You are on page 1of 30

http://jendela-fantasi.blogspot.

com/

Empat
SETELAH itu, selama tiga hari berturut-turut
mereka pergi makan bersama. Arden tahu bahwa ia
sedang melakukan sesuatu yang sulit menjadi tidak
mungkin, namun ia tidak dapat membuat dirinya
menolak undangan Drew. Hubungan mereka memang
menjadi semakin akrab, tapi arahnya keliru. Romantis
me itu sama sekali di luar rencana Arden. Karena
itulah, pada malam keempat, ia meminta maaf dengan
alasan harus menyelesaikan artikelnya tentang pe-
luang hidup tanaman tropis dalam udara dingin, yang
sebetulnya sudah dikirimnya lewat pos.
Namun bukannya mengalihkan pikirannya dari
Drew, Arden malah menghabiskan malam itu dengan
mempertanyakan pada dirinya di mana dan dengan
siapa laki-laki itu makan malam. Apakah ia ada di ru-
mah bersama Matt? Dengan seorang teman? Seorang
wanita lain? Tapi Arden tidak begitu yakin mengenai
yang terakhir. Di saat mereka berdua, seluruh perhati-
annya biasanya hanya tertumpah pada dirinya.
Apakah aku terlalu cepat, terlalu memonopoli
waktu liburanmu, mencuri teritori yang sebetulnya
adalah milik seseorang? tanya Drew saat Arden meno
lak ajakannya untuk makan malam bersamanya. Nada
nya memang ringan, malah hampir seperti bercanda,
namun Arden tahu dari cara ia mengangkat alisnya
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
bahwa ia tidak main-main.
Tidak, Drew. Sama sekali tidak. Aku sudah me-
ngungkapkan padamu pada hari pertama kita berte-
mu, bahwa tidak ada seorang pun. Cuma kurasa kita
butuh waktu paling tidak semalam untuk tidak kita ha
biskan bersama-sama. Aku juga tidak ingin memono-
poli waktumu. Dan aku memang sungguh-sungguh ha-
rus menyelesaikan pekerjaanku. Dengan perasaan cu
riga dan agak enggan Drew menerima penolakannya.
Arden merasa cemas akan apa yang sedang ber-
langsung pada dirinya setiap kali mereka menghabis-
kan waktu bersama. Ia sedang bermain dengan api
dan ia tahu itu. Namun saat-saat tidak bersamanya
jadi terasa amat membosankan dan monoton. Drew
tidak pernah mencium dirinya kecuali sekali, saat ia
memberikan rangkaian lei itu. Di luar tata krama yang
ada, Drew tidak pernah menyentuh dirinya. Namun ke
beradaannya membuat Arden merasa begitu ringan,
muda, dan cantik. Dan emosi-emosinya merupakan
emosi orang yang sedang jatuh cinta. Padahal itu tidak
boleh terjadi. Ia ke Maui untuk melihat putranya. Itu
tujuan utamanya, sedangkan Drew McCasslin hanya
sarana untuk mencapai tujuannya.
Tapi...
Esok paginya setelah malam yang mereka lewat
kan sendiri-sendiri, Arden berjalan santai ke lapangan
tenis, sambil berusaha menekankan pada dirinya bah-
wa ia ke sana bukan untuk menemui Drew. Belum ten
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
tu ia main saat itu.
Drew sedang minum dari botol Gatorade-nya
waktu ia melihat Arden. Ia melemparkan botolnya ke
arah Gary, kemudian berlari kecil menghampiri Arden
Hai. Aku baru saja mau meneleponmu. Makan
sama-sama nanti malam, ya?
Oke.
Undangan spontan yang langsung mendapat
sambutan antusias itu membuat mereka sama-sama
terkejut dan senang. Mereka sama-sama tertawa, de-
ngan salah tingkah, sambil menikmati pertemuan itu.
Kujemput kau pukul tujuh tiga puluh.
Oke.
Kau mau nonton aku main?
Sebentar, setelah itu aku harus kembali ke ka-
mar untuk bekerja.
Dan aku sudah berjanji pada Matt untuk ber-
main dengannya di pantai.
Setiap kali Drew menyebut nama Matt, jantung
Arden berdegup dengan lebih cepat. Kuharap aku
tidak terlalu banyak menyita waktumu untuknya.
Aku tidak pernah meninggalkannya malam-ma
lam sebelum ia naik ke atas tempat tidurnya. Ia tidak
akan merasa kehilangan aku. Ia selalu memastikan
bahwa aku yang nomor dua bangun di rumah setiap
pagi.
Arden tertawa. Joey juga selalu begitu. Ia akan
naik ke atas tempat tidurku dan membuka mataku
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
sambil bertanya apakah aku sudah bangun.
Kukira hanya Matt yang suka melakukan itu!
Mereka tertawa lagi. Kemudian Drew berkata, Mo-
mentumku bisa hilang. Aku harus kembali ke lapang-
an, tapi kita akan bertemu nanti malam.
Main yang bagus, ya.
Akan aku coba.
Pasti.
Drew mengedipkan mata ke arah Arden sebe-
lum bergabung kembali dengan Gary yang sabar, yang
ternyata tidak dengan begitu saja menyia-nyiakan
waktunya, tapi sedang asyik bercanda dengan para pe
nonton mereka yang setia. Arden bertanya-tanya apa-
kah mereka yang melihat kehadirannya di situ bersa-
ma Drew tidak akan menganggap dirinya sebagai
salah satu di antara cewek-cewek histeris itu. Ide itu
membuatnya gelisah. Apakah ia memang cuma salah
satu di antara mereka?
***
Ia belum betul-betul siap ketika Drew mengetuk
pintunya. Meskipun secara tidak sadar sepanjang sore
pikirannya terus ada padanya. Namun ia jadi menda-
pat inspirasi, yang secara cepat ia tuangkan ke dalam
salah satu artikelnya. Dalam waktunya yang tinggal
sedikit ia buru-buru mandi dan mencuci rambutnya
sebelum Drew muncul.
