Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
kecelakaan kendaraan bermotor yang mematikan melibatkan seorang pengemudi
yang mabuk, dan persentasi tersebut meningkat sampai 75 persen jika hanya di hitung
kecelakaan yang terjadi larut malam. Penggunaan alkohol dan gangguan berhubungan
dengan kira-kira 50 persen dari semua pembunuhan dan 25 persen dari semua bunuh
diri. Penyalahgunaan alkohol menurunkan harapan hidup 10 tahun. Alkohol
memimpin dari semua zat lain dalam kematian yang berhubungan dengan zat
(Kaplan, 2010).
Kira-kira 64 persen orang dewasa muda dan 62 persen orang dewasa yang
berusia 26 sampai 34 tahun pernah menggunakan alkohol dalam bulan terakhir, suatu
persentasi yang lebih besar secara bermakna dibandingkan 20 persen pemuda dan 50
persen orang dewasa yang berusia 35 tahun dan lebih (Kaplan, 2010).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Withdrawl Sindrom terjadi pada individu yang kecanduan obat dan alkohol
yang menghentikan atau mengurangi penggunaan obat pilihan mereka. Proses
menghilangkan narkoba dan alkohol dari tubuh dikenal sebagai detoksifikasi.
Kecemasan, insomnia, mual, keringat, nyeri tubuh, dan tremor adalah hanya
beberapa dari gejala fisik dan psikologis dari penghentian obat dan alkohol yang
mungkin terjadi selama detoksifikasi. Withdrawl syndrome terutama berfokus pada
Withdrawl dari etanol, sedatif hipnotik, opioid, stimulan, dan gamma-
hidroksibutirat (GHB) (Goldstein, 2009).
3
1. Narkotika (Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang
Narkotika).
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika dibedakan kedalam golongan-golongan :
Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan,
dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi
menimbulkan ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja).
Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir
dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan (Contoh : morfin, petidin)
Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein)
Narkotika yang sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan I :
Opiat : morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain
Ganja atau kanabis, marihuana, hashis
Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun koka.
4
Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi
amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi,
shabu, LSD)
Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan . ( Contoh amfetamin,
metilfenidat atau ritalin)
Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital,
Flunitrazepam).
Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam,
bromazepam, Fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam,
seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG).
Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain :
Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu
Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur): MG, BK, DUM, Pil
koplo dan lain-lain
Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom.
3. Zat Adiktif Lain
Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar
yang disebut Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
Minuman berakohol
Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan
syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-
hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran dengan
5
narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam
tubuh manusia.
Ada 3 golongan minuman berakohol, yaitu :
o Golongan A : kadar etanol 1-5%, (Bir)
o Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman
anggur)
o Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW,
Manson House, Johny Walker, Kamput.)
Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap
berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan
rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalah
gunakan, antara lain : Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin.
Tembakau : Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat,
pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian
dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu
masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih berbahaya.
Bahan/ obat/zat yang disalahgunakan dapat juga diklasifikasikan sebagai berikut :
Sama sekali dilarang : Narkotoka golongan I dan Psikotropika Golongan I.
Penggunaan dengan resep dokter : amfetamin, sedatif hipnotika.
Diperjual belikan secara bebas : lem, thinner dan lain-lain.
Ada batas umur dalam penggunannya : alkohol, rokok.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat digolongkan
menjadi tiga golongan :
Golongan Depresan (Downer)
Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh.
Jenis ini menbuat pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan bahkan
membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk opioida
(morfin, heroin/putauw, kodein), sedatif (penenang), hipnotik (otot tidur), dan
tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.
Golongan Stimulan (Upper)
Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan
kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan
6
bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini adalah : amfetamin (shabu,
esktasi), kafein, kokain
Golongan Halusinogen
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat
merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang
berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak
digunakan dalam terapi medis. Golongan ini termasuk : Kanabis (ganja),
LSD, Mescalin
7
Penyalahgunaan (abuse): yaitu pemakaian sebagai suatu pola penggunaan
yang bersifat patologik / klinis (menyimpang) yang ditandai oleh intoksikasi
sepanjang hari, tak mapu mengurangi atau menghentikan, berusaha berulang
kali mengendalikan, terus menggunakan walaupun sakit fisiknya kambuh.
