You are on page 1of 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air merupakan komponen utama dari seluruh cairan yang berada dalam

tubuh. Tubuh terdiri atas 60 % air, sementara 40 % sisanya merupakan zat padat

seperti protein, lemak, dan mineral. Jumlah cairan tubuh berbeda-beda

tergantung dari usia, jenis kelamin, dan banyak atau sedikitnya lemak tubuh.1

Cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan satu kesatuan yang

tidak terpisahkan. Komposisi cairan dan elektrolit di dalam tubuh sudah diatur

sedemikian rupa agar keseimbangan fungsi organ vital dapat dipertahankan.1

Proporsi cairan tubuh menurun dengan pertambahan usia, dan pada

wanita lebih rendah dibandingkan pria karena wanita memiliki lebih banyak

lemak dibanding pria, dan lemak mengandung sedikit air. Sementara neonatus

atau bayi sangat rentan terhadap kehilangan air karena memiliki kandungan air

yang paling tinggi dibandingkan dengan dewasa.1

Dalam keadaan normal, air dan elektrolit masuk melalui saluran cerna,

melaui proses penyerapan air dan elektrolit tersebut, masuk ke dalam sirkulasi,

selanjutnya didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh sebagai media transportasi

substansi yang terlarut. Kemudian, setelah ikut serta mengalami proses

pengolahan, air dan elemen yang terlarut sebagai hasil olahan, kembali masuk

ke dalam sirkulasi untuk digunakan atau dibuang melalui organ-organ yang

terkait.1,3

1
Ginjal, yang merupakan salah satu organ penting dalam sistem irigasi

di dalam tubuh, diandaikan sebagai sebuah pintu air yang berfungsi menahan

apabila cadangan air dalam tubuh berkurang, sebaliknya akan mengeluarkannya

dalam jumlah yang banyak apabila terdapat kelebihan air di dalam tubuh.

Gangguan sistem irigasi bisa terjadi dalam bentuk gangguan masukan,

distribusi, pengolahan dan keluaran, yang masing-masing bisa menimbulkan

keadaan patologis yang mengancam.1

Terapi cairan dan elektrolit adalah salah satu terapi yang sangat

menentukan keberhasilan penanganan pasien kritis. Dalam langkah-langkah

resusitasi, langkah D (drug and fluid treatment) dalam bantuan hidup lanjut,

merupakan langkah penting yang dilakukan secara simultan dengan langkah-

langkah yang lainnya. Tindakan ini seringkali merupakan langkah life saving

pada pasien yang menderita kehilangan cairan yang banyak seperti dehidrasi

karena muntah, mencret dan syok.1,2,3

Transfusi darah adalah tindakan yang sering dilakukan baik dalam

bidang pembedahan maupun non pembedahan. Dalam bidang pembedahan,

tindakan transfusi bisa dilakukan pada periode prabedah, pada saat pembedahan

dan pasca bedah. Sedangkan pada kasus non bedah, bisa dilakukan setiap saat

tergantung indikasi.1

Volume darah manusia berbeda untuk setiap individu. Volume darah

sangat bergantung dari: jenis kelamin, usia, status fisik, dan aktivitas seseorang.

Tujuan pokok transfusi darah pada pasien yang menderita anemia adalah: untuk

2
meningkatkan kemampuan darah, sehingga perfusi dan oksigenasi jaringan

dapat dipertahankan.1,4,5

Disamping anemia, beberapa penyakit lain yang berkaitan dengan

defisit komponen darah yang diderita pasien juga diberikan transfusi misalnya:

trombositopenia, defisit faktor pembekuan dan yang lainnya, diberikan transfusi

sesuai dengan yang dibutuhkan.1

Semua pasien kecuali mereka yang mengalami prosedur pembedahan

minor sebaiknya dipasang infus dan terapi cairan intravena.. Beberapa pasien

dapat memerlukan transfusi darah atau komponen darah. Pemeliharaan volume

intravascular normal adalah sangat penting pada perioperative. Anesthesiologis

harus bisa menilai volume cairan intravascular dengan akurat dan

menggantikan deficit cairan dan elektrolit ,.Kesalahan di dalam penggantian

cairan atau transfusi dapat mengakibatkan kematian.3

You might also like