You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker serviks merupakan penyakit ginekologi yang terjadi pada leher rahim dan
disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Penyakit ini memiliki tingkat
keganasan yang cukup tinggi dan menjadi penyebab kematian utama akibat kanker pada
wanita di negara-negara berkembang.
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2014), kanker serviks
merupakan jenis kanker terbanyak nomor dua di kalangan perempuan di dunia setelah kanker
payudara. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2008 memperkirakan 12,4 juta
penduduk menderita kanker serviks dan 7,6 juta orang meninggal karena penyakit kanker
(CFR 61,3 %), bahkan di Dunia sekitar 500.000 wanita didiagnosa menderita kanker serviks
dan rata-rata 288.000 orang meninggal tiap tahun (CFR 57,6 %). Kanker serviks disebut juga
silent killer karena perkembangan kanker ini sangat sulit dideteksi. Perjalanan dari infeksi
virus menjadi kanker membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 10-20 tahun.
HPV ini ditularkan melalui hubungan seksual dan infeksinya terjadi pada 75% wanita
yang telah berhubungan seksual. Kanker serviks yang diderita individu berkaitan dengan
perilaku seksual dan reproduksi, seperti berhubungan seksual pada usia muda, berganti-ganti
pasangan dalam berhubungan seksual, infeksi beberapa jenis virus, merokok, serta tingkat
kebersihan dan higienis sehari-hari individu yang rendah terutama kebersihan organ genital.
Kanker serviks cenderung terjadi pada usia pertengahan. Di Indonesia, serviks
merupakan jenis kanker yang paling banyak menyerang wanita usia produktif. Pada usia 30-
50 tahun perempuan yang sudah kontak seksual akan beresiko tinggi terkena kanker serviks.
Insiden kanker serviks juga mulai meningkat sejak usia 20 tahun dan mencapai puncaknya 50
tahun (litbang, 2012).
Meningkatnya insiden dan angka kematian pada kanker serviks di Indonesia antara
lain disebabkan karena terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya kanker, faktor-
faktor resiko terkena kanker, cara penanggulangannya secara benar, tidak membiasakan diri
dengan pola hidup sehat, serta kurangnya pengetahuan untuk melakukan pemeriksaan rutin
pada serviks, padahal pemeriksaan rutin pada serviks dapat mengurangi insiden kanker
serviks yang infasif sebesar 50% atau lebih (Tilong, 2012).

1
BAB II
ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. WP

No.RM : 02291XXX

Usia : 52 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Menikah

Tanggal Masuk: 8 Maret 2017

2.2 Anamnesis

2.2.1 Keluhan Utama

Pasien mengeluh keluar darah dari vagina

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan keluarnya darah dari vagina sejak 3 bulan SMRS.
Darah yang keluar berupa darah segar cair, terkadang terdapat gumpalan, yang
bercampur lendir encer seperti air dan berbau. Pasien mengaku sudah tidak
mengalami menstruasi sejak 2 tahun yang lalu. Dirasakan nyeri saat terjadinya
perdarahan. Dalam sehari pasien dapat mengganti pembalut sebanyak 3 kali. Selain
itu, terkadang pasien juga mengeluh adanya keputihan yang berwarna putih, kental,
dan berbau.
Pasien mengaku sudah tidak berhubungan seksual sejak beberapa tahun yang lalu
Pasien juga merasa badan terasa lemas, pusing, nafsu makan menurun, dan mengeluh
nyeri perut bagian bawah. Pasien mengaku mengalami penurunan berat badan sejak 4
bulan lalu kira-kira 6kg. Gangguan buang air kecil dan buang air besar tidak ada.
Pasien juga tidak mengeluhkan adanya sesak nafas dan gangguan pernafasan.

2
Pasien mengaku sudah dilakukan pemeriksaan jaringan di RS budi asih 3 bulan yang
lalu dan didiagnosis dengan kanker serviks. Namun pasien mengaku belum ada
rencana untuk dilakukan kemoterapi maupun pengangkatan rahim

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan serupa. 18 tahun yang lalu
pasien pernah mengalami infeksi kandungan karena penggunaan KB spiral. Riwayat
hipertensi dan diabetes melitus disangkal oleh pasien.

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit serupa oleh pasien.
Hipertensi disangkal, dan diabetes disangkal.

2.2.5 Riwayat Menstruasi

Pasien menarche pada usia 15 tahun, dalam beberapa bulan terakhir menstruasi datang
setiap 3-4 bulan, lama menstruasi 2-3 hari.

2.2.6. Riwayat Menikah

Pasien menikah 1 kali, sudah selama 37 tahun. Pasien menikah saat berusia 17 tahun.

2.2.7. Riwayat Obstetri

Anak 1: Perempuan, lahir spontan, usia kehamilan aterm, usia 36 tahun


Anak 2: perempuan, lahir spontan, usia kehamilan aterm, usia 24 tahun
Anak 3: abortus, 20 tahun yang lalu, telah dikuretase.

2.2.8. Riwayat KB

Pasien memiliki riwayat menggunakan KB spiral selama 3 tahun, namun kemudian


mengalami infeksi kandungan. Setelah itu, pasien tidak menggunakan KB kembali.

2.2.9. Riwayat Kebiasaan

Pasien memiliki kebiasaan hiegenitas yang kurang baik, dimana terkadang pasien
mandi dan membersihkan kemaluan 1x sehari. Pakaian dalam diganti setiap kali
mandi, tidak pernah menggunakan sabun pembersih untuk daerah kewanitaannya.

