You are on page 1of 80

BAB III

TEORI DASAR

Tujuan utama dari kegiatan pengujian sumur hidrokarbon adalah untuk

menentukan kemampuan produksi suatu lapisan atau formasi. Apabila pengujian

ini dianalisa dengan baik, memadai dan secara tepat maka akan banyak informasi

informasi yang sangat berharga yang bisa didapatkan. Prinsip dasar Pressure Build-

Up Test adalah dengan merekam nilai tekanan dasar sumur yang terukur pada

selang waktu tertentu. Metode ini pertama kali dipublikasikan oleh Horner dengan

memplot tekanan terhadap fungsi waktu dalam skala semi log.

Pressure Build-Up Test ini umumnya dilakukan secara berkala ataupun

dilakukan saat ingin mengetahui kemungkinan kemungkinan perubahan dari

karakteristik reservoir setelah diproduksikan pada selang waktu tertentu. Analisis

Transient Tekanan ini juga bertujuan untuk mengetahui batas luar yang dimiliki

suatu reservoir dan Reservoir Model itu sendiri. Pengujian ini dapat dilakukan saat

sumur ditutup, sehingga sumur diharapkan akan kembali mendekati keadaan awal

dan kondisi stabilnya. Oleh karena itu, penentuan profil laju produksi dan waktu

produksi yang tepat sangat mempengaruhi keakuratan hasil dari uji sumur yang

dilakukan. Parameter parameter dan karakteristik reservoir yang dapat diketahui

dari Pressure Build-Up Test antara lain permeabilitas, skin, wellbore storage, Well

Model, Reservoir Model, dan Boundary Model.

Selain uji Pressure Build Up, dilakukan pula uji deliverabilitas untuk suatu

sumur gas. Uji ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu sumur dalam

7
8

mengalirkan fluida gas (AOFP). Pada pengujiannya dapat dilakukan dengan

metode Back Pressure Test, Isochronal Test, dan Modified Isochronal Test.

3.1 Sifat Fisik Batuan Reservoir

Batuan reservoir merupakan batuan berpori di mana di dalam pori-pori

tersebut terdapat akumulasi fluida reservoir (air, minyak, dan gas). Setiap batuan

reservoir yang ada mempunyai sifat fisik berbeda, hal ini tergantung dari waktu

pembentukan dan proses dari pembentukan reservoir. Sifat - sifat fisik batuan

reservoir antara lain porositas, permeabilitas dan saturasi yang dapat diperoleh dari

analisa batuan inti reservoir di laboratorium dan analisa logging.

3.1.1 Porositas

Porositas adalah perba1ndingan antara volume ruang pori (pore volume)

terhadap volume total batuan (bulk volume). Gambar 3.1 berikut menggambarkan

keadaan fluida yang ada pada daerah pori pori batuan.

Gambar 3.1

Struktur Pori-Pori Batuan18)

18
Angka menunjukkan nomor urut daftar pustaka
9

Besar kecilnya porositas suatu batuan akan menentukan kapasitas

penyimpanan fluida reservoir. Satuan porositas adalah dalam fraksi atau persen

(%). Secara matematis porositas dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai

berikut:

vp vb v m
Porositas = = ..................................................................... (3-1)
vb vb

Dimana:

= Porositas, %

Vp = Pore Volume (volume pori), cc atau cm3

Vb = Bulk Volume (volume total batuan), cc atau cm3

Vm = Matrix Volume (volume butiran batuan), cc atau cm3

Ruang kosong tersebut dapat merupakan pori-pori yang saling berhubungan

antara satu sama lain. Tetapi dapat pula merupakan rongga-rongga yang saling

terpisah atau tersekat. Berdasarkan atas hubungan antar porinya, maka jenis

porositas terdiri dari 2 macam, yaitu:

1. Porositas absolut, yaitu perbandingan antara seluruh volume pori-pori total (baik

volume pori yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan) terhadap volume

total batuan.

Volume Pori Total


= x 100% ................................................................. (3-2)
Volume Bulk
10

2. Porositas efektif, yaitu perbandingan antara volume pori-pori yang saling

berhubungan terhadap volume total batuan (bulk volume).

Volume Pori Yang Berhubunga n


eff = x 100% ........................................ (3-3)
Volume Bulk

Pada umumnya yang banyak dipakai dalam ilmu perminyakan adalah porositas

efektif, antara lain untuk menghitung fluida reservoir yang dapat bergerak atau yang

dapat diproduksi.

Porositas suatu batuan reservoir dapat diketahui dengan pengukuran di

laboratorium dari contoh batuan dan dapat juga ditentukan dari interpretasi atas

hasil rekaman log-log sumur yang menembus reservoir tersebut.

Untuk mendapatkan harga porositas yang representatif dari suatu reservoir,

maka diperlukan harga rata-rata dari porositas untuk suatu ketebalan tertentu, yaitu

dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

=
h xn
0 i i
........................................................................................... (3-4)
h n
0 i

Dimana:

i = porositas batuan ke-i, %

hi = ketebalan lapisan batuan ke-i, ft

Porositas biasanya dianggap konstan selama berlangsungnya produksi, tetapi

sebenarnya porositas berkurang dengan semakin lamanya suatu reservoir

berproduksi yaitu sejalan dengan menurunya tekanan reservoir dan berpengaruh


11

terhadap besarnya jumlah akumulasi. Untuk ukuran porositas dapat dilihat pada

Tabel 3.1 dibawah ini:

Tabel 3.1

Ukuran Porositas10)

Porositas (%) Kualitas

0-5 Jelek Sekali

5-10 Jelek

10-15 Sedang

15-20 Baik

20-25 Baik Sekali

3.1.2 Permeabilitas

Permeabilitas adalah sifat dari batuan yang merupakan kemampuan batuan

untuk dapat melewatkan fluida tanpa merusak batuan tersebut. Nilai permeabilitas

(k) menunjukkan kemampuan suatu batuan poros untuk mengalirkan fluida.

Permeabilitas berpengaruh terhadap besarnya kemampuan produksi (laju alir) pada

sumur-sumur penghasilnya.

Hubungan permeabilitas dengan laju alir di suatu sistem media berpori

ditemukan oleh Darcy, dengan persamaan sebagai berikut:

k dP
V= ............................................................................................... (3-5)
dL
12

Secara kuantitatif besarnya permeabilitas suatu batuan ditentukan berdasarkan

rumus Darcy (untuk aliran laminer dan viscous). Harga k dinyatakan dalam satuan

Darcy atau dalam satuan mili Darcy. Dimana 1 mili Darcy = 0.001, Darcy:

xQ x L
k= .............................................................................................. (3-6)
AxP

Dimana:

Q = laju alir fluida (debit aliran), cm/sec

k = permebilitas media berpori, Darcy

= viskositas fluida, centipoise (cp)

L = panjang media berpori, cm

A = luas penampang aliran, cm2

dP/dL = pressure drop per satuan panjang, atm/cm

P = tekanan, atm

Persamaan Darcy ini dalam pemakaiannya harus memenuhi beberapa

asumsi sebagai berikut:

1. Aliran harus laminer.

2. Fluida yang mengalir tidak bereaksi dengan batuan.

3. Suhu tetap (konstan) selama terjadinya aliran.

4. Aliran satu fasa fluida dan incompressible.


13

Berdasarkan jumlah fasa fluida yang mengalir dalam suatu batuan, maka

permeabilitas batuan dapat dibedakan menjadi:

1. Permeabilitas Absolut (ka) adalah ukuran kemampuan batuan untuk mengalirkan

satu jenis fluida maka di dalam batuan tersebut tidak terdapat jenis fluida lain.

2. Permeabilitas Efektif (ke) adalah ukuran kemampuan batuan untuk mengalirkan

lebih dari satu jenis fluida maka di dalam batuan tersebut terdapat beberapa jenis

fluida lain.

3. Permeabilitas relatif (kr) adalah perbandingan antara permeabilitas efektif

dengan permeabilitas absolut.

Data permeabilitas dapat diketahui dari analisa batuan inti di laboratorium

dengan menggunakan alat permeameter. Berdasarkan harga permeabilitas

batuannya, maka permeabilitas batuan reservoir dapat diklasifikasikan seperti pada

Tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2

Klasifikasi Permeabilitas Batuan10)

Permeabilitas (mD) Keterangan

100-1000 Baik Sekali

10-100 Baik

5-10 Sedang

<5 Ketat
14

3.1.3 Saturasi

Saturasi fluida merupakan perbandingan antara volume pori-pori batuan

yang ditempati secara efektif oleh suatu fluida tertentu dengan volume total pori-

pori dalam batuan reservoir. Di dalam pori-pori batuan reservoir bisa terdapat

minyak, air, dan gas atau hanya minyak dan air. Kedua situasi ini tergantung kondisi

tekanan dari reservoir tersebut. Saturasi fluida terdiri dari:

1. Saturasi Air (Sw)

Yaitu perbandingan antara volume pori yang terisi air dibanding dengan volume

total pori.

