You are on page 1of 30

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN LAPORAN KASUS


UNIVERSITAS PATTIMURA SEPTEMBER 2015

MIOMA UTERI

Disusun oleh:
Triani Farah Dewi Alyanto
(2009-83-025)

Pembimbing:
dr. Rahmat Saptono, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RS TK. II PROF. DR. J. A. LATUMETTEN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
BAB I

IDENTIFIKASI PASIEN

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. MR
Tanggal lahir : 6 Maret 1965
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Waisaria
Agama : Kristen Protestan
Nomor RM : 02-72-33
Tanggal Masuk : 18 Agustus 2015/11.35 WIT
Tanggal Keluar : 23 Agustus 2015

II. Anamnesis
a. Keluhan utama:
Benjolan pada perut bawah
b. Keluhan tambahan:
Nyeri pada perut bawah
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan muncul benjolan pada perut bawah yang sudah
dirasakan lebih dari 20 tahun yang lalu. Pasien mengaku awalnya hanya
benjolan kecil, nammun lama kelamaan bertambah besar. Pasien juga
mengeluh nyeri perut bawah terutama di perut bagian kiri dan timbul saat
beraktivitas, jika nyeri pasien tidak dapat menggerakkan kaki kirinya. Sejak 1
bulan terakhir pasien mengaku kencing tidak lancar. Haid teratur setiap bulan
selama 3-5 hari dan dalam 1 kali siklus bisa menggunakan pembalut sebanyak
1 pack berisi 12 pembalut. HPHT: ?? Juli 2015
d. Riwayat penyakit dahulu
Hipertensi (-), penyakit jantung lainnya (-), DM (-), asma (-), alergi (-).
e. Riwayat obstetri
Pasien sudah menikah sejak usia 15 tahun namun tidak memiliki anak hingga
sekarang.

III. Pemeriksaan Fisik


a. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 85x/m
Pernapasan : 20x/m
Suhu : 36,7C
b. Pemeriksaan fisik umum
Kepala : Normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
THT : otorhea (-), rinorhea (-)
Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-)
Kelenjar getah bening : pembesaran KGB (-)
Dada : normochest, pergerakan dada simetris kanan=kiri
Jantung :bunyi jantung 1 dan 2 murni reguler, murmur (-),
gallop (-)
Paru-paru :bunyi napas dasar vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Hati : tidak teraba pembesaran
Limpa : tidak teraba pembesaran
Ginjal : balotemen (-/-)
Alat kelamin : pada pemeriksaan ginekologi
Anggota gerak : edema (--/--)
Refleks : dalam batas normal
Kulit : dalam batas normal
Gigi dan mulut : dalam batas normal
Saraf otak : dalam batas normal

Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan Abdomen:
Supel, NT (-), massa (+) padat-permukaan berbenjol-benjol, mobile.
Batas atas: 3 jari dibawah umbilikus
Batas kanan : 3 jari lateral kanan linea medialis
Batas kiri : linea midclavicularis sinistra
Batas bawah : kesan masuk panggul
Vaginal Toucher
V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio utuh, OUE tertutup,
korpus uteri sebesar kepala bayi, teraba massa di uterus, nyeri goyang portio
(-), adnexa dan parametrium dbn, cavum douglas tidak menonjol.

c. Pemeriksaan penunjang
Darah rutin
Pre-Operasi (04/08/2015)
Darah rutin (18/08 2015)
Hb : 14,4 g/dl
Leukosit : 6.100 mm3
Trombosit : 301.000 mm3
CT/BT : 7'/3'
Kimia darah (18/08 2015)
GDS : 220 mg/dl
SGOT/SGPT : 31 U/I / 37 U/I
Ureum : 27 mg/dl
Creatinin : 0,9 mg/dl