Masih sambil menarik ritsleting gaunnya ia
bergegas ke pintu. Sorry, ujarnya dengan terengah-
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
engah saat ia mempersilakannya masuk. Drew sedang
bersandar dengan santai pada kusen pintu, seakan ia
tidak habis menunggu selama hampir satu menit di
situ.
Ia melihat pipi Arden kemerahan, kakinya yang
baru memakai stocking dan tampangnya yang secara
keseluruhannya masih kacau. Lalu katanya sambil ter-
senyum. Tidak percuma aku menunggu.
Masuklah. Aku tinggal memakai sepatu dan
perhiasanku. Kau sudah pesan tempat? Kuharap kita
tidak terlambat...
Arden, ujar Drew, sambil menutup pintu di be-
lakangnya dan mencengkeram pundak Arden. Tidak
apa. Kita masih punya banyak waktu.
Arden menarik napas dalam-dalam. Oke. Aku
tidak perlu buru-buru.
Bagus, ujar Drew tertawa sambil melepaskan
pegangannya. Ia melayangkan pandangannya ke sepu-
tar ruangan itu, lalu memfokuskan perhatiannya ke
arah Arden yang sedang mengenakan sepatu tali ber-
tumit tingginya. Dengan menempelkan satu tangan di
tembok untuk menjaga keseimbangannya, Arden me-
ngangkat sebuah kakinya yang ramping untuk mema-
sang talinya. Gerakannya luwes, amat feminin, dan se-
cara tidak disadarinya memancing perhatian.
Drew menatap kaki Arden yang panjang, mulus,
dan terbungkus bahan sutra. Otot-otot betisnya tam-
pak kuat dan indah saat ia menapakkan tumitnya,
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
yang sepertinya akan pas dalam genggaman tangan-
nya.
Drew tersenyum saat sekilas terlihat ujung ren-
da pakaian dalam Arden. Dan pada saat Arden mem-
bungkuk, mau tak mau Drew memperhatikan bagai-
mana potongan leher gaunnya yang berbentuk V me-
nyingkapkan belahan buah dadanya. Ia memaksa
dirinya untuk mengalihkan pandangannya ke tempat
yang lebih aman.
Rambutnya selalu tampak lembut dan minta di-
sentuh, bahkan dalam keadaan terikat ke belakang se-
kalipun. Malam itu Arden membiarkannya tergerai le-
pas, membuat Drew ingin merasakan kehalusannya di
antara jari-jarinya.
Oke, ujar Arden, sambil menegakkan tubuh-
nya. Kemudian ia menuju ke sebuah bufet panjang di
seberang sebuah tempat tidur berukuran besar.
Drew berusaha untuk tidak membiarkan pikir-
annya melantur ke mana-mana melihat tempat tidur
itu.
Perhiasan. Arden mengaduk-aduk isi sebuah
wadah pernak-pernik yang terbuat dari bahan satin.
Gaunnya yang tidak berlengan terbuat dari
bahan yang lembut dan halus memberikan aksen pada
bentuk pinggulnya yang penuh namun tidak terlalu
besar. Apa pun yang ia kenakan akan tampak hebat,
formal ataupun santai. Ia bisa mengenakan setelan
Jeans dan T-shirt namun tetap tampil menarik. Tanpa
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
apa-apa pun penampilannya pasti seksi.
Sial! umpat Drew dalam hati. Ia telah melanggar
janjinya pada dirinya sendiri dengan membiarkan
pikirannya melantur.
Jari-jari Arden sedang sibuk memasang giwang
emas di telinganya, yang Drew bayangkan ia sentuh
dengan ujung lidahnya. Jantung Drew berdebar cepat
saat Arden menaikkan lengannya untuk memasang
seuntai kalung emas tipis di lehernya.
Mari kubantu ujar Drew canggung. Ia beranjak
ke belakang Arden. Sesaat, sebelum jari-jari Drew
menerima kalung itu, mereka saling menatap melalui
cermin. Lengan Arden yang masih terangkat ke atas
membuatnya tampak begitu polos dan tidak berdaya.
Arden menurunkan Iengannya perlahan-lahan
begitu kalung itu sudah berpindah tangan dan Drew
mulai sibuk dengan kaitnya yang rumit. Setelah terpa-
sang, Arden segera beranjak menjauh.
Tunggu, ritsletingmu nyangkut, ujar Drew.
Oh. Nyaris Arden tak mampu mengeluarkan
kata itu.
Tanpa terburu-buru, Drew menurunkan ristle-
tingnya. Punggungnya terasa dingin. Arden berdiri
diam-diam, sambil membiarkan ritsleting itu terus
turun sampai ke batas pinggangnya. Permukaannya
yang mulus membuat Drew tahu bahwa Arden tidak
mengenakan bra saat itu.
Sekali lagi pandangan mereka bertemu di cer-
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
min. Mata Drew yang bak lidah api, bernuansa biru, ge
lap, dan siap untuk melahap. Sedangkan mata Arden
sendiri sendu, mengungkapkan kerinduan.
Tubuh Drew yang tegang seakan menantikan
isyarat darinya. Arden tidak merasa begitu yakin
bahwa mereka masih akan pergi. Keputusan berada di
tangannya.
Tapi bercinta dengan Drew adalah suatu hal
yang tidak boleh ia lakukan. Keterlibatan secara sek-
sual dalam situasi yang sudah telanjur kacau ini akan
membuat segalanya bertambah kacau. Selain itu jauh
di lubuk hatinya, Arden merasa takut bahwa ia akan
kecewa nantinya. Atau lebih gawat lagi, Drew yang
akan kecewa. Rupanya ia masih dihantui kata-kata
Ron yang mengatakan bahwa kemampuannya dalam
memberikan kepuasan seksual kepada pasangannya
amat terbatas.