3
2.2.10. Riwayat sosial

Pasien tinggal di lingkungan padat penduduik bersama anak, cucu, dan menantunya.
Kebutuhan air sehari-hari didapatkan dari sumur.

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1. Keadaan umum

Pasien tampak sakit sedang

2.3.2 Kesadaran

Pasien dalam kesadaran penuh dan dapat berinteraksi baik dengan dokter dengan
kesadaran penuh (Compos Mentis)

2.3.3. Tanda Vital

Tekanan darah : 136/102 mmHg Nadi : 91 x/menit

Pernapasan : 20x/menit Suhu : 36,3oC

2.3.4. Status generalisata :

Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
THT : Otorhea (-/-), rinorhea (-/-)
Leher : thyroid tidak teraba besar, KGB (N)
Thorax : simetris, retraksi (-)

Jantung : BJ I & II reguler, mur-mur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

I : Abdomen datar, lemas, simetris

A : Bising usus (+) normal

P : nyeri tekan (+) pada bagian suprapubic

Ekstremitas : akral hangat, oedem - / -, CRT < 2

4
2.3.5. Status Ginekologi

Pemeriksaan luar : Abdomen; datar, lemas, simetris, fundus uteri tidak teraba, massa
(-), nyeri tekan (+) pada daerah suprapubis, tanda cairan bebas (-).
Inspekulo : Portio berdungkul-dungkul eksofilik, rapuh, mudah berdarah, ukuran 4x5
cm, flour (+) berwarna kuning kental dan berbau, fluksus (+) darah.
Pemeriksaan dalam :
Serviks : portio berdungkul-dungkul, eksofitik, ukuran 4x5 cm, rapuh, mudah
berdarah, CUT normal.
Adnexa parametrium kanan-kiri tegang, cavum douglas tak menonjol.

2.4 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal : 8 Maret 2017)

No. Jenis Pemeriksaan 8 Maret 2017 Nilai Rujukan Satuan

1 Leukosit 13,1 (H) 4 - 10 Ribu

2 Hemoglobin 11,0 (L) 12,5-15,5 g/dl

3 Hematokrit 33 (L) 35-47 %

4 MCV 75,9 (L) 82-98 Mikro m3

5 MCH 25,3 (L) >= 27 Pg

6 MCHC 33,3 32-36 g/dl

7 RDW 12,5 10-16 %

8 Trombosit 352 150 - 400 Ribu

9 Limfosit 1,5 1,0 4,5 10^3/mikro

10 Monosit 1,4 (H) 0,2-1,0 10^3/mikro

5
11 Granulosit 10,2 (H) 2-4 10^3/mikro

12 PCT 0,264 0,2 0,5 %

14 GDS 76 70 100 mg/dl

15 SGOT 8 0 35 U/L

16 SGPT 10 0 35 IU/L

17 UREUM 26,70 10 50 mg/dl

18 KREATININ 0,53 0,45 0,75 mg/dl

19 HBsAg Non Reactive - -

2.5. Patologi :

Makroskopis : diterima jaringan pecah belah 1 cc, kecoklatan semua cetak


Mikroskopik : sediaan menunjukkan sarang tumor epitelial yang solid, sel tumor atipi, polimorfi,
sitoplasma cukup, inti gelap, dengan mitosis, pertandukan individual nampak cukup
Kesimpulan : servik: carsinoma cell skuamosa differensiasi sedang.

2.6. Diagnosa

Karsinoma serviks stadium IIA

2.7. Prognosis

a) Quo ad vitam : malam


b) Quo ad functionam : malam

2.8. Penatalaksaan

a) Infus RL 20 tpm
b) Injeksi Ceftriaxone 2x1 g
c) Injeksi Ranitidin 2x1 amp
d) Injeksi As. Tranexamat 3x1 amp
e) Injeksi ketorolac 3x30 mg
f) R/ Histerektomi radikal dan radiasi

6
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi Serviks Uteri


Serviks adalah bagian khusus dari uterus yang terletak di bawah isthmus. Pada sisi
anterior, batas atas serviks, ostium interna letaknya kurang lebih setinggi lipatan refleksi
peritoneum antar uterus dan kandung kemih (Cunningham, 1989). Serviks adalah bagian dari
rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri oleh uterine isthmus. Serviks berasal
dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya silinder atau lebih tepatnya kerucut. Batas atas
serviks adalah ostium interna. Serviks letaknya menonjol melalui dinding vagina anterior
atas. Bagian yang memproyeksikan ke dalam vagina disebut sebagai portio vaginalis. Rata-
rata ukurannya adalah 3 cm panjang dan 2,5 cm lebar portio vaginalis. Ukuran dan bentuk
serviks bervariasi sesuai usia, hormon, dan paritas. Sebelum melahirkan, ostium eksternal
masih sempit, hanya berbentuk lingkaran kecil di tengah serviks. Bagian luar dari serviks
menuju ostium eksternal disebut ektoserviks. Lorong antara ostium eksterna ke rongga
endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis (Julian, 1997).
Pasokan darah dari sekviks berasal dari arteri iliaka internal, yang membentuk uterine
arteri. Serviks dan cabang arteri vagina dari uterus mensuplai bagian vagina bagian atas.
(Julian, 1997).
Drainase sistem limfatik dari serviks sangat kompleks, yang meliputi nodus iliaka
internal dan eksternal, nodus obturatorius dan parametrial, dan banyak lagi. Rute utama
penyebaran sistem limfatik dari kanker serviks adalah melalui limfatik pelvis. Maka radikal
histrektomi yang dilakukan secara invasif untuk mengobati kanker serviks meliputi
penghapusan sebagian besar sistem limfatik di daerah pelvis (Anderson, 1991).