Post-Operasi (20/08/2015)
Hb : 10,0 g/dl

Ultrasonografi (10/08 2015)

d. Diagnosis
Myoma uteri

e. Rencana pengobatan
Pro histerektomi
Informed Consent keluarga
IVFD RL 30tpm
Injeksi Cefotaxime 1gr pre operasi: IV, Skin test dulu
Puasakan 8 jam pre operasi
Konsul anestesi
Konsul penyakit dalam

f. Follow up
Tanggal Perjalanan Penyakit Perintah dokter
(Jam) dan pengobatan
19/08/2015 S: Tidak ada keluhan Pro histerektomi
(06.00) O: KU: baik, kesadaran CM 19/08 2015
TD:120/80mmHg Mata : anemis (-), ikterik (-)
N: 80x/m Abdomen: Supel, NT (-), massa (+) padat-
RR: 20x/m permukaan berbenjol-benjol, mobile.
S: 36,5 C VT: V/U tenang, dinding vagina dalam batas
normal, portio utuh, OUE tertutup, korpus
uteri sebesar kepala bayi, teraba massa di
uterus, nyeri goyang portio (-), adnexa dan
parametrium dbn, cavum douglas tidak
menonjol.
A: Myoma uteri
(14.40) Tindakan operasi histerektomi dimulai
(16.40) Operasi histerektomi selesai.
Diagnosa pre operasi: myoma uteri
Diagnosa post operasi: Myoma uteri multipel
dengan perlengketan hebat pada colon, tuba-
ovarium kanan kiri, hidrosalping dextra.
Tindakan: Histerektomi..., adhesioloisis +
salpingektomi dextra.
Instruksi post operasi:
1. Awasi KU dan tanda-tanda vital
2. Cek Hb post ops, bila Hb <8gr%
transfusi
3. Awasi/hitung balans cairan
4. Puasa s/d 2 jam post ops
5. Medikamentosa:
Infus RL:D5%:NaCl 1:1:1=30tpm
Injeksi Cefotaxime 1 gr/12jam IV
(skin test)
Drip Tramadol 1 amp/8 jam/IV
Injeksi Primperan 1 amp/8 jam/IV
Injeksi Ranitidine 1 amp/8jam/IV

20/08 2015 S: Nyeri luka operasi Lanjutkan


TD:100/60mmHg O: KU baik, compos mentis Makan-minum
N: 80x/m Mata: anemis (-), ikterik (-) bertahap
RR: 20x/m Abdomen: supel, NT (+) pada luka ops, luka ops Miring kiri-kanan
S: 36,5C baik, BU (+).
Genitalia : darah (-), lendir (-)
A: Post histerektomi hari-I
21/08/2015 S: Nyeri luka operasi berkurang Terapi lanjutkan,
(06.00) O: KU baik, compos mentis
TD:110/70mmHg Mata: anemis (-), ikterik (-)
N: 80x/m Abdomen: supel, NT (+) pada luka ops, luka ops
RR: 20x/m baik, BU (+).
S: 36,5C Genitalia : darah (-), lendir (-)
A: Post histerektomi hari-II
22/08/2015 S: Nyeri luka operasi berkurang Infus dan Catheter
(06.00) O: KU baik, compos mentis aff
TD:120/70mmHg Mata: anemis (-), ikterik (-) Obat-obat oral:
N: 80x/m Abdomen: supel, NT (+) pada luka ops, luka ops Cefadroxil
RR: 20x/m baik, BU (+). 2x500mg
S: 36,5C Genitalia : darah (-), lendir (-) Metronidazole
A: Post histerektomi hari-III 3x500mg
Asam mefenamat
3x500mg
Vitever 2x1 tab
23/08 2015 S: Tidak ada keluhan Boleh pulang
TD:120/80mmHg O: KU baik, compos mentis
N:75x/m Mata: anemis (-), ikterik (-)
RR:19x/m Abdomen: supel, NT (+) pada luka ops, luka ops
S:36,7 C baik, BU (+).
Genitalia : darah (-), lendir (-)
A: Post histerektomi hari-III
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat
kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel.
Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau
uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan
dengan keganasan. Uterus miomatosus adalah uterus yang ukurannya lebih besar
daripada ukuran uterus yang normal yaitu antara 912 cm, dan dalam uterus itu
sudah ada mioma uteri yang masih kecil.1,5,6

