Professional Documents
Culture Documents
Salah satu sobat karibku melakukan kebiasaan duduk di warung, sembari khayati nikmatnya
aroma kopi hitam. Dia sempat merenung yang sangat mendalam, dan cukup membuatku
refleks. Kami berdua sempat membahas sejenak kaitan renungannya, Entah mengapa ini selalu
berulang-ulang padaku, dan aku ingin pergi darinya apabila terus-menerus nyiksa batinku.
Panggil saja dia dengan Mursid, anak ingusan walaupun usia sudah mendekati kepala tiga. Dia
seorang santri yang begitu gemar mengopi sambil mencari tips dan trik di manapun, tanpa
kecuali di google. Iya, Ini mungkin faktor utama yang menyebabkan dia sekejap terenung kaitan
dengan kehidupannya sekarang. Aku tahu persis jiwa dia yang begitu gagah, walaupun fisiknya
sangat jauh dengan kata gagah, alias kurus, kecil, jelek, tapi sok ganteng. Jadi, bukan tipe dia
apabila gundah, merenung merasa tersakiti oleh wanita.
Sedikit kriteria dia, adalah seorang blogger pemula yang baru kemarin sore mengenal blog.
Selama dia mengarungi dunia blogging, hampir semua hembusan nafasnya dihabiskan untuk
meraih hobinya saat itu, berupa mencari pengetahuan hubungan dengan blognya. Kewajiban
dia sebagai siswa tersampingkan, kewajiban dia sebagai umat beragama sering tertinggal, dan
mendahulukan blognya. Sungguh sangat ironis.
Namun aku sebagai sobat karibnya patut bersukur, karena pada suatu waktu dia sadar bahwa,
Terlalu menuruti nafsu pasti akan merugikannya. Memang tidak perlu diragukan kembali
jikalau seseorang yang selalu mengedepankan nafsu akan berdampak negatif. Seperti halnya
dengan Mursidi yang sering melalaikan kewajiban cuman karena blognya.
Singkat cerita, hati dia berkata, Aku ingin lari pergi darinya, tatkala menjauhkan aku dari Sang
Maha Kuasa, Allahu Robbi.