2. Saturasi Minyak (So)

Yaitu perbandingan antara volume pori yang terisi oleh minyak dibanding dengan

volume total pori.

3. Saturasi Gas (Sg)

Yaitu perbandingan antara volume pori yang terisi oleh gas dibanding dengan

volume total pori.

Untuk kondisi reservoir di bawah tekanan jenuh, saturasi air ditambah saturasi

minyak ditambah saturasi gas sama dengan satu:

Sw + So + Sg = 1 ........................................................................................ (3-7)

Sedangkan untuk kondisi reservoir pada tekanan jenuh, saturasi gas dianggap tidak

ada, atau sama dengan nol:


15

Sw + So = 1 ................................................................................................. (3-8)

Besarnya saturasi fluida dalam suatu reservoir dipengaruhi oleh faktor-faktor

sebagai berikut:

Ukuran dan distribusi pori.

Ketinggian di atas free water level karena adhesi dan tekanan kapiler.

Sifat kebasahan batuan (wettability)

Harga saturasi fluida di dalam batuan reservoir dapat ditentukan dengan analisa

percontohan batuan (core sample) di laboratorium dan analisa logging.

3.2 Karakteristik Fulida Reservoir (Gas)

Sifat sifat fluida gas dalam pembahasan ini meliputi specific gravity gas

(g), faktor deviasi gas (Z), faktor volume formasi gas (Bg), viskositas gas ( g), dan

kompresibilitas gas (Cg).

3.2.1 Specific Gravity Gas (g)

Specific gravity gas merupakan perbandingan antara densitas gas dengan

udara. Kedua densitas tersebut diukur dalam tekanan dan temperature yang sama.

Biasanya, tekanan dan temperatur pada kondisi permukaan atau standar (14.7 psia

dan 60F). Berikut adalah persamaan yang digunakan dalam menentukan specific

gravity gas:

g
g .................................................................................................... (3-9)
air
16

3.2.2 Faktor Deviasi Gas (Z)

Faktor deviasi gas merupakan perbandingan antara volume aktual suatu n-

mol gas pada kondisi tekanan dan suhu tertentu terhadap volume ideal untuk n-mol

gas pada kondisi tekanan dan suhu yang sama. Penentuan faktor deviasi gas:

Actual volume of n mole of gas at certain p and T


Z= .... (3-10)
Ideal (calculated ) volume of n mole of gas at same p and T

Faktor kompresibilitas tidak berharga konstan namun bervariasi dengan

perubahan komposisi gas, temperatur, dan tekanan. Untuk gas ideal, Z faktor

berharga satu. Z faktor berharga satu ketika pada kondisi standar 14.7 psia dan 60F.

Sedangkan untuk gas nyata z dapat berharga lebih kecil atau lebih besar dari

satu namun dapat juga berharga satu tergantung dari tekanan dan temperatur yang

mempengaruhinya.

Penentuan Temperature pseudo critical (Tpc) dan Pressure pseudo critical

(Ppc) didefinisikan sebagai:

Ppc = Yi Pci ................................................................................................. (3-11)

Tpc = Yi Tci................................................................................................. (3-12)

Apabila komposisi natural gas tidak tersedia Tpc dan Ppc dapat ditentukan

dengan korelasi Brown et al. korelasi ini dapat menentukan nilai Ppc dan Tpc

berdasarkan harga gas gravity berikut ini:

Ppc = 709.604 58.718 g............................................................................ (3-13)

Tpc = 170.491 + 307.344 g ......................................................................... (3-14)


17

Namun, menurut Aziz dan Wichert jika kandungan komposisi gas H2S dan

CO2 melebihi 5% maka dilakukan koreksi terlebih dahulu terhadap nilai

pseudocritical temperature (Tpc) dan pseudocritical pressure (Ppc). Berikut korelasi

Aziz Wichert:

3 = 120 (A0.9 A1.6) + 15 (B0.5 B4) ......................................................... (3-15)

Dimana:

A = jumlah mol fraksi dari gas H2S dan CO2

B = mol fraksi dari H2S

Tpc = Tpc - 3 ............................................................................................. (3-16)

Ppc T ' pc
Ppc = .............................................................................. (3-17)
T pc B (1 B ) 3

Dimana:

Tpc = nilai pseudocritical temperature yang telah dikoreksi, R

Ppc = nilai pseudocritical pressure yang telah dikoreksi, psia

Setelah nilai Ppc dan Tpc didapat, dilakukan penentuan Pseudoreduced

pressure (Ppr) dan Pseudoreduced temperature (Tpr) didefinisikan sebagai:

P
Ppr = ................................................................................................... (3-18)
P ' pc

T
Tpr = ..................................................................................................... (3-19)
T ' pc
18

Setelah harga dari Tpr dan Ppr didapat, nilai dari faktor deviasi gas dapat

ditentukan dengan menggunakan korelasi Dranchuk Abou Kassem:

2 3 4 5 7 8
Z = 1 + (1 + + 3 + 4 + 5 ) + (6 + + 2 ) 2 + 9 ( 7 +

8 2
) 5 + 10 (1 + 11 2 ) ( 3 ) exp(11 2 ) ............................. (3-20)
2

0.27 Ppr
= .............................................................................................. (3-21)
( Z T pr )

Dimana:

Tpr = pseudoreduced temperature, R

Ppr = pseudoreduced pressure, psia

= reduced gas density

Tabel 3.3 menunjukkan nilai konstanta korelasi Dranchuk Abou Kassem:

Tabel 3.3

Konstanta Dranchuk Abou Kassem

A1 0.32650
A2 -1.07000
A3 -0.53390
A4 0.01569
A5 -0.05165
A6 0.54750
A7 -0.73610
A8 0.18440
A9 0.10560
A10 0.61340
A11 0.72100
19

3.2.3 Faktor Volume Formasi Gas (Bg)

Faktor Volume Formasi Gas didefinisikan sebagai hubungan volume gas

yang diukur pada kondisi reservoir dengan volume gas yang diukur pada kondisi

standar (60F dan 14.7 psia). Pada kondisi standar dengan mengasumsikan z = 1, 1

cuft volume gas (1 SCF) persamaan Faktor Volume Formasi Gas menjadi:

Psc x Z x T
Bg = ......................................................................................... (3-22)
Tsc x P

Persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi:

ZT
Bg = 0.02829 cuft/SCF ....................................................................... (3-23)
P

ZT
Bg = 0.00504 bbl/SCF ........................................................................ (3-24)
P

3.2.4 Viskositas Gas (g)

Viskositas fluida merupakan tahanan fluida untuk mengalir. Viskositas gas

dipengaruhi oleh tekanan, temperature, dan komposisi gas. Viskositas gas

hidrokarbon umumnya lebih rendah daripada viskoitas gas non hidrokarbon.

Viskositas gas akan berbanding lurus dengan temperature dan berbanding terbalik

dengan berat molekulnya. Viskositas gas dapat ditentukan dengan menggunakan

korelasi Carr, Kobayashi, and Burrows, serta dapat juga ditentukan dengan

persamaan Lee, et.al. Pada permasalahan ini metode yang digunakan untuk

menentukan nilai viskositas gas yaitu dengan metode Lee, et.al. Berikut adalah

persamaan korelasi metode Lee, et.al:


20

g = K1 exp (XY) ....................................................................................... (3-25)

(0.00094 2 x 10 6 M g ) T 15
K1 = ............................................................... (3-26)
(209 19 M g T )

986
X = 3.5 + + 0.01 Mg .............................................................................. (3-27)

PMg
= 0.00149406 .............................................................................. (3-28)
ZT

Y = 2.4 0.2X ............................................................................................. (3-29)

Mg = 28.967 g ............................................................................................ (3-30)

Dimana:

g = viskositas gas, cp

= densitas gas, g/cm3

p = pressure, psia

T = temperature, R

Mg = berat molekul gas

g = specific gravity gas

3.2.5 Kompresibilitas Gas (Cg)

Untuk fasa liquid, kompresibilitas nya kecil dan dapat diasumsikan konstan.