Keadaan ini akan menimbulkan gangguan fungsional atau okupasional yang
ditandai oleh : tugas dan relasi dalam keluarga tak terpenuhi dengan baik,
perilaku agresif dan tak wajar, hubungan dengan kawan terganggu, sering
bolos sekolah atau kerja, melanggar hukum atau kriminal dan tak mampu
berfungsi secara efektif.
Ketergantungan (dependence use) : yaitu telah terjadi toleransi dan gejala
putus zat, bila pemakaian NAPZA dihentikan atau dikurangi dosisnya. Agar
tidak berlanjut pada tingkat yang lebih berat (ketergantungan), maka
sebaiknya tingkat-tingkat pemakaian tersebut memerlukan perhatian dan
kewaspadaan keluarga dan masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan
pada keluarga dan masyarakat.
C. Epidemiologi
Berdasarkan data yang dihimpun Badan Narkotika Nasional, jumlah kasus
narkoba meningkat dari sebanyak 3.478 kasus pada tahun 2000 menjadi 8.401
pada tahun 2004, atau meningkat rata-rata 28,9% pertahun. Jumlah tersangka
tindak kejahatan Narkoba pun meningkat dari 4.955 orang pada tahun 2000
menjadi 11.315 kasus pada tahun 2004, atau meningkat rata-rata 28,6% pertahun.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Puslitbang Info BNN, menyebutkan
jumlah penyalahguna narkoba yang teratur pakai dan pecandu di Indonesia tahun
2004 sekitar 3,2 juta orang dengan kisaran 2,9 sampai 3,6 juta orang. Data dari
Rumah Sakit ketergantungan obat tahun 1999, 80% pasien berusia antara 16-24
tahun. Angka kematian pecandu 1,5% per tahun.
8
Gejala fisik yang terjadi tergantung jenis zat yang digunakan, tapi secara
umum dapat digolongkan sebagai berikut :
Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo
(cadel), apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif, curiga
Bila kelebihan dosis (overdosis) : nafas sesak,denyut jantung dan nadi
lambat, kulit teraba dingin, nafas lambat / berhenti, meninggal
Bila sedang ketagihan (putus zat / sakau) : mata dan hidung berair,
menguap terus menerus, diare, rasa sakit diseluruh tubuh, takut air
sehingga malas mandi, kejang, kesadaran menurun
Pengaruh jangka panjang, penampilan tidak sehat, tidak peduli
terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat, terhadap bekas
suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain (pada pengguna dengan
jarum suntik)
9
Sindroma withdrawal sangat terkait erat dengan penggunaan alcohol,
narkoba, serta obat-obatan lainnya, sehingga manifestasi klinis yang ditampilkan
juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kaitannya dengan penggunakan obat-
obatan tadi (Olmedo, 2000).
Alcohol withdrawal
Biasanya pasien telah menyalahgunakan alcohol setiap hari selama 3
bulan, atau dapat pula telah mengkonsumsi alcohol dalam jumlah besar yang
biasanya dalam waktu 1 minggu (seperti pada pesta minuman keras) (Monte,
2010).
Gejala penolakan akan muncul dalam waktu 6-12 jam setelah individu
berhenti atau mengurangi konsumsi alcohol, namun akan segera menghilang jika
mengkonsumsi alcohol kembali (Monte, 2010).
Tampak gejala continuum berupa tremor ringan hingga dystonic tremor
(DT). Spectrum manifestasi klinis yang muncul sangat bervariasi, gejala dan
tanda dapat tumpang tindih dalam waktu dan durasinya, sehinga akan
didefinisikan dulu mulai dari yang ringan sampai yang berat (Bayard, 2004).
1. Penarikan atau penolakan ringan terjadi dalam waktu 24 jam setelah
penghentian konsumsi alkohol dan ditandai dengan tremor, insomnia,
kecemasan, hiperrefleksia, diaphoresis, hiperaktif otonom ringan, serta
gangguan gastrointestinal.
