You are on page 1of 4

SURAT AL-BAQARAH (2) Ayat 204

[Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik
hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah
penantang yang paling keras.][There is the type of man whose speech about this world's life
May dazzle thee, and he calls Allah to witness about what is in his heart; yet is he the most
contentious of enemies.]

1). Sekarang kita kembali kepada jenis-jenis manusia. Manusi pertama dan kedua telah kita
bahas masing-masing di ayat 200 dan 201. Sekarang manusia jenis ketiga. Yaitu yang
sebetulnya seideologi dengan manusia jenis pertama. Hanya saja, manusia jenis ketiga ini
punya tambahan keterampilan. Terampil memainkan kata-kata. Demi sebuah cita-cita.
Retorikanya tentang dunia amat memukau. Dibumbui dengan persaksian bahwa apa yang
dikatakannya itu ialah ajaran agama alias perintah dari Tuhan. Dan untuk itu, manusia jenis
ini rela bersumpah demi Allah. Tujuannya: agar orang-orang di sekitarnya percaya pada apa
yang dikatakannya dan lantas memberikan pengakuan kepadanya. Proyeknya bermacam-
macam. Ada yang murni ekonomi. Ada yang hendak mengkatrol status sosial. Ada yang
karena mengejar popularitas. Ada yang punya motif politik; ambisi kekuasaan, untuk
membangun dinasti. Manusia-manusia jenis inilah yang lebih populer dikenal sebagai orang
munafikmengatakan sesuatu yang kelihatannya sejalan dengan kepentingan agama
padahal berbeda dengan apa yang sesungguhnya ada di dalam lubuk jiwanya karena
bermaksud mengambil keuntungan duniawi. Orang kebanyakan sangat mudah termakan oleh
figur seperti ini. Apalagi, setelah berhasil berkuasa, mereka bisa menciptakan ulama-nya
sendiri seraya meneggelamkan ulama yang sesungguhnya. Ulama-ulama buatan mereka
inilah yang kelak akan membuat fatwa-fatwa atau riwayat-riwayat yang sejalan dan
mendukung program-program mereka. Dapat kita bayangkan apa yang terjadi dengan agama
samawi jikalau penguasa-penguasa seperti itu bertahta seratusan atau seribuan tahun.
Bukankah kita mengenal pribahasa yang mengatakan bahwa kebohongan yang terus diulang-
ulangi suatu saat akan diterima menjadi sebuah kebenaran. Maka janganlah harta benda
dan anak-anak mereka menakjubkan hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan
(memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia
dan kelak nyawa mereka akan melayang sedang mereka dalam keadaan kafir. (9:55 dan 85)

2). Kata ( yujibuka, menakjubkan kamu) menunjukkan bahwa kata-kata mereka


sungguh mengagumkan. Karena dari akar kata ini kemudian diserap ke dalam Bahasa
Indonesia menjadi menakjubkan dan ajaib, yang keduanya menunjukkan keluarbiasaan.
Tetapi karena keseluruhan ayat ini memotret manusia jenis ini sebagai tidak sejalannya hati
dan kata-katanya, maka dapat dipastikan bahwa yang menakjubkan itu bukan faktanya, tetapi
permainan logika-nya(ingat, kata logika di sini dalam tanda petik). Sepintas, apa yang
mereka ungkapkan kelihatan masuk akal, membuat pendengarnya berbunga-bunga, dan
kehilangan kendali diri. Di Perang Shiffin, Ammar bin Yasir berada di pihak Khalifah yang
sah, Khulafaur Rasyidin, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, namun kemudian terbunuh di
awal pecahnya perang yang memakan korban puluhan ribu sahabat dan tabiin itu. Kejadian
itu mengingatkan semua orang pada Hadis Nabi yang sangat terkenal bahwa Ammar bin
Yasir kelak akan dibunuh olel Fiatul Bughatiyah (Kelompok Durhaka). Ketika Hadis ini
disampaikan kepada Muawiyah bin Abi Sofyan selaku pihak yang mengobarkan perang
melawan Amirul Mukminin yang terkenal tak pernah sekalipun menyembah berhala itu, ayah
Yazid itu memberi jawaban yang memukau pendengarnya: Bukan kita yang
membunuhnya, ungkap Muawiyah penuh percaya diri. Yang membunuhnya ialah pihak
yang membawanya ke medan perang ini sehingga menyebabkannya terbunuh. (Baca
Khilafah dan Kerajaan-nya Abu Ala al-Maududi). Sebuah permainan kata-kata yang
teramat indah. Dan benar saja, pasukan yang tadinya sudah mulai mengalami demotivasi,
kini kembali bersemangat mengayunkan pedang guna membunuh siapa saja yang berada di
pihak Amirul Mukminin dan Khalifah Rasyidin. Telah menceritakan kepada kami Qabishah
bin Uqbah berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari al-A'masy dari Abdullah bin
Murrah dari Masruq dari Abdullah bin Amru bahwa Nabi saw bersabda: Empat hal bila
ada pada seseorang maka dia adalah seorang munafiq tulen, dan barangsiapa yang
terdapat pada dirinya satu sifat dari empat hal tersebut maka pada dirinya terdapat sifat
nifaq hingga dia meninggalkannya. Yaitu, jika diberi amanah dia khianat, jika berbicara
dia dusta, jika berjanji dia mengingkari dan jika bersengketa dia curang. Hadits ini
diriwayatkan pula oleh Syu'bah dari al-A'masy. (Shahih Bukhari no. 33; lihat juga Shahih
Muslim no. 88)