Rasanya lebih aman kalau hubungan mereka
tetap netral. Seperti dua orang teman. Apakah tidak
mungkin bagi seorang laki-laki dan wanita sekadar
menjalin suatu persahabatan? Bukankah itu yang sebe
narnya ia inginkan dari Drew McCasslin?
Dengan bijaksana, sesuai dengan tata krama, ta-
pi juga hati yang lemah, Arden menundukkan kepala-
nya kemudian menggeleng lemah. Drew menangkap
isyaratnya dan menaikkan ritsleting gaun itu ke atas.
Ada benang yang tersangkut. Tapi sekarang sudah
beres.
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
Trims, ujar Arden sambil melangkah menjauh.
Ia bukan seorang yang gampangan.
Arden?
Arden meraih tas tangannya sebelum ia meno-
leh ke arahnya. Ya?
Sudah lama aku tidak berada di dalam suatu
lingkungan yang serba feminin seperti ini, melihat
seorang wanita yang berarti bagiku berdandan. Aku
baru menyadari betapa aku kehilangan ini semua.
Arden mengalihkan pandangannya ke luar
jendela, ke arah pohon-pohon palem yang tampak bak
siluet berlatarkan langit yang bernuansa keunguan.
Kesendirian memang kadang-kadang kurang mengun
tungkan.
Drew mendekat. Dalam arti? bisiknya dalam
nada rendah.
Ini harus segera dihentikan. Dan itu semua ter-
gantung padanya. Ia mengangkat matanya, sambil ber
upaya untuk tersenyum nakal. Tidak ada yang mem-
bantu kalau ada ritsleting yang tersangkut.
Kekecewaan Drew menanggapi jawaban itu terli
hat dari cara pundaknya turun, namun demikian se-
nyumnya masih simpatik Itulah kalau kalian mau sok
mandiri.
Suasana santai dan menyenangkan mengiringi
perjalanan mereka di atas mobil Seville yang dikemu-
dikan Drew, menelusuri jalan-jalan sempit Pulau
Maui. Pantai Kaanapali merupakan salah satu di anta-
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
ra sedikit tempat yang sudah berkembang di kepulau-
an itu. Di sana-sini tampak beberapa buah hotel, resto
ran, dan klub yang elegan.
Drew menepikan kendaraannya di muka seram-
bi Hotel Hyatt.
Sudah pernah kemari? tanyanya begitu ia ber-
gabung dengan Arden, yang dibantu keluar dari mobil
oleh seorang pelayan hotel.
Belum, tapi aku sudah berniat ke sini sebelum
aku pulang.
Kalau begitu sebaiknya kau siap mental. Kau ti-
dak akan menemui keunikan suasana hotel ini di hotel
manapun di muka bumi ini.
Dan kenyataannya memang begitu. Kebanyakan
lobi hotel memiliki langit-langit. Yang ini tidak. Langit-
langit ruangan lobi ini, yang tingginya sekian banyak
tingkat, adalah langit yang terbuka. Tata ruangnya ber
temakan suasana hutan tropis lengkap dengan pohon
dan tanamannya yang rimbun. Di saat hujan turun,
efeknya betul-betul hidup. Bagian-bagiannya yang
dinaungi didekorasi secara elegan dengan guci-guci
Cina berukuran besar. Karpet-karpet mewah dan
benda-benda antik dari Timur memberikan sentuhan
yang megah tanpa merusak suasana santai dan ha-
ngat.
Mereka melintasi lobi yang luas itu. Arden tidak
sempat melihat-lihat toko dan galeri-galerinya yang
eksklusif karena ia keburu digiring ke sebuah tangga
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
yang melingkar turun ke Swan Court.
Aku merasa seperti orang kampung yang baru
masuk kota. Apakah aku kelihatan begitu?
Aku suka pada orang kampung, sahut Drew,
sambil mempererat rangkulannya. Dan mengenai
tampangmu, sebagaimana juga seluruh penampilan-
mu malam ini, betul-betul sempurna.
Arden merasa senang bahwa kepala pelayan
pada kesempatan itu memilihkan dan mengantarkan
mereka ke sebuah meja yang diterangi cahaya lilin di
dekat sebuah kolam, tempat beberapa ekor angsa
berenang dengan anggunnya. Sebagaimana hampir se-
mua restoran di pulau itu, yang ini pun berada di alam
terbuka. Mereka menghadap ke sebuah danau yang
lengkap dengan air terjun dan batu-batu lava.
Para pengunjung mengenakan busana malam
resmi, dan Arden merasa bersyukur bahwa ia telah
memilih gaunnya yang paling formal. Drew sepertinya
membaca apa yang terpintas dalam kepalanya. Ja-
ngan terlalu terkesan, bisiknya dari balik buku menu-
nya. Pada pagi hari ruangan ini penuh dengan orang
yang mondar-mandir mengenakan pakaian renang
dan sandal jepit.
Arden membiarkan suasana hangat di sekeliling
nya menyelimuti dirinya dan nyaris tidak memperhati
kan saat Drew memberikan isyarat pada pelayan.
Kau mau minum anggur, Arden?
Ya, terima kasih, sahut Arden sambil memba-
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
las tatapan menantangnya.
Drew memesan sebotol anggur putih yang ma-
hal. Arden mencoba untuk tidak memperlihatkan reak
sinya. Selama mereka bersama, Drew tidak pernah
meminum sesuatu yang mengandung alkohol.
Aku biasa minum segelas-dua gelas anggur
waktu makan malam, ujar Drew.
Aku tidak tanya.
Memang, tapi mungkin kau mempertanyakan
apakah aku akan tahan.