2. Penarikan atau penolakan moderat terjadi dalam waktu 24-36 jam setelah
penghentian konsumsi alcohol dan ditandai dengan kecemasan intens, tremor,
insomnia, dan gejala peningkatan adrenergic.
3. Penarikan atau penolakan berat terjadi dalam waktu lebih dari 48 jam setelah
penghentian konsumsi alcohol dan ditandai dengan perubahan sensorium yang
mendalam seperti disorientasi, agitasi, dan halusinasi, serta bersamaan dengan
hiperaktifitas otonom yang berat seperti tremor, takikardi, takipnea,
hipertermia, dan diaphoresis.
10
Pada 25 % pasien dengan riwayat penggunaan alcohol dalam jangka panjang
timbul manifestasi klinis berupa alkoholik halusinosis. Ini dapat terjadi 24 jam
setelah penghentian konsumsi alcohol dan akan berlanjut selama sekitar 24 jam.
Gejala biasanya berupa persekutori, auditori, atau yang paling sering adalah
halusinasi visual dan taktil, namun sensorium pasien kadang tidak begitu tampak.
Namun pada tahap lanjut, halusinasi akan dianggap nyata dan dapat menimbulkan
rasa takut yang ekstrim serta timbul kecemasan. Pasien akan merasa dapat melihat
objek yang imajiner, seperti pakaian ataupun lembaran-lembaran. Dan pada
halusinosis ini tidak selalu diikuti oleh DT (Bayard, 2004).
Pada 23-33 % pasien juga dilaporkan dapat mengalami kejang, yang biasanya
berlangsung singkat, berupa kejang umum, tonik-klonik, dan tanpa aura. Dan
pada sekitar 30-50% pasein, kejang ini dapat berkembang menjadi DT. Puncak
kejadian ini biasanya setelah 24 jam setelah konsumsi alcohol terbaru, dan sekitar
3 % dari pasien yang bermanifestasi kejang ini dapat mengalami status
epileptikus. Kejang ini biasanya dapat berhenti secara spontan atau dapat
dikontrol dengan pemberian benzodiazepine.
Tanda yang paling khas dari Alcohol withdrawal adalah DT, yang terjadi
setelah 48-72 jam konsumsi alcohol terakhir. Tampak gejala sensorium berupa
disorientasi, agitasi, dan halusinasi; gangguan otonom berat seperti diaphoresis,
takikardia, takipnea, dan hipertermia. DT ini dapat muncul meski tidak didahului
oleh kejang (Hayner, 2009).
Penghentian efek Alcohol withdrawal pada pasein biasanya adalah dengan
mengkonsumsi alcohol itu sendiri, namun jika dalam keadaan yang sulit untuk
memperoleh minuman alcohol, biasanya pasien juga dapat mengkonsumsi zat lain
yang juga mengandung alcohol, seperti isopropyl alcohol, sirup batuk, pembersih
tangan, obat kumur, methanol, dan juga etilena glikol (Hayner, 2009).
11
Withdrawal syndrome yang ditimbulkan akibat konsumsi
benzodiazepine, bariturat, dan obat penenang lain atau hipnotik dalam jangka
panjang. Ditandai dengan pronounced psikomotor dan disfungsi otonom. Gejala
biasanya muncul 2-10 hari setelah penghentian secara mendadak dari obat-obat
penenang yang digunakan, serta akan bergantung pula dari masing-masing waktu
paruh obat-obatan tersebut (Hayner, 2009).
Opioid withdrawal
Opioid tidak secara langsung menyebabkan gejala yang mengancam
jiwa, kejang, maupun delirium. Gejala yang ditampilkan justru dapat menyerupai
penyakit seperti flu berat, yang ditandai dengan rhinorrhea, bersin, lakrimasi,
menguap, kram perut, kram kaki, piloereksi atau merinding, mual, muntah, diare,
dan pupil melebar. Serta perubahan status mental, disorientasi, halusinasi, dan
kejang yang merupakan karakteristik DT, tidak tampak pada Opioid withdrawal
ini (Olmedo, 2000).