Untuk fasa gas, kompresibilitasnya tidak kecil dan tidak konstan. Kompresibilitas

gas didefinisikan sebagai perubahan volume gas yang disebabkan oleh adanya
21

perubahan tekanan. Harga kompresibilitas gas dapat ditentukan dari korelasi

Mattar, Brar, dan Aziz atau didapat dengan persamaan sebagai berikut:

C pr
Cg = ..................................................................................................... (3-31)
Ppc

Gambar 3.2 merupakan gambar dari variasi harga antara Cpr Tpr vs Ppr Tpr

yang didapat melalui korelasi Mattar, Brar, dan Aziz:

Gambar 3.2

Variasi harga Cpr Tpr terhadap Ppr dan Tpr7)

3.3 Persamaan Aliran Fluida

Persamaan aliran fluida yang digunakan untuk menggambarkan perilaku

aliran pada suatu reservoir dapat digambarkan dalam berbagai macam bentuk aliran

tergantung pada kombinasi variabel sebelumnya seperti jenis aliran, jenis fluida,
22

dll. Dengan menggabungkan hukum persamaan kekekalan massa dengan

persamaan Darcy dan berbagai persamaan keadaan, maka persamaan aliran yang

diperlukan dapat dikembangkan.

Hukum dasar aliran fluida pada media berpori adalah hukum Darcy.

Persamaan matematis yang dikembangkan oleh Darcy pada tahun 1956 menyatakan

bahwa kecepatan fluida homogen pada media berpori sebanding dengan gradien

tekanan, dan berbanding terbalik dengan viskositas fluida. Untuk sistem linier

horizontal, persamaannya dapat dilihat pada persamaan (3-5). Persamaan tersebut

hanya berlaku untuk aliran yang laminar dan tanda negatif di dalam persaman (3-

5) menyatakan bahwa aliran yang terjadi berlawanan arah dengan penurunan

potensial. Dalam satuan lapangan persamaan (3-5) menjadi:

0.00708 k h ( Ps Pwf )
Qo ......................................................................... (3-32)
o Bo ln (re / rw)

Kemudian persamaan (3-33) tersebut dapat diubah untuk menentukan tekanan P

pada radius tertentu:

Q Bo o r
P Pwf o ln .................................................................. (3-33)
0.00708 k h rw

Karena hukum Darcy hanya berlaku untuk aliran yang laminar, maka

kemudian dikembangkan model-model aliran yang terjadi pada pori-pori reservoir

yaitu pola aliran radial, pola aliran linier, pola aliran spherical, aliran bilinier, aliran

semi linier dan gradien flow model. Dari persamaan persamaan aliran tersebut,

maka persamaan (3-34) diturunkan menjadi suatu persamaan yang dikenal dengan
23

persamaan diffusivitas. Persamaan diffusivitas adalah salah satu persamaan penting

yang digunakan pada teknik perminyakan, khususnya menjadi dasar dalam analisa

uji sumur. Berikut adalah persamaan diffusivitas:

2 p 1 p Ct p
....................................................................... (3-34)
r 2
r r 0.006328 k t

Dalam menurunkan persamaan diffusivitas di atas menjadi suatu persamaan

yang dapat digunakan dalam analisa uji sumur digunakan metode Ei function

solution. Untuk reservoir yang bersifat infinite acting, maka Matthews dan

Russell (1967) mengajukan persamaan berikut dengan menggunakan Ei function

solution yang mengacu pada persamaan diffusivitas di atas:

70.6 Qo Bo 948 Ct r 2
P (r.t ) Pi Ei ........................................ (3-35)
k h k t

Dengan Ei function solution tersebut, maka persamaan (3-36) diturunkan menjadi

persamaan:

162 .6 Qo Bo o kt
Pwf Pi log
2
3.23 ................................... (3-36)
kh C t r

3.4 Pressure Build Up Test

Pressure Build Up Test adalah suatu teknik pengujian tekanan transient

dengan cara memproduksikan sumur dengan laju produksi konstan (flow period)

selama waktu tertentu kemudian sumur ditutup/shut-in period (biasanya dengan

menutup kepala sumur di permukaan). Penutupan sumur ini menyebabkan naiknya

tekanan yang dicatat sebagai fungsi waktu. Dari data tekanan yang didapat,
24

kemudian dapat ditentukan permeabilitas formasi, daerah pengurasan saat itu,

adanya karakterisitik kerusakan atau perbaikan formasi, dan batas reservoir.

Gambar 3.3 menunjukkan grafik pengujian sumur dengan Pressure Build Up:

Gambar 3.3

Laju Alir Ideal dan Sejarah Produksi untuk Pressure Build Up Test16)

3.4.1 Prinsip Superposisi

Teori yang mendasari secara matematis menyatakan bahwa penjumlahan

dari solusi-solusi individu suatu persamaan differential linier berorde dua adalah

juga merupakan solusi dari persamaan tersebut. Misalkan suatu kasus dimana

sebuah sumur berproduksi dengan seri laju produksi tetap untuk setiap selang waktu

seperti diperlihatkan pada Gambar 3.4. Untuk menentukan tekanan lubang sumur

(Pwf) pada tn sewaktu laju saat itu qn, dapat dipakai prinsip superposisi dengan

metode sebagai berikut:

q1 dianggap berproduksi selama tn


25

q2 dianggap berproduksi selama tn t1

q3 dianggap berproduksi selama tn t2

q4 dianggap berproduksi selama tn t3

qn dianggap berproduksi selama tn tn-1

Gambar 3.4

Sejarah Produksi Berdasarkan Laju Alir dan Tekanan Dasar Alir Sumur dengan

Fungsi Waktu16)

3.4.2 Persamaan Horner

Dasar analisis Pressure Build Up Test ini diajukan oleh Horner (1951), yang

pada dasarnya adalah memplot tekanan (P) terhadap suatu fungsi waktu (tp + t) /

t. Prinsip yang mendasari analisis ini adalah yang dikenal dengan prinsip

superposisi.

Terdapat tiga metode pendekatan Horner yang dapat digunakan untuk

menganalisa Pressure Build Up pada reservoir gas, yaitu:


26

1. Metode Pendekatan P

Pada metode ini digunakan untuk sumur gas yang memiliki tekanan

reservoir di atas 3000 psi, dimana pendekatan variable P/gZ adalah konstan. Ketika

persamaan ini berlaku, maka persamaannya menjadi:

g Z P P dP
P=
P 0 g Z
...................................................................................... (3-37)

Pada keadaan unsteady state, persamaan aliran menjadi:

tp t
k
162 .6 q g Bg g t
Pws = Pi log 3.23 0.869 s' ............... (3-38)
kh g Ct rw 2


Plot P versus log (tp/t)/t pada kertas semilog, maka akan diperoleh garis lurus

dengan kemiringan:

m = 162.6 q g Bg g ...................................................................................... (3-39)


kh

Sehingga persamaan (3-51) menjadi:

tp t
k
t
Pws = Pi m log 3.23 0.869 s' ........................................... (3-40)
g C t rw 2

Maka persamaan faktor skin menjadi:

P1hr Pwf k
s = 1.151 log 3.23 ............................................ (3-41)
C t rw 2
m
27

Sedangkan adanya hambatan aliran yang terjadi pada formasi produktif akibat

adanya skin effect, biasanya diterjemahkan atas besarnya penurunan tekanan. Untuk

Pskin dengan metode pendekatan pressure menggunakan persamaan:

Pskin = 0.87. m. s , psi ............................................................................... (3-42)

Maka besarnya Flow Efficiency (FE) dengan metode pendekatan pressure dapat

ditentukan menggunakan persamaan:

P * Pwf Pskin
FE = ................................................................................. (3-43)
P * Pwf

Gambar 3.7 menunjukkan gambar grafik pressure versus Log Horner Time

tp t
:
t

Gambar 3.5

Grafik P vs Log Horner Time (tp + t)/t 1)


28

2. Metode Pendekatan P2

Pada metode ini digunakan untuk sumur gas yang mempunyai tekanan

reservoir kurang dari 2000 psi, dimana pendekatan variable gz adalah konstan:

g Z P P dP P 2
P 0 g Z 2 P
P= ................................................................................. (3-44)

Pada keadaan unsteady state, persamaan ini bisa dituliskan menjadi:

tp t
k
Pws2 = Pi2 57910 q g Psc T Z g log t 3.23 0.679 s' ......... (3-45)
k h Tsc C rw 2
g t

Dimana Psc = 14.7 psi dan Tsc = 520 R, persamaan (3-56) menjadi:

tp t
k
P Pi
2 2 1637 q g T Z g t

ws log 3.23 0.679 s ' ...................... (3-46)
kh g C t rw 2

Plot P2 versus log [tp + t] / t pada kertas semilog, maka akan diperoleh garis lurus

dengan kemiringan:

1637q g T Z g
m= ..................................................................................... (3-47)
kh

Sehingga persamaan (3-57) menjadi:

tp t
k
t 3.23 0.679s' ..................................... (3-48)
Pws Pi m log
2 2

g C t rw 2


29

Maka persamaan faktor skin menjadi:

P1hr 2 Pwf 2 k
s = 1.151 log 3. 23 ........................................ (3-49)
m
C t rw 2

Untuk Pskin dengan metode pendekatan pressure-squared (P2) menggunakan

persamaan:

P2skin = 0.87. m. s , psi2 ............................................................................ (3-50)

Maka untuk menentukan nilai Pskin, nilai yang didapat dari P2skin diakarkan.