3.2. Histologi Serviks Uteri

Serviks adalah bagian inferior uterus yang struktur histologinya berbeda dari bagian
lain uterus. Struktur histologi serviks terdiri dari:
a) Endoserviks : Epitel selapis silindris penghasil mucus.
b) Serabut otot polos polos hanya sedikit dan lebih banyak jaringan ikat padat (85%).
c) Ektoserviks : Bagian luar serviks yang menonjol ke arah vagina dan memiliki
lapisan basal, tengah, dan permukaan. Ektoserviks dilapisi oleh sel epitel skuamos
nonkeratin.

7
Pertemuan epitel silindris endoserviks dengan epitel skuamos eksoserviks disebut taut
skuamokolumnar (squamocolumnar junction, SCJ). Epitel serviks mengalami beberapa
perubahan selama perkembangannya sejak lahir hingga usia lanjut. Sehingga, letak taut
skuamokolumnar ini juga berbeda pada perkembangannya.
a) Saat lahir, seluruh serviks yang terpajan dilapisi oleh epitel skuamos.
b) Saat dewasa muda, terjadi pertumbuhan epitel silindris yang melapisi endoserviks.
Epitel ini tumbuh hingga ke bawah ektoserviks, sehingga epitel silindris terpajan dan
letak taut berada di bawah eksoserviks.
c) Saat dewasa, dalam perkembangannya terjadi regenerasi epitel skuamos dan
silindris. Sehingga epitel skuamos kembali melapisi seluruh ektoserviks dan
terpajan, dan letak taut kembali ke tempat awal.
Area tempat bertumbuhnya kembali epitel skuamos atau tempat antara letak taut saat
lahir dan dewasa muda disebut zona transformasi ( Junqueira, 2007).

3.3. Definisi Kanker Serviks

Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di daerah
skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis
servikalis. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu
daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya
antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina. Kanker leher rahim biasanya
menyerang wanita berusia 35-55 tahun. Sebanyak 90% dari kanker leher rahim berasal dari
sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir
pada saluran servikal yang menuju ke rahim

3.4. Etiologi Kanker Serviks


Penyakit keganasan pada serviks ini umumnya berawal dari infeksi Human Papilloma
Virus (HPV) yang merangsang perubahan perilaku sel pelapis epitel serviks. Hampir bisa
dipastikan bahwa kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV. Walaupun tidak semua infeksi
virus HVP berakhir dengan kanker serviks, lebih dari 90 % kanker serviks jenis skuamosa
mengandung DNA virus HVP. Subtipe virus HVP berpengaruh besar terhadap persisten atau
tidaknya suatu infeksi.2,13,14
Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi yang 40 di antaranya
dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Beberapa tipe HPV virus risiko rendah jarang
menimbulkan kanker, sedangkan tipe yang lain bersifat virus risiko tinggi. Baik tipe risiko

8
tinggi maupun tipe risiko rendah dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel tetapi
pada umumnya hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu kanker. Virus HPV risiko
tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual adalah tipe 7,16, 18, 31, 33, 35, 39,
45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin masih terdapat beberapa tipe yang lain. Beberapa
penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker leher rahim disebabkan oleh tipe 16
dan 18. Virus HVP tipe 16 dan tipe 18 merupakan dua tipe virus yang paling banyak
bertanggung jawab terhadap terjadinya kanker serviks. Kedua tipe virus ini mempengaruhi
sekuensi gen onkoprotein E6 dan E7. Onkoprotein E6 akan meningkat dan menjadikan tumor
supresor gen p53 menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E7 akan berikatan dan
menjadikan tumor supresor gene Retinoblastoma (Rb) menjadi tidak aktif.
Infeksi virus HVP memerlukan ko-faktor untuk dapat menimbulkan suatu keganasan.
Beberapa kondisi seperti tingkat metaplasia serviks uteri saat terpapar virus HVP, kebiasaan
berganti pasangan seksual, kontak seksual pertama pada usia muda, kebiasaan merokok,
status imunitas tubuh, penggunaan imunosupresan dan infeksi HIV akan turut menentukan
hasil akhir suatu infeksi virus HVP.13,14,15
Sel epitel serviks yang terinfeksi oleh virus HVP mengalami mutasi genetik sehingga
merubah prilakunya. Sel yang bermutasi ini akan melakukan pembelahan sel yang tidak
terkendali, immortal dan menginvasi jaringan stroma di bawahnya. Keadaan mutasi genetik
yang tidak dapat diperbaiki akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker ini.13,14,15,16

3.5. Faktor Risiko Kanker Serviks


Beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :
1. Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker serviks. Semakin tua usia
seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker serviks. Meningkatnya
risiko kanker serviks pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan
bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya
sistem kekebalan tubuh akibat usia.

2. Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia 20 tahun dianggap terlalu muda
untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12
kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks
idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan
bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung
pada sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh.

