You are on page 1of 8

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSD Madani Palu


Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako

REFLEKSI KASUS
GANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE MANIK

DISUSUN OLEH:

Adwina Islami Yunus


N 111 15 011

PEMBIMBING:
dr. Nyoman Sumiati, M.Biomed, Sp. KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAA


N KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSD MADANI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2015

1
REFLESI KASUS
GANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE MANIK

LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Desa Loli Kecamatan Bambara
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Status Perkawinan : Tidak Kawin
Warga Negara : Indonesia
Pendidikan : SMK
Tanggal Pemeriksaan : 30 Desember 2015
Tempat Pemeriksaan : Bangsal Salak Rumah Sakit Daerah Madani
Tanggal Masuk RS : 24 Desember 2015 (keempat kalinya)

Diagnosis Sementara : Gangguan skizoafektif tipe manik

A. Deksripsi
Seorang laki-laki berusia 21 tahun MRS dengan keluhan pasien
gelisah sejak 1 minggu SMRS. SMRS, pasien memukul adiknya tanpa
alasan yang jelas, ketika pasien ditanya alasnnya, pasien menjawab,
adiknya bodoh disekolah. Pasien sering ngawur. Selain itu, pasien
kesulitan tidur di malam hari dan sedikit makan.
Ibu pasien mengaku, perubahan prilaku dialami pasien 2 tahun
yang lalu, sejak pasien pulang merantau dari Kalimantan. Pasien
sering berbicara sendiri siang dan malam hari. Pasien juga berbicara

2
tidak jelas dan tidak nyambung ketika ditemani berbicara. Pasien
pernah menggigit ayahnya tanpa alsan yang jelas. Pasien sering
melempari tetangga dan rumah tetangnya. Pasien telah melakukan
pengobatan di bagian kejiwaan RSD Madani sejak tahun 2015. Pasien
sempat membaik namun gejala yang pasien alami timbul kembali
setelah putus obat satu bulan.
Sejak pasien tamat SMK, pasien telah menempati beberapa
pekerjaan. Pasien bekerja dikalamantan namun tanpa alasan yang jelas
pasien berhenti bekerja. Pasien mengaku memiliki utang ke teman
kerjanya. Pasien sempat bekerja di Laniang sebagai buru bangunan,
namun pasien berhenti karena berkelahi dengan mandor bangunan
dengan alasan telah berkali-kali tidak dibayar. Pada tahun 2014,
pasien mengalami kecelakaan, menyebabakan kepala pasien berdarah
namun tidak ada jahitan. Pasien mengaku sering dipukul oleh
pamannya tanpa alasan yang jelas. Dan pasien mengaku pernah
dipukul oleh ayahnya dengan alasan belajar ilmu tasawuf. Pasien
memiliki riwayat mengkonsumsi NAPZA.
Pada saat wawancara pasien didaptkan berbicara spontan. Mood
hampa, tidak dapat dirabarasakan dan taraf pengetahuan sesuai dengan
pendidikan. Tilikan derajat I dan dalam taraf dapat dipercaya.

B. Emosi terkait
Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien merupakan pasien
lama yang memiliki riwayat berulang masuk RSJ, pasien sudah 4 kali
masuk RSJ.

C. Evaluasi
- Pengalaman baik : selama proses anamnesis pasien cukup
kooperatif

3
- Pengalaman buruk: tidak ada

D. Analisis
Gejala sasaran sindrom mania terjadi dalam jangka waktu paling
sedikit satu minggu hampir setiap hari terdapat keadaan afek (mood,
suasana perasaan) yang meningkat ekspresi atau iritable. Gejala tersebut
disertai paling sedikit 4 gejala tersebut:
1. Peningkatan aktivitas (ditempat kerja , dalam hubungan sosial atau
seksual) atau ketidak tenangan fisik
2. Lebih banyak berbicara dari lazimnya atau adanya dorongan untuk
pikirannya sedang berlomba.
3. Lompat gagasan (flight of ideas) atau penghayalan subjektif bahwa
pikirannya sedang berlomba.
4. Rasa harga diri yang melambung (grandiositas, yang dapat bertaraf
sampai waham/delusi)
5. Berkurangnya kebutuhan untuk tidur
6. Muda teralih perhatian , yaitu perhatiannya terlalu cepat tertarik
kepada stimulus luar yang penting atau yang tak berarti.
7. Keterlibatan berlebih dalam aktivitas aktivitas yang mengandung
kemungkinan resiko tinggi akibat yang merugikan apabila tidak
diperhitungkan secara bijaksana, misalnya berbelanja berlebihan,
tingkah laku seksual secra terbuka, penanaman modal secara bodoh,
mengemudi kendaraan secra ngebut, tidak bertanggung jawab atau
tanpa perhitungan. [1]
Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam
gejala: penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan
kegiatan rutin. [1]