Aku sudah minta padamu sebelumnya untuk
tidak mencoba mengendalikan jalan pikiranku. Kau
sudah dewasa. Hanya kau yang tahu apakah kau akan
tahan atau tidak.
Kau tidak khawatir bahwa aku akan keterusan
lalu menjadi mabuk dan kacau? Ia bercanda.
Arden menerima tantangannya. Sambil memaju
kan tubuhnya, ia berbisik. Mungkin aku malah se-
nang kalau kau menjadi sedikit kacau. Insting seekor
serangga adalah terbang ke dekat api.
Drew menyipitkan matanya. Aku tidak perlu mi
num anggur lebih dahulu untuk menjadi kacau.
Arden segera menarik dirinya sebelum sayap-
nya kena api. Tapi aku percaya bahwa kau tidak akan
melakukan itu.
Drew membiarkan Arden menarik diri. Nada
suaranya mengungkapkan bahwa ia tidak keberatan
untuk mengganti topik pembicaraan mereka. Kau
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
punya alasan untuk khawatir. Aku memang Iebih ba-
nyak mabuk dan kacau tahun lalu. Tidak pernah ter-
pintas dalam diriku bahwa aku bisa keluar dari situasi
itu. Ia menggertakkan giginya sambil mengepalkan
tinjunya. Demi Tuhan, apa pun akan kulakukan agar
bisa menghapus apa yang telah kulakukan.
Arden dapat mengerti perasaan frustrasi dan pe
nyesalannya. Keputusan sudah diambil, kemudian di-
sesali. Kebanyakan memang sudah tidak bisa diper-
baiki lagi. Kita semua pernah melakukan kesalahan,
Drew, dan kemudian berharap dapat memperbaiki-
nya. Ternyata tidak bisa. Kita harus menanggung aki-
bat dari keputusan kita. Nadanya menjadi lebih seper
ti suatu introspeksi, saat ia menambahkan, Kadang-
kadang untuk seumur hidup kita.
Drew tertawa pelan. Pesimis sekali kedengaran
nya, seakan tidak ada harapan. Apa kita tidak akan
memperoleh suatu kesempatan untuk mencoba kem-
bali?
Ya. Untungnya demikian. Menurutku kita yang
harus mengupayakan terjadinya kesempatan itu.
Entah dengan cara mencoba memperbaiki kesalahan
kita atau belajar menerimanya.
Itu hanya berlaku bagi seorang pecundang. Me-
nyerah dengan begitu saja.
Ya. Tapi kau seorang pemenang.
Aku tidak bisa hidup dalam kemelut yang telah
kutimbulkan sendiri. Aku merasa harus melakukan se
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
suatu untuk memperbaikinya.
Aku juga, gumam Arden pada dirinya sendiri.
Maaf?
Apakah ia harus mengungkapkannya sekarang?
Saat ini juga? Drew yang memulai topik mengenai ke-
gagalan serta upaya untuk memperbaikinya. Ia sedang
menerapkannya di dalam hidupnya sendiri. Tentunya
Drew akan mengerti kalau dirinya pun ingin melaku-
kan hal itu juga. Tapi bagaimana kalau tidak? Bagaima
na kalau Drew tiba-tiba meninggalkan dirinya dan
tidak mau bertemu lagi dengannya. Ia tidak akan bisa
melihat Matt. Tidak, sebaiknya ia menunggu sampai ia
bertemu dengan anaknya, setidak-tidaknya sekali. Se-
telah itu ia akan mengungkapkan kepada Drew siapa
dirinya. Setelah itu, tidak sekarang.
Arden meluruskan punggungnya sambil terse-
nyum. Kenapa kita membicarakan topik yang sese-
rius ini? Nah, anggurnya sudah datang. Ayo, kita ting-
galkan kesalahan-kesalahan di masa lalu kita malam
ini.
Daging sapinya ternyata lezat sekali, demikian
juga hidangan-hidangan lain yang melengkapinya. Me-
reka hanya memesan satu botol anggur saja, dan ma-
sih setengah botol ketika mereka akhirnya menutup
acara makan malam yang telah berlangsung selama
dua jam itu. Dalam keadaan kenyang dan puas, namun
hati yang terasa ringan, Arden menapaki tangga ke
atas. Ia mabuk bukan gara-gara minum anggur, melain
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
kan oleh suasana romantis dan pesona laki-laki yang
berjalan di sebelahnya.
Di bar lobi hotel itu terdengar denting piano
baby grand yang mengalunkan lagu-lagu cinta. Desir-
an angin laut berembus masuk ke dalam ruangan itu,
menggerakkan daun pohon-pohon dan menebarkan
harumnya aroma pikaki dan plumeria.
Mereka berhenti sebentar di bawah lampu yang
bersinar lembut. Kau menikmati makan malammu?
tanya Drew, sambil menggenggam kedua tangan Ar-
den.
Hmm... Arden sedang memperhatikan rambut
Drew dan membayangkan seperti apa rasanya kalau
ia menyusupkan tangannya ke dalamnya, kalau jari-
nya memilinnya saat ia tak dapat menguasai dirinya la
gi. Arden memperhatikan bentuk mulutnya. Apa yang
kemudian ia bayangkan tiba-tiba membuat seluruh
wajahnya merah padam.
Ron tidak pernah memberikan kesempatan pa-
danya untuk mempersiapkan dirinya, dan juga tidak
pernah menanyakan padanya apa yang mungkin ia
inginkan. Namun ia memang tidak menginginkan apa-
apa dari Ron. Lain halnya dengan Drew.
Apa?
Apa? Arden balik bertanya.
Kau bilang apa? tanya Drew. Matanya sedang
mempelajari garis-garis wajah Arden, bagian demi
bagian tanpa terburu-buru.
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
Tidak, sahut Arden berbisik. Aku tidak bilang
apa-apa.