9
Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi,
seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila
dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel
mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang.
Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima
rangsangan dari luar. Termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih
rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu
berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa
tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang
lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya
bila hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa
tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan.

3. Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan.
Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah
satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di
permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak dan tidak terkendali
sehingga menjadi kanker.

4. Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-


obatan antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang
merangsang terjadinya kanker.

5. Wanita yang merokok. Nikotin, mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh
bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paruparu, maupun
serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa banyak jumlah nikotin yang
dikonsumsinya bias menyebabkan kanker leher rahim. Risiko wanita perokok
terkena 4-13 kali lebih besar dibandingkan wanita bukan perokok.

6. Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia. Wanita yang terkena penyakit
akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena virus HPV diduga
sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher rahim sehingga

10
7. AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)1,3,4,5,7

Pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya
erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus
menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.

3.6. Patogenesis dan Patofisiologi

Karsinoma serviks biasa timbul didaerah yang disebut squamo-columnar junction


(SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis
serviks, dimana secara histologi terjadi perubahan dari epitel ektoserviks yaitu epitel
skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel kuboid/kolumnar pendek selapis
bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas seksual, dan paritas. Pada wanita
muda SCJ berada diluar ostium uteri eksternum, sedangkan pada wanita yang berusia diatas
35 tahun SCJ berada di dalam kanalis serviks. Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang
berada diluar ostium uteri eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang
akan memicu displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ
terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin.

Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks; epitel
kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan epitel
kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa disebut proses
metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang
tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara
morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan
antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini disebut
daerah transformasi.

Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu faktor penyebab
yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam nukleat virus tersebut
dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah sehingga menyebabkan terjadinya
mutasi sel. Sel yang mengalamai mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik
sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan,
displasia sedang, displasia berat, dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi
karsinoma invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-
kanker.

11
Displasia ditandai dengan adanya anisositosis (sel dengan ukuran yang berbeda-beda),
poikilositosis (bentuk sel yang berbeda-beda), hiperkromatik sel, dan adanya gambaran sel
yang sedang bermitosis dalam jumlah yang tidak biasa. Displasia ringan bila ditemukan
hanya sedikit sel-sel abnormal, sedangkan jika abnormalitas tersebut mencapai setengah
ketebalan sel, dinamakan displasia sedang. Displasia berat terjadi bila abnormalitas sel pada
seluruh ketebalan sel, namun belum menembus membrana basalis. Sedangkan karsinoma in-
situ adalah gangguan maturasi epitel skuamosa yang menyerupai karsinoma invasif tetapi
membrana basalis masih utuh.

Klasifikasi terbaru menggunakan istilah Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) untuk


kedua bentuk displasia dan karsinoma in-situ. NIS terdiri dari: 1) NIS 1, untuk displasia
ringan; 2) NIS 2, untuk displasia sedang; 3) NIS 3, untuk displasia berat dan karsinoma in-
situ.

Patogenesis NIS dapat dianggap sebagai suatu spektrum penyakit yang dimulai dari
diplasia ringan (NIS1), displasia sedang (NIS 2), displasia berat dan karsinoma in-situ (NIS
3), untuk kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Perubahan dari displasia ke
karsinoma in situ sampai karsinoma invasif berjalan lambat (10 sampai 15 tahun).

Tumor dapat tumbuh: 1) eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa
proliferasi yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis; 2) endofitik mulai dari SCJ
tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus;
3) ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.

3.7. Penyebaran Kanker Serviks

Penyebaran kanker serviks invasif primer kebanyakan terjadi secara langsung dan
limfogen. Penyebaran limfogen terjadi kurang lebih 5% dan hal ini menunjukkan
bahwapenyakit sudah berada dalam stadium lanjut. Pertumbuhan lanjut dari tumor
menyebabkan perluasan ke atas (korpus uteri) dan ke bawah (vagina). Penyebaran ke arah
lateral mengikuti alur tahanan terendah pada dasar ligamentum kardinale. Lebih lanjut sel-sel
tumor dapt menyebar ke belakang sepanjang ligamentum sakrouterina. Penyebaran ke vesika
urinaria dan rektum tanpa penyebaran ke lateral jarang ditemukan.

12
Penyebaran limfogen biasanya mengikuti dari alur kelenjar getah bening regional
pelvis. Kelenjar getah bening primer (paraservikal, obturatoria, hipogastrika, iliaka eksterna)
adalah yang paling pertama terkena, diikuti oleh getah bening sekunder (inguinal, iliaka
komunis, dan aorta). Bila penyakit telah melibatkan parametrium (stadium IIB) maka sel
kanker yang ditemukan di kelenjar getah bening pelvis sekitar 27-45% dan kelenjar getah
bening paraaorta sekitar 13-33%. Penyebaran ke kelenjar getah bening paraaorta terjadi
sekitar 46% pada penderita kanker stadium III.

Penyebaran secara hematogen melalui pleksus venosus dan vena paraservikal lebih
jarang terjadi, namun relatif sering pada stadium lanjut. Tempat penyebaran terutama pada
paru-paru (26,5%), hati (15,8%), tulang (14,2%), usus (8,2%), adrenal (3,8%), limpa (2,3%),
dan otak (1,4%).