2.2 Epidemiologi

Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun


mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih
banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan
setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh.
Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 2030% dari seluruh wanita. Di Indonesia
mioma uteri ditemukan pada 2,3911,7% pada semua penderita ginekologi yang
dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 3545 tahun (kurang
lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita
yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya
mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali
hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak
pernah hamil atau hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan
riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nullipara. 2,7
2.3 Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga
merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah
tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik
tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Ada
beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri,
yaitu :7
1) Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 3545 tahun.
2) Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau
sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan
ini saling mempengaruhi.
3) Faktor ras dan genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
4) Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma,
dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan
dan mengalami regresi setelah menopause.

2.4 Patofisiologi

Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari


penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya
perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus, dari transformasi
metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa yang persisten.
Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami mutasi
pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian menunjukkan
bahwa pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu t(12;14)(q15;q24).
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast. Percobaan
Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata
menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain
dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat
progesteron atau testoster. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga
terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen
terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi
reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin like growth factor 1
yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya
gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium
normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih
kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna
setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini
kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral
pada usia dini.7

2.5 Histopatogenesis

Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium


normal. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosa, intramural, dan
subserosum. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nullipara, faktor keturunan
juga berperan. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan ikat yang tersusun
seperti konde diliputi pseudokapsul. Perubahan sekuder pada mioma uteri sebagian
besar bersifat degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri.
Perubahan sekunder meliputi atrofi, degenerasi hialin, degenerasi kistik, degenerasi
membatu, degenerasi merah, dan degenerasi lemak.2

2.6 Klasifikasi Mioma Uteri

Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma


uteri dibagi 4 jenis antara lain:9
1. Mioma submukosa
2. Mioma intramural
3. Mioma subserosa
4. Mioma intraligamenter

Gambar 1. Jenis-jenis mioma uteri9

Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa
(48%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%).9

1. Mioma Submukosa9
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini
dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum
memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan.
Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan
adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan
histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa
pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang
mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal
dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami
infeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia
dan sepsis karena proses di atas.

2. Mioma Intramural9
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang
mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka
uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang
padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan
menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan
keluhan miksi.

3. Mioma Subserosa9
Apabila mioma tumbuh keluar dari dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus dan diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara
kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.

4. Mioma Intraligamenter3
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut
wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam
satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik
sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos
dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan.

Gambar 2. Representasi gambar uterus normal dan struktur vaskulernya 10

A. Pelebaran pembuluh darah pada endometrium dan miometrium pada uterus


normal
B. Pelebaran pembuluh darah obstruksi fisik pada pembuluh darah uterus
miomatosus
2.7 Gejala Klinis

Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah
pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 2050% saja
mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun.11
Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:12
1) Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia
dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab
perdarahan ini, antara lain adalah :
- Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium.
- Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
- Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
- Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah
yang melaluinya dengan baik.
Hipermenore, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari mioma uteri.
Dari penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita ditemukan 44%
gejala perdarahan, yang paling sering adalah jenis mioma submukosa.3
2) Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan
peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula
pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga
dismenore.

3) Gejala dan tanda penekanan


Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada
kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan
retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis,
pada rectum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah
dan pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri
panggul.

4) Infertilitas dan abortus


Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya
abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Rubin (1958) menyatakan bahwa
apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan, dan mioma merupakan
penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan
miomektomi.