Waktu paruh dari Opioid withdrawal ini dapat menentukan onset dan
durasi gejala yang akan muncul. Sebagai contoh, gejala penarikan pada
penggunaan heroin dan metadon akan memuncak pada 36-72 jam dan 72-96 jam,
masing-masing, dan dapat berlangsung selama 7-10 hari dan setidaknya masing-
masing 14 hari (Olmedo, 2000).
12
Sindrom ini menyerupai gangguan depresi berat, tampak disforia, tidur
berlebihan, kelaparan, dan keterbelakangan psikomotor yang parah, sedangkan
fungsi vitalnya terjaga dengan baik. Gejala ini dapat berlangsung hingga 2 hari,
meskipun pada yang ringan dapat bertahan hingga 2 minggu (Olmedo, 2000).
E. Penegakan Diagnosis
Gambaran umum dari keadaan putus zat (withdrawal state) adalah berupa
gangguan psikologis seperti anxietas, depresi dan gangguan tidur, sedangkan untuk
gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Yang khas adalah pasien ini
akan melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda dengan meneruskan
penggunaan zat. Keadaan putus zat ini merupakan salah satu indikator dari sindrom
ketergantungan sehingga diagnosis ketergantungan zat harus turut dipertimbangkan
(Maslim, 2001).
Berikut adalah kriteria diagnostik beberapa jenis withdrawal syndrome :
1. Kriteria Diagnostik Alcohol Withdrawal Syndrome (American Psychiatric
Association, 2000):
A. Penghentian atau pengurangan penggunaan alkohol yang telah berat dan
berkepanjangan
B. Terdapat dua atau lebih gejala berikut ini beberapa jam sampai beberapa hari
setelah kriteria A :
1) Hiperaktifitas otonom (berkeringat, denyut nadi lebih dari 100 kali/menit)
2) Tremor pada tangan
3) Insomnia
4) Nausea dan vomitting
5) Transien visual, taktil, halusinasi atau ilusi auditorik
6) Agitasi psikomotor
7) Anxietas
8) Kejang Grand mal
C. Gejala gejala dalam kriteria B menyebabkan distress yang signifikan secara
klinis atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi fungsi lain yang
penting.
D. Gejala gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan
mental lainnya.
13
2. Kriteria Diagnostik Amphetamine Withdrawal Syndrome (American Psychiatric
Association, 2000):
A. Penghentian atau pengurangan penggunaan amphetamine (atau substansi
sejenis) yang telah berat dan berkepanjangan.
B. Mood dysphoric dan dua (atau lebih) perubahan fisiologis berikut ini beberapa
jam sampai beberapa hari setelah kriteria A :
1) Fatigue
2) Mimpi buruk
3) Insomnia atau hipersomnia
4) Nafsu makan meningkat
5) Retardasi psikomotor atau agitasi
C. Gejala gejala dalam kriteria B menyebabkan distress yang signifikan secara
klinis atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi fungsi lain yang
penting.
D. Gejala gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan
mental lainnya.
14
D. Gejala gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan
mental lainnya.
15
C. Gejala gejala dalam kriteria B menyebabkan distress yang signifikan secara
klinis atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi fungsi lain yang
penting.
D. Gejala gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan gangguan
mental lainnya.
Spesifik jika terdapat gangguan perseptual.
F. Tatalaksana
16
Intoksikasi kanabis (ganja):
o Ajaklah bicara yang menenangkan pasien.
o Bila perlu beri : Diazepam 10-30 mg oral atau parenteral, Clobazam
3x10 mg.
o Intoksikasi kokain dan amfetamin
o Beri Diazepam 10-30 mg oral atau pareteral,atau Klordiazepoksid 10-
25 mg oral atau Clobazam 3x10 mg. Dapat diulang setelah 30 menit
sampai 60 menit.