3.8. Manifestasi Klinis

Pada kanker serviks gejala yang sering ditemukan adalah keputihan, pendarahan
sentuh, dan pengeluaran cairan encer. Pada awal penyakit sering tidak terdapat gejala apapun.
Jika ditemukan keputihan kemungkinan kanker serviks perlu diwaspadai walaupun gejala
tersebut bukanlah gejala yang khas dari kanker serviks dan pada keadaan yang lanjut dapat
ditemukan perdarahan dari kemaluan setelah melakukan senggama (perdarahan pasca
senggama), jika lebih berat lagi dapat terjadi perdarahan yang tidak teratur (metrorhagia).
Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering
terjadi, juga di luar senggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi
pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik.
Pada keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi pengeluaran cairan kekuningan kadang-kadang
bercampur darah dan berbau sangat busuk dari liang senggama. Muka penderita tampak pucat
karena terjadi perdarahan dalam waktu yang lama. Anemia sering ditemukan sebagai akibat
perdarahan-perdarahan pervagina dan akibat penyakit, berat badan biasanya baru menurun
pada stadium klinik III.

Rasa nyeri di daerah pinggul atau di ulu hati dapat disebabkan oleh tumor yang
terinfeksi atau radang panggul. Rasa nyeri di daerah pinggang dan punggung dapat terjadi
karena terbendungnya saluran kemih sehingga ginjal menjadi membengkak (hidronefrosis)
atau karena penyebaran tumor kelenjer getah bening di sepanjang tulang belakang (para
aorta). Juga pada stadium lanjut dapat timbul rasa nyeri di daerah panggul, disebabkan

13
penyebaran tumor ke kelenjer getah bening dinding panggul. Timbulnya perdarahan dari
saluran kemih dan perdarahan dari dubur dapat disebabkan oleh penyebaran tumor ke
kandung kemih dan ke rektum.

Semakin lanjut dan bertambah parahnya penyakit, penderita kanker serviks akan
menjadi kurus, anemia, malaise, nafsu makan hilang (anoreksia), gejala uremia, syok dan
dapat sampai meninggal dunia. Tiga puluh persen dari kanker serviks ditemukan pada waktu
Tes Pap tanpa keluhan.

3.9. Klasifikasi Histopatologis

Pada dasarnya, menurut klasifikasi WHO, karsinoma servik dikelompokkan atas 3


kategori utama yakni karsinoma sel skuamous, adenokarsinoma, dan tumor epitelial lainnya.

60-80 % dari karsinoma skuamous serviks adalah karsinoma sel skuamous invasif.
Pada pemeriksaan makroskopis karsinoma sel skuamous umumnya tumbuh secara exophytic,
tampak menonjol dari permukaan, seringkali berbentuk papillary atau polypoid dan bisa juga
tumbuh secara endophytic, menginfiltrasi ke struktur sekitarnya tanpa menonjol keluar,
adakalanya dijumpai dalam bentuk ulcerating.

Pola pertumbuhan, tipe sel dan tingkat differensiasi bervariasi pada karsinoma sel
skuamous. Sebagian besar karsinoma menginfiltrasi jaringan dan beranastomose dengan
stroma sekitarnya dan terlihat sebagai kelompokan-kelompokan tak teratur irreguler islands,
kadang tampak bulat, tetapi lebih sering angular atau spiked. Beberapa sistem grading
histologis telah diajukan berdasarkan pada tipe dan tingkat differensiasi sel-sel dominan.
Klasifikasi sederhana yang merupakan modifikasi dari empat tingkatan Borders dan
pembagian tumor menjadi tipe well differentiated (keratinizing), moderatly differentiated,
dan poorly differentiated.

1) Diferensiasi baik

Sel epidermoid sebagian besar berbentuk sel dewasa dengan jembatan intraseluler
yang masih baik, dan sitoplasma keratohialin terlihat dalam variasi bentuk yang masih
berdiferensiasi baik. Mutiara epitel banyak dijumpai dan gambaran mitosis jarang (<
2 mitosis per lapang pandang besar, variasi ukuran dan bentuk sel tumor masih
rendah) dan sedikit pleimorfik.

14
2) Diferensiasi sedang/moderate

Ditemukan sedikit sel dengan sitoplasma berlebihan. Di sini keratinisasi sedang,


mutiara epitel jarang ditemui, dapat ditemukan jembatan interseluler, dengan 2-4
mitosis per lapang pandang besar, sel-sel bervariasi sedang dalam ukuran maupun
bentuk sel tumor dengan sel pleimorfik lebih banyak dan batas sel kabur.

3) Diferensiasi jelek

Terlihat sedikit sitoplasma mengelilingi nukleus yang hiperkromatik, sebagian besar


berbentuk sel muda yang pleimorfik, tidak ditemukan mutiara tandk, kreatinisasi
minimal, tanpa jembatan interselular, ditemukan lebih dari 4 mitosis per lapangan
pandang besar, dengan variasi dalam ukuran dan bentuk sel tumor, rasio inti-
sitoplasma sangat meningkat. Biasanya sel tunor kecil, elongasi dan tersusun sangat
rapat, serta ditemukan banyak giant sel.

Adenokarsinoma serviks adalah karsinoma yang menunjukkan differensiasi kelenjar.


Sekitar setengah dari semua adenokarsinoma adalah massa yang eksofitik, polipoid, atau
papillary. Sedangkan yang lain berupa nodul dengan pembesaran yang difus atau ulserasi.
Infiltrasi yang dalam dari dinding menyebabkan serviks berbentuk barrel. Sekitar 15 %
pasien lesi tidak nampak dilihat.