Maka besarnya Flow Efficiency (FE) dengan metode pendekatan pressure-squared

dapat ditentukan menggunakan persamaan:

( P * ) 2 ( Pwf ) 2 P 2 skin
FE = ..................................................................... (3-51)
( P * ) 2 ( Pwf ) 2

3. Metode Pendekatan Pseudo Pressure

Metode ini bisa digunakan disemua tekanan untuk fluida gas. Persamaan

aliran dapat diganti dengan parameter yang merupakan fungsi tekanan semu

(pseudo pressure) yang dinyatakan dengan persamaan:

pP
() = 2 pb Z
.................................................................................. (3-52)

Sehingga persamaan diferensial aliran radial menjadi:

1 d d ( P) C d ( P)
r ............................................................. (3-53)
r dr dr k dt
30

Maka persamaan dapat disusun berdasarkan parameter yang berkaitan untuk

kondisi standar (14.7 Psi dan 60 F), maka didapat persamaan:

tp t
0.000264 k
1637 q g T t

( P) ws ( P) i log 0.869 s ' ..................... (3-54)
kh g C t rw 2

Plot (P) versus log [tp + t] / t pada kertas semilog, maka akan diperoleh garis

lurus dengan kemiringan:

1637 qg T
= ........................................................................................ (3-55)
kh

Sehingga persamaan (3-63) menjadi:

tp t
0.000264 k
t
( P) ws ( P) i m log 0.869 s' ....................... (3-56)
g Ct rw 2

Maka persamaan faktor skin adalah:

( P)1hr ( P) wf k
s = 1.151 log 3.23 ............................ (3-57)
m C t rw 2

Untuk Pskin dengan metode pendekatan pseudo pressure menggunakan

persamaan:

(Pskin) = 0.87. m. s , psi2/cp ................................................................... (3-58)

Maka untuk menentukan nilai Pskin, nilai yang didapat dari (Pskin)

dikonversikan kembali menggunakan persamaan P versus (Pskin).


31

Maka besarnya Flow Efficiency (FE) dengan metode pendekatan pseudo pressure

dapat ditentukan menggunakan persamaan:

( P * ) ( Pwf ) (Pskin )
FE = .............................................................. (3-59)
( P * ) ( Pwf )

3.5 Tekanan Reservoir

Tekanan reservoir sangat berguna untuk karakterisasi suatu reservoir,

penentuan cadangan, dan peramalan kelakuan reservoir. Tekanan merupakan suatu

besaran fisik yang mendasar untuk diketahui pada proses primary recovery dan

enhanced recovery. Untuk reservoir yang bersifat infinite acting, tekanan rata-rata

adalah P* = Pi = Pr yang dapat diperkirakan dengan mengekstrapolasikan garis lurus

tp t
pada grafik Horner ke harga = 1.
t

3.6 Wellbore Storage

Wellbore storage adalah kejadian di sumur, tepatnya di dalam lubang sumur

pada waktu dilakukan uji tekanan transient terutama Pressure Build Up Test (PBU

test) dan Pressure Draw Down test (PDD test). Wellbore storage terjadi karena

pada pengujian Pressure Build Up Test dan Pressure Draw Down Test saat

penutupan atau pembukaan sumur dilakukan dengan membuka dan menutup valve

yang terletak pada christmas tree. Sumur yang dalam keadaan mengalir

(berproduksi) kemudian katup di tutup maka Q (laju aliran fluida) akan langsung

berhenti (berharga 0), sedangkan aliran dari dalam reservoir ke dasar sumur (qr)
32

tidak langsung berhenti melainkan masih mengalir beberapa saat dengan laju alir

yang semakin mengecil, mengisi lubang sumur.

Kejadian inilah yang disebut dengan wellbore storage atau after flow effect.

Demikian pula sebaliknya bila sumur dari keadaan di tutup kemudian valve dibuka

maka sumur akan berproduksi sebesar Q yang fluidanya mula-mula berasal dari

lubang sumur, sementara dari reservoir ke dasar sumur masih belum terjadi aliran

(qr =0). Dengan bertambahnya waktu aliran dengan tekanan di permukaan tetap,

maka laju aliran di dasar sumur akan berangsur-angsur sama dengan laju aliran di

permukaan dan banyaknya fluida yang tersimpan di dalam lubang sumur akan

mencapai harga yang tetap. Hal ini menunjukkan bahwa gejala wellbore storage

telah berakhir. Keadaan ini yang menyebabkan keterlambatan kenaikan tekanan

build up pada daerah waktu awal (early time).

3.7 Skin

Skin adalah zona disekitar perforasi yang mengalami penurunan

permeabilitas. Skin merupakan suatu besaran yang menunjukkan ada atau tidaknya

kerusakan formasi disekitar lubang sumur. Skin ini mengakibatkan berkurangnya

permeabilitas formasi disekitar lubang bor disebabkan oleh runtuhnya dinding

lubang sumur, terjadinya pengendapan, dan invansi partikel-partikel selama

pemboran, completion, dan produksi.

Menurut Hurst (1953), formasi di sekitar lubang sumur mengalami

kerusakan. Luas daerah formasi yang mengalami kerusakan ini relatif tipis hanya

di sekitar lubang sumur maka disebut skin, sehingga aliran dari formasi terhambat
33

mengalir ke lubang sumur. Distribusi tekanan karena adanya skin dapat dilihat pada

Gambar 3.6.

Gambar 3.6

Distribusi Tekanan Akibat Adanya Skin17)

Selanjutnya menurut Horner (1951) dalam metode Horner ini dapat dibuat suatu

klasifikasi nilai skin, yaitu:

s = + (positif) menunjukkan indikasi adanya kerusakan formasi

s = 0 (nol) menyatakan tidak ada kerusakan atau perbaikan formasi

s = - (negatif) memperlihatkan indikasi adanya perbaikan formasi

Pada kasus terjadinya nonDarcy flow, terdapat skin effect tambahan yang

biasa terjadi pada sumur gas yang disebabkan karena meningkatnya kecepatan

aliran pada saat radial flow. Dengan meningkatnya kecepatan aliran radial flow,
34

perlahan-lahan akan memunculkan aliran turbulen pada sekitar daerah wellbore

yang akan menyebabkan bertambahnya pressure drop pada daerah wellbore

tersebut. Kerusakan yang disebabkan oleh non-Darcy flow biasanya dikenal dengan

apparent atau total skin (s). Selain non-Darcy flow, skin effect tambahan juga dapat

disebabkan oleh bentuk geometri sumur salah satunya adalah karena partial

perforation, dimana zona prospek sumur dilakukan perforasi namun ketebalan

peforasi yang dilakukan lebih kecil dari ketebalan reservoir (hp < h). Hal ini akan

menyebabkan terhambatnya aliran fluida dari reservoir menuju lubang sumur. Skin

yang disebabkan oleh partial perforation dilambangkan dengan sp. Berikut adalah

persamaan apparent skin atau skin total (s):

s = s + sp + DQg........................................................................................ (3-60)

1 1 h pD A 1
0.5

sp = 1 ln ln ................................. (3-61)
h 2r h pD 2 h pD B 1
pD D

h pD = hp / h ................................................................................................. (3-62)

0 .5
rw k v

h k h
rD = ........................................................................................ (3-63)

h1 h h p zw
h1D ................................................................................... (3-64)
h h

1
A= ........................................................................................ (3-65)
h1D h pD / 4
35

1
B= ........................................................................................ (3-66)
h1D 3h pD / 4

= 1.88 (1010) (k)-1.47 ()-0.53 ..................................................................... (3-67)

T g
F = 3.161 x 10-12 ..................................................................... (3-68)
gwf h rw
2

D = Fkh .................................................................................................. (3-69)