Oh, kukira kau mengatakan sesuatu. Drew se-
dang mempelajari bentuk mulut Arden sekarang. Dan
kalau sebelumnya wajah Arden sudah merah padam
oleh fantasinya sendiri, entah akan bagaimana reaksi-
nya kalau ia tahu apa yang sedang dikhayalkan Drew
tentang mulutnya. Untuk menjaga kesadarannya,
Drew segera menyisihkan bayangan itu dari kepala-
nya. Apa yang akan kita lakukan sekarang?
Sekarang? Aku tidak tahu. Kau mau apa?
Ya Tuhan, jangan kautanyakan itu! Dansa?
Asyik juga kedengarannya, sahut Arden, sam-
bil batuk-batuk ringan dan berusaha merapikan letak
gaunnya. Kesibukan. Itulah yang mereka butuhkan.
Begitu mereka tidak melakukan apa-apa, mereka men
jadi terobsesi pada satu sama lain.
Ada sebuah klub di bawah. Aku belum pernah
ke sana, tapi kita bisa mencoba.
Oke.
Drew menggiring Arden menuruni sebuah tang-
ga lain, yang pegangannya terbuat dari kuningan pe-
ninggalan abad masa peralihan. Mereka menyibak pin
tu yang terbuat dari bahan kulit yang berjumbai-
jumbai. Dan disambut penerima tamu yang tersenyum
lebar, gelegar musik disko, riuh-rendah suara orang
bercakap-cakap dan tertawa, serta selubung asap ni-
kotin.
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
Drew menatap Arden dengan pandangan berta-
nya. Arden membalasnya dengan ekspresi yang sama
di matanya. Serentak mereka memutar tubuh dan
kembali menaiki tangga. Mereka sama-sama tertawa
begitu mereka sampai di lobi hotel.
Rupanya kita mulai tua, ujar Drew. Aku lebih
menikmati permainan solo sebuah piano.
Aku juga.
Dan aku tidak ingin berteriak supaya suaraku
terdengar. Ia memajukan tubuhnya untuk mendekat-
kan mulutnya ke telinga Arden dan berbisik, Siapa
tahu aku ingin mengatakan sesuatu yang aku tak mau
didengar orang lain. Ketika ia menarik dirinya, apa
yang terpancar di dalam matanya menambahkan ke-
san intim ucapannya. Tubuh Arden menggelenyar me-
nikmati momentum itu. Kau mau minum sesuatu?
Arden menggeleng. Bagaimana kalau kau me-
nunjukkan padaku di mana kolam renangnya?
Sambil bergandengan tangan, mereka menuju
ke teras yang membawa mereka ke sebuah Taman
Firdaus. Jalan-jalan setapaknya diterangi deretan obor
yang lidah apinya digoyang-goyang angin. Kolam-ko
lam renangnya merupakan suatu mahakarya arsitek-
tur yang dibangun dengan ketinggian yang berbeda,
mengelilingi sebuah gua dan batu lava.
Dengan antusias Arden merespons semua yang
ditunjuk Drew, meskipun sebetulnya ia tidak begitu
peduli pada apa yang dikatakannya atau yang ia lihat
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
sendiri. Begitu menyenangkan mendengar suara laki-
laki itu di dekat telinganya, untuk menikmati aroma
hangat napasnya, untuk merasakan kehadirannya
yang maskulin dan melindungi. Jantung Arden berde-
bar-debar mengikuti irama deburan ombak di pantai
yang hanya beberapa meter jaraknya dari situ.
Di dalam keremangan, beberapa pasangan se-
dang berkasih-kasihan, saling memeluk sambil berbi-
sik-bisik. Semua mengerti bahwa privasi merupakan
tujuan utama mereka. Dan ketika Drew menghentikan
langkahnya dan kemudian menariknya ke balik sebu-
ah batu besar yang diselubungi tanaman rambat yang
rimbun, Arden tidak mengeluarkan protes.
Boleh aku mengajakmu? tanya Drew dalam
nada yang sok formal.
Arden tertawa, dan mencoba bertampang serius
saat ia menjawab, Ya, tentu. Mereka saling merapat,
dan untuk pertama kali sejak mereka berkenalan, ia
menikmati sensasi yang ditimbulkan posisi fisik me-
reka.
Dalam irama waltz tradisional, lengan Drew me-
lingkar di pinggang Arden dan telapak tangan mereka
menyatu setinggi bahu. Tangan Arden yang lain di pun
dak Drew. Mereka tidak bergerak banyak untuk tidak
merusak suasana intim itu, karena mereka sama-sama
tahu bahwa undangan untuk berdansa ini hanya meru
pakan suatu alasan saja bagi mereka untuk saling ber-
ada di dalam pelukan masing-masing. Mereka bera-
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
yun mengikuti alunan piano yang berasal dari bar di
lobi.
Waktu terus berjalan, dan musik sudah berganti
ke irama lain, namun mereka masih asyik bergoyang,
sementara mata mereka masih terus saling menatap.
Arden memindahkan tangannya dan pundak
Drew ke bagian belakang lehernya. Jari-jarinya menye
lusup di antara rambut pirang menggemaskan yang
jatuh di atas kerah bajunya. Sementara Drew, masih
sambil menatap mata Arden, mendekatkan tangan di
dalam genggamannya ke dekat mulutnya untuk ia
usapkan pada bibirnya.
Perlahan-lahan ia menaikkan lengan Arden da-
lam genggamannya untuk ia tempatkan ke bagian bela
kang lehernya. Kemudian tangannya turun ke pung-
gung Arden. Ia merapatkan tubuhnya.
Kau tahu betapa susahnya bagiku untuk mena-
han diri untuk tidak menjamahmu?
Aku tahu, sahut Arden dengan suara parau.
Aku begitu ingin memelukmu, Arden.