2.8 Diagnosis
Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,
faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.5

Pemeriksaan fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga
dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur,
gerakan bebas, tidak sakit.5

Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus
yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang perlu
dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar Hb.
Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan pasien.5
b) Imaging
- Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen pada uterus.
Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen bawah dan
pelvis dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.
- Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke
arah kavum uteri pada pasien infertil.
- MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma uteri namun
biaya pemeriksaan lebih mahal.5

2.9 Diagnosis banding

Kehamilan, inversion uteri, adenomiosis, koriokarsinoma, karsinoma korpus


uteri, kista ovarium, sarkoma uteri.13 Ca Endometrium, Ca Serviks.5

2.10 Penatalaksanaan

Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma


uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor,
sehingga biasanya mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan
bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan fertilitas. Secara umum,
penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif dan operatif.3,7
1. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan,
tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari
kehamilan 1012 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada
tangkai, perlu diambil tindakan operasi. Penanganan konservatif bila mioma
berukuran kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala.
2. Terapi Operatif
Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi. Miomektomi adalah
pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat
dikerjakan misalnya pada mioma submukoum pada myom geburt dengan cara
ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah
dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan
karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan
adalah 3050%. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya
tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau
pervaginam. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari
telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri
akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya
dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri.
Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis
dalam mengangkat uterus.15