1422T

Dimana:

s = apparent or total skin

s = true skin

sp = partial perforation skin

D = turbulent flow factor

Qg = gas flow rate, mscf/D

F = non-Darcy flow coefficient, psi2/cp/(mscf/day)2

k = permeabilitas, mD

h = ketebalan reservoir, ft

hp = ketebalan perforasi, ft

kv/kh = perbandingan permeabilitas vertical dan horizontal

T = temperature, R
36

= turbulence parameter

= gas specific gravity

= viskositas gas pada saat Pwf, cp

rw = jari-jari sumur, ft

= porositas, fraksi

3.8 Radius Investigasi

Radius investigasi atau jari-jari pengamatan menggambarkan sejauh mana

(jarak dari lubang bor yang diuji) pencapaian transien tekanan akibat suatu produksi

atau penutupan sumur. Seiring berjalannya waktu, transien tekanan akan mencapai

lebih jauh ke dalam reservoir. Efek dari gangguan ini akan mengecil bahkan tidak

terlihat lagi pada suatu jarak tertentu. Jarak terjauh dimana efek dari gangguan ini

masih terdeteksi, inilah yang disebut dengan radius investigasi. Nilai radius

investigasi (ri) dapat ditentukan dengan persamaan:

kt
ri = ......................................................................................... (3-70)
948 g C t

Dimana:

k = permeabilitas, mD

t = lama waktu produksi (tp), hr

= porositas, fraksi

= viskositas gas, cp
37

Ct = kompresibilitas total, psi-1

3.9 Karakteristik Kurva Plot Pressure Build Up

Karakteristik kurva Pressure Build Up dapat menggambarkan perubahan

tekanan yang terjadi oleh sumur yang diuji. Pembagian waktu ini dibagi untuk

membantu dalam melakukan analisis pressure transient. Pembagian waktu dalam

kurva Pressure Build Up dibagi menjadi tiga yaitu Early Time Region, Middle Time

Region dan Late Time Region.

1. Segmen Data Awal (Early Time)

Mula-mula sumur ditutup, Pressure Build Up Test memasuki segmen data

awal, dimana aliran didominasi oleh adanya pengaruh wellbore storage, skin dan

phase segregation (gas hump). Bentuk kurva yang dihasilkan oleh bagian ini

merupakan garis melengkung pada kertas semilog, dimana mencerminkan

penyimpangan garis lurus akibat adanya kerusakan formasi di sekitar lubang sumur

atau adanya pengaruh wellbore storage seperti terlihat pada Gambar 3.5.

2. Segmen Waktu Pertengahan (Middle Times)

Dengan bertambahnya waktu, radius pengamatan akan semakin jauh

menjalar kedalam formasi. Setelah pengaruh data awal terlampaui maka tekanan

akan masuk bagian waktu pertengahan. Pada saat inilah reservoir bersifat infinite

acting dimana garis lurus pada semilog terjadi. Dengan garis lurus ini dapat

ditentukan beberapa parameter reservoir yang penting, seperti: kemiringan garis

atau slope (m), permeabilitas effektif (k), storage capacity (kh), faktor kerusakan

formasi (s), tekanan rata-rata reservoir.


38

3. Segmen Waktu Lanjut (Late Times)

Bagian akhir dari suatu kurva setara tekanan adalah bagian waktu lanjut

(late times) yang ditunjukkan dengan berlangsungnya garis lurus semilog mencapai

batas akhir sumur yang diuji dan adanya penyimpangan kurva garis lurus. Hal ini

disebabkan karena respon tekanan sudah dipengaruhi oleh kondisi batas reservoir

dari sumur yang diuji atau pengaruh sumur-sumur produksi maupun injeksi yang

berada disekitar sumur yang diuji. Periode ini merupakan selang waktu diantara

periode transient (peralihan) dengan awal periode semi steady state. Selang waktu

ini adalah sangat sempit atau kadang-kadang hampir tidak pernah terjadi.

Gambar 3.7

Time Region Kurva Pressure Buil Up6)


39

3.10 Model Sumur dan Reservoir

Dalam analisa pressure derivative dapat menggambarkan bagaimana

kondisi suatu sumur dan reservoir tersebut. Dalam analisis tersebut dapat ditentukan

model yang sesuai untuk suatu sumur ketika analisis pressure derivative dengan

menggunakan software ecrin telah sesuai (matching). Adapun tipe untuk model

sumur, dan reservoir yaitu:

a. Vertical Well (Storage & Skin)

Gambar 3.8

Vertical Well Model2)

Gambar 3.8 menunjukkan model sumur vertikal. Sumur ini memiliki

karakter wellbore storage konstan dan faktor skin yang merupakan tolak ukur dari

kehilangan tekanan pada sumur yang mengalami kerusakan atau perbaikan di


40

sepanjang sandface pada sumur stimulasi. Untuk interval perforasi pun sama

dengan ketebalan reservoir yang ada.

Parameter:

C = Koefisien wellbore storage, ditunjukkan oleh time match.

s = Faktor skin, menyatakan tingkat kerusakan atau perbaikan disekitar lubang

bor.

Gambar 3.9 memperlihatkan model kurva untuk vertical well:

Gambar 3.9

Grafik Vertical Well Model2)


41

b. Infinite Conductivity atau Fracture Uniform Flux Well

Gambar 3.10

Infinite Conductivity Model2)

Gambar 3.10 menunjukkan model sumur fracture infinite conductivity well.

Sumur ini dimodelkan seperti tekanan bersifat konstan disepanjang rekahan setiap

waktu. Sumur berpotongan dengan sebuah rekahan pada bidang vertikal dengan

produksi reservoir yang seragam perunit panjang rekahan.

Parameter:

Xf = Separuh dari panjang rekahan yang ditunjukkan oleh time match

C = Koefisien wellbore storage

s = Faktor skin

Dan jika rekahan memiliki batas linier maka

= Sudut rekahan terhadap batas


42

Gambar 3.11 memperlihatkan model kurva untuk fracture infinite conductivity

well:

Gambar 3.11

Grafik Infinite Conductivity Model2)

c. Fracture Finite Conductivity Well

Gambar 3.10 juga menunjukkan untuk model sumur fracture finite

conductivity well. Sumur ini dimodelkan seperti sumur yang berpotongan dengan

patahan pada bidang vertikal. Namun pada Fracture Finite Conductivity

dimodelkan jika ada pressure gradient atau pressure drop disepanjang rekahan.

Sumur berada dipusat panjang rekahan. Efek wellbore storage bisa timbul atau

tidak sama sekali.


43

Parameter:

Xf = Separuh dari panjang rekahan yang ditunjukkan oleh time match

C = Koefisien wellbore storage

Fc = konduktivitas rekahan = kf x w, dimana kf adalah permeabilitas rekahan

dan w adalah luas dari rekahan

s = Faktor skin

Dan jika rekahan memiliki batas linier maka

= Sudut rekahan terhadap batas

Gambar 3.12 mennujukkan model kurva fracture finte conductivity well:

Gambar 3.12

Grafik Fracture Finite Conductivity Model2)


44

d. Sumur Horizontal

Gambar 3.13

Model Sumur Horizontal2)

Gambar 3.13 menunjukkan model sumur horizontal, dimana bagian

vertikalnya tidak diperforasi dan tidak ada aliran menuju ujung dan lubang sumur.

Parameter:

kz/kr = perbandingan antara permeabilitas vertikal yang radial

h = ketebalan formasi

hw = panjang perforasi pada bagian horizontal

zw = jarak antar bagian horizontal kebagian bawah formasi

s = faktor skin
45

e. Limited Entry Well

Gambar 3.14

Model Sumur Limited Entry2)

Gambar 3.14 menunjukkan model sumur limited entry. Sumur ini

dimodelkan seperti sumur berproduksi dari interval perforasi yang lebih kecil

dibandingkan dengan ketebalan formasi. Hal ini memberikan kenaikan pada aliran

spherical atau hemispherical tergantung pada posisi dari interval perforasi yang

relatif terhadap bagian atas atau bawah dari batas reservoir.

Parameter:

kz/ kr = perbandingan antara permeabilitas vertikal yang radial

h = ketebalan formasi
46

hw = panjang perforasi pada bagian horizontal

zw = jarak antar bagian horizontal kebagian bawah formasi

s = Faktor skin

Gambar 3.15 menunjukkan model kurva untuk limited entry well:

Gambar 3.15

Grafik Model Sumur Limited Entry2)

f. Reservoir Homogen

Model reservoir homogen dimodelkan seperti reservoir yang bersifat radial

isotropic dan memiliki ketebalan yang seragam.

Parameter:

kh = transmissibilitas = permeabilitas x ketebalan


47

Gambar 3.16 menunjukkan model kurva untuk reservoir Homogen:

Gambar 3.16

Kurva Reservoir Homogen2)

g. Reservoir Dual Porosity PSS

Reservoir Dual Porosity PSS dimodelkan seperti reservoir yang mempunyai

pori batuan yang terbagi dalam dua media yaitu matriks, yang memiliki storativitas

tinggi dan permeabilitas rendah, dan fissures yang memiliki permeabilitas tinggi

dan storativitas rendah.

