You are on page 1of 10

REFLEKSI KASUS

Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin


Herpes Zoster

Pembimbing :

dr. Dono Utoro Sp.KK

Disusun oleh :

Annisa Dienda Amanda P.S

110210028

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin

Rumah Sakit Bhayangkara tk.I R.S. Sukanto-Jakarta

Periode: 18 Juli 2016 19 Agustus 2016


BAB I
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. T
b. Usia : 56 Tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Pekerjaan : Polisi
f. Alamat : Kp. Ciketing Bantar Gebang Bekasi Jawa Barat
g. Tanggal Periksa: 09 Agustus 2016

II. Anamnesis (Autoanamnesis)

A. Keluhan Utama: Terdapat benjolan-benjolan kecil pada pinggang kiri

B. Keluhan Tambahan: Gatal dan nyeri

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli kulit Rs. Polri dengan keluhan terdapat benjolan-
benjolan kecil pada pinggang kiri pasien sejak 1 minggu SMRS. Pada awalnya bulat-
bulat tersebut berisi cairan didalamnya, namun 3 hari SMRS gelembung-gelembung
pecah dan sekarang sudah mengering. Bekas luka tersebut mulai menimbulkan rasa
gatal, dan nyeri yang dirasakan terus menerus terutama bila tergesek dengan pakaian.

4 hari sebelum pasien ke poli Rs. Polri pasien pergi berobat ke klinik dan
diberikan obat acyclovir salep 5%, acyclovir 800 mg yang diminum 4 x 1 dan ibu
profen 3 x 1 hari. Pasien mengkonsumsi obat selama 3 hari namun pasien merasa
bahwa keluhannya belum hilang.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Terdapat riwayat cacar air pada saat pasien anak-anak. Pasien pernah memiliki
keluhan yang sama sebelumnya di ketiak kiri 5 tahun yang lalu.

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien menyangkal terdapat keluhan yang sama pada anggota keluarga lain

III. Pemeriksaan Fisik


A. Status generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Nadi : 80 x/menit, regular

1
Pernafasan : 19 x/menit
Suhu : Afebris
Kepala : Normocephal
Mata : pupil bulat isokor , RCL/RCTL +/+
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thorax : Simetris, Rhonki (-), wheezing (-) BJ I-II regular.
Abdomen : Simetris, timpani di 4 kuadran abdomen
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 dtk

B. Status dermatologi

Regio/letak : Lateral lumbar sinistra

Efloresensi

Primer : eritema

Sekunder : krusta

C. Sifat efloresensi

Susunan : Berkelompok/herpetiformis

Penyebaran : Unilateral, sirkumskrip

IV. Resume Kasus


Pasien laki-laki berusia 56 tahun datang ke poli Rs. Polri dengan keluhan
terdapat benjolan-benjolan kecil pada pinggang kiri pasien sejak 1 minggu SMRS.
Pada awalnya bulat-bulat tersebut berisi cairan didalamnya, namun 3 hari SMRS
benjolan-benjolan pecah dan sudah mengering.
Bekas luka tersebut mulai menimbulkan rasa gatal, dan nyeri yang dirasakan
terus menerus terutama bila tergesek oleh pakaian. Pasien sudah mengkonsumsi
acyclovir 4 x 800 mg 4 hari SMRS.
Terdapat riwayat cacar air pada saat pasien anak-anak. Pasien pernah memiliki
keluhan yang sama sebelumnya di aksila sinistra 5 tahun yang lalu.

2
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya lesi kulit berupa eritema dan krusta
yang unilateral dan herpetiformis di pinggang kiri pasien.

V. Diagnosis Banding
a. Herpes Simpleks

VI. Pemeriksaan Penunjang


a. Tes Tzanck

VII. Diagnosis Kerja


a. Herpes Zoster

VIII. Penatalaksanaan

Non Medikamentosa

Menjaga kebersihan luka


Menjaga daerah luka tetap kering
Mencegah garukan pada luka

Medikamentosa

Analgesik : Paracetamol 3 x 500 mg


Antihistamin : Chlorfeniramin maleat (CTM) 3 x 1
Vitamin : B. Complex 3 x 1

IX. Prognosis
a. Quo ad vitam : bonam
b. Quo ad functionam : bonam
c. Quo ad sanationam : bonam

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela-zoster
(VZV) yang menyerang kulit dan mukosa. Herpes zoster merupakan reaktivasi virus
yang terjadi setelah infeksi primer.1,2.