3.10. Stadium Klinik

Pemeriksaan untuk menentukan stadium klinik dilakukan secara bimanual vaginal dan
rektal, pemeriksaan radiologi, suktase endoserviks, dan biopsi sebelum pengobatan diberikan.
Penentuan tahapan klinis penting dalam memperkirakan penyebaran penyakit, membantu
prognosis rencana tindakan, dan memberikan arti perbandingan dari metode terapi.

Berbagai stadium klinik telah diajukan oleh para ahli, namun stadium klinik yang
dianut sekarang yaitu yang telah disetujui oleh International Federation of Gynecology and
Obstetrics (FIGO). Pembagian ini berdasarkan lokasi tumor primer, ukuran besar tumor, dan
adanya penyebaran keganasan. Staging ini dibuat untuk mempermudah perencanaan terapi
yang efektif dan optimal bagi pasien dan memperkirakan prognosis pasien.

15
Tabel. Pembagian Stadium Kanker Serviks Berdasarkan FIGO

Stadium FIGO % Kategori 5-year survival


TNM

0 Tumor utama tidak bisa diperiksa Tx

Tidak ada bukti tentang tumor utama T0

Karsinoma prainvasif Tis

1 Karsinoma terbatas pada kandungan TI

IA Karsinoma serviks berdasar pemeriksaan Tia 90 95 %


mikroskopis

IA1 Invasi stroma dengan kedalaman 3 mm TIa1


dan invasi horizontal 7 mm

IA2 Invasi stroma >3 mm dan 5 mm dengan TIa2


suatu invasi horizontal 7 atau lebih
sedikit

IB Tampak lesi secara klinis, terbatas pada Tib 80 -85 %


serviks, atau lesi mikroskopis yang lebih
besar dari IA1/IA2

IB1 Lesi <4 mm TIb1

IB2 Lesi >4mm TIb2

2 Tumor invasif di luar kandungan, tapi T2


tidak sampai dinding panggul atau
sepertiga bawah vagina

2A Tanpa invasi ke parametrium T2a 50 65 %

2B Dengan invasi ke parametrium T2b 40 50 %

16
3 Tumor meluas ke dinding panggul dan T3 25 30 %
atau melibatkan sepertiga bawah vagina
dan atau menyebabkan hidronefrosis atau
tidak berfungsinya ginjal

3A Tumor melibatkan sepertiga bawah T3a


vagina tanpa perluasan ke dinding
panggul

3B Tumor meluas ke dinding panggul dan T3b


atau menyebabkan hidronefrosis atau
tidak berfungsinya ginjal

4 Tumor meluas ke luar pelvis atau secara T4 <5%


klinis melibatkan mukosa kandung kemih
dan atau rektum

4A Tumor invasi ke mukosa kandung kemih T4a


atau rektum daan atau meluas diluar
tulang panggul

4B Metastasis jauh T4b

3.11. Diagnosis Kanker Serviks

Deteksi dini kanker serviks secara teratur sangat dianjurkan bagi setiap wanita,
biasanya dimulai tiga tahun setelah wanita aktif secara seksual atau berusia lebih dari 21
tahun (Zeller, 2007).

Stadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila
ada keraguan pada stadiumnya maka stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan berikut
dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis seperti palpasi, inspeksi, kolposkopi,
kuretase endoserviks, histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan
pemeriksaan Xray untuk paru-paru dan tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan
saluran pencernaan sebaiknya dipastikan dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat

17
dilakukan untuk pemeriksaan klinis. Interpretasi dari limfangografi, arteriografi, venografi,
laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan MRI sampai saat ini belum dapat digunakan secara
baik untuk staging karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat
subyektif. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan sebagai berikut
(Suharto, 2007) :

1. Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)


merupakan metode inspeksi yan sangat sederhana, murah, nyaman, praktis, dan mudah.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengoleskan larutan asam asetat 3% - 5% pada
serviks sebelum melakukan inspeksi visual. Pemeriksaan ini disebut positif bila
terdapat area putih (acetowhite) didaerah sekitar porsi serviks.

2. Pemeriksaan pap smear


merupakan pemeriksaan sitologi untuk mendeteksi karsinoma serviks uteri.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil contoh sel epitel serviks melalui kerokan
dengan spatula khusus, kemudian hasil kerokan dihapuskan pada kaca objek. Apusan
sel pada kaca objek tersebut selanjutnya diamati di bawah mikroskop oleh ahli patologi
(American Cancer Society, 2008). Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita
usia 18 tahun atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga
kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun. Pap
smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan
dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim
pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual
sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama
3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan
pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Hasil pemeriksaan pap smear
adalah sebagai berikut (Prayetni,1999):
a. Normal.
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar).
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke
organ tubuh lainnya).

18
3. Pemeriksaan DNA HPV
merupakan suatu tes laboratorium yang dapat mendeteksi tipe-tipe HPV yang dapat
menyebabkan kanker serviks (Zeller, 2007). Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining
bersama-sama dengan Paps smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun.
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA
HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%.
Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun.
karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia
29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat
sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering
pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan
waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditentukan kemudian lebih
dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan usia
yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
4. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka
pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abnormalitas
atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa
dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy
yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada
pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan
memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja (Prayetni,
1997).
5. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia.
Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear, karena kolposkopi
memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis dalam mengetes darah yang
abnormal (Prayetni, 1997).
6. Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada serviks normal akan
membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena adanya glikogen.
Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan warna
yang tidak berubah karena tidak ada glikogen ( Prayetni, 1997).