3). Karena dasarnya memang bukan iman, maka bersumpah palsu dengan membawa-bawa
nama Allah bagi manusia jenis ini bukanlah masalah. Karena yang mereka masalahkan bukan
Allah-nya, tapi bagaimana mencapai kepentingan pribadi dan kelompoknya:


( wa yusyidulla al m f qalbii, dan dia mempersaksikan kepadayakni
bersumpah atas namaAllah apa yang ada di hatinya). Maksudnya, manusia jenis ketiga ini
rela bersumpah atas nama Allah bahwasanya apa yang dikatakannya itu benar adanya. Bahwa
itu adalah sebuah kebohongan belaka, itu tidak penting baginya. Yang menjadi perhatiannya
bukan itutoh mereka tidak berimanmelainkan bagaimana manusia di sekitarnya dapat
menerimanya sebagai orang agamis, dapat dipercaya mengurusi kemaslahatan umat. Soal
kelak umat menuntut pertanggungjawaban atas apa yang disumpahkannya, itu soal nanti;
masih ada berjuta kata yang siap dimainkan. Manusia jenis ini faham betul bahwa kekuasaan
adalah segala-galanya. Kekuasaan adalah simpul dari semua urusan, termasuk urusan
keagamaan. Setelah Perang Shiffin berkecamuk begitu hebatnya dan nyaris mematahkan
pemberontakan Muawiyah bin Abi Sufyan, Amr bin Ash, diplomat Muawiyah, menombak
Mushaf Alquran lalu mengayun-ayunkannya dengan tujuan meminta damai dan memecah
pasukan Amirul Mukminin. Dalam tahkim (arbitrasi), Amr bin Ash tiba-tiba mengkhianati
kesepakatan itu dan secara sepihak mengangkat kembali atasannya, Muawiyah, sebagai
khalifah kaum Muslim. Dan lahirlah Dinasti Umayyah yang menjadi preseden sistem
kerajaan dalam tubuh umat Islam, hingga kini. Dan sekaligus tertancapkannya nisan kematian
kekuasaan Khalifah Ilahi yang Rasyidin. Telah mengabarkan kepada kami Sulaiman bin
Harb dan Abu an-Nu'man dari Hamad bin Zaid dari Ayub dari Abu Qilabah ia berkata; Ibnu
Mas'ud pernah berkata: Hendaklah kalian mempelajari ilmu sebelum dicabut. Dan,
dicabutnya ilmu dengan cara meninggalnya ulama. Hendaklah kalian menjadikan ilmu
sebagai perbekalan, sebab salah seorang diantara kalian tidak pernah tahu, kapan ia
membutuhkannya. Sesungguhnya kalian akan menemui satu komunitas yang mengklaim
diri mereka mengajak kalian kepada Alquran, padahal mereka telah meletakkan Alquran
di belakang punggung mereka (meninggalkan Alquran). Karena itu, bekalilah diri kalian
semua dengan ilmu. Tinggalkanlah bid'ah, bersilat lidah dan sikap sering mengada-
adadan (bidah), melampui batas hingga masalah menjadi rumit. Dan, berpegang
teguhlah kepada yang lama. (Sunan ad-Darimi no. 143)