2. Epidemiologi dan Faktor Resiko


Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini merupakan reaktivasi dari
virus setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela. Terkadang varisela terjadi
secara subklinis.1 Sekitar 4% penderita herpes zoster mengalami episode berulang
setelahnya. Herpes zoster yang berulang hampir khas terjadi pada penderita dengan
sistem imun yang rendah. Sekitar 25% penderita dengan HIV dan 7-9% penderita
yang mendapatkan transplantasi ginjal atau jantung mengalami episode berulang.2
Walaupun reaktivasi herpes zoster dapat terjadi pada usia berapapun, namun
penyakit ini jarang ditemukan pada usia anak-anak, dan lebih sering pada usia
dewasa, biasanya pada orang tua diatas 60 tahun.2,5
Faktor risisko herpes zoster terdapat pada orang-orang yang mengalami
penurunan sistem imun seperti pada individu dengan HIV, sedang menajalani
kemoterapi, mendapat transplantasi sumsum tulang dengan menggunakan
kortikosteroid, penderita kanker dengan terapi imunosupresif, infeksi primer VSV
pada infant dimana respon imun normal masih rendah, penderita sindrom inflamasi
rekonstitusi imun (IRIS), dan penderita leukimia limpositis akut dan individu dengan
keganasan lain.2,3

3. Etiologi
VZV merupakan virus dengan DNA berantai ganda berselimut yang termasuk
dalam famili Herpesviridae. Pada manusia, infeksi primer terjadi saat virus kontak
dengan mukosa saluran pernapasan atau konjungtiva. Dari tempat-tempat kontak
tersebur virus lalu menyebar ke seluruh tubuh melalui serat saraf sensoris menuju sel
akar ganglia dorsal dimana virus akan menjadi dorman.2
Reaktivasi VZV yang telah menjadi dorman, sering dalam puluhan tahun
setelah infeksi primer dalam bentuk varisela, menjadi herpes zoster. Penyebab pasti
timbulnya reaktivasi tersebut masih belum diketahui, akan tetapi mungkin
penyebabnya adalah salah satu atau kombinasi dari beberpa faktor seperti eksposur
eksternal dengan VZV, proses penyakit akut atau kronis (Terutama infeksi dan
keganasan), beberapa jenis pengobatan, dan stres emosional.2
Menurunya imunitas seluler diperkirakan meningkatkan resiko aktivasi
kembali, dimana keadaan tersebut meningkat sesuai dengan usia.2

4. Transmisi
Herpes zoster tidak dapat menular dari seseorang yang mengalami ke orang
lain. Namun VZV dapat menular ke orang lain yang belum pernah mengalami varisela

4
atau cacar air karena jika orang tersebut tertular VSV maka manifestasinya berupa
varisela.3
VSV pada orang yang mengalami herpes zoster berada pada vesikel herpes,
dan orang dapat tertular VSV jika menyentuh atau kontak dengan ruam maupun
cairan pada vesikel yang melepuh, namun pada saat vesikel belum terbentuk atau saat
telah mengering menjadi krusta merupakan saat dimana VSV tidak dapat menular
lagi.3

5. Patogenesis

Infeksi VZV menyebabkan 2 sindrom yang berbeda. Infeksi primer, varisela,


adalah penyakit demam yang menular biasanya ringan. Setelah infeksi primer selesai,
partikel virus menetap di ganglia saraf posterior dimana virus menjadi dorman untuk
beberapa tahun hingga puluhan tahun. Pada periode tersebut, mekanisme pertahanan
tubuh induk menekan replikasi virus, akan tetapi VZV teraktivasi kembali saat
mekanisme pertahanan tubuh induk gagal menekan replikasi virus. Kegagalan
tersebut dapat disebabkan oleh banyak keadaan, mulai dari stres hingga imunosupresif
berat, terkadang juga diikuti dengan trauma langsung. Virema VZV terjadi saat infeksi
primer, namun dapat juga muncul pada fase reaktivasi dengan jumlah virus yang lebih
sedikit.2
Setelah VZV teraktivasi kembali, terjadi respon inflamasi di akar ganglion
dorsal yang dapat diikuti dengan nekrosis hemoragik dari sel saraf menyebabkan
kehilangan neuronal atau fibrosis. Frekuensi efek pada kulit berkorelasi dengan
distribusi sentripetal dari lesi varisela. Pola ini menunjukkan latensi mungkin terjadi
akibat penyebaran penularan virus saat varisela dari kulit yang terinfeksi dari darah
saat fase viremik dari varisela, dan frekuensi dermatom yang terkena efek herpes
zoster mungkin merupakan ganglia yang paling sering terkena stimuli reaktivasi.2

