You are on page 1of 8
PUSAT DATA DAN INFORMAS! KEMENTERIAN KESEHATAN RI. Mother's ay Ibu adalah sosok perempuan yang paling berjasa dalam kehidupan seorang anak termasuk kita. Kasih ibu sepanjang masa, begitulah peribahasa yang kita kenal untuk menggambarkan betapa besarnya kasih sayang bu untuk anaknya, tak ada perumpamaan seindah apapun mungkin yang sebanding dengan realita kasih sayang yang, ibu berikan dengan tulus kepada kita. Ibu adalah anggota keluarga yang berperan penting dalam mengatur semua terkait urusan rumah tangga, pendidikan anak dan kesehatan seluruh keluarga. Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas. Oleh karena itu, upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak mendapat perhatian khusus. Penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja upaya kesehatan ibu penting untuk dilakukan pemantauan. Hal tersebut dikarenakan Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator yang peka dalam menggambarkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan/cedera. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan indonesia (SDK!) tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia ‘masih tinggi sebesar 359 per 100,000 kelahiran hidup Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan SDK! tahun 1991, yaitu sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini sedi signifikan. Target global MDGs (Millenium Development Goals) ke-5 adalah menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Mengacu dari kondisi saat ini, potensi untuk ‘mencapai target MDGs ke-5 untuk menurunkan AKI adalah off track, artinya diperlukan kerja keras dan sungguh- sungguh untuk mencapainya. Pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk menjamin bahwa setiap ibu memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, mulai dari saat hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, serta akses terhadap keluarga berencana. Di samping itu, pentingnya melakukan intervenst lebih ke hulu yakni kepada kelompok remaja dan dewasa muda dalam upaya percepatan penurunan AKI. Gambar 1. Angka Kematian Ibu (AK!) Tahun 1991-2012 450 400 aa 359 300 07 Target MDGs 250 © 2015 228 AK 200 150 102 100 ° 50 1991 1997 202 207 2012 ‘Sumber: SOK11991-2012 Pada Gambar 1 dapat diketahui berdasarkan data SDKI, selama periode tahun 1991-2007 angka kematian ibu mengalami penurunan dari 390 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Namun pada SDKI 2012 angka kematian ibu kembali naik menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun AKI hasil SDK! tahun 1990 dan 2012 tidak jauh berbeda, namun untuk mencapai target 102 pada tahun 2015 diperkirakan sulit tercapai. Angka tersebut juga semakin jauh dari target MDGs 2015 sebesar 102 per 100.000kelahiran hidup. Gambar 2. Penyebab Kematian Ibu Tahun 2010-2013, 45 408 40 351 319 34,5 30,1 32.3 35, 3 303 322 30 269 27a = 2010 247 25. 7 2011 20 = 2012 Pr 2013, 10 5 ot Perdarahan Hipertensi _Infeksi_Partus lama Abortus. —_Lain-lain ‘Sumber: Direktorat Kesehatan Ibu, 2010-2013 Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa penyebab terbesar kematian ibu selama tahun 2010-2013 masih tetap sama yaitu perdarahan. Sedangkan partus lama merupakan penyumbang kematian ibu terendah. Sementara itu penyebab Iain-lain juga berperan cukup besar dalam menyebabkan kematian ibu. Yang dimaksud dengan penyebab lain-lain adalah penyebab kematian ibu secara tidak langsung, seperti Kondisi penyakit kanker, ginjal, Jantung, tuberkulosis atau penyakit lain yang diderita ibu. Tingginya kematian ibu akibat penyebab lain-lain ‘menuntut peran besar rumah sakit dalam menangani penyebab tersebut. Gambar 3. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Indonesia Tahun 2004-2013 100 90.88 90 9438 Be28. e 80 7237- 88.64 to ae 70 17a? 746 2 * 50 iz > : = : Se ‘Sumber: Direktorat Kesehatan Ibu Pada Gambar 3 terlihat bahwa capaian indikator ini dalam 10 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan peningkatan, yaitu dari 74,27% pada tahun 2004 menjadi 90,88% pada tahun 2013. Angka ini sudah mencapai target MDGs pada tahun 2015 sebesar 90%. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang cukup tinggi pada tahun 2013 yaitu sebesar 90,88%, namun belum tentu semua persalinan tersebut bertempat di fasilitas pelayanankesehatan. ‘Gambar 4. Proporsi Kelahiran Berdasarkan Tempat Bersalin di Indonesia mS. = RB/Kiinik/Praktek Nakes = Puskesmas/Pustu = Polindes/Poskesdes = Rumab/Lainnya ‘Sumber: Riskesdas 2013, Badan titbanakes Pada Gambar 4 data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa persalinan yang dilakukan di rumah masih cukup tinggi, yaitu sebesar 29,6%. Jika kita hubungkan tempat bersalin dengan penyebab lain-lain atau tidak langsung, kematian ibu, maka dapat menjadi penyebab kematianibu. Gambar 5. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Menurut Provinsi Tahun 2013 Jawa Tengah 99,89 ‘Sulawesi Selatan 99,78 ‘Sulawesi Utara 99,59 Kepulauan Bangka Beltung 99.27 Bal 99.14 ‘Kopulauan Riau 97,88 Bengkals 97,83 22 ———— 87.53 CORD ak HH 2, a HT 80, —<— ET KANE —— S34 oe ————— LG —$—$—$—$—— HE 1082162 |7.5 O1Vigseker a anes PP Tt 3149 Wie g e —— TS V0 ——————— $7.50 MC, —————— 21,25 a ry i _———————————_e,«_ 40 20 ___————— 87.53 eh —————— 25,60 0 2 _——— | AG 2 76.24 wnt, _————— F395 CO ____—_—————— 17) i, ————7E,7S Rae es Ne 100 ___———— 7,00 ls 73:20 ot — 33,31 20 0 0 80 100 120 ‘Sumber: Ditjen Bina Gitidan KIA, 2013 3 Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa sebagian besar provinsi (21 provinsi) telah dapat mencapal target Renstra (89%), dan selebihnya yakni sebanyak 12 provinsi belum dapat mencapai target. Tiga provinsi dengan cakupan tertinggi adalah Jawa Tengah (99,89%), Sulawesi Selatan (99,78%), dan Sulawesi Utara (99,59%). Sedangkan tiga provinsi dengan cakupan terendah adalah Papua (33,31%), Papua Barat (73,20%), dan Nusa Tenggara Timur (74,08%). Pada ketiga provinsi dengan cakupan terendah tersebut, hanya Papua saja yang cakupannya mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, dua provinsi yang lain mengalami kenaikan. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di provinsi Papua pada 2013 adalah 33,31%, sedangkan capaian pada tahun sebelumnya adalah sebesar 43,54%, Gambar 6. Contraceptive Prevalence Rate (CPR) Semua Cara, Cara Modern dan Total Fertility Rate (TFR) pada Perempuan Menikah Usia 15-49 Tahun, Tahun 1991-2012 70 © 50 40 SCOR semua cara 30 ere 20 10 7 —e-cPR cara E 2,85 278 2.63 26 26 ae ———___— ° 1991 1994 1997 2002 2007 2012 ‘Sumber: SOK11991-2012 Salah satu cara untuk mencegah kehamilan adalah ber-KB. Sekitar 38% WUS tidak menggunakan KB (pada tahun 2013) sehingga lebih berpeluang hamil dan meninggal ketika melahirkan. Pada Gambar 6 dapat dilihat kondisi TFR dari tahun 1991-2012, dalam kurun waktu tersebut penurunan angkanya sangatlah lambat, hanya sebesar 0,4. Dengan meningkatnya cakupan Contraceptive Prevalence Rate (CPR) dan ‘menurunkannya angka Total Fertility Rate (TFR) maka dapat memperkecil Angka Kematian Ibu (AKI). Pada Gambar 6 juga dapat kita lihat bahwa angka kesertaan ber-k8 (CPR) peningkatannya sangat kecil, yaitu hanya 0,5% dalam 5 tahun terakhir. Target RPJMN 2014 dan MDGs 2015 untuk cara modern adalah sebesar 65%, ‘namun capaian kita saat ini baru mencapai 57,9%, oleh karena itu diperkirakan target RPJMIN 2014 dan MDGS 2015 akan sangat sulit untuk dicapai Dari Gambar 7 berikut, dapat dilihat bahwa meski cakupan pelayanan ibu hamil K4 secara nasional mengalami penurunan, namun cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan mengalami kenaikan. Persentasenya bahkan melebihi cakupan K4. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah. Pelayanan antenatal memilki peranan yang sangat penting, di antaranya agar dapat dilakukan deteksi dan tata laksana dini komplikasi yang dapat timbul pada saat persalinan. Apabila seorang bu datang langsung untuk bersalin di tenaga kesehatan tanpa ‘adanya riwayat pelayanan antenatal sebelumnya, maka faktorrisiko dan kemungkinan komplikasi saat persalinan akan lebih sulit diantisipasi. Untuk ke depannya diharapkan definisi operasional K1 hanya menggunakan K1 ‘murni, bukan K1 akses, sehingga cakupan K1 dan KA tidak banyak berbeda. Kondisi saat ini dimana belum semua kunjungan K1 adalah K1 murni, sehingga jika ditemukan kelainan pada saat Ante Natal Care (ANC) maka tidak cukup waktu untuk pengelolaan kelainan tersebut. Gambar 7. Cakupan Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil K1, Ka, dan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Indonesia Tahun 2004-2013 sg asi 956 S5gi OR 9525 900 e527 200 700 Tear 764 600 7 (4) soo a 400 —-salinaakes 300 200 100 oo 2004 2005 200620072008 2009 01020112012, 2013 ‘Sumber: Direktorat Kesehatan Ibu, 2004-2013, Di samping Kinya bukan K1 murni, pada saat persalinan dokter tidak terlibat, juga pada saat ANC, maka pengelolaan kelainannya tidak cukup waktu. Contohnya penanganan hipertensi pada saat ANC sampai saat ‘melahirkan. Kebijakan yang dibuat seharusnya mendukung persalinan oleh “empat tangan’. Minimal terdapat dua orang tenaga kesehatan yang membantu persalinan, agar pada saat persalinan ibu dan anak sama-sama tertangani Gambar 8. Proporsi Penolong Persalinan dengan Kualifikasi Tertinggi di Indonesia wdokter sidan uPerawat ‘Non Nakes Tidak ada penolong ‘Sumber: Rskesdas 2013, Badon Utbangkes, Kemenkes Keterongan:Kualifikestertinggi > opabila terdapat lebih dorisatupenolong. Pada Gambar 8 terlihat bahwa penolong persalinan dengan kualifikasi tertinggi dilakukan oleh bidan (68,6%), kemudian oleh dokter (18,5%), lalu non tenaga kesehatan (11,8%). Namun sebanyak 0,8% kelahiran dilakukan tanpa ada penolong, dan hanya 0,3% kelahiran saja yang ditolong oleh perawat sebagai tenaga dengan kualifikasitertinggi Pada Gambar 2 telah disampaikan bahwa penyebab kematian ibu terbesar adalah perdarahan dan hipertensi (penyebab lain-Iain) yang bukan merupakan kompetensi bidan. Pada Gambar 8 diketahui cakupan persalinan oleh dokter hanya sebesar 18,5%, sehingga ibu dengan penyebab kematian lain-lain yang tidak bersalin dengan bantuan dokter menjadi tidak tertolong, Gambar 9. Cakupan Kunjungan Nifas (Kf3) dan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Indonesia Tahun 2008 ~ 2013 100 v o = =o Kun). Nifas 40 " 30 20 10 —eSalinnakes 2008 2009 2010 2011 2012 2013, ‘Sumber: Direktorat Kesehatan Ibu, 2008-2013 Dari Gambar 9 dapat kita ketahui bahwa cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan semakin meningkat dari tahun ke tahun, dari angka 81,08% pada tahun 2008 mnjadi 90,88% pada tahun 2013. Begitu pula dengan cakupan kunjungan nifas yang terus mengalami kenaikan dari 17,9% pada tahun 2008 menjadi 86,64% pada tahun 2013. Namun sayangnya cakupan kunjungan nifas pada tahun 2013 hanya 86.64%, belum setinggi cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang mencapat 90,88% Apabila jumlah cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan tidak sama dengan cakupan nifas, kemungkinan terjadi komplikasi persalinan di masa nifas, atau masa nifas tidak terkontrol oleh penolong persalinan. Semakin ebarjarak persalinan dengan kunjungan nifas, maka risiko terjadinya kematian ibu semakin besar. Kementerian Kesehatan RI PUSAT DATA DAN INFORMASI JILHB Rasuna Said Blok X5 Kev. 4-9 Lantai 6 Blok C Jakarta Selatan

You might also like