o Untuk mengatasi palpitasi beri propanolol 3x10-40 mg oral
Intoksikasi alkohol :
o Mandi air dingin bergantian air hangat
o Minum kopi kental
o Aktivitas fisik (sit-up,push-up)
o Bila belum lama diminum bisa disuruh muntahkan
Intoksikasi sedatif-hipnotif
o Melonggarkan pakaian
o Membarsihkan lender pada saluran napas
o Bila oksigen dan infus garam fisiologis
b. Terapi terhadap Keadaan Overdosis
Usahakan agar pernapasan berjalan lancar, yaitu :
o Lurus dan tengadahkan (ekstenikan) leher kepada pasien (jika
diperlukan dapat memberikan bantalan dibawah bahu)
o Kendurkan pakaian yang terlalu ketat
o Hilangkan obstruksi pada saluran napas
o Bila perlu berikan oksigen
Usahakan agar peredaran darah berjalan lancar
o Bila jantung berhenti, lakukan masase jantung eksternal, injeksi
adrenalin 0.1-0.2 cc IM
o Bila timbul asidosis (misalnya bibir dan ujung jari biru,hiperventilasi)
karena sirkulasi darah yang tidak memadai, beri infus 50 ml sodium
bikarbonas
Pasang infus dan berikan cairan (misalnya : RL atau NaC1 0.9 %) dengan
kecepatan rendah (10-12 tetes permenit) terlebih dahulu sampai ada
indikasi untuk memberikan cairan. Tambahkan kecepatan sesuai
kebutuhan,jika didapatkan tanda-tanda kemungkinan dehidrasi.
17
Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan adanya
perdarahan atau trauma yang membahayakan
Observasi terhadap kemungkinan kejang. Bila timbul kejang berikan
diazepam 10 mg melalui IV atau perinfus dan dapat diulang sesudah 20
menit jika kejang belum teratasi.
Bila ada hipoglikemi, beri 50 ml glukosa 50% IV
c. Terapi pada sindrom putus zat
Terapi putus zat opioida
Terapi ini sering dikenal dengan istilah detoksifikasi. Terapi detoksifikasi
dapat dilakukan dengan cara berobat jalan maupun rawat inap.
Lama program terapi detoksifikasi berbeda-beda :
o 1-2 minggu untuk detoksifikasi konvensional
o 24-48 jam untuk detoksifikasi opioid dalam anestesi cepat (Rapid
Opiate Detoxification Treatment)
Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal dalam proses
penyembuhan dari penyalahgunaan / ketergantungan NAPZA
Beberapa jenis cara mengatasi putus opioida :
Tanpa diberi terapi apapun, putus obat seketika (abrupt withdrawal
atau cold turkey). Terapi hanya simptomatik saja :
o Untuk nyeri diberi analgetika kuat seperti tramadol, analgrtik
non-narkotik,asam mefenamat dan sebagainya
o Untuk rhinore beri dekongestan, misalnya fenilpropanolamin
o Untuk mual beri metopropamid
o Untuk kolik beri spasmolitik
o Untuk gelisah beri antiansietas
o Untuk insomnia beri hipnotika,misalnya golongan
benzodiazepin
Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal)
o Dapat diberi morfin, petidin, metadon atau kodein dengan
dosis dikurangi sedikit demi sedikit. Misalnya yang digunakan
di RS
o Ketergantungan obat, diberi kodein 3 x 60 mg 80 mg
selanjutnya dikurangi 10 mg setiap hari dan seterusnya.
o Disamping itu diberi terapi simptomatik
Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda
18
Dipakai Clonidine dimulai dengan 17 mikrogram/kg BB perhari dibagi
dalam 3-4 kali pemberian. Dosis diturunkan bertahap dan selesai
dalam 10 hari. Sebaiknya dirawat inap (bila sistol < 100 mmHg atau
diastol < 70 mmHg), terapi harus dihentikan.
Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam
anestesi (Rapid Opioid Detoxification).
Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single drug opiat saja,dilakukan di
RS dengan fasilitas rawat intensif oleh Tim Anestesiolog dan Psikiater,
dilanjutkan dengan terapi menggunakan anatagonist opiat (naltrekson)
lebih kurang 1 tahun.
Terapi putus zat sedatif / hipnotika dan alkohol harus secara bertahap
dan dapat diberikan diazepam. Tentukan dahulu test toleransi dengan
cara memberikan benzodiazepin mulai dari 10 mg yang dinaikan
bertahap sampai terjadi gejala intoksikasi. Selanjutnya diturunkan
kembali secara bertahap 10 mg perhari sampai gejala putus zat hilang.