4). Karena Alquran adalah ( udan, petunjuk) yang amalan praktisnya ialah menuntun
dan membimbing manusia untuk selalu memilih Jalan Yang Benar agar tidak dijerusmuskan
oleh pihak-pihak mana saja yang bermaksud mengambil keuntungan sesaat darinya, maka
buntut ayat ini mengingatkan pembacanya bahwa orang-orang yang retorikanya tentang
kehidupan dunia sedemikian memukaunya dan amat mudah bersaksi atas nama Allah untuk
mendukung apa yang dikatakannya itu, sesungguhnya ( uwa aladdul-khishm,
ia adalah penantang yang paling keras). Artinya? Waspadalah! Agama samawi di sepanjang
liuk-liuk sejarah kenabian dan kerasulan mengalami korosi dan rejimentasi di tangan orang-
orang seperti itu. Orang berkarakter seperti ini berbahaya karena menggunakan jubah
keagamaan, menunaikan haji, bahkan sangat mungkin, menjadi pelayan haji. Agama samawi
adalah samudra ilmu yang kepadanya bermuara seluruh ilmu, dankarena ilmu adalah
pahaman makauntuk sampai ke sana harus melalui guru atau pintu yang benar, agar
pahamannya tidak dibiaskan. Itu sebabnya, sebelum bicara soal haji, Alquran menyuguhkan
terlebih dahulu kepada pembacanya sebuah informasi penting bahwa diantara ciri utama
orang bertakwa ialah memasuki rumah ilahi (samudra ilmu) melalui pintunya yang benar
(ayat 189). Kata
( al-khishm, penantang) hanya digunakan 2 kali dalam Alquran
(2:204 dn 43:18), tetapi bersama kata yang serumpun dengannya totalnya menjadi 18 kali
(dalam bentuk kata benda 8 kali, dan kata kerja 10 kali). Semuanya merujuk ke makna yang
sama: bertengkar, menantang, pembantah atau penantang. Contohnya: Dia telah
menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia (manusia itu) menjadi pembantah yang nyata.
(16:4) Dalam pengertian, manusia yang tadinya tidak ada lalu diadakan oleh Yang Maha
Ada, maka seharusnya seluruh alur pengetahuannya segaris dengan yang mengadakannya.
Kalau tidak, berarti di sana (di dalam kandungan pengetahuannya) ada penyimpangan; dan
penyimpangandari sisi manusia yang memiliki kehendak bebasartinya penentangan
terhadap pemberadaannya oleh Yang Maha Ada. Agama yang dibangun oleh pemilik
pengetahuan seperti itu adalah agama yang telah kehilangan vitalitas kebenarannya. Dari al-
A'masy dari Adi bin Tsabit dari Zirr dia bilang, Ali berkata: Demi Dzat yang membelah biji-
bijian dan membebaskan jiwa, sesungguhnya perjanjian Nabi yang ummi (tidak bisa
membaca) kepadaku adalah; 'Tidaklah orang yang mencintaiku melainkan dia seorang
mukmin dan tidaklah membenciku melainkan seorang munafik. (Shahih Muslim no.
113)

5). Hadis Nabi saw.:

[Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh al-Muhajir, telah mengabarkan
kepada kami Laits dari Yahya bin Sa'id dari Abu Zubair dari Jabir bin Abdullah ia berkata;
Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah saw saat beliau berada di Ji'ranah sekembalinya dari
Hunain. Sedangkan pada kainnya Bilal terdapat perak, sementara Rasulullah saw mengambil
darinya dan memberikannya kepada orang-orang. Lalu laki-laki itu pun berkata: Wahai
Muhammad, bersikap adillah. Beliau bersabda: Celaka kamu, kalau begitu, siapakah yang
akan berlakuk adil kalau aku tidak lagi berlaku adil. Sungguhnya kamu telah celaka
sekiranya aku tidak berlakuk adil. Lalu Umar bin Khaththab ra berkata: Ya Rasulullah,
biarkanlah aku membunuh orang munafik ini. Beliau bersabda: Aku berlindung kepada
Allah. Jika (engkau membunuhnya, niscaya) orang-orang mengatakan bahwa aku membunuh
sahabatku. Sesungguhnya orang ini dan para sahabatnya senantiasa membaca Alquran
namun tidak sampai melewati tenggorokan mereka. Mereka keluar darinya (Islam)
sebagaimana meluncurnya panah dari busurnya.] (Shahih Muslim no. 1761)

[Telah menceritakan kepada kami al-Qa'nabi dari Malik dari al-Ala` bin Abdurrahman
bahwasanya dia berkata; Kami pernah menemui Anas bin Malik setelah Zhuhur, lalu beliau
bangkit dan shalat Ashar. Setelah selesai dari shalatnya, kami menyebutkan tentang tergesa-
gesa dalam shalat, atau menceritakannya, maka dia berkata; Saya pernah mendengar
Rasulullah saw bersabda: Itu adalah salatnya orang-orang munafik, itu adalah salatnya
orang-orang munafik, itu adalah salatnya orang-orang munafik, salah seorang dari mereka
duduk hingga sinar matahari telah menguning, tatkala itu ia sedang berada di antara dua
tanduk setan atau pada dua tanduk setan, maka dia bengkit untuk salat, dia salat empat
rakaat dengan sangat cepat (seperti burung mematuk makanan), dia tidak mengingat Allah
padanya kecuali sangat sedikit.] (Sunan Abu Daud no. 350)

AMALAN PRAKTIS

Dunia ini memang menyenangkan. Hanya orang bodoh saja yang menyangkal itu. Tetapi
kesadaran intelektual kita mengatakan bahwa setelah kehidupan dunia ini masih ada
kehidupan selanjutnya yang jauh lebih menyenangkan dan abadi. Dan hanya orang bodoh
pula yang mau mengorbankan kesenangannya yang abadi demi kesenangannya yang
sementara. Maka berhati-hatilah Anda terhadap orang yang pembicaraannya tentang
kehidupan dunia begitu memukau seraya menggunakan jargon-jargon keagamaan. Karena
boleh jadi dia justru penantang kebenaran nomor wahid

http://www.tafsir-albarru.com/id/al-baqarah/292-al-baqarah-ayat-204.html

You might also like