Dan aku begitu ingin dipeluk.
Kau cuma perlu meminta, bisik Drew sebelum
ia membenamkan wajahnya ke dalam rambut Arden.
Arommu begitu enak, begitu harum. Kulit wajahmu
begitu cantik. Sungguh, persis seperti yang aku ba-
yangkan. Aku ingin sekali memandangimu, menyen-
tuhmu, menikmatimu.
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
Arden mendesah saat ia menyusupkan wajah-
nya ke dalam lekuk leher Drew. Ia mempererat rang-
kulannya sambil lebih merapatkan tubuhnya lagi.
Drew mengeluarkan suara erangan tertahan. Tangan-
nya turun perlahan terus ke bawah.
Tubuh Drew begitu hangat. Arden dapat mera-
sakan kehangatannya merambat ke tubuhnya sendiri.
Sorry, Arden. Aku tidak punya maksud melanca
ngimu, tapi aku begitu menikmati keberadaanmu.
Drew...
Kau ingin aku menyudahi ini?
Drew. Arden menegakkan kepalanya untuk
langsung menatap mata Drew. Tidak. Tubuhnya me-
rinding Tidak. Kemudian dalam nada sedikit histeris
dan nekat, ia memohon, Cium aku.
Drew mendekatkan bibirnya ke mulut Arden de
ngan penuh emosi. Ciumannya merupakan perluapan
kerinduan yang selama ini begitu ditahan-tahannya.
Arden belum pernah merasa begitu menikmati kebera
daannya. Bak seekor kupu-kupu yang bebas terlepas
dari cengkeraman ketidakberdayaan dan kesuraman
nasibnya, untuk pertama kali di dalam hidupnya ia
melihat terang.
Drew mengangkat kepalanya, kemudian mena-
tap dengan mata birunya yang berbinar. Irama napas-
nya cepat sekali. Seperti irama napasnya sendiri.
Dengan seluruh dayanya Drew berusaha untuk
menguasai dirinya, kemudian dengan penuh perasaan
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
ia mengusap dagu Arden. Ia menelusuri bibir bawah-
nya yang agak memar dengan ekspresi menyesal.
Arden tersenyum untuk mengungkapkan bahwa ia
mengerti.
Ketika bibir mereka bertemu lagi kemudian, sen
tuhannya jauh lebih lembut.
Drew.
Aku sedikit kasar tadi. Bukan maksudku untuk
begitu.
Aku tahu.
Kau membuatku kalap.
Aku menyerah.
Arden telah merasakan kebutuhan ini selama
seluruh masa dewasanya. Ia membutuhkannya untuk
merasa dirinya dicintai, dicintai sebagaimana apa ada-
nya, dihargai untuk kefemininannya. Baru setelah ia
bertemu dengan Drew ia merasa dirinya menarik. Se-
jak awal, tatapannya dan bahasa tubuhnya mengung-
kapkan bahwa laki-laki itu menganggap dirinya amat
seksi dan memesona. Sejak awal ia selalu blak-blakan
mengenai hal itu.
Tapi tidak demikian halnya dengan Arden.
Apa yang ia rasakan saat ini memang tulus dan
apa adanya, tapi apakah Drew akan mempercayai itu
kelak? Apakah ia akan mempercayai itu begitu ia tahu
bahwa Arden adalah ibu kandung putranya. Begitu
banyak yang harus dipertanggungjawabkannya kelak.
Apakah ia masih ingin menambahkan itu lagi dengan
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
tudingan bahwa ia telah menjebaknya secara seksual?
Ide itu membuat perut Arden terasa mulas. Ia harus
segera bertindak sebelum segalanya terlambat.
Drew, gumamnya.
Hmmm?
Drew, ulangnya dalam nada yang lebih serius,
sambil memindahkan tangannya ke pundak laki-laki
itu. J-jangan... Drew sedang menurunkan tali bahu
gaunnya. Arden mulai panik. Kalau ia masih mau
menghentikannya, ia harus melakukan itu sekarang.
Satu-satunya cara yang terpikir olehnya adalah de-
ngan membuat Drew marah.
Cukup! Ia menepis tangan Drew kemudian me
renggut dirinya dari pelukannya.
Wajah Drew kelihatan bingung. Ia mengerjap-
ngerjapkan matanya. Oke, ujarnya dalam nada terta-
han, kau tidak usah memperlakukanku seperti seo-
rang anak nakal. Aku berhak untuk menganggap bah-
wa kau menikmati ciumanku.
Arden berusaha untuk menghindari tatapannya.
Ciumanmu ya. Tapi aku bukan salah satu di antara
gadis-gadis yang suka ...
Jadi begitu kau menilai yang barusan kita laku-
kan? Ia menyusuri rambutnya dengan tangannya, ke-
mudian dengan frustrasi menarik-narik simpul dasi-
nya. Ya?
Membuatnya marah memang merupakan tujuan
Arden, tapi tidak sampai begini. Dengan terbata-bata
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
ia mencoba menjelaskan. A-aku ...
Oke. Tapi apa sebetulnya yang membuat kau
begitu berbeda dari yang lain? Kau selalu mau diajak,
dan kau tidak terikat siapa-siapa. Bagaimana lagi ang-
gapanku menurutmu? Apa kau berbeda karena kau
tidak pernah bermaksud untuk membiarkan dirimu
sampai terbawa sejauh ini? Tanpa seks, cuma sekadar
dukungan moral untuk orang yang banyak dipublikasi
kan kehilangan arah ini. Ia betul-betul marah. Begitu
kah? Apakah bagimu aku cuma salah satu kasus amal
kebaikan?