19
menangis terus (melengking), gelisah, sulit tidur, diare, tidak
mau minum, muntah, dehidrasi, hidung tersumbat, demam,
berkeringat.
o Berikan infus dan perawatan bayi yang memadai. Selanjutnya
berikan Diazepam 1-2 mg tiap 8 jam setiap hari diturunkan
bertahap,selesai dalam 10 hari
d. Terapi terhadap komorbiditas
Setelah keadaan intoksikasi dan sindroma putus NAPZA dapat teratasi, maka
perlu dilanjutkan dengan terapi terhadap gangguan jiwa lain yang terdapat
bersama-sama dengan gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat
psikoaktif (co-morbid psychopathology), sebagai berikut :
Psikofarmakologis yang sesuai dengan diagnosis
Psikoterapi individual
o Konseling : bila dijumpai masalah dalam komonikasi interpersonal
o Psikoterapi asertif : bila pasien mudah terpengaruh dan mengalami
kesulitan dalam mengambil keputusan yang bijaksana
o Psikoterapi kognitif : bila dijumpai depresi psikogen
Psikoterapi kelompok
Terapi keluarga bila dijumpai keluarga yang patologik
Terapi marital bila dijumpai masalah marital
Terapi relaksasi untuk mengatasi ketegangan
Dirujuk atau konsultasi ke RS Umum atau RS Jiwa
e. Terapi terhadap Komplikasi Medik
Terapi disesuaikan dengan besaran masalah dan dilaksanakan secara terpadu
melibatkan berbagai disiplin ilmu kedokteran.
Misalnya :
Komplikasi Paru dirujuk ke Bagian Penyakit Paru
Komplikasi Jantung di rujuk ke Bagian Penyakit Jantung atau
Interna/Penyakit Dalam
Komplikasi Hepatitis di rujuk ke Bagian Interna/Penyakit Dalam
HIV/AIDS dirujuk ke Bagian Interna atau Pokdisus AIDS
Dan lain-lain.
f. Terapi Maintenance (Rumatan)
Terapi maintenance/rumatan ini dijalankan pasca detoksifikasi dengan tujuan
untuk mencegah terjadinya komplikasi medis serta tidak kriminal. Secara
medis terapi ini dijalankan dengan menggunakan :
20
Terapi psikofarmaka,menggunakan Naltrekson (opiat antagonis), atau
Metadon
Terapi perilaku, diselenggarakan berdasarkan pemberian hadiah dan
hukum
Self-help group,didasarkan kepada beberapa fillosofi antara lain : 12-steps
G. Komplikasi
21
1. Buku Pedoman Praktis mengenai Penyalahgunaan NAPZA bagi petugas
Puskesmas. [Dikutip 2011 November 15]. Diunduh dari : http://dinkes-
sulsel.go.id/new/images/pdf/pedoman/pedoman%20napza.pdf
2. Asuhan Keperawatan Klien dengan Penyalahgunaan dan Ketergantungan
Narkoba (NAPZA). [Dikutip 2011 November 14]. Diunduh dari :
http://usupress.usu.ac.id/files/Asuhan%20Keperawatan%20pada%20Klien
%20dengan%20Masalah%20Psikososial%20dan%20Gangguan
%20Jiwa_Normal_bab%201.pdf
3. Martono, L.H. Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba dan Keluarganya. Jakarta:
Balai Pustaka; 2006
4. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek
Setiowulan. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI; 2005
5. Elvira SD, Hadisukanto G. Gangguan Penggunaan Zat : Upaya Terapi dan
Pemulihan dalam Buku ajar psikiatri. Jakarta : FKUI; 2010
6. Fitri Hartanto, dr., Sp.A. Substance Abuse pada Remaja.[Dikutip 2011 November
19]. Diunduh dari : pediatrics-undip.com/journal/Substance%20abuse.doc
7. Hawari, D. Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol, Zat
Adiktif)
22