Parameter:

Omega () = rasio storativitas, fraksi dari volume pori yang dimiliki oleh fissure

terhadap total pori yang berhubungan.

Lambda () = parameter aliran antar pori, kemampuan dari matriks untuk

mengalirkan fluida ke dalam jaringan fissure


48

Gambar 3.17 menunjukkan model kurva untuk reservoir Dual Porosity PSS:

Gambar 3.17

Kurva Reservoir Dual Porosity PSS2)

Apabila = 1, maka semua fluida didalam reservoir terdapat pada rekahan

Apabila < 1, maka Kf lebih besar dibandingkan Km

h. Reservoir Dual Porosity Transient

Reservoir Dual Porosity Transient mempunyai model reservoir yang sama

dengan Dual Porosity PSS, dimana pori batuan terbagi dalam dua media yaitu

matriks, yang memiliki storativitas tinggi dan permeabilitas rendah, dan fissures

yang memiliki permeabilitas tinggi dan storativitas rendah. Namun, untuk Dual

Porosity Transient terbagi dalam 2 model yaitu Dual Porosity Slab dan Dual
49

Porosity Sphere, dimana perbedaan antara kedua model tersebut terdapat pada

bentuk batuan. Dual Porosity Slab dimodelkan seperti reservoir yang mempunyai

bentuk batuan bundar, sedangkan Dual Porosity Sphere mempunyai bentuk

batuan persegi panjang.

Parameter:

Omega () = rasio storativitas, fraksi dari volume pori yang dimiliki oleh fissure

terhadap total pori yang berhubungan.

Lambda () = parameter aliran antar pori, kemampuan dari matriks untuk

mengalirkan fluida ke dalam jaringan fissure

Gambar 3.18 menunjukkan model kurva untuk Dual Porosity Transient:

Gambar 3.18

Kurva Reservoir Dual Porosity Transient2)


50

i. Reservoir Two Layers

Reservoir Two Layers dimodelkan seperti reservoir yang terdiri dari dua

lapisan (layer) yang homogen, lapisan pertama memiliki transmisibilitas yang lebih

tinggi dibandingkan lapisan kedua. Kedua lapisan dapat mengalirkan fluida ke

dalam sumur. Ada aliran di antara lapisan tersebut di reservoir yang sebanding

dengan perbedaan tekanan (pressure difference).

Parameter:

Omega () = rasio storativitas, fraksi dari volume pori yang berhubungan yang

dimiliki oleh lapisan 1

Lambda () = kemampuan kedua lapisan untuk saling berkomunikasi

Untuk model sumur dengan skin, nilai skin tiap lapisan dapat dimasukkan.

Gambar 3.19 menunjukkan model kurva untuk reservoir Two Layers:

Gambar 3.19

Kurva Reservoir Two Layers2)


51

j. Reservoir Radial Composite

Reservoir Radial Composite dimodelkan seperti sumur berada di pusat zona

lingkaran yang homogen, berhubungan dengan reservoir homogen yang infinite.

Zona luar (outer zone) dan zona dalam (inner zone) memiliki karakteristik reservoir

dan/atau fluida yang berbeda Tidak ada kehilangan tekanan di bidang pertemuan

(interface) kedua zona.

Parameter:

Ri = jarak dari sumur ke interface

M = rasio mobilitas

D = rasio difusivitas

Gambar 3.20 menunjukkan model kurva reservoir Radial Comopsite:

Gambar 3.20

Kurva Reservoir Radial composite2)


52

k. Reservoir Linier Composite

Reservoir Linier Composite dimodelkan seperti sumur produksi berada di

reservoir yang homogen, infinite dalam segala arah kecuali satu dimana reservoir

dan/atau karateristik fluida berubah disepanjang bidang pertemuan. Di sisi terjauh

dari interface, reservoir homogen dan infinite tetapi dengan nilai kh dan/atau

storativitas yang berbeda.

Parameter:

Li = jarak dari sumur ke interface

M = rasio mobilitas

D = rasio difusivitas

Gambar 3.21 mnunjukkan model kurva untuk reservoir Linier Composite:

Gambar 3.21

Kurva Reservoir Linier Composite2)


53

3.11 Metode Uji Sumur Gas

Tujuan utama dari pengujian sumur adalah untuk menentukan kemampuan

suatu lapisan atau formasi berproduksi. Uji sumur yang pertama adalah uji

deliverabilitas termasuk Back Pressure Test dan Isochronal Test, tujuan dari uji ini

adalah untuk mengetahui penurunan tekanan dasar sumur (P2) atau (P)

sehubungan dengan laju produksi konstan dikepala sumur (qsc) pada suatu sumur.

Hal ini telah diterima secara luas bahwa log (P2) versus log (qsc) atau log (P)

vs qsc memiliki hubungan yang mendekati linier. Umumnya hubungan garis lurus

pada suatu sumur tertentu diterapkan disepanjang hidup sumur tersebut, selama

produksi sumur merupakan satu fasa.

Dengan memanjangkan kurva kinerja log P2 versus qsc atau log (P)

versus qsc akan dapat diketahui Absolute Open Flow Potensial (AOFP). Meskipun

harga AOFP tidaklah merefleksikan keadaan yang sebenarnya, akan tetapi dapat

untuk memperkirakan kapasitas suatu sumur. Biasanya uji deliverabilitas ini tidak

memerlukan informasi parameter fluida atau reservoir dan dibuat berdasarkan

persamaan empiris.

Uji sumur yang kedua adalah pressure test yang terdiri dari Pressure

Drawdown Test dan Pressure Build Up Test. Uji-uji ini direncanakan untuk

mengetahui karakteristik-karakteristik reservoir di sekitar lubang sumur, seperti

transmisibilitas, yang didefinisikan sebagai hasil permeabilitas dan ketebalan

formasi (kh), faktor skin (s), dan kapasitas tampung lubang sumur (wellbore storage

capacity).
54

Gambar 3.22 menunjukkan tipe dan limitasi dari uji deliverabilitas:

Gambar 3.22

Tipe dan Limitasi Dari Deliverability Test5)

Pada masa awal dari tes penentuan deliverabilitas ini sudah dikenal

persamaan empiris yang selaras dengan hasil pengamatan. Persamaan ini

menyatakan hubungan antara qsc terhadap P2 atau qsc terhadap pseudo pressure

(P) pada kondisi aliran yang stabil, yaitu:

Qg = C (Pr2 Pwf2)n ...................................................................................... (3-71)


55

Qg = C ((Pr) - (Pwf))n .............................................................................. (3-72)

Keterangan:

Qg = laju aliran gas, mscf/d

C = koefisien performa yang menggambarkan posisi kurva deliverabilitas

yang stabil, mscfd/psia2

n = bilangan eksponen, merupakan inverse slope dari garis kurva

deliverabilitas yang stabil dan mencerminkan derajat pengaruh factor inersia

turbulensi terhadap aliran, umumnya berharga 0.5 1

Pr = tekanan reservoir, psia

Pwf = tekanan alir dasar sumur, psia

Harga n ini mencerminkan derajat pengaruh faktor inersia turbulensi atas

aliran. Harga n diperoleh dari sudut kemiringan grafik dengan sumbu tegak (P2)

atau (P). Untuk aliran yang laminer akan memberikan harga n sama dengan 1,

dan bila faktor inersia turbulensi berperan dalam aliran maka n < 1 (dibatasi

sampai harga paling kecil sama dengan 0.5).

3.11.1 Back Pressure Test

Konvensional Back Pressure atau disebut juga Flow After Flow Test,

metode ini pertama kali ditemukan oleh Pierce dan Rawlins (1929) untuk

mengetahui kemampuan sumur berproduksi dengan memberikan tekanan balik

(Back Pressure) yang berbeda-beda. Pelaksanaan dari tes yang konvensional ini

dimulai dengan jalan menutup sumur, darimana ditentukan harga Pr. Selanjutnya
56

sumur diproduksi dengan laju sebesar qsc sehingga aliran mencapai stabil, sebelum

diganti dengan laju produksi lainnya. Setiap perubahan laju produksi tidak

didahului dengan penutupan sumur. Analisa deliverability didasarkan pada kondisi

aliran yang stabil. Untuk keperluan ini diambil tekanan alir di dasar sumur, Pwf pada

akhir dari periode suatu laju produksi. Gambar skematis dari proses Back Pressure

Test diperlihatkan pada Gambar 3.23.