4
Pada pasien ini dapat ditemukan adanya ketidak tenangan fisik,
berbicara terus menerus, lompat gagasan, dan mudah teralih perhatiannya.
Dalam hal ini pasien telah memenuhi sindrom mania.

Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-


gejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia
dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang
satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang
sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun
episode manik atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala
skizofrenia dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki
yang berbeda.
Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif
setelah mengalami suatu episode psikotik, diberi kode
diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia). Beberapa pasien
dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis
manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari
keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua episode
manik atau depresif (F30-F33)
(Maslim, 2013)
Gangguan skizoafektif tipe manik:
Kategori ini digunakan baik untuk episode asizoafektif tipe
manik yang tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan
sebagian besra episode skizoafektif tipe manik
Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan

5
afek yang begitu menonjol dikombinasikan dengan iritabilitas
atau kegelilsahan yang memuncak.
Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu, atau
lebih baik lagi dua gejala skizfrenia yang khas (sebagaimana
ditetapkam untuk skizofrenia, F.20.- pedoman diagnostik (a)
sampai (b))
(Maslim, 2013)
Pada pasien ini dapat ditemukan adanya gejala skizofrenia dan
gangguan afektif yang sama-sama menonjol pada saat bersamaan, maka
gangguan skizoafektif dapat ditegakkan.pada pasien ini terdapat afek yang
meningkat dan terdapat gejala-gejala manik, maka diagnosis axis I
ditegakkan menjadi gangguan skizoafektif tipe manik.
Farmakoterapi untuk mengatasi gejala skizoafektif tipe manik yaitu
pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat
mood stabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Pada kasus ini,
pasien diberikan carbamazepin dan stelazine. Carbamazepine adalah obat
antikejang yang digunakan sebagai stabilizer mood. Cara kerja mood
stabilezer yaitu membantu menstabilkan kimia otak tertentu yang disebut
neurotransmitters yang mengendalikan temperamen emosional dan perilaku
dan menyeimbangkan kimia otak tersebut sehingga dapat mengurangi gejala
gangguan kepribadian borderline. Efek samping carbamazepine dapat
menyebabkan mulut kering dan tenggorokan, sembelit, kegoyangan,
mengantuk, kehilangan nafsu makan, mual, dan muntah. Karbamazepin
tidak boleh digunakan bersama dengan inhibitor monoamine oxidase (
MAOIs ). Hindari minum alkohol saat mengambil carbamazepine. Hal ini
dapat meningkatkan beberapa efek samping carbamazepine yaitu dapat
meningkatkan risiko untuk kejang. [3]
Stelazine memiliki efek antiadrenergik sentral, antidopaminergik, dan
efek antikolinergik minimal. Hal ini diyakini stelazine dapat bekerja dengan
6
memblokade reseptor dopamin D1 dan D2 di jalur mesokortical dan
mesolimbik, menghilangkan atau meminimalkan gejala skizofrenia seperti
halusinasi, delusi, dan berpikir dan berbicara yang tidak terarah. Stelazine
menimbulkan efek samping ekstrapiramidal seperti akatisia, distonia, dan
parkinsonisme selain itu dapat menimbulkan efek samping antikolinergik
seperti merah mata dan xerostomia (mulut kering). Stelazine dapat
menurunkan ambang kejang sehingga harus berhati-hati penggunaan
stelazine pada orang yang mempunyai riwat kejang. [3]

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Ed.3.


Jakarta: Bagian Ilmu Kedoteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya; 2007.
2. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya; 2013.
3. Kaplan & Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed.2. Jakarta: EGC; 2010.

You might also like