Gambar 3. Bagan Penatalaksanaan Mioma Uteri5

3. Terapi Medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma
uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih
merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif.
Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog
GnRH, progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin,
agen-agen lain (gossipol,amantadine).14
a. GnRH analog
Penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita dengan mioma uteri
yang diberikan GnRHa leuprorelin asetat selam 6 bulan, ditemukan
pengurangan volume uterus rata-rata 67% pada 90 wanita didapatkan
pengecilan volume uterus sebesar 20% dan pada 35 wanita ditemukan
pengurangan volume mioma sebanyak 80%.
Efek maksimal dari GnRHa baru terlihat setelah 3 bulan dimana cara kerjanya
menekan produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam
darah menyerupai kadar estrogen wanita usia menopause. Setiap mioama uteri
memberikan hasil yang berbeda-beda terhadap pemberian GnRHa.
Mioma submukosa dan mioma intramural merupakan mioma uteri yang paling
rensponsif terhadap pemberian GnRH ini. Keuntungan pemberian pengobatan
medikamentosa dengan GnRHa adalah:
- Mengurangi volume uterus dan volume mioma uteri.
- Mengurangi anemia akibat perdarahan.
- Mengurangi perdarahan pada saat operasi.
- Tidak diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan mioma.
- Mempermudah tindakan histerektomi vaginal.
- Mempermudah pengangkatan mioma submukosa dengan histeroskopi.
b. Progesteron
Goldhiezer, melaporkan adanya perubahan degeneratif mioma uteri pada
pemberian progesteron dosis besar. Dengan pemberian medrogestone 25 mg
perhari selama 21 hari dan tiga pasien lagi diberi tablet 200 mg, dan pengobatan
ini tidak mempengaruhi ukuran mioma uteri, hal ini belum terbukti saat ini.
c. Danazol
Merupakan progesteron sintetik yang berasal dari testosteron. Dosis substansial
didapatkan hanya menyebabkan pengurangan volume uterus sebesar 20-25%
dimana diperoleh fakta bahwa danazol memiliki substansi androgenik. Tamaya,
dkk melaporkan reseptor androgen pada mioma terjadi peningkatan aktifitas 5-
reduktase pada miometrium dibandingkan endometrium normal. Mioma uteri
memiliki aktifitas aromatase yang tinggi dapat membentuk estrogen dari
androgen.
d. Gestrinon
Merupakan suatu trienik 19-nonsteroid sintetik, juga dikenal dengan R 2323
yang terbukti efektif dalam mengobati endometriosis. Menurut Coutinho(1986),
melaporkan 97 wanita, A(n=34) menerima 5 mg gestrinon peroral 2x seminggu,
kelompok B(n=36) menerima 2,5 mg gestrinon peroral 2x seminggu, dan
kelompok C(n=27) menerima 2,5 mg gestrinon pervaginam 3x seminggu. Data
masing-masing dievaluasi setelah 4 bulan didapatkan volume uterus berkurang
18% pada kelompok A, 27% pada kelompok B, tetapi pada kelompok C
meningkat 5%. Setelah masa pengobatan selama 4 bulan berakhir, 95% pasien
amenore, Coutinho menyarankan penggunaan gestrinon sebagai terapi
preoperatif untuk mengontrol perdarahan menstruasi yang banyak berhubungan
dengan mioma uteri.
e. Tamoksifen
Merupakan turunan trifeniletilen yang mempunyai khasiat estrgenik maupun
antiestrogenik, dan dikenal sebagai selective estrogen receptor modulator
(SERM). Beberapa peneliti melaporkan pada pemberian tamoksifen 20 mg tablet
perhari untuk 6 wanita premenopause dengan mioma uteri selama 3 bulan
dimana volume mioma tidak berubah, dimana kerjanya konsentrasi reseptor
estradiol total secara signifikan lebih rendah. Hal ini terjadi karena peningkatan
kadar progesteron bila diberikan berkelanjutan.
f. Goserelin
Merupakan suatu GnRH agonis, dimana ikatan reseptornya terhadap jaringan
sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah berada cukup lama. Pada pemberian
goserelin dapat mengurangi setengah ukuran mioma uteri dan dapat
menghilangkan gejala menoragia dan nyeri pelvis. Pada wanita premenopause
dengan mioma uteri, pengobatan jangka panjang dapat menjadi alternatif
tindakan histerektomi terutama menjelang menopause. Pemberian goserelin 400
mikrogram 3 kali sehari semprot hidung sama efektifnya dengan pemberian 500
mikrogram sehari sekali dengan cara pemberian injeksi subkutan.
Untuk pengobatan mioma uteri, dimana kadar estradiol kurang signifikan
disupresi selama pemberian goserelin dan pasien sedikit mengeluh efek samping
berupa keringat dingin. Pemberian dosis yang sesuai, agar dapat menstimulasi
estrogen tanpa tumbuh mioma kembali atau berulangnya peredaran abnormal
sulit diterima. Peneliti mengevaluasi efek pengobatan dengan formulasi depot
bulanan goserelin dikombinasi dengan HRT (estrogen konjugasi 0,3 mg) dan
medroksiprogesteron asetat 5 mg pada pasien mioma uteri, parameter yang
diteliti adalah volume mioma uteri, keluhan pasien, corak perdarahan kandungan
mineral, dan fraksi kolesterol. Kadar HDL kolesterol meningkat selama
pengobatan, sedangkan plasma trigliserid meningkat selama pemberian terapi.
g. Antiprostaglandine
Dapat mengurangi perdarahan yang berlebihan pada wanita dengan menoragia,
dan hal ini beralasan untuk diterima atau mungkin efektif untuk menoragia yang
diinduksi oleh mioma uteri.
Ylikorhala dan rekan-rekan, melaporkan pemberian Naproxen 5001000 mg
setiap hari untuk terapi selama 5 hari tidak memiliki efek pada menoragia yang
diinduksi mioma, meskipun hal ini mengurangi perdarahan menstruasi 35,7%
wanita dengan menoragia idiopatik.
4. Embolisasi Arteri Uterina15
Suatu tindakan yang menghambat aliran darah ke uterus dengan cara memasukkan
