You are on page 1of 8

GANGGUAN BODY IMAGE

GANGGUAN BODY IMAGE

A. DEFINISI
Citra tubuh adalah sikap, persepsi, keyakinan dan pengetahuan individu
secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya yaitu ukuran, bentuk, struktur,
fungsi, keterbatasan, makna dan obyek yang kontak secara terus menerus
( anting, make up, kontak lensa, pakaian, kursi roda) dengan tubuh.Pandangan
ini terus berubah oleh pengalaman dan persepsi baru. Gambaran tubuh yang
diterima secara realistis akan meningkatkan keyakinan diri sehingga dapat
mantap dalam menjalani kehidupan.
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan
tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk,
fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara
berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu
(Stuart and Sundeen , 1991).
Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus
dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar
dirinya terpisah dari lingkungan ( Keliat ,1992 ).
Gambaran diri ( Body Image ) berhubungan dengan kepribadian. Cara
individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek
psikologinya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya manarima dan
mengukur bagian tubuhnya akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari rasa
cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992).
Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya
akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan
memacu sukses dalam kehidupan. Banyak Faktor dapat yang mempengaruhi
gambaran diri seseorang, seperti, munculnya Stresor yang dapat menggangu
integrasi gambaran diri. Stresor-stresor tersebut dapat berupa operasi seperti :
mastektomi, amputsi ,luka operasi yang semuanya mengubah gambaran diri.
Demikian pula tindakan koreksi seperti operasi plastik, protesa dan lain-lain.
Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang
diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan,
makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


1. Kegagalan fungsi tubuh.
Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi yaitu
tadak mengkui atau asing dengan bagian tubuh, sering berkaitan dengan
fungsi saraf. Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuh
seperti sering terjadi pada klien gangguan jiwa, klien mempersiapkan
penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbeda dengan
kenyataan.Tergantung pada mesin. Seperti : klien intensif care yang
memandang imobilisasi sebagai tantangan, akibatnya sukar mendapatkan
informasi umpan balik engan penggunaan lntensif care dipandang sebagai
gangguan.

2. Perubahan tubuh berkaitan

Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan


merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia.
Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan positif.
Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan tubuh
yang tidak ideal.

3. Umpan balik interpersonal yang negatif

Umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian
sehingga dapat membuat seseorang menarik diri.

4. Standard sosial budaya


Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-setiap pada
setiap orang dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya
tersebut menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu, seperti
adanya perasaan minder.
C. Etiologi
a. Perubahan ukuran tubuh : berat badan yang turun akibat penyakit
b. Perubahan bentuk tubuh : tindakan invasif, seperti operasi, suntikan,
pemasangan, alat di dalam tubuh.
c. Perubahan struktur : sama dengan perubahan bentuk tubuh disertai
dengan pemasangan
d. Perubahan fungsi : berbagai penyakit yang dapat merubah sistem tubuh
e. Keterbatasan : gerak, makan, kegiatan
f. Makna dan objek yang serang kontak : penampilan dan dandanan
berubah, pemasangan alat pada tubuh klien (infuse, traksi, respriator,
suntik, pemeriksaan tanda vital, dll)
g. Kemungkinan etiologi (yang berhubungan dengan)
h. Kekurangan umpan balik positif
i. Kegagalan yang dirasakan
j. Harapan-harapan yang tidak realistis (pada bagian dan orang lain)
k. Perkembangan ego mengalami ketardasi
l. Kebutuhan ketergantungan yang tidak terpenuhi
m. Ancaman terhadap keamanan karena gangguan fungsi pada dinamika-
dinamikakeluarga.

D. Tanda dan Gejala


1.Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
2.Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi

3.Menolak penjelasan perubahan tubuh

4.Persepsi negatif pada tubuh

5.Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang


6.Mengungkapkan keputusasaan

7.Mengungkapkan ketakutan

8.Citra yang mengalami distorsi, melihat diri sebagai gemuk, meskipun pada
keadaan berat badan normal atau sangat kurus

9.Penolakan bahwa adanya masalah dengan berat badan yang rendah

10. Kesulitan menerima penguatan positif

11. Kegagalan untuk mengambil tanggung jawab menurut diri sendiri.


Pengobatan diri

12. Tidak berpartisipasi pada terapi

13. Perilaku merusak diri sendiri, muntah yang dibuat sendiri; penyalahgunaan
obat-obat pencahar dan diuretic, penolakan untuk makan

