You are on page 1of 5

BAB III

ANALISIS KASUS

Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik, pasien laki-laki berusia

25 tahun dengan diagnose open fractur tibia fibula sinistra diklasifikasikan menjadi

ASA III, yaitu pasien dengan penyakit sistemik berat, yang membatasi aktivitas

normal. Menjelang operasi pasien tampak sakit berat, dengan kesadaran

komposmentis. Pasien dipuasakan selama 6 jam pre-operasi. Puasa ini sesuai

dengan teori tanpa faktor resiko untuk penurunan pengosongan lambung dan resiko

aspirasi. 4

Jenis anestesi yang dilakukan yaitu regional anestesi dengan epidural

anestesi. Regional anestesi dilakukan agar pasien sadar, nyaman, dan tidak merasa

nyeri saat pembedahan berlangsung. Teknik epidural anestesi adalah suatu teknik

neuroaksial dengan kegunaan yang lebih luas daripada spinal anestesi. Blokade

epidural dapat dilakukan didaerah lumbal, torakal, atau servikal. Epidural sakral

disebut sebagai blokade kaudal. 1

Teknik epidural digunakan secara luas untuk epidural anestesi untuk

operasi, obstetrik analgesi, pengelolaan nyeri pascabedah, pengelolaan nyeri kronis.

Dapat digunakan sebagai suntikan dosis tunggal atau dengan pemasangan kateter

sehingga dapat dilakukan pemberian bolus intermiten atau infus kontinyu. 1,2

Pada epidural anestesi mempunyai keuntungan dan kerugian. Pada kasus ini

dilakukan epidural anestesi untuk mencegah terjadinya penurunan tekanan darah

9
secara drastis, dilakukan pada operasi yang lebih lama dibandingkan dengan spinal

anestesi, dan sebagai analgetik post operasi.1,2

Pada pasien diberikan premedikasi yaitu injeksi ondansentron 4mg dan

dexamethasone 10mg. Ondansentron digunakan untuk pencegahan mual dan

muntah pascabedah. Ondansentron merupakan antagonis reseptor serotonin 5HT-3

selektif yang ditemukan secara perifer pada terminal saraf vagal dan secara sentral

dalam zona pemicu kemoreseptor dari area postrema yang merupakan pusat

muntah. Deksametasone merupakan glukokortikoid sintetis yang memiliki efek

antiinflamasi, antialergi dan antishock yang sangat kuat. Kortikosteroid seperti

deksametasone bekerja dengan cara mempengaruhi kecepatan sintesis protein,

bekerja dengan menurunkan respon imun tubuh terhadap stimulasi rangsang.4

Pada kasus ini pasien diberikan Midazolam 2mg intravena. Midazolam

merupakan golongan benzodiazepine yang larut air, onset kerjanya 30-60 detik

dengan durasi 15-80 menit. Midazolam mempunyai sifat ansiolitik, antikonvulsif

dan amnesia retrograde.4

Obat anestesi epidural dipilih berdasarkan efek klinis yang diinginkan,

apakah digunakan sebagai obat anestesi primer, untuk suplemen anestesi umum,

atau untuk analgesia. Obat anestesi lokal yang berefek singkat sampai sedang

adalah lidokain, kloroprokain, dan mepivacain. Yang long acting adalah

bupivacain, levobupivacaine, dan opivacain. Levobupivacain, suatu S-enantiomer

dari bupivacain, kurang toksik daripada bupivacaine.2,3

Pasien ini juga mendapatkan injeksi fentanil 25 mcg. Fentanil digunakan

sebagai suplemen anestesi, merupakan analgetik narkotik sintetik yang paling

10
banyak digunakan dalam praktik anestesiologi. Mempunyai potensi 1000x lebih

kuat dibandingkan dengan petidin dan 50-100x lebih kuat dari morfin. Seperti

halnya preparat opioid lainnya selain efek analgetik, fentanil juga memiliki efek

sedasi. Mulai kerjanya cepat dan masa kerjanya pendek.4

Pada pasien ini dilakukan pemasangan epidural kateter dan dilakukan

injeksi ropavacaine 15mg setiap 30 menit. Menempatkan kateter kedalam ruangan

epidural menyebabkan dapat dilakukannya pemberian infus kontinyu atau

intermiten. Dalam tambahan untuk memperpanjang lamanya blokade, juga

menyebabkan lebih rendahnya total dosis obat anestesi lokal yang digunakan, maka

karena itu menurunkan komplikasi hemodinamik, bila dibandingkan dengan dosis

inkremental.3,4

Tidak seperti anestesi spinal, yang tujuan akhirnya yaitu masuknya jarum

ke ruang subarachnoid jelas karena terlihat keluarnya CSF dengan angka

keberhasilan yang tinggi, epidural anestesia tergantung pada deteksi yang bersifat

subjektif terhadap adanya loss of resistance atau hanging drop. Juga, lebih besarnya

variabel anatomis pada ruangan epidural dan penyebaran obat anestesi lokal kurang

dapat diprediksi membuat anestesi epidural kurang dapat diprediksi.1,2

Walau konsentrasi adekuat dan volume obat anestesi dimasukkan ke ruang

epidural, waktu untuk mendapatkan efek blokade juga sudah cukup, kadang-kadang

epidural blok tidak berhasil. Blok unilateral dapat terjadi bila obat dimasukkan

melalui kateter yang keluar dari ruang epidural atau ke lateral. Kemungkinan

kejadian ini meningkat bila ujung kateter yang masuk ruang epidural terlalu

panjang. Bila terjadi blokade unilateral dapat diatasi dengan menarik kateter 1-2 cm

11
dan didorong lagi dengan posisi pasien diputar dengan daerah yang tidak terblok

ada disebelah bawah.1,2

Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan tanda vital berupa nadi

dan saturasi oksigen setiap 5 menit secara efisien dan terus-menerus, dan pemberian

cairan intravena berupa RL 500cc. Terapi cairan intraoperatif dijabarkan sebagai

berikut:

Kebutuhan cairan normal (M)

4 cc/kgBB/jam x 10 kg pertama

2 cc/kgBB/jam x 10 kg kedua

1 cc/kgBB/jam x sisanya

Pada pasien ini diperoleh: M = 90 cc/jam

Pengganti puasa (PP)

Lama puasa x kebutuhan cairan normal

Pada pasien ini diperoleh: PP = 6 jam x 90 cc/jam = 540 cc

Stres operasi (SO)

Pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga atau ke luar

tubuh. Untuk menggantinya tergantung pada besar kecilnya pembedahan, yaitu

sebagai berikut:

6-8 cc x BB untuk operasi besar

4-6 cc x BB untuk operasi sedang

2-4 cc x BB untuk operasi kecil

Pada pasien ini diperoleh: SO = 6 cc/kg x 50 kg = 300 cc

12
Pemberian cairan operasi jam pertama:

I = M + PP + SO = 90 cc + 270 cc + 300 cc = 660 cc

Setelah operasi selesai, observasi pasien dilanjutkan di ruang pulih

(recovery room), dimana dilakukan pemantauan tanda vital meliputi nadi, respirasi

dan saturasi oksigen serta menghitung skor bromage. Pada pasien ini didapatkan

skor total: 2, yaitu tidak dapat mengangkat tungkai bawah tetapi masih dapat

menekuk lutut yang berarti pasien boleh kembali ke ruang rawat inap.

13

You might also like