Arden mendapatkan bahwa ia mulai mengalami
kesulitan untuk menahan emosinya sendiri. Seperti
yang sudah kutegaskan padamu sejak awal, kau yang
mendekatiku, bukan sebaliknya. Dan mengenai apa
yang kauanggap sebagai kasus amal kebaikan itu, aku
tidak peduli apakah kau mau langsung ke neraka atau
mau minum-minum sampai mati atau sempoyongan
dan jatuh tersungkur di setiap lapangan tenis. Terus
terang aku tidak yakin kau memang layak untuk dito-
long.
Drew tidak menjawab. Ia memiringkan kepala-
nya, seakan mulai melihat Arden dari suatu sisi yang
berbeda. Mungkin kau tidak berbeda dari yang lain.
Salah satu wanita yang ingin tidur dengan seorang
selebriti cuma sekadar untuk memuaskan egonya.
Apakah tidur denganku akan meningkatkan rasa
percaya dirimu yang kandas gara-gara perkawinanmu
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
yang gagal? Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Ar-
den. Lalu kenapa? Takut?
Amarah membuat wajah Arden menjadi merah
padam. Brengsek. Aku bukan seorang janda cerai
yang sudah kacau. Sudah bagus aku bisa terlepas dari
cengkeraman laki-laki itu. Aku akan berpikir berkali-
kali sebelum menginginkan hubungan seperti itu lagi.
Dan kalaupun rasa percaya diriku sampai kandas,
yang pada kenyataannya tidak, aku akan membutuh-
kan lebih daripada sekadar meniduri seorang pemain
tenis yang tidak becus untuk memulihkannya. Anda ti-
dak usah berpikir macam-macam, Mr. McCasslin. Aku
sudah hidup tanpa seks selama tiga puluh satu tahun.
Kurasa aku masih kuat bertahan tiga puluh satu tahun
lagi.
Arden memutar tubuhnya, kemudian pergi me-
nuju jalan setapak yang gelap. Drew segera mengejar-
nya sambil menggerutu, Kau salah jalan.
Arden mencoba merenggut lengannya dari ceka
lan Drew, namun Drew bersikeras untuk tidak mele-
paskannya. Daripada bertarik-tarikan, Arden akhirnya
mengalah dengan membiarkan dirinya digiring melin-
tasi lobi. Mereka menanti dalam keheningan sampai
mobil Drew diantar oleh petugas hotel. Tak sepatah
kata pun keluar dalam perjalanan mereka kembali ke
tempat Arden meginap.
Aku bisa masuk sendiri, terima kasih, ujar Ar-
den saat ia membuka pintu mobil begitu Drew meng-
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
injak remnya. Tanpa menoleh lagi, Arden bergegas me
nuju ke lift dan ke kamarnya. Drew tidak menyusul.
Baru setelah amarahnya terlampias dengan se-
buah bantingan pintu, entakan laci-laci, dan umpatan-
umpatan, ia menyadari akibat apa yang telah ia laku-
kan.
Matt!
Ia telah menghancurkan semua kesempatan
yang ada untuk bertemu dengannya. Air matanya me-
ngalir turun ke pipinya, dan ia bersikeras bahwa itu
terjadi bukan karena ia telah kehilanan Drew, tapi pu-
tranya sendiri.
***
Mata Arden masih sembap dan terasa pedih sa-
at ia mencoba membukanya pada keesokan paginya.
la menggulirkan tubuhnya untuk membenamkan wa-
jahnya di bantalnya. Ketika ketukan di pintunya terde-
ngar lagi untuk kedua kalinya, ia mengeluarkan suara
erangan. Jangan ganggu aku.
Ketukan ketiga, yang lebih nekat, menggema ke
seluruh ruangan. Arden mengumpati si pelayan hotel
yang ambisius itu. Ia menyadari bahwa satu-satunya
pilihan yang dimilikinya adalah menuju ke pintu itu
dan menyatakan kepada si pelayan untuk kembali lagi
nanti.
Ia bergulir turun dari tempat tidurnya, kemudi-
an meraba-raba tembok, karena matanya masih tera-
sa lengket gara-gara air matanya. Namun matanya
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
langsung terbuka lebar begitu ia melihat melalui
lubang intip di pintunya bahwa Drew-lah yang sedang
berdiri di luar. Ia melihat laki-laki itu mengetuk pintu-
nya sekali lagi. Kali ini ia berseru, Arden, buka pintu.
Tidak.
Jadi kau sudah bangun.
Aku tidak mau melihatmu lagi, Drew.
Oke, tapi aku mau. Untuk minta maaf. Nah, bu-
ka pintu ini sekarang atau semua yang ada di lantai ini
akan mendengar sesuatu yang akan membuat mereka
terbangun lebih cepat.
Arden menggigit bibir bawahnya sambil menim
bang-nimbang. Ia merasa belum siap menghadapi laki
laki ini. Pada malam sebelumnya, ucapannya sungguh-
sungguh menyakitkan, dan ia masih belum bisa me-
maafkannya. Tapi andaikan ia sudah siap, ia tahu tam-
pangnya saat itu betul-betul tidak keruan. Matanya
tentunya masih merah dan bengkak dan rambutnya
berantakan. Kalaupun ia akan menghadapinya, ia
ingin tampil sebaik-baiknya.
Di satu sisi, ia memang sengaja membuat Drew
marah. Tak seorang pun, seringan apa pun hatinya da-
lam keadaan normal, dapat tetap berlapang dada sete-
lah merasa begitu dilecehkan. Arden telah melewat-
kan separo malam itu dengan menyesali dirinya. Kare
na dengan membiarkan dirinya terlibat dengan Drew
seperti itu, ia telah mempertaruhkan peluangnya un-
tuk melihat Matt. Bukankah harga dirinya tidak sebe-
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
rapa nilainya sebagai penebus kesalahannya?
Ia menggeser gerendel pintu, lalu membuka pin
tunya sedikit. Aku belum berpakaian.
Kau berpakaian kok, ujar Drew, sambil sekilas
melirik ke baju tidur Arden yang terbuat dari bahan
lembut bergaris biru dan putih.