6. Gejala Klinis

Daerah yang paling sering terkena adalah daerah toraks. Gejala prodromal
dapat berupa gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik seperti demam atau
pusing. Gejala lokal berupa gatal dan nyeri atau neuralgia pada daerah dermatom
yang terkena. Nyeri yang terjadi merupakan salah satu ciri khas dari herpes yang
dapat dibedakan menjadi preherpetic neuralgia dan post herpetic neuralgia karena
nyeri dapat menetap setelah penyakit sembul dapat berlangsung berbulan-bulan
hingga menahun.1
Kemudian eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel herpetiformis
dengan dasar eritematus dan edema terbatas pada kulit yang terinervasi saraf sensoris
yang terasa nyeri. Vesikel tersebut berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh,
dapat menjadi pustul dan krusta. Terkadang vesikel mengandung darah yang disebut
sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat pula menimbulkan infeksi sekunder sehingga
menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatrik.1,2
Lesi biasanya unilateral, mengenai 1 dermatom, tetapi walaupun jarang herpes
zoster dapat terjadi pada lebih dari satu dermatom dan mungkin saja bilateral (zoster
multiplex). Frekuensi terjadinya zoster pada lebih dari satu dermatom meningkat pada

5
populasi yang imunokompromis. Terkadang pasien mengeluh nyeri pada distribusi
dermatom tanpa adanya lesi (zoster sine herpete).2
Lesi pada herpes zoster dimulai dengan makula eritem, kemudian di atas
makula eritem ini timbul vesikel dalam 1-2 hari, terdapat pustul dalam 2 hari,
kemudian menjadi krusta dalam 7-10 hari, krusta biasanya menetap selama 2-3 pekan.
Lesi pada herpes zoster berbentuk khas, yaitu berkelompok/herpetiformis.5

7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dalam
anamnesis didapatkan keluhan berupa ruam atau vesikel berkelompok yang kemudian
pecah disertai nyeri. Selain itu dapat pula kronologis ruam seperti gejala prodromal
yang dirasakan.
Pemeriksaan fisik didapatkan pasien mengalami sedikit demam namun bisa
berbeda pada tiap individu, kemudian dapat dilihat pada inspeksi kulit kelainan
berupa vesikel bergerombol diatas kulit eritema yang sebagian dapat mengalami
eksoriasi dan tertutup krusta.1,2
Pemeriksaan penunjang dilakukan Tes Tzanck yang hasilnya didapatkan sel
datia berinti banyak.

8. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding dari herpes zoster adalah herpes simpleks dimana
pada herpes simpleks terdapat perbedaan pada tempat predileksinya yaitu pada herpes
simplek berulang di tempat yang sama terutama pada regio sacrum sedangkan herpes
zoster tidak, angina pektoris bila dermatom yang terserang setinggi jantung sehingga
menimbulkan nyeri pada daerah yang mirip dengan angina pektoris.1

9. Penatalaksanaan

Kejadian herpes zoster biasanya dapat sembuh tanpa intervensi, dan cendrung
lebih jinak pada anak-anak ketimbang orang dewasa. Pengobatan herpes zoster
dilakukan untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi resiko komplikasi.
Penatalaksanaan herpes zoster ada dua yaitu penatalaksanaan tanpa obat dan
dengan obat. Penatalaksanaan tanpa obat adalah dengan melakukan beberapa hal
berikut yaitu menjaga agar lesi tetap bersih dengan membersihkan dengan air dan
sabun untuk menghindari infeksi sekunder, lindungi lesi dengan memakai pakaian
bersih dan tidak ketat.4
Penatalaksanaan dengan obat bersifat simtomatik, untuk mengobati nyeri
diberikan analgetik sedangkan untuk infeksi sekunder diberikan antibiotik. Terapi
dengan antiviral bertujuan untuk mempersingkat waktu penyakit serta menurunkan
keparahan dari penyakit.4
Obat antiviral yang biasa digunakan adalah acyclovir, famciclovir, dan
valacyclovir. Dosis acyclovir adalah 800mg yang diberikan 5 kali sehari dalam 7 hari.
Sedangkan dosis famsciclovir diberikan 3x250 mg sehari dan valacyclovir diberikan
3x1000mg sehari.1

6
Pemberian kortikosteroid dapat diindikasikan untuk mencegah terjadinya
paralisis ataupun fibrosis ganglion. Pemberian prednison dengan dosis 3 x 20 mg
sehari, setelah 1 minggu dosis diturunkan secara bertahap. Pemberian dosis sebesar
itu harus disertai dengan pemberian antiviral.
Penatalaksanaan dengan obat topikal bergantung pada stadium. Jika masih
stadium vesikel, vesikel dapat diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk
mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Jika terdapat ulserasi
dapat diberikan salep antibiotik.1

10. Komplikasi

Herpes zoster optalmicus


Disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus kelainan pada mata.
Cabang kedua dan ketiga kelainan kulit pada persyarafannya.