Gambar 3.23

Diagram Laju Produksi dan Tekanan Dari Back Pressure Test3)

A. Analisa Konvensional Pada Back Pressure Test

Pada analisa konvensional, penentuan deliverabilitas telah menggunakan

persamaan empiris yang selaras dengan hasil pengamatan, menyatakan hubungan

laju aliran qsc terhadap P2 atau terhadap (P) pada laju aliran stabil seperti yang

telah diperlihatkan pada persamaan (3-71) dan (3-72). Metode analisa Rawlins

Schellhardt merupakan metode yang sering digunakan untuk menentukan kinerja


57

produksi dari sumur gas. Garis lurus yang didapat dari plot antara (Pr2 Pwf2) versus

qsc atau (P) versus qsc pada kertas log-log merupakan kinerja sumur yang

sebenarnya. Secara ideal garis lurus tersebut mempunyai slope atau kemiringan 45

pada laju produksi rendah dan akan memberikan slope yang lebih besar pada laju

produksi tinggi. Hal ini terjadi akibat dari naiknya turbulensi disekitar lubang bor

dan berubahnya faktor skin akibat peningkatan laju produksi. Harga eksponen

ditunjukkan oleh persamaaan:

log q sc 2 log q sc1


n= .......................................................... (3-73)
log ( P Pwf2 ) 2 log ( Pr2 Pwf2 )1
r
2

Gambar skematis plot Back Pressure Test untuk P2 versus qsc diperlihatkan pada

Gambar 3.24.

Gambar 3.24

Plot Back Pressure Test Untuk P2 vs qsc3)


58

Harga koefisien kinerja C dapat ditentukan dari persamaan:

q sc
C= ........................................................................................... (3-74)
( P Pwf2 ) n
r
2

q sc
C= .............................................................................. (3-75)
( ( Pr ) ( Pwf )) n

Harga koefisien C juga dapat ditentukan dengan melakukan ekstrapolasi dengan

garis lurus terhadap (Pr) - (Pwf) = 1 dan dibaca pada harga qsc. Sedangkan

besarnya harga AOFP adalah sama dengan harga qsc pada harga Pwf sebesar tekanan

atmosphere ( 14.7 psia).

AOFP = C (Pr2 Pwf2)n ................................................................................ (3-76)

AOFP = C ( (Pr) (14.7))n ................................................................... (3-77)

3.11.2 Isochronal Test

Back Pressure Test hanya dapat memberikan hasil yang baik bila

dilangsungkan pada reservoir dengan permeabilitas tinggi. Sedang untuk reservoir

dengan permeabilitas rendah, akan diperlukan waktu yang cukup lama untuk

mencapai kondisi yang stabil, sehingga apabila uji dilakukan pada sumur yang

belum mempunyai fasilitas produksi, jumlah gas yang dibakar cukup besar.

Bertolak dari kelemahan Back Pressure Test atau Flow After Flow, maka

Cullender mengambangkan Isochronal Test guna memperoleh harga deliverability

pada sumur dengan permeabilitas rendah memerlukan waktu yang lama untuk

mencapai kondisi stabil. Cullender juga mengusulkan suatu cara tes berdasarkan
59

anggapan, bahwa jari-jari daerah penyerapan yang efektif (efektive drainage

radius), rd adalah fungsi dari td dan tidak dipengaruhi oleh laju produksi. Ia

mengusulkan laju yang berbeda tetapi dengan selang waktu yang sama, akan

memberikan grafik log P2 versus log qsc atau log (P) versus log qsc yang linier

dengan harga eksponen n yang sama, seperti pada kondisi aliran yang stabil.

Tes ini terdiri dari serangkaian proses penutupan sumur sampai mencapai

stabil, Pr, yang diusulkan dengan pembukaan sumur, sehingga menghasilkan laju

produksi tertentu selam jangka waktu t, tanpa menanti kondisi stabil. Setiap

perubahan laju produksi didahului oleh penutupan sumur sampai tekanan mencapai

stabil, Pr. Gambar 3.25 menunjukkan diagram qsc dan tekanan pada Isochronal Test:

Gambar 3.25

Diagram Laju Produksi dan Tekanan Dari Isochronal Test3)


60

A. Analisa Konvensional pada Isochronal Test

Pada analisa konvensional, penentuan deliverabilitas telah menggunakan

persmaan empiris yang selaras dengan hasil pengamatan, menyatakan hubungan

laju aliran qsc terhadap P2 atau qsc terhadap (P) pada laju aliran stabil yang telah

diperlihatkan pada persamaan (3-71) dan (3-72). Metode analisa Rawlins

Schellhardt merupakan metode yang sering digunakan. Harga eksponen

ditunjukkan oleh persamaan (3-73) dan harga C ditunjukkan oleh persamaan (3-74)

atau (3-75). Sedangkan besarnya harga absolute open flow potensial (AOFP) adalah

sama dengan harga qsc pada harga Pwf sebesar tekanan atmosphere ( 14.7 psia)

seperti yang diperlihatkan pada persamaan (3-76) atau (3-77). Dari Gambar 3.26

terlihat bahwa harga C berubah-ubah, keadaan stabil diperoleh dengan membuat

garis lurus yang sejajar dengan grafik t1 dan t2 melalui titik yang diperoleh pada

keadaan stabil.

Gambar 3.26

Log Plot Untuk Isochronal Test P2 vs qsc3)


61

3.11.3 Modified Isochronal Test

Metode ini merupakan pengembangan dari metode Isochronal,

perbedaannya terletak pada penutupan sumur tidak perlu mencapai kondisi stabil.

Pada reservoir yang ketat penggunaan isochronal test belum tentu menguntungkan

bila diinginkan penutupan sumur sampai mencapai keadaan stabil. Katz et.al.,

(1959) telah mengusulkan suatu metode untuk memperoleh hasil yang mendekati

hasil tes Isochronal. Perbedaan metode ini dengan metode lain terletak pada

persyaratan bahwa penutupan sumur tidak perlu mencapai stabil. Selain daripada

itu selang waktu penutupan dan pembukaan sumur dibuat sama besar. Gambar 3.27

menunjukkan diagram qsc dan tekanan pada Modifies Isochronal Test:

Gambar 3.27

Diagram Laju Produksi dan Tekanan Dari Modified Isochronal Test3)


62

A. Analisa Konvensional pada Modified Isochronal Test

Pada analisa konvensional, penentuan deliverabilitas menggunakan

persamaan empiris yang selaras dengan hasil pengamatan, menyatakan hubungan

laju aliran terhadap P2 atau dengan (P) pada laju aliran stabil yang telah

diperlihatkan pada persamaan (3-71) dan (3-72). Metode analisa Rawlins

Schellhardt merupakan metode yang sering digunakan untuk menentukan kinerja

produksi dari sumur gas. Garis lurus yang didapat dari plot antara (Pr2 Pwf2) versus

qsc atau (Pr) - (Pwf) versus qsc pada kertas log-log merupakan kinerja sumur yang

sebenarnya. Secara ideal garis lurus tersebut mempunyai slope atau kemiringan 45

pada laju produksi rendah dan akan memberikan slope yang lebih besar pada laju

produksi tinggi. Harga eksponen ditunjukkan oleh persamaaan (3-73) dan harga C

ditunjukkan oleh persamaan (3-74) atau dengan persamaan (3-75). Sedangkan

besarnya harga absolute open flow potential (AOFP) adalah sama dengan harga qsc

pada harga Pwf sebesar tekanan atmosphere (14.7 psia) seperti yang diperlihatkan

pada persamaan (3-76) atau (3-77). Pengolahan data untuk analisa deliverabilitas

sama seperti pada metode Isochronal, kecuali untuk harga Pr diganti dengan Pws,

yaitu harga tekanan yang dibaca pada akhir dari setiap massa penutupan sumur.

q1 = (Pws1)2 (Pwf1)2.................................................................................... (3-78)

q2= (Pws2)2 (Pwf2)2..................................................................................... (3-79)

q3 = (Pws3)2 (Pwf3)2.................................................................................... (3-80)

q4 = (Pws4)2 (Pwf4)2.................................................................................... (3-81)


63

Gambar 3.28 menunjukkan log plot untuk Modified Isochronal Test:

Gambar 3.28

Log Plot Untuk Modified Isochronal Test P2 vs qsc3)

3.12 Software Ecrin v4.02

Software Ecrin v4.02 adalah salah satu software dalam industri

perminyakan yang dapat digunakan dalam pengerjaan analisa uji sumur (well test).

Software Ecrin dapat mempermudah dalam melakukan analisa data yang didapat

berdasarkan test yang dilakukan pada suatu sumur, baik uji tekanan transien

ataupun pada uji deliverabilitas. Data yang dibutuhkan untuk melakukan analisa

dengan software Ecrin v4.02 adalah data waktu, tekanan, serta data produksi

sebagai bahan input untuk melakukan analisa selanjutnya. Dengan software Ecrin,

maka akan dapat ditentukan Well Model, Reservoir Model, Boundary Model, serta

parameter karakteristik reservoir suatu sumur.