19
7. Radiologi
a. Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran
pelvik atau peroartik limfe.
b. Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut,
yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan
radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang
meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan
untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa
regional (Gale & charette, 1999).

3.12. Manajemen & Penatalaksanaan

Terapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis telah dipastikan secara
histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup
melakukan rehabilitasi dan pengamatan la njutan (tim kanker / tim onkologi). Pemilihan
pengobatan kanker leher rahim tergantung pada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit,
usia, keadaan umum penderita, dan rencana penderita untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah
biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah yang abnormal
seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada lesi prekanker
bisa berupa kriosurgeri (pembekuan), kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi),
pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai jaringan yang
sehat di sekitarnya dan LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi
(Wiknjosastro, 1997).

1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh
kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP
(loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi. Dengan pengobatan tersebut,
penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan
untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun
pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk
hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pembedahan merupakan salah satu
terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung
menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat

20
dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki
keadaan penderita. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan
untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya
dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien
sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien
yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum
(resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar.
2. Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan
parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV
sebaiknya diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya
yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel
kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau bermetastasis ke kelenjar getah
bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan
sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan
dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Apabila sel kanker
sudah keluar ke rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan
secara selektif pada stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker
invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar
berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada
dua jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar
dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu. Keduannya adalah melalui radiasi internal
yaitu zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam
serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah
sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu. Efek samping dari
terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina, kerusakan kandung kemih dan
rektum dan ovarium berhenti berfungsi (Gale & Charette, 2000).
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus,
tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel
kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung
pada jenis kanker dan fasenya saat didiag nosis. Beberapa kanker mempunyai
penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan

21
kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah
kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus,
kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama
walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir,
kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih
baik. Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena
terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang
memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP
(Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain
lain (Prayetni, 1997).

Tabel 2. Penatalaksanaan pengobatan kanker rahim tiap stadium.


Tingkat Penatalaksanaan
0 Biopsi kerucut,Histeroktomi transvaginal
Ia Biopsi kerucut,Histeroktomi transvaginal
Ib, IIa Histeroktomi radikal dengan dengan limfadenoktomi panggul
dan evaluasi kelenjar limfa para aorta (bila terdapat metastatis
dilakukan radioterapi pasca pembedahan)
IIb, III, dan IV Histeroktomi transvaginal
Iva dan Ivb Radioterapi, Radiasi paliatif, kemoterapi

3.13.Pencegahan Kanker Serviks

1. Jauhi rokok.7
2. Penggunaan vaksin Gardasil yang dibuat dari virus like particles (VLPs) capsid L1
dari HPV untuk mengurangi resiko terkena kanker rahim.6,7
3. Wanita-wanita yang memiliki faktor resiko terkena kanker rahim sebaliknya lebih
sering menjalani pemeriksaan panggul dan Pap smear.2
4. Jangan terlalu sering mencuci vagina dengan obat antiseptik tertentu tanpa resep dari
dokter ataupn dengan menaburi bedak talk.7
5. Diet rendah lemak.7

22
3.14.Prognosis Kanker Serviks

Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut dihubungkan
dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif, stadium lanjut, bahkan
stadium terminal (Suwiyoga, 2000; Nugroho, 2000). Selama ini, beberapa cara dipakai
menentukan faktor prognosis adalah berdasarkan klinis dan histopatologis seperti keadaan
umum, stadium, besar tumor primer, jenis sel, derajat diferensiasi Broders. Prognosis kanker
serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk stadium I
lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV
kurang dari 30% (Geene,1998; Kenneth, 2000).

1. Stadium 0 : 100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.


2. Stadium 1 : Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi IA dan IB. Dari semua
wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%.
Untuk stadium IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk
wanita dengan kanker pada limfonodi mereka.
3. Stadium 2 : Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. Dari semua wanita
yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70-90%.
Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.
4. Stadium 3 : Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%.
5. Stadium 4 : Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%.
6. Stadium 5 : Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 5-10%.

23
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus, pasien Ny. WP (52 tahun) mengeluh keluarnya darah dari vagina sejak 1
bulan SMRS. Darah yang keluar cukup banyak setiap harinya, dimana pasien dapat
mengganti pembalut sebanyak 3x setiap hari. Keluhan tersebut menunjukkan adanya
perdarahan abnormal yang keluar dari vagina diluar siklus menstruasi. Perdarahan abnormal
tersebut dapat disebabkan oleh kelainan pada serviks, korpus uteri, tuba fallopi, atau ovarium.

Selain perdarahan spontan dari vagina, pasien juga mengeluh keluarnya lendir encer
seperti air, berbau dan terdapat nyeri pada bagian perut bawah. Adanya perdarahan ditambah
dengan adanya keputihan dan nyeri pada perut bawah mengarahkan gejala ke arah karsinoma
serviks.

Perdarahan dapat terjadi akibat terbukanya pembuluh darah. Perdarahan spontan


tersebut umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III), terutama pada
tumor yang bersifat eksofitik.