Sindrom Ramsay Hunt


Diakibabkan oleh gangguan nervus fasialis dan otikus paralisis otot muka ,
kelainan kulit sesuai persyarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus,
nausea, terdapat gangguan pengecapan.

Herpe Zoster Generalisata


Kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar
secara generalisata berupa vesikel yang solitar dan ada umbilikasi (terutama pada
orang tua atau kondisi fisiknya lemah co: limfoma malignum).

Neuralgia Pasca Herpetik


Rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan > 1 bulan.
Dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi
nyeri yang bervariasi ( dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster diusia > 40
tahun).

11. Prognosis

Lesi umumnya sembuh dalam 10-15 hari. Prognosis pada orang yang lebih
muda dan lebih sehat sangat baik, sementara pada lansia memiliki resiko komplikasi
yang lebih tinggi. Pada orang dengan imunokompeten pada umumnya baik dan
sembuh tanpa komplikasi namun pada orang dengan imunokompromisangka
mortalitas dan morbiditasnya signifikan.1, 2
Herpes zoster jarang menimbulkan kematian pada pasien yang
imunokompeten, namun dapat mengancam nyawa pada penderita dengan sistim imun
yang sangat rendah. Herpes zoster pada pasien dengan sistim imun yang rendah dapat
menyebabkan kematian karena ensepalitis, hepatitis, atau pneumoitis. Resiko
kematian pada penderita dengan sistim imun yang sangat rendah berkisar antara 5-
15%.
PEMBAHASAN

7
KASUS TEORI

ANAMNESIS 1. Terdapat benjolan-benjolan 1) Dalam anamnesis didapatkan keluhan


kecil yang berisi cairan berupa ruam atau vesikel
yang kemudian pecah. berkelompok yang kemudian pecah
2. Nyeri ketika tergesek oleh disertai nyeri.
pakaian. 2) Hipersetesi pada daerah yang
3. Gatal terkena.
4. Riwayat cacar air ketika 3) Gejala prodromal lokal : nyeri otot
pasien anak-anak. dan tulang. Gatal. Pegal.
5. Riwayat dengan keluhan 4) Penyebab pasti timbulnya reaktivasi
yang sama di tempat yang VZV yang dorman di dalam ganglion
berbeda. posterior masih belum diketahui
5) Sekitar 4% penderita herpes zoster
mengalami episode berulang
setelahnya. Herpes zoster yang
berulang hampir khas terjadi pada
penderita dengan sistem imun yang
rendah.
PEMERIKSAAN FISIK 1. Lesi berbentuk bulat-bulat 1) Eritema vesikel berkelompok
berkelompok terdapat dengan dasar kulit eritematosa dan
eritem dan krusta. edema vesikel ini berisi cairan
2. Lesi berada di lokasi yang jernih keruh pustul
persyarafan lumbal IV krusta
2) Kelainan kulit yang timbul
memberikan lokasi yang setingkat
dengan daerah persyarafan ganglion
tersebut
DIAGNOSIS BANDING Herpes Simpleks Herpes Simpleks
TATALAKSANA 1. Pemberian antivirus pada 1) Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari
tiga hari pertama lesi pertama sejak lesi muncul. Dosis
muncul. Acyclovir 4 x 800 asiklovir peroral yang dianjurkan
mg/hari selama 5 hari. adalah 5800 mg/hari selama 7 hari.
2. Analgetik 2) Analgetik diberikan untuk
paracetamol 3 x 500 mg mengurangi neuralgia yang
3. Antihistamin ditimbulkan oleh virus herpes zoster.
CTM 3 x 1 paracetamol 3 x 500mg atau dapat
4. Vitamin B. Complex 3 x 1 juga dipakai seperlunya ketika nyeri
muncul.

DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko R.P.. Penyakit Virus. dalam Djuanda A., Kosasih A., Wiryadi B.E.,
Nathasuda E.C., Sjamsoe-Daili E., Effendi E.H., dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. edisi ke 5. Jakarta: Penerbit FK UI;2010. Hal. 110-114.

2. Janniger C.K.. Herpes Zoster. WebMD LLC; [diperbaharui pada 26 Februari 2013;
dikutip pada 16 Mei 2014]. Dikutip dari:
(http://emedicine.medscape.com/article/1132465-overview).

8
3. Strauss, Stephen et al. Varicella and Herpes Zoster. In : Wolff K, Goldsmith L, editors.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine : 7th ed. New York : McGraw-Hill,
2008 : 1885-1898.

4. Observer Extra : Herpes Zoster. Available from


(http://www.acpinternist.org/archives/2007/03/herpes.pdf).

5. Kartowigno S. SEPULUH BESAR KELOMPOK PENYAKIT KULIT. Ed. Kedua.


Palembang. Universitas Sriwijaya. 2012. Hal 113-119.

You might also like