14. Kontak mata kurang

15. Alam perasaan yang tertekan dan pikiran-pikiran yang mencela diri sendiri
setelah episode dari pesta dan memicu perut

16. Perenungan yang mendalam tentang penampilan diri dan bagaimana orang-
orang lain melihat diri mereka.

E. Pengkajian Keperawatan

1. Identitas Pasien : nama, umur, alamat dll.

2. Alasan masuk

3. Faktor Predispdsisi dan Presipitasi

4. Pengkajian fisik
5. Psikososial

a. Genogram

b. Konsep Diri : Gambaran diri atau citra tubuh, Identitas Diri, Peran Diri,
Ideal Diri, Harga Diri

c. Hubungan Sosial

d. Spiritual : Nilai, Keyakinan dan Ibadah

6. Status Mental

a. Penampilan

b. Pembicaraan

c. Aktivitas Motorik : Hipomotorik, Hipermotorik, TIK, Agitasi,


Grimaseren, Tremor atau Kompulsif

d. Alam Perasaan

e. Afek

Dari mana datangnya afek di dapatkan?

Jenis Afek : Appropriate atau inappropriate

f. Interaksi selama wawancara

g. Persepsi

h. Proses berpikir : Sirkumtansial, Tangensial, Kehilangan asosiasi, Flight


of Ideas, Blocking, Reeming, Perseverasi

i. Isi Pikir (dapat di ketahui dari?) : Obsesi, Phobia, Ide terkait,


Depeersonalisasi, Waham ( agama, somatik, kebesaran, curiga,
nihilistic, hipokondria, magik mistik ) atau Waham yang bizar (ada
berapa?)

j. Tingkat kesadaran dan Orientasi

Kesadaran Pasien (bingung, sedasi, atau stupor)

0rientasi terhadap waktu, tempat, orang

k. Memori ( Gangguan daya ingat jangka panjang, Gangguan daya ingat


jangka pendek, Gangguan daya ingat saat ini, Konfabulasi )

l. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung (mudah dialihkan, tidak mampu


berkomunikasi, atau tidak mampu berhitung )

m. Kemampuan Penilaian (gangguan kemampuan penilaian ringan,


gangguan penilaian hermaka)

n. Daya Tilik Diri

o. Masalah Psikososial da Lingkungan

p. Pengetahuan

q. Aspek Medik

Diagnosa Medis

Program terapi obat yang diberikan

F. Deteksi Dini Dan Pencegahan Kunci Utama

Sebagai penatalaksanaan pasien dengan gangguan ini. Maka psikoterapi


memegang peranan yang penting. Psikoterapi berorientasi tilikan berguna
untuk memperbaiki tilikan pasien terhadap dirinya. Selain juga tentunya obat-
obatan terutama dari golongan antidepresan SSRI seperti Fluoxetine dan
Sertraline dapat bermanfaat. Penelitian di Amerika mengatakan pengobatan
dengan golongan SSRI seperti Fluoxetine dan juga golongan Clomipramine
dapat menurunkan gejala kepada 50% pasien. Bila terdapat komorbiditas
dengan gangguan mental lain, seperti gangguan depresi atau gangguan cemas,
maka pengobatan secara psikofarmakologi dan psikoterapi yang tepat perlu
juga dilakukan.

Pasien seringkali datang ke dokter bedah plastik untuk memperbaiki


kekurangan yang dia milliki. Dari laporan yang ada, pembedahan dan
perbaikan secara estetik terhadap apa yang dikeluhkan pasien tidak bermakna
menghilang. Sehingga disarankan bagi beberapa pasien yang ingin melakukan
bedah plastik estetik karena gangguan ini berkonsultasi terlebih dahulu
dengan seorang psikiater. Hal ini untuk menilai apakah terdapat gangguan
citra tubuh pada pasien ini. Bila ternyata ada maka segala usaha operasi untuk
memperbaiki diri mereka juga tidak akan berhasil dan membuat puas si
pasien karena sebenarnya yang menjadi masalah adalah bukan hasil
operasinya atau bagaimana fisik mereka terlihat, tetapi lebih terhadap
pandangan mereka terhadap citra tubuh mereka sendiri. Sehingga perlu
adanya kerjasama antara dokter ahli bedah plastik dengan psikiater untuk
menilai kesiapan para pasien bedah plastik estetik yang ingin menjalani
operasi.

You might also like