Pasien juga memiliki beberapa faktor risiko untuk dapat menyebabkan terjadinya
karsinoma serviks, diantaranya adalah: usia yang cukup tua, dimana pada usia lanjut
merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap
karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia. Kemudian menikah pada
usia yang cukup muda yaitu saat berusia 17 tahun, karena hal tersebut berkaitan dengan
kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah
sifat menjadi kanker dan dengan adanya rangsangan sel dapat tumbuh lebih banyak dari sel
yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa
berubah sifat menjadi sel kanker. Selain itu, pasien memiliki riwayat infeksi kandungan
akibat penggunaan alat kontrasepsi spiral pada 20 tahun yang lalu. Akibat adanya infeksi dan
radang yang terus menerus tersebut dapat sebagai penectus terbentuknya kanker serviks.

Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan kedua konjungtiva yang anemis. Akibat
perdarahan pervaginam yang berulang dapat menyebabkan anemia. Pada pemeriksaan
ginekologi didapatkan Portio berdungkul-dungkul eksofilik, rapuh, mudah berdarah, ukuran
4x5 cm, flour (+) berwarna kuning kental dan berbau, fluksus (+) darah, penyebaran ke
parametrium kanan-kiri (-), dan penyebaran ke rectum (-). Dari hasil pemeriksaan tersebut,
secara umum mendukung untuk menegakkan diagnosa serta stadium dari kanker serviks pada

24
pasien ini, dimana sesuai literatur menurut FIGO bila tidak terjadi invasi sel-sel kanker ke
parametrium, kandung kemih, dan rektum maka termasuk kedalam stadium IIA.

Kemudian berdasarkan hasil pemeriksaan biopsi didapatkan kesan carsinoma cell


skuamosa differensiasi sedang. Dimana pada karsinoma diferensiasi sedang dapat ditemukan sedikit
sel dengan sitoplasma berlebihan. Di sini keratinisasi sedang, mutiara epitel jarang ditemui,
dapat ditemukan jembatan interseluler, dengan 2-4 mitosis per lapang pandang besar, sel-sel
bervariasi sedang dalam ukuran maupun bentuk sel tumor dengan sel pleimorfik lebih banyak
dan batas sel kabur.

Penatalaksanaan pada pasien ini di rumah sakit pada saat ini adalah hanya untuk
perbaikan keadaan umum, akibat perdarahan yang dialaminya. Setelah didiagnosis kedalam
stadium IIA seharusnya pasien menjalani terapi histerektomi radikal dengan limfadenoktomi
panggul dan evaluasi kelenjar limfa para aorta, dan bila terdapat metastasis dilakukan
radioterapi pasca pembedahan.

Prognosis pada pasien ini yang datang dengan stadium IIA, menurut literatur angka
kemumgkinan hidup selama 5 tahun adalah sebesar 70-90 %.

25
BAB V

KESIMPULAN

Karsinoma serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di
daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis
servikalis. Pada kasus ini, pasien mengeluh adanya perdarahan pervaginam yang dirasakan
sejak 1 bulan SMRS, selain itu pasien juga mengeluh keluarnya lendir encer seperti air,
berbau dan terdapat nyeri pada bagian perut bawah. Berdasarkan keluhan yang dialami oleh
pasien maka pasien dicurigai mengalami karsinoma serviks.

Deteksi awal dan penegakan diagnosis dapat dilakukan melalui beberapa pemeriksaan
diantaranya melalui pemeriksaan IVA, pap smear, DNA HPV, Biopsi, kolposkopi, dan tes
schiller. Berdasarkan temuan histopatologisnya, karsinoma serviks dibagi menjadi beberapa
sistem grading histologis menjadi 3 tingkatan yaitu tipe well differentiated (keratinizing),
moderatly differentiated, dan poorly differentiated. Sedangkan stadium klinik karsinoma
serviks dibagi berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO),
yang terdabgi menjadi stadium dari 0-4, yang dimana pada psien ini termasuk dalam stadium
2A.

Penatalaksanaan karsinoma serviks tergantung pada lokasi dan ukuran tumor, stadium
penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan rencana penderita untuk hamil lagi. Pengobatan
karsinoma serviks diantaranya adalah pembedahan, terapi sinar (radioterapi), dan kemoterapi.

Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut dihubungkan
dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif, stadium lanjut, bahkan
stadium terminal.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Saksouk FA. Cervix, Cancer an Overview-Radiology. .Department of Radiology,


Harper University Hospital, Wayne State University School of Medicine. Februari
2008

2. Cunningham, et al. Williams Gynecology. USA. McGraw Hills Company. 2008. p


1285-1322

3. Winkjosastro H, et al. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2005

4. Febrianasari, Leilia. Cervical Cancer. Jogjakarta: Fakultas Kedokteran Universitas


Islam Indonesia. 2007

5. Pazdur, et al, Cancer Management : A Multidiciplinary Approach, The Oncology


Group, New York, 2003, hlm. 419-424

6. Christopher, Dolinsky. Cervical Cancer-The Basic. Abramson Cancer Center of


University of Pennsylvania-Oncolink. Februari 2008

7. Randa Bunga, S dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kebidanan dan
Penyakit Kandungan. Samarinda : RSUD A.Wahab Sjahranie hal 93-95

8. Haller PB, Maletano JH, Bundy BN, et al. Clinical-Pathology study of Stage IIB, III, and IVA
Carcinoma of the Cervix: extended Diagnostic Evaluation for Para Aortic Node Metastatic.
Gynecologic oncology Group Study. Gynecol Oncol 38:435. 2001

27

You might also like