You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu
penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini
dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural.
Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptive dikonstruksikan sebagai
tahapan mulai adanya factor predisposisi, factor presipitasi dalam bentuk stressor pencetus,
kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki, dan bagaimana
mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini kemudian baru menentukan
apakah perilaku individu tersebut adaptif atau maladaptive.
Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap apa
yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku terjadi. Perbedaan
pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan
model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model social, model perilaku, model
eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress adaptasi. Masing-
masingmodel memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa. Perilaku kekerasan
merupakan salah satu masalah keperawatan yang banyak ditemui pada gangguan jiwa.
Asuhan keperawatan dan berbagai penanganan yang dapat diberikan bertujuan untuk
mengontrol perilaku kekerasan.
Berbagai pendekatan penanganan klien dengan masalah perilaku kekerasan yang
merupakan salah satu masalah gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan terapi modalitas.
Suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi yang bertujuan mengubah
perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.
Salah satu intervensi yang dapat diterapkan di kegiatan terapi modlitas salah satunya terapi
relaksasi otot progresif. Teknik relaksasi progresif adalah memusatkan perhatian pada suatu
aktifitas otot, dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan
dengan melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan relaks (Murphy, 1996).
Terapi modalitas dengan relaksi otot progresif secara teratur akan mengubah individu
menjadi tenang. Individu akan mereaksi gangguan-gangguan emosi dengan cara tidak
melukai bagi dirinya sendiri maupun orang lain ( Basis, 2000). Berdasarkan latar belakang
tersebut maka kami akan melakukan kegiatan terapi modalitas: mengontrol erilaku kekerasan
dengan kegiatan fisik latihan relaksasi otot progresif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A Pengertian Terapi Modalitas

Terapi modalitas merupakan metode pemberian terapi yang menggunakan


kemampuan fisik atau elektrik. Terapi modalitas bertujuan untuk membantu proses
penyembuhan dan mengurangi keluhan yang dialami oleh klien. (Lundry & Jenes, 2009
dalam Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

Terapi modalitas adalah suatu kegiatan dalam memberikan askep baik di


institusi maupun di masyarakat yg bermanfaat dan berdampak terapeutik. Terapi modalitas
adalah suatu sarana penyembuhan yang diterapkan pada dengan tanpa disadari dapat
menimbulkan respons tubuh berupa energi sehingga mendapatkan efek penyembuhan
(Starkey, 2004). Terapi modalitas yang diterapkan pada, yaitu: manajemen nyeri, perawatan
gangren, perawatan luka baru, perawatan luka kronis, latihan peregangan, range of motion,
dan terapi hiperbarik.

Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di berikan
dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif.
Terapi modalitas mendasarkan potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik
tolak terapi atau penyembuhannya. Tapi terapi ini bisa dipakai untuk
terapi Keperawatan Komunitas.

B. Jenis-jenis terapi modalitas


Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:

1. Terapi Individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan
hubungan individual antara seorang terapi dengan seorang klien. Suatu hubungan yang
terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan
yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan
sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.
Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu
menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan
penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya.
Tahapan hubungan dalam terapi individual meliputi:
a. Tahapan orientasi.
b. Tahapan kerja.
c. Tahapan terminasi.
Tahapan orientasi dilaksanakan ketika perawat memulai interaksi dengan klien. Yang
pertama harus dilakukan dalam tahapan ini adalah membina hubungan saling percaya dengan
klien. Hubungan saling percaya sangat penting untuk mengawali hubungan agar klien
bersedia mengekspresikan segala masalah yang dihadapi dan mau bekerja sama untuk
mengatasi masalah tersebut sepanjang berhubungan dengan perawat. Setelah klien
mempercayai perawat, tahapan selanjutnya adalah klien bersama perawat mendiskusikan apa
yang menjadi latar belakang munculnya masalah pada klien, apa konflik yang terjadi, juga
penderitaan yang klien hadapi. Tahapan orientasi diakhiri dengan kesepakatan antara perawat
dan klien untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai dalam hubungan perawat-klien dan
bagaimana kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.

Perawat melakukan intervensi keperawatan setelah klien mempercayai perawat


sebagai terapis. Ini dilakukan di fase kerja, di mana klien melakukan eksplorasi diri. Klien
mengungkapkan apa yang dialaminya. Untuk itu perawat tidak hanya memperhatikan konteks
cerita klien akan tetapi harus memperhatikan juga bagaimana perasaan klien saat
menceritakan masalahnya. Dalam fase ini klien dibantu untuk dapat mengembangkan
pemahaman tentang siapa dirinya, apa yang terjadi dengan dirinya, serta didorong untuk
berani mengambil risiko berubah perilaku dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif.

Setelah kedua pihak (klien dan perawat) menyepakati bahwa masalah yang mengawali
terjalinnya hubungan terapeutik telah mereda dan lebih terkendali maka perawat dapat
melakukan terminasi dengan klien. Pertimbangan lain untuk melakukan terminasi adalah
apabila klien telah merasa lebih baik, terjadi peningkatan fungsi diri, social dan pekerjaan,
serta yang lebih penting adalah tujuan terapi telah tercapai.
2. Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi
perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat
menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah
memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada
nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.

3. Terapi Biologis
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana
gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model konsep yang lain yang
memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak
mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis. Tekanan model medical adalah
pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal
dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu.
4. Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi
perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah membantu mempertimbangkan
stressor dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang
tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola
keyakinan dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah
dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus auhan adalah membantu klien
untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan
menyusun perubahan kognitif.
Bentuk intervensi dalam terapi kognitif meliputi mengajarkan untuk mensubstitusi
pikiran klien, belajar penyelesaian masalah dan memodifikasi percakapan diri negatif.

5. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai
unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu
melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang
mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.
Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1 (perjanjian), fase 2 (kerja),
fase 3 (terminasi). Di fase pertama perawat dan klien mengembangkan hubungan saling
percaya, isu-isu keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama. Kegiatan di
fase kedua atau fase kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh perawat sebagai terapis
berusaha mengubah pola interaksi di antara anggota keluarga, meningkatkan kompetensi
masing-masing individual anggota keluarga, eksplorasi batasan-batasan dalam keluarga,
peraturan-peraturan yang selama ini ada. Terapi keluarga diakhiri di fase terminasi di mana
keluarga akan melihat lagi proses yang selama ini dijalani untuk mencapai tujuan terapi, dan
cara-cara mengatasi isu yang timbul. Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan
perawatan yang berkesinambungan.

6. Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam kelompok,
suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok
perawat berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah
meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah
perilaku maladaptive. Tahapannya meliputi: tahap permulaan, fase kerja, diakhiri tahap
terminasi.

Terapi kelompok dimulai fase permulaan atau sering juga disebut sebagai fase
orientasi. Dalam fase ini klien diorientasikan kepada apa yang diperlukan dalam interaksi,
kegiatan yang akan dilaksanakan, dan untuk apa aktivitas tersebut dilaksanakan. Peran terapis
dalam fase ini adalah sebagai model peran dengan cara mengusulkan struktur kelompok,
meredakan ansietas yang biasa terjadi di awal pembentukan kelompok, dan memfasilitasi
interaksi di antara anggota kelompok. Fase permulaan dilanjutkan dengan fase kerja.

Di fase kerja terapi membantu klien untuk mengeksplorasi isu dengan berfokus pada
keadaan here and now. Dukungan diberikan agar masing-masing anggota kelompok
melakukan kegiatan yang disepakati di fase permulaan untuk mencapai tujuan terapi. Fase
kerja adalah inti dari terapi kelompok di mana klien bersama kelompoknya melakukan
kegiatan untuk mencapai target perubahan perilaku dengan saling mendukung di antara satu
sama lain anggota kelompok. Setelah target tercapai sesuai tujuan yang telah ditetapkan maka
diakhiri dengan fase terminasi.

Fase terminasi dilaksanakan jika kelompok telah difasilitasi dan dilibatkan dalam
hubungan interpersonal antar anggota. Peran perawat adalah mendorong anggota kelompok
untuk saling memberi umpan balik, dukungan, serta bertoleransi terhadap setiap perbedaan
yang ada. Akhir dari terapi kelompok adalah mendorong agar anggota kelompok berani dan
mampu menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi di masa mendatang.

7. Terapi Prilaku
Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul akibat
proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari
perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah:
a. Role model
b. Kondisioning operan
c. Desensitisasi sistematis
d. Pengendalian diri
e. Terapi aversi atau releks kondisi

Teknik role model adalah strategi mengubah perilaku dengan memberi contoh
perilaku adaptif untuk ditiru klien. Dengan melihat contoh klien mampelajari melalui praktek
dan meniru perilaku tersebut. Teknik ini biasanya dikombinasikan dengan teknik
kondisioning operan dan desensitisasi.

Kondisioning operan disebut juga penguatan positif di mana terapis memberi


penghargaan kepada klien terhadap perilaku yang positif yang telah ditampilkan oleh klien.
Dengan penghargaan dan umpan balik positif yang didapat maka perilaku tersebut akan
dipertahankan atau ditingkatkan oleh klien. Misalnya seorang klien begitu bangun tidur
langsung ke kamar mandi untuk mandi, perawat memberikan pujian terhadap perilaku
tersebut. Besok pagi klien akan mengulang perilaku segera mandi setelah bangun tidur karena
mendapat umpan balik berupa pujian dari perawat. Pujian dalam hal ini adalah reward atau
penghargaan bagi perilaku positif klien berupa segera mandi setelah bangun.

Terapi perilaku yang cocok untuk klien fobia adalah teknik desensitisasi sistematis
yaitu teknik mengatasi kecemasan terhadap sesuatu stimulus atau kondisi dengan secara
bertahap memperkenalkan/memaparkan pada stimulus atau situasi yang menimbulkan
kecemasan tersebut secara bertahap dalam keadaan klien sedang relaks. Makin lama
intensitas pemaparan stimulus makin meningkat seiring dengan toleransi klien terhadap
stimulus tersebut. Hasil akhirnya adalah klien akan berhasil mengatasi ketakutan atau
kecemasannya akan stimulus tersebut.
Untuk mengatasi perilaku dorongan perilaku maladaptive klien dapat dilatih dengan
teknik pengendalian diri. Bentuk latihannya adalah berlatih mengubah kata-kata negatif
menjadi kata-kata positif. Apabila ini berhasil maka klien sudah memiliki kemampuan untuk
mengendalikan perilaku yang lain sehingga menghasilkan terjadinya penurunan tingkat
distress klien tersebut.
Mengubah perilaku dapat juga dilakukan dengan memberi penguatan negatif. Caranya
adalah dengan memberi pengalaman ketidaknyamanan untuk merusak perilaku yang
maladaptive. Bentuk ketidaknyamanan ini dapat berupa menghilangkan stimulus positif
sebagai punishment terhadap perilaku maladaptive tersebut. Dengan ini klien akan belajar
untuk tidak mengulangi perilaku demi menghindari konsekuensi negatif yang akan diterima
akibat perilaku negatif tersebut.

8. Terapi Bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak akan dapat
berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan
bermain perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status emosional anak, hipotesa
diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut.
Prinsip terapi bermain meliputi membina hubungan yang hangat dengan anak,
merefleksikan perasaan anak yang terpancar melalui permainan, mempercayai bahwa anak
dapat menyelesaikan masalahnya, dan kemudian menginterpretasikan perilaku anak tersebut.

C. Konsep Relaksasi Otot Progresif

1. Definisi Relaksasi Otot Progresif


Progressive Muscle Relaxation (PMR) atau teknik relaksasi otot progresif adalah

teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan dan sugesti

(Herodes, 2010 dalam Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Progressive Muscle Relaxation

(PMR) merupakan teknik relaksasi untuk mengaturkan otot yang dilakukan dengan

cara menegangkan otot sementara kemudian kembali diregangkan. Relaksasi otot

progresif dilakukan mulai dari kepala sampai kaki secara bertahap (Casey & Benson,

2012).
Relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi yang menggabungkan latihan

nafas dalam dengan kegiatan kontraksi dan relaksasi otot-otot tertentu (Kustanti &

Widodo, 2008 dalam Setyoadi & Kushariyadi, 2011).


2. Tujuan dan Manfaat Relaksasi Otot Progresif
Tujuan relaksasi otot progresif adalah untuk menurunkan ketegangan otot,

kecemasan, nyeri leher dan punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, dan

laju metabolisme, memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres, membangun

emosi positif, meningkatkan kebugaran, mengatasi spasme otot, mingkatkan

gelombang alfa ke otak dan sebagainya (Herodes, 2010; Alim, 2009; dan Potter, 2005

dikutip Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Relaksasi otot progresif yang merupakan

intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada penderita diabetes mellitus untuk

meningkatkan relaksasi dan pengelolaan diri (Mashudi, 2012). Relaksasi otot

progresif akan membantu mengurangi ketegangan otot dan stress, sehingga

terjadipeningkatan kualitas hidup dan sistem fungsional tubuh (Smeltzer & Bare,

2002 dalam Mashudi, 2011).Stres dan kecemasan yang terjadi secara terus-menerus

memberikan dampak pada tubuh seperti peningkatan aliran darah menuju otot,

ketegangan otot, mempercepat atau pernafasan, dan meningkatkan hormon yang dapat

memicu peningkatan kadar glukosa darah sebagai penyebab terjadinya diabetes

mellitus (Ankrom,2008). Jalur umpan balik yang tertutup antara otot dan pikiran

merupakan respon dari stress yang mengakibatkan ketegangan otot sehingga

mengirimkan stimulus ke otak dan membuat jalur umpan balik (Brown, 1997; Synder

& Lindquist, 2002; Mashudi, 2011). Relaksasi PMR dalam hal ini bekerja dengan

menghambat jalur tersebut dengan cara mengaktivasi kerja sistem saraf parasimpatis

dan memanipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran guna memperkuat sikap

positif sehingga rangsangan stress berkurang terhadap hipotalamus (Copsteads &

Banasik, 2000; Mashudi, 2011).


3. Indikasi Relaksasi Otot Progresif
Relaksasi merupakan salah satu terapi komplementer yang dapat diberikan

perawat dalam proses asuhan keperawatan. PMR dapat diindikasikan pada lansia yang

memiliki gangguan tidur, sering mengalami stress, kecemasan dan mengalami depresi

sehingga dapat memberikan efek rileks untuk meperlancar aliran darah, menurunkan

ketegangan otot dan penurunan hormon yang mengarah pada peningkatan kadar

glukosa darah (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).

4. Kontraindikasi Relaksasi Otot Progresif


Hal yang bisa menjadi kontraindikasi dari PMR meliputi cidera akut atau

gangguan kenyamanan pada muskuloskeletal dan penyakit jantung akut (Fritz, 2005).

Selain itu pada lansia yang mengalami keterbatasan gerak seperti tidak bisa

menggerakkan badan dan sedang menjalani perawatan tirah baring (bed rest) tidak

dapat melakukan progressive muscle relaxation (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).


5. Hal- hal yang Perlu Diperhatikan dalam Relaksasi Otot Progresif
Dalam melakukan PMR terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan guna

mendapatkan hasil yang efektif yaitu


a. Menegangkan otot tidak dilakukan secara berlebihan karena dapat menciderai

tubuh
b. Waktu yang dibutuhkan untuk membuat otot-otot relaks selama 20-50 detik
c. Perhatikan juga posisi tubuh. Hindari posisi berdiri dan dianjurkan menutup mata

untuk memberikan suasana lebih nyaman.


d. Menegangkan kelompok otot dua kali tegangan
e. Diawali dari bagaian tubuh sebelah kanan sebanyak dua kali, kemudia bagian

tubuh kiri sebanyak dua kali.


f. Periksa klien apakah benar-benar rileks
g. Instruksi diberikan secara terus menerus
h. Instruksi yang diberikan tidak terlalu cepat ataupun terlalu lambat (Setyoadi &

Kushariyadi, 2011).

6. Pelaksanaan Relaksasi Otot Progresif


Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011), pelaksanaan terapi relaksasi otot progresif

terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:


a. Persiapan
1) Persiapan Lingkungan
Persiapan lingkungan terdiri dari beberapa faktor, diantaranya adalah

mempersiapkan kursi, bantal serta menciptakan lingkungan yang tenang dan

sunyi.
2) Persiapan Klien
a) Menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur pelaksanaan terapi serta pengisian

lembar persetujuan
b) memposisikan tubuh klien senyaman mungkin, dapat berbaring dengan

mata tertutup dan menggunakan bantal pada bawah kepala dan lutut atau

duduk di kursi dengan kepala ditopang, hindari posisi berdiri


c) tidak menggunakan aksesoris seperti kacamata, jam dan sepatu
d) melonggarkan peralatan yang melekat pada tubuh seperti dasi dan ikat

pinggang
b. Langkah-langkah Pelaksanaan Relaksasi Otot Progresif
1) Gerakan 1 : berfungsi untuk melatih otot tangan
a) Tangan kiri digenggam membentuk suatu kepalan, kuatkan kepalan sambil

merasakan ketegangan yang terjadi. Kemudian arahkan klien untuk

melepaskan kepalan dan merasakan relaks selama 10 detik.


b) Ulangi gerakan pada tangan kiri sebanyak dua kali agar klien dapat

membedakan kondisi otot yang tegang dan relaks. Lakukan prosedur yang

sama pada tangan kanan.


2) Gerakan 2 : berfungsi untuk melatih otot tangan bagian belakang. Kedua

pergelangan tangan ditekuk ke belakang sehingga otot tangan bagian belakang

dan lengan bawah menegang, kemudian lepaskan tekukan ke posisi semula

secara perlahan-lahan. Ulangi satu kali lagi.


3) Gerakan 3 : berfungsi untuk melatih otot biseps (otot besar pada pangkal

lengan bagian atas). Kedua tangan digenggam membentuk kepalan, arahkan

kepalan menuju ke pundak sehingga otot biseps akan menjadi tegang. Ulangi

satu kali lagi.


4) Gerakan 4 : berfungsi untuk melatih otot bahu supaya mengendur. Kedua bahu

diangkat setinggi-tingginya seakan-akan hampir menyentuh telinga. Perhatian


dipusatkan pada kontras ketegangan yang terjadi pada bahu, punggung atas

dan leher. Ulangi satu kali lagi.


5) Gerakan 5 dan 6 : berfungsi dalam melemaskan otot-otot wajah seperti otot

dahi, mata, rahang dan mulut. Otot dahi digerakkan dengan cara mengerutkan

dahi dan alis sampai otot terasa bahkan kulitnya keriput. Mata dipejamkan

semaksimal mungkin sehingga ketegangan dapat dirasakan dirasakan di

sekitar mata termasuk otot-otot mata. Ulangi satu kali lagi.


6) Gerakan 7 : berfungsi untuk mengendurkan otototot rahang. Rahang

dikatupkan bersamaan dengan menggigit gigi sehingga ketegangan terjadi di

sekitar otot rahang.


7) Gerakan 8 : berfungsi dalam mengendurkan otot-otot mulut. Bibir

dimoncongkan semaksimal mungkin sehingga ketegangan dapat dirasakan di

sekitar mulut. Ulangi satu kali lagi.


8) Gerakan 9 : berfungsi untuk merileks otot-otot bagian depan dan belakang

leher. Kepala direbahkan pada sandaran, gerakan dimulai dari otot leher

bagian belakang kemudian otot leher bagian depan. Kepala ditekankan pada

sandaran sehingga dapat dirasakan ketegangan yang terjadi pada leher bagian

belakang dan punggung atas. Ulangi satu kali lagi.


9) Gerakan 10 : berfungsi untuk melatih otot leher bagian depan. Kepala ditekuk,

dagu dibenamkan ke arah dada sehingga ketegangan dapat dirasakan pada

leher bagian depan. Ulangi satu kali lagi.


10) Gerakan 11 : berfungsi untuk melatih otot punggung. Tubuh ditegakkan dari

sandaran, punggung dilengkungkan dan busungkan dada. Kondisi ini (tegang)

dipertahankan 10 detik kemudian lakukan posisi relaks dengan cara

meletakkan kembali tubuh ke sandaran dan membiarkan otot menjadi lemas.

Ulangi satu kali lagi.


11) Gerakan 12 : berfungsi untuk melemaskan otot dada. Lakukan nafas dalam

agar paru-paru terisi udara sebanyak-banyaknya, tahan selama beberapa saat

dengan merasakan ketegangan yang terjadi pada bagian dada dan turun ke
perut, lalu dilepas dengan mengeluarkan udara seperti bernafas biasa. Ulangi

satu kali lagi.


12) Gerakan 13 : berfungsi untuk melatih otot perut. Perut ditarik ke dalam dengan

kuat, tahan sampai kencang dan keras selama 10 detik, lalu lepaskan. Ulangi

sekali lagi.
13) Gerakan 14 dan 15 : berfungsi untuk melatih otot-otot kaki (paha dan betis).

Luruskan telapak kaki sehingga otot paha terasa kencang. Selagi telapak kaki

diluruskan, antara paha dan betis juga diluruskan. Tahan selama 10 detik

kemudian dilepaskan. Ulangi satu kali lagi.


7. Cara Kerja Relaksasi Otot Progresif Terhadap Respon Tubuh
Relaksasi otot progresif memiliki tujuan untuk menurunkan ketegangan otot,

kecemasan, nyeri leher dan punggung, frekuansi jantung, laju metabolik dan tekanan

darah tinggi (Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Relaksasi otot progresif dimulai dengan

cara menegangkan otot-otot tertentu selama beberapa waktu, kemudian

merelakskannya secara perlahan. Otot-otot yang menegang tersebut akan mengendur

ketika terjadi proses relaksasi (Ramdani, 2009 dalam Hamarno, 2010). Saat otot-otot

tubuh mengalami proses relaks, maka akan terjadi penurunan aktvitas saraf simpatis

dan peningkatan saraf parasimpatis.


Saraf simpatis dan saraf parasimpatis memiliki mekanisme kerja yang saling

berlawanan (Carlson, 1994 dalam Ramdhani & Putra, 2006 ; Corwin, 2009). Saraf

simpatis bertanggung jawab terhadap adanya stimulus stress dan berperan penting

dalam memacu organ-organ tubuh, meningkatkan denyut jantung dan frekuensi

pernafasan, terjadinya penyempitan pada pembuluh darah perifer serta pembesaran

pada pembuluh darah pusat saat seseorang mengalami ketegangan dan kecemasan.

Selain itu, saraf simpatis akan menurunkan suhu tubuh, daya tahan kulit dan

menghambat proses digestif dan seksual. Sehingga yang akan terjadi adalah

peningkatan denyut jantung, tekanan darah, jumlah pernafasan, aliran darah ke otot

dan dilatasi pupil. Sedangkan saraf parasimpatis akan menaikkan kembali kinerja
bagian-bagian tubuh yang diturunkan oleh saraf simpatis (Bluerufi, 2009 dalam

Hamarno, 2010).
Tujuan diberikannya relaksasi maka akan terjadi penurunan sistem saraf simpatis

dan peningkatan sistem saraf parasimpatis. Selain itu akan menurunkan metabolisme,

tekanan darah, denyut nadi, konsumsi dan kebutuhan akan oksigen, ketegangan otot

serta laju metabolik. Relaksasi juga akan meningkatkan gelombang alfa otak saat

klien sadar, meningkatkan konsentrasi, mengatasi stressor serta meningkatkan

kebugaran. Relaksasi akan membantu menurunkan efek negatif yang terjadi akibat

stress kronis (Potter & Perry, 2009). Gelombang alfa yang terbentuk akan

menghasilkan hormon endorphin. Hormon tersebut memiliki fungsi serupa narkotika

alami yang akan menciptakan rasa gembira dan mengurangi rasa sakit.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF

Tujuan : Menurunkan stres dan mengontrol perilaku kekerasan


Waktu : 30 Menit
Hal-hal yang harus diperhatikan:
1. Responden dalam keadaan sehat
2. Responden tidak mengalami gangguan pernapasan dan gangguan pada
muskuloskeletal
3. Kondisi lingkungan yang tenang
4. Posisi responden duduk setenang dan senyaman mungkin.

Standar Operasional Prosedur:


No Langkah-langkah Kegiatan

1. TahapPersiapan a. Pra Interaksi


1. Menyiapkan alat ukur tekanan
darah
2. Memilih tempat yang tenang dan
nyaman
b. Interaksi
1. Memberikan salam,
memperkenalkan diri, identifikasi
responden dan panggil sesuai
nama
2. Menjelaskan prosedur, kontrak
waktu, tujuan intervensi.
3. Meminta persetujuan responden
untuk mengikuti prosedur
4. Memberi kesempatan responden
untuk bertanya
5. Mengukur kadar glukosa darah
responden sebelum dilakukan
intervensi dan dicatat di lembar
obeservasi
6. Memastikan responden dalam
keadaan siap dan tenang untuk
melakukan intervensi
2 TahapPelaksanaan: a. Posisikan responden senyaman
mungkin
a. Tahap Persiapan b. Menginstruksikan responden untuk
Pelaksanaan menarik dan menghembuskan nafas
secara teratur
c. Menginstruksikan responden untuk
memejamkan mata dan menarik nafas
dengan kuat lalu lepaskan secara
perlahan dan ulangi sebanyak tiga
kali.
d. Setiap gerakan diawali dengan
menutup mata dan mengakhiri
gerakan dengan membuka mata
kembali.
Gerakanpertamaditujukanuntukmelatihot
ottangan.
Tangankanandigenggammembentuksuatu
kepalan,
kuatkankepalansambilmerasakanketegan
gan yang terjadi. Hitung 5
detiksembarimenariknapasdanmengencan
gkantelapaktangankemudiantahanbeberap
adetikselanjutnyaarahkanklienuntukmele
paskankepalandanmerasakanrelakssemba
rimenhembuskannapasdarimulutselama
5-10 detik. Lakukangerakan yang
samauntuktangankiri.
Gerakandiulangmasing-masingdua kali
agar
klienmengetahuiposisimenegangkandanm
erilekskan.

Gerakan2
:berfungsiuntukmelatihotottanganbagianb
elakang.
Keduapergelangantanganditekukkebelaka
ngsehinggaotottanganbagianbelakangdanl
enganbawahmenegang,
semabarimenegangkan Tarik
napasdarihidung, hitungselama 5
detiklalutahanbeberapadetikrasakanketeg
angannya,
kemudianlepaskantekukankeposisisemula
secaraperlahan-lahan sambal
menghembuskannapasdarimulutdanhitun
g 5-10 detik. Rasakanotot-
ototterasakendurdanrasakanalirandarahsa
atmengendurkan. Ulangimasing-
masinggerakandua kali.

Gerakan3
:berfungsiuntukmelatihototbiseps
(ototbesarpadapangkallenganbagianatas).
Keduatangandigenggammembentukkepal
an,
arahkankepalanmenujukepundaksehingga
ototbisepsakanmenjaditegang.
Sembarimenegangkantariknapasdarihidu
ngsecaraperlahan, hitung 5 detik,
tahanbeberapadetikdanrasakanketeganga
ndisekitarototbiseps.
Kemudiankendurkandankembalikankepo
sisisemulasambilmenghembuskannapasd
arimulutdanhitung 5-10 detik. Ulangisatu
kali lagi.

Gerakan4
:berfungsiuntukmelatihototbahusupayam
engendur. Keduabahudiangkatsetinggi-
tingginyaseakan-
akanhampirmenyentuhtelingasembilmena
riknapasselama 5 detik.
Kemudianditahanbeberapadetiksembarim
erasakanketeganganpasaototbahu.
Laluperlahankendurkansembarimenghem
buskannapasdarimulutdanhitung 5-10
detikhinggamerasarelaks.
Perhatiandipusatkanpadakontrasketegang
an yang terjadipadabahu,
punggungatasdanleher. Ulangisatu kali
lagi.

Gerakan5
:berfungsidalammelemaskanotot-
ototwajahsepertiototdahi, mata,
rahangdanmulut.
Ototdahidigerakkandengancaramengerutk
andahidanalissampaiototterasabahkankuli
tnyakeriput.
Sembarimengerutkantariknapasdarimulut,
hitungselama 5 detik,
tahanbeberapadetikdanrasakanbagiandahi
mengkerut.
Kemudianperlahankendurkanbagaiandahi
sepertisemula sambal
menghembuskannapasdarimulut. Hitung
5-10 detikhinggamerasarelaks.
Ulangisatu kali lagi.
Gerakan6 : Mata
dipejamkansemaksimalmungkinsehingga
ketegangandapatdirasakandirasakan di
sekitarmatatermasukotot-ototmata.
Ulangisatu kali lagi. Ingatsetiap kali
mengencangkanototdiawalidenganmenari
knapasdarimulutkemudiantahanbeberapa
detik,
dankendurkankembalisambilmenghembu
skannapasdarimulut. Setiap kali
mengencangkanhitungselama 5
detikdankemudianselamamengendurkanh
itung 5-10 detik.

Gerakan7
:berfungsiuntukmengendurkanototototra
hang.
Rahangdikatupkanbersamaandenganmen
ggigitgigisehinggaketeganganterjadi di
sekitarototrahang. Ingatsetiap kali
mengencangkanototdiawalidenganmenari
knapasdarimulutkemudiantahanbeberapa
detik,
dankendurkankembalisambilmenghembu
skannapasdarimulut. Setiap kali
mengencangkanhitungselama 5
detikdankemudianselamamengendurkanh
itung 5-10 detik.

Gerakan8
:berfungsidalammengendurkanotot-
ototmulut.
Bibirdimoncongkansemaksimalmungkins
ehinggaketegangandapatdirasakan di
sekitarmulut. Ulangisatu kali lagi.
Ingatsetiap kali
mengencangkanototdiawalidenganmenari
knapasdarimulutkemudiantahanbeberapa
detik,
dankendurkankembalisambilmenghembu
skannapasdarimulut. Setiap kali
mengencangkanhitungselama 5
detikdankemudianselamamengendurkanh
itung 5-10 detik.
Gerakan9 :berfungsiuntukmerileksotot-
ototbagiandepandanbelakangleher.
Kepaladirebahkanpadasandaran,
gerakandimulaidariototleherbagianbelaka
ngkemudianototleherbagiandepan.
Kepaladitekankanpadasandaransehinggad
apatdirasakanketegangan yang
terjadipadaleherbagianbelakangdanpungg
ungatas. Ulangisatu kali lagi. Ingatsetiap
kali
mengencangkanototdiawalidenganmenari
knapasdarimulutkemudiantahanbeberapa
detik,
dankendurkankembalisambilmenghembu
skannapasdarimulut. Setiap kali
mengencangkanhitungselama 5
detikdankemudianselamamengendurkanh
itung 5-10 detik.

Gerakan10
:berfungsiuntukmelatihototleherbagiande
pan. Kepaladitekuk,
dagudibenamkankearah dada
sehinggaketegangandapatdirasakanpadale
herbagiandepan. Ulangisatu kali lagi.
Ingatsetiap kali
mengencangkanototdiawalidenganmenari
knapasdarimulutkemudiantahanbeberapa
detik,
dankendurkankembalisambilmenghembu
skannapasdarimulut. Setiap kali
mengencangkanhitungselama 5
detikdankemudianselamamengendurkanh
itung 5-10 detik.
Gerakan11
:berfungsiuntukmelatihototpunggung.
Tubuhditegakkandarisandaran,
punggungdilengkungkandanbusungkan
dada. Kondisiini (tegang) dipertahankan
10
detikkemudianlakukanposisirelaksdengan
carameletakkankembalitubuhkesandarand
anmembiarkanototmenjadilemas.
Ulangisatu kali lagi. Ingatsetiap kali
mengencangkanototdiawalidenganmenari
knapasdarimulutkemudiantahanbeberapa
detik,
dankendurkankembalisambilmenghembu
skannapasdarimulut. Setiap kali
mengencangkanhitungselama 5
detikdankemudianselamamengendurkanh
itung 5-10 detik.

Gerakan12
:berfungsiuntukmelemaskanotot dada.
Lakukannafasdalam agar paru-
paruterisiudarasebanyak-banyaknya,
tahanselamabeberapasaatdenganmerasaka
nketegangan yang terjadipadabagian dada
danturunkeperut,
laludilepasdenganmengeluarkanudarasep
ertibernafasbiasa. Ulangisatu kali lagi.
Ingatsetiap kali
mengencangