi, oliguria dan hiperkalemia.
Bab III
Pembahasan
batuk
ruam
gagal ginjal
angioedema
Kesimpulan
Obat Captopril merupakan obat untuk penderita hipertensi. Obat yang
dikenal sebagai obat untuk penyakit hipertensi ini juga dapat digunakan sebagai
obat gagal jantung, obat setelah serangan jantung, dan diabetic nephropaty.
Captopril bekerja dengan menghambat enzim dalam tubuh yang menghasilkan zat
yang menyebabkan pembuluh darah mengencang, sehingga dapat menurunkan
tekanan darah, meningkatkan pasokan darah dan oksigen ke jantung, serta
mengurangi preload dan afterload pada pasien gagal jantung kongestif. Obat
captopril tersedia dalam bentuk tablet dan dalam kombinasi dengan:
hidrokloratrazid (Capozide). Di samping berfungsi dalam mengobati penyakit
hipertensi, obat captopril juga memiliki beberapa efek samping yang dapat
merugikan pasien. Namun, obat ini cukup aman jika digunakan sesuai dengan
resep dokter.
Saran
Karena obat captopril merupakan obat yang memiliki efek samping,
disarankan agar pemakaian obat Captopril sesuai dengan petunjuk yang tersedia
dan berdasarkan resep dokter agar terhindar dari efek-efek samping yang dapat
merugikan pasien.
Daftar Pustaka
Anonim, 2005, Informasi Spesialite Obat Indonesia, vol. 40, Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia, Jakarta
Deglin, Judith Hopfer dan April Hazard Valleran. Pedoman Obat untuk Perawat:
EGC.
Jokosuryono ,Y.P.. 1978. Obat dan Masalahnya. Yogyakarta.
Omoigui, Sota. Obat-obatan Anestesia: EGC
Rahardja, Kirana dan Tan Hoan Tjay. 2007.Obat-obat Penting: Elex Media
Komputindo
Widjajanti, Nuraini.1988 . Obat-obatan. Yogyakarta: Kanisius.