agen emboli ke arteri uterina. Dewasa ini embolisasi arteri uterina pada pasien yang
menjalani pembedahan mioma. Arteri uterina yang mensuplai aliran darah ke mioma
dihambat secara permanen dengan agen emboli (partikel polivynil alkohol).
Keamanan dan kemudahan embolisasi arteri uterina tidak dapat dipungkiri, karena
tindakan ini efektif. Proses embolisasi menggunakan angiografi digital substraksi
dan dibantu fluoroskopi. Hal ini dibutuhkan untuk memetakan pengisian pembuluh
darah atau memperlihatkan ekstravasasi darah secara tepat. Agen emboli yang
digunakan adalah polivinyl alkohol adalah partikel plastik dengan ukuran yang
bervariasi. Katz dkk memakai gel form sebagai agen emboli untuk embolisasi arteri
uterina. Tingkat keberhasilan penatalaksanaan mioma uteri dengan embolisasi
adalah 8590%.15
5. Terapi inovatif berdasarkan aktivitas mekanisme molekular15
Setelah didapatkan mekanisme molekuler mioma uteri, terapi yang lebih baik dapat
secara khusus memecahkan masalah ini. Seperti penyakit lainnya, bila didapatkan
kelainan gen yang spesifik akan membuka kemungkinan terapi gen di masa yang
akan datang. Sebelum terapi gen digunakan lebih luas, kemungkinan kita harus
melewati terapi yang ditujukan sebagai anti spesific growth factor angiogenesis
yang terdapat di dalam endometrium dan miometrium.
Sejumlah molekul telah diidentifikasi dalam menghambat proses proliferasi sel
endotel dan menghambat angiogenesis. TGF- dan sekresi reseptor bFGF berada di
uterus dan menghambat proses ini. Selain itu fragmen 16-kd prolaktin, angiostatin,
thrombospondin-I, platelet faktor 4, tissue inhibitor of metalloproteinase (TIMPs 1,2
dan 3), interferon dan placentalproliferin-related protein secara negatif mengatur
angiogenesis dan dapat dieksploitasi terapi.
Agen farmakologi yang berlawanan dengan faktor angiogenik ataupun obat-obatan
yang dapat memblok produksi faktor ini, berikatan atau menurunkan bentuk
aktifnya, atau berikatan dengan reseptornya, juga bermanfaat. Stimulasi
angiogenesis yang merupakan target antagonis potensial, termasuk TGF-, bFGF,
VEGF dan PDGF.
Terapi gen didefinisikan sebagai transfer rentetan DNA esensial atau terapetik ke
dalam sel pasien untuk mendapatkan keuntungan klinis. Perubahan ini dapat
menghasilkan meningkatkan produksi produk sel yang penting, penghambatan
ekspresi gen yang bersangkutan, dan induksi respon imun serta penghancuran sel-sel
yang rusak dengan kematian sel yang terprogram. Bentuk gen terapi yang paling
sering adalah pembentuk, penggunaan transfer gen untuk menggantikan produk gen
yang abnormal atau hilang. Walaupun transfer gen dapat dilakukan dilakukan
dengan efikasi yang sama pada sel somatik dan sel germ, terapi ditargetkan semata-
mata pada sel somatik dan tidak melibatkan pemusnahan secara langsung, atau
perbaikan sel-sel yang mengalami kelainan.
Tekhnologi DNA recombinant menyediakan alat-alat untuk memungkinkan terapi
gen. Ketika lokasi gen yang sama dikenali, terdapat empat langkah dasar dimana
segmen DNA dikloning, digestion, ligation, transformation, dan selection.
Pada langkah pertama digestion, DNA dipotong untuk mengeluarkan fragmen atau
gen yang diinginkan, dibantu dengan penggunaan sebuah kelas enzim yang disebut
restriction endonucleases, yang memecah rentetan DNA dengan tepat. Setelah
segmen DNA yang diinginkan didapatkan, segmen digabungkan atau diligasi untuk
membantu vector recombinant, yang mana di sini berperanan enzim kelas dua yang
disebut DNA ligases. Pada akhir langkah kedua ini, gene yang diminati bergabung
ke dalam vektor yang dapat bereplikasi sendiri. Ada dua tipe vektor yang sering
digunakan dalam gen terapi, vektor plasmid dan vektor viral. Plasmid DNA mudah
tumbuh pada bakteri termasuk seluruh elemen yang penting sebagai ekspresi
mamalia, termasuk promoter, enhancer sequences dan transcipt processing signals.
Vektor viral termasuk sinyal yang menjamin recombinant viral genome bergabung
dalam progeny viral particles. Langkah ketiga, transformasi terjadi dimana vektor
dipindahkan dari test tube ke dalam sel host yang dapat bereplikasi. Akhirnya
metode selection atau indentification dilakukan untuk menentukan sel host mana
berisi recombinant DNA Human Vektor Recombinant dapat digunakan untuk
mentransfer sel-sel DNA manusia untuk terapi gen. Fungsi normal gen dan protein
encoded nya harus diketahui sebelum gen dianggap sebagai target dari terapi gen.
Terapi gen sitotoksik telah menunjukkan keberhasilan dalam menghambat
pertumbuhan tumor, serta proliferasi sel benigna. Baru-baru ini FDA menyetujui
terapi gen sitotoksik pada tumor otak dan tumor ovarium. Tidak seperti tumor ganas,
mioma uteri menimbulkan gangguan bila ukurannya besar sehingga menimbulkan
penekanan pelvis, obstruksi saluran kencing, atau frekuensi buang air kecil yang
menjadi lebih sering, dan buang air besar menjadi sulit, bila tumbuh di sepanjang
endometrium menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal. Terapi gen sitotoksik
dapat mengecilkan massa mioma uteri tanpa harus melakukan intervensi bedah
mayor. Penelitian terbaru menunjukkan efektifitas terapi gen sitotoksik pada sel-sel
mioma yang berasal dari tikus Eker (sel ELT-3). Sel-sel ditranfer dengan encoding
DNA plasmid -galactosidase, SV-tk transgene, atau plasmid kontrol. Ekspresi gen
reporter diperiksa dengan memonitor aktifitas enzim -galactosidase untuk
menentukan presentasi sel-sel transfected yang diharapkan mengekspresikan
timidine kinase. Efisiensi transfeksi ini 16,7% pada leiomyocyte manusia dan 39,8%
pada sel-sel ELT-3.15

2.11 Komplikasi

Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat
degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma.
Perubahan sekunder tersebut antara lain:15

o Atrofi
Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.
o Degenerasi hialin
Perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan
struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya
sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot
dari kelompok lainnya.
o Degenerasi kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi
cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar,
dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga
menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar
dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
o Degenerasi membatu (calcereus degeneration)
Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam
sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka
mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
o Degenerasi merah (carneus degeneration)
Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis : diperkirakan
karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan
dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan
pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila
terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan,
tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini
seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
o Degenerasi lemak
Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.

Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri antara lain:15


o Degenerasi ganas.
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,320,6% dari
seluruh mioma; serta merupakan 5075% dari semua sarkoma uterus. Keganasan
umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah
diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat
membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
o Torsi (putaran tangkai).
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi
akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom
abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.
o Nekrosis dan infeksi.
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena
gangguan sirkulasi darah padanya.
2.12 Prognosis

Rekurensi setelah miomektomi terdapat pada 1540% penderita dan 2/3-nya


memerlukan pembedahan lagi.
BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus ini hasil diagnosa yaitu myoma uteri berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis pasien berusia 50 tahun mengaku muncul benjolan pada perut
bawah yang dialami sudah lebih hingga 20 tahun. hal ini sesuai dengan literatur yang
mengatakan bahwa pada kasus myoma uteri paling sering ditemukan pada usia 35-45
tahun. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri perut bawah terutama di perut bagian
kiri saat akan haid yang tidak tertahankan sehingga pasien sulit menggerakkan kaki
kirinya. Dan sudah ada keluhan sulit kencing sejak 1 bulan lalu yang menandakan
adanya retensio plasenta. Pasien sudah menikah sejak umur 15 tahun dimana hingga
sekarang pernikahan sudah berjalan 35 tahun, dan pasien belum memilliki keturunan
yang menandakan adanya infertilitas.
Pada pemeriksaan fisik abdomen terdapat nyeri tekan pada massa (+) yang
berbentuk padat-permukaan berbenjol-benjol, dan mobile/terfiksir. Dan pada
pemeriksaan vaginal toucher didapatkan V/U tenang, dinding vagina dalam batas
normal, portio utuh, OUE tertutup, korpus uteri sebesar kepala bayi, teraba massa di
uterus, nyeri goyang portio (-), adnexa dan parametrium dbn, cavum douglas tidak
menonjol.
Hasil laboratorium darah rutin pre operasi tidak ditemukan tanda anemia
dimana Hb pasien 14,4 g/dl. Hal ini tidak sesuai dengan teori dimana pemeriksaan
laboratorium pada myoma uteri cenderung akan ditemukan keadaan anemia pada
pasien.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah USG dengan kesimpulan
myoma uteri.
Penatalaksanaan mioma uteri berdasarkan besar kecilnya tumor, ada
tidaknya keluhan, umur dan paritas penderita. Pada pasien dilakukan tindakan
operatif histerektomi. Tindakan histerektomi pada pasien dengan mioma uteri
merupakan indikasi bila didapatkan keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan
obstruksi pada traktus urinarius, dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14
minggu. Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu total
abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH).
Masing-masing prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
STAH dilakukan untuk menghindari risiko operasi yang lebih besar, seperti
perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum.
Namun dengan melakukan STAH akan menyisakan serviks, dimana kemungkinan
timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan menyisakan serviks, menurut
penelitian didapatkan data bahwa terjadinya dyspareunia akan lebih rendah
dibandingkan dengan yang menjalani TAH sehingga akan tetap mempertahankan
fungsi seksual. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada vagina dapat
menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasca operasi dimana
keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
DAFTAR PUSTAKA