64

Gambar 3.29 menunjukkan workflow software Ecrin untuk uji PBU:

Gambar 3.29

Workflow Software Ecrin v4.02 Uji PBU


65

Gambar 3.29 menunjukkan workflow software Ecrin untuk uji deliverabilitas:

Start

-Pengumpulan Data

- Input data : Gas Rate dan


Tekanan

More Tools : IPR/AOF

Modified Isochronal Test

Perhitungan Test MIT

Hasil Modified Isochronal Test


C, n, dan AOFP

Stop

Gambar 3.30

Workflow Software Ecrin v4.02 Uji Deliverabilitas


66

3.12.1 Langkah Kerja Software Ecrin v4.02

1. Ecrin v4.02 merupakan software pada industri perminyakan yang didalamnya

terdapat program analisa data dengan menggunakan Diamant, Saphir, Topaze.

Untuk itu yang pertama dilakukan adalah memilih Saphir untuk digunakan sebagai

analisa uji tekanan transien (Pressure Build Up Test atau Pressure Drawdwon Test)

dan uji deliverabilitas. Gambar 3.31 merupakan tampilan awal software Ecrin

v4.02.

Gambar 3.31

Halaman Depan Ecrin

2. Klik new pada toolbar ecrin, kemudian masukkan data-data reservoir yang

tersedia seperti data porositas (jari-jari sumur (rw), ketebalan atau Net Pay

reservoir (h), dll.


67

Gambar 3.32 Gambar 3.35 merupakan tahapan untuk memasukkan data reservoir.

Gambar 3.32

Pemilihan New Toolbar

Gambar 3.33

Input Data Sumur


68

Gambar 3.34

Input Data PVT

Gambar 3.35

Input Data Parameter Condensate dan Pseudo-Properties


69

3. Setelah proses input data-dat reservoir (porositas, jari-jari sumur, ketebalan

reservoir) selesai dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah memasukkan data

tekanan dan data laju alir berdasarkan data uji Pressure Build Up dan Uji

deliverabilitas. Gambar 3.36 merupakan tampilan untuk memasukkan data tekanan

dan laju alir:

Gambar 3.36

Halaman Input Data P dan Q

4. Kemudian klik menu Load P dan copy atau load data tekanan dan waktu yang

berasal dari data ASCII file. Kemudian klik next, dan masuk ke halaman

selanjutnya. Pada halaman ini pada bagian Lines Format centang bagian field dan

atur sehingga data yang di load nanti adalah data pressure dan waktu. Kemudian

pada bagian Time Format centang bagian points, dan load data tersebut.
70

Gambar 3.37 Gambar 3.40 merupakan tahapan untuk memasukkan data tekanan:

Gambar 3.37

Data ASCII

Gambar 3.38

Load Data ASCII


71

Gambar 3.39

Lines Format dan Time Format Pada Load P

Gambar 3.40

Hasil Load Data P


72

5. Setelah proses input data tekanan selesai dilakukan, maka langkah berikutnya

adalah memasukkan data laju alir dari uji deliverabilitas (Modified Isochronal

Test). Langkah pertama klik Load Q, copy data Q dan Waktu. Kemudian

centang clipboard pada halaman load step 1, kemudian klik next. Pada

halaman selanjutnya centang field pada Lines Format (sesuaikan q dan waktu

pada kolom yang tersedia), dan points pada Time Format. Kemudian klik load.

Gambar 3.41 Gambar 3.44 adalah tahapan untuk memasukkan data laju alir

(Q):

Gambar 3.41

Data Q dan Waktu


73

Gambar 3.42

Load Data Q dan Waktu

Gambar 3.43

Lines Format dan Time Format Pada Load Q


74

Gambar 3.44

Hasil Load Data Q

6. Setelah data tekanan dan laju alir dari uji Pressure Build Up Test dan uji

deliverabilitas (Modified Isochronal Test) selesai dimasukkan, maka langkah

selanjutnya adalah melakukan sinkronisasi antara data tekanan dan laju alir,

yaitu dengan cara memilih tools Move Data to Synchronize Gauges. Tahap

sinkronisasi antara data tekanan dan data laju alir ini bertujuan agar lebih

menyesuaikan titik dimana sumur tersebut mulai ditutup atau dibuka, karena

pada awal input dilakukan sinkronisasi antara data tekanan dan data laju alir

tidak sesuai.
75

Gambar 3.45 Gambar 3.46 adalah tahapan dalam melakukan sinkronisasi:

Gambar 3.45

Sinkronisasi Data Laju Alir dan Tekanan

Gambar 3.46

Contoh Sinkronisasi pada Satu Titik


76

7. Setelah tahap sinkronisasi antara data tekanan dengan data laju alir dari uji

Pressure Build Up dan uji deliverabilitas (Modified Isochronal Test) selesai

dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan klik pada bagian

Extract dP, pilih grup build-up yang akan dianalisis (biasanya pada build-up

terakhir), klik ok. Kemudian atur tingkat smooth yang diinginkan. Maka akan

muncul hasil derivative dan semi log plot. Gambar 3.47 Gambar 3.49

menunjukkan tahapan untuk menampilkan derivative dan semi log plot pada

software Ecrin:

Gambar 3.47

Tab Extract dP
77

Gambar 3.48

Penyesuaian Tingkat Smooth

Gambar 3.49

Hasil Derivative dan Semi Log plot


78

8. Setelah proses plot derivative dan semi log plot selesai dilakukan, maka proses

selanjutnya adalah melakukan pemilihan Well Model, Reservoir Model, dan

Boundary Model yang tepat dan sesuai dengan derivative plot. Kemudian untuk

meningkatkan hasil matching dari data tersebut, maka dapat di klik Improve

Model, kemudian berikan centang pada wide search agar analisa matching lebih

detail. Gambar 3.50 Gambar 3.53 merupakan tahapan pemilihan Well Model,

Reservoir Model, dan Boundary Model sampai pada tahap matching atau

penyelarasan kurva:

Gambar 3.50

Pemilihan Model Reservoir


79

Gambar 3.51

Pemilihan Model Boundary Reservoir

Gambar 3.52

Improve Model
80

Gambar 3.53

Contoh Hasil Analisa Sumur Gas X

9. Setelah tahap pemilihan Well Model, Reservoir Model, dan Boundary Model

sampai tahap penyelarasan kurva telah selesai dilakukan, maka selanjutnya

adalah melakukan Horner Plot. Untuk menampilkan Horner Plot, pilih menu

New Plot, pilih Horner Plot, kemudian klik Ok. Kemudian untuk penarikan

garis regresi dapat dilakukan dengan mengklik kanan pada sembarang tempat

dan pilih line, dan pilih new line regression dan letakkan garis regresi sesuai

interpretasi yang ada, kemudian klik result pada toolbar untuk menampilkan

hasil data yang didapat berdasarkan Horner Plot (permeabilitas, skin, P*, dll).

Gambar 3.54 Gambar 3.57 adalah tahapan untuk menampilkan Horner Plot

dan penarikan garis regresi:


81

Gambar 3.54

Menu Horner Plot

Gambar 3.55

Contoh Hasil Horner Plot Sumur Gas X


82

Gambar 3.56

New Line Regression

Gambar 3.57

Contoh Hasil Garis Regresi Pada Horner Plot


83

10. Kemudian pada software Ecrin v4.02 juga dapat dilakukan uji deliverabilitas

untuk dapat menentukan nilai Absolute Open Flow Potential suatu sumur

(AOFP). Tahapannya adalah klik More Tools, kemudian klik IPR/AOF,

pilih IPR well type dan pilih vertical well, kemudian muncul halaman IPR type,

pilih C and N. Pada halaman IPR, pilih model test yang dilakukan yaitu MIT,

untuk test point pilih sandface pressure dan klik pick untuk mengambil data

Q, pwf, dan pws. Pada menu ini pilih rates dan tentukan titik yang ingin

dianalisa. Kemudian klik Ok, dan calculate average pressure dan klik ok lagi.

Maka akan terlihat hasil analisa, dan klik tab result untuk melihat hasil yang

didapat. Gambar 3.58 Gambar 3.64 adalah tahapan dalam melakukan analisa

uji deliverabilitas:

Gambar 3.58

IPR/AOF Tools
84

Gambar 3.59

IPR Well Type

Gambar 3.60

IPR Type
85

Gambar 3.61

Halaman IPR

Gambar 3.62

Pick Flow Data


86

Gambar 3.63

C and n Vertical Well IPR

Gambar 3.64

Tab Result C and n Vertical Well IPR

You might also like