Kalau kau memang ingin berbicara denganku,
aku akan menemuimu di lobi. Beri aku...
Aku tidak punya waktu. Ia tersenyum yakin.
Ayolah, Arden. Biarkan aku masuk.
Dengan waswas Arden membuka pintu dan
membiarkannya masuk. Pintu menutup perlahan-la
han di belakangnya. Kakinya yang telanjang membuat
Arden merasa rikuh. Baju tidurnya memang tidak tem
bus pandang, namun tiba-tiba ia berharap bahwa keli-
man bawahnya melewati batas tengah pahanya. De-
ngan perasaan serba salah, ia menyilangkan lengan-
nya di muka dadanya dan mencoba tampak tidak pe-
duli.
Ternyata kau benar. Aku memang brengsek. Ia
begitu saja melewati Arden dan menuju ke jendela un-
tuk membuka gorden tanpa menanyakan pendapat-
nya lebih dahulu, sehingga ruangan itu tiba-tiba menja
di terang-benderang.
Ulahku memang seperti seorang remaja, mera-
ba-raba dalam gelap. Ia menghela napasnya, sambil
menggaruk-garuk belakang lehernya. Tidak heran
kau menganggapku mengira dirimu salah satu dari
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
mereka. Memang seperti itulah kelakuanku. Dan keti-
ka kau bilang jangan, aku sungguh-sungguh tidak tahu
mengapa aku mengatakan apa yang sudah kuucapkan.
Maksudku sama sekali tidak begitu. Yang kukatakan
itu omong kosong, dan aku menyadarinya. Ia meno-
leh melalui pundaknya dan melihat bahwa Arden ma-
sih tetap berdiri dalam posisi yang sama.
Satu-satunya alasan yang dapat kuberikan,
sambungnya, adalah bahwa tak lama setelah Ellie
meninggal, aku terus dikerubuti oleh gadis-gadis yang
merasa yakin bahwa mereka dapat mengobati kesedih
anku. Kesanku, mereka menganggap diri mereka se-
macam petugas sosial dalam bidang seks untuk me-
nyelamatkanku dari ambang kehancuranku. Dan bagi
mereka aku tidak lebih daripada sekadar sebuah cen-
tang di dalam catatan rekor mereka.
Arden menurunkan lengannya, kemudian berdi-
ri dengan posisi yang lebih santai. Ia sendiri pernah
memancing reaksi yang sama dari kaum lelaki setelah
ia bercerai. Teman-teman Ron, yang juga sudah berce-
rai, mulai menelepon dan menawarkan padanya ban-
tuan mereka. Tidak usah, terima kasih, sahutnya
berulang kali sampai akhirnya mereka menyerah.
Setidaknya, ujar Drew, itu alasanku untuk me
nemuimu sepagi ini. Begitu aku meninggalkan tempat
ini kemarin malam, aku menyadari bahwa tingkahku
benar-benar brengsek. Mestinya kautendang aku di
selangkanganku atau entah di mana.
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
Tadinya memang akan kulakukan.
Drew tertawa. Yah, efeknya mungkin tidak lang
sung, tapi setidaknya perhatianku akan teralih.
Arden ikut tertawa.
Nah, setelah kita berdamai, ujar Drew cepat-
cepat, sambil mencakupkan kedua belah tangannya,
bagaimana kalau kau ikut bersamaku ke Oahu selama
beberapa hari.
A-apa...
Sebentar, ujar Drew, sambil mengangkat ke-
dua belah tangannya untuk menampik protes Arden.
Aku tidak punya maksud apa-apa. Aku hanya harus
kesana selama beberapa hari. Aku sudah memesan be
berapa kamar. Mungkin kau bisa memperoleh inspira-
si untuk salah satu artikelmu di sana. Alasannya me-
mang tidak cukup kuat, tapi ia sungguh-sungguh ingin
meyakinkannya.
Tapi aku kan tidak bisa pindah begitu saja dari
sini. A-aku...
Sebaiknya juga jangan. Bawa saja apa yang
memang kaubutuhkan. Kita katakan pada si manajer
bahwa kau akan pergi hanya untuk beberapa hari dan
bahwa kau masih ingin menyewa kamar itu.
Drew mendekat kemudian meraih tangan Arden
Aku senang melihatmu dalam baju tidurmu itu, ujar-
nya dalam nada parau, dengan rambutmu yang ma-
sih acak-acakan dan pipimu yang merona kemerahan.
Bibirmu betul-betul manis sekali. Dan aku sungguh-
http://jendela-fantasi.blogspot.com/
sungguh tidak dapat mempercayai diriku untuk meng
akhiri kejadian tadi malam dengan cara yang begitu
bodoh.
Kau memang bebal, tahu? Berani-beraninya
muncul di sini setelah memakiku tadi malam, lalu me-
rayu penampilanku di saat kutahu bahwa tampangku
sedang berantakan. Nadanya yang penuh emosi mem
buat Drew tersenyum, dan Arden jadi semakin marah.
Begitu egoisnyakah kau?
Aku orang yang ambisius, Arden, dan aku sela-
lu ingin menang. Sinar di matanya mengungkapkan
pada Arden bahwa ia target berikutnya. Sementara
Arden masih terkesima oleh penampilannya yang me-
mukau dan ketulusan ucapannya. Drew mendesaknya
lagi, lkutlah bersamaku ke Honolulu. Kita dapat sa-
ling mengenal dengan lebih baik.
Tidak ada yang lebih diinginkan Arden saat itu,
namun ia tahu bahayanya. Ia menarik napasnya dalam
dalam, kemudian menggeleng. Drew, kurasa...
Ayolah. Selain itu, ini akan merupakan kesem-
patan bagimu untuk berkenalan dengan Matt.

You might also like