1. Joedosaputro MS. Tumor jinak alat genital. Dalam: Sarwono Prawiroharjo,


edisi kedua. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta:1994;338-345
2. Rao KA. 2008. Leiomyoma in Textbook of Gynaecology. Elsevier India Pvt.
Limited. New Delhi. p271 276.
3. Bradley LD. Uterine Fibroid Embolization: a Viable Alternative to
Hysterectomy. American Journal of Obstetricians and Gynecologists. p129.
4. Thomason P. 2011. Uterine Leiomyoma (Fibroid) Imaging. (Online).
(Available at http://emedicine.medscape.com/article/405676-overview.
Diakses 16 Februari 2012)
5. Evans P dan Brunsell S. 2007. Uterine Fibroid Tumors: Diagnosis and
Treatment. American Academy of Family Physicians vol 7 (10): p1 6.
6. Salhan S. 2007. Benign and Premalignant Condition of the Uterus in
Textbook of Gynecology. Jaypee Publishing. New Delhi. p320 325.
7. Cohen S dan Sewell C. 2011. Uterine Leiomyoma in Johns Hopkins Manual
of Gynecology and Obstetrics (Textbook). Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia. p448 453.
8. Beckmann CRB, Ling FW, Barzanky BM, Herbert W, Laube DW, dan Smith
RP. 2008. Uterine Leiomyoma and Neoplasia in Textbook of Obstetric and
Gynecology 6th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. p389
381.
9. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). 2004. Uterine
Artery Embolization. American College of Obstetricians and Gynecologists
(ACOG) (293): p403 404.
10. Thomas EJ. The aetiology and phatogenesis of fibroids. In : Shaw RW. eds.
Advences in reproduktive endocrinology uterine fibroids. England New
Jersey : The Phartenon Publishing Group, 1992 ; 1 8
11. Prawirohardjo S, Hanifa W. Ilmu kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2008; 13:338-345
12. Baziad A. Pengaruh hormon seks terhadap genitalia dan ekstragenitalia.
Dalam : Endokrinologi genikologi edisi kedua. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI, 2003 ; 131 132.
13. Perl V, Marquez J, Schally AV et al. Treatment of leiomyomata uteri with D
Trp 6 luteinizing hormone releasing hormone. Fertility and Sterility, 1987
; 48 : 383 389

14. Brosens I, Deprest J, Dal Cin P, et al. Clinical significance of cytogenetic


abnormalities in uterine myomas. Fertil Steril, 1998; 69: 232-235.
15. Meloni AM, Surti U, Contento AM, et al. Uterine leiomyoma: cytogenetic
abnormalities in uterine myomas are associated with myoma size. MolHum
Reprod, 1998; 4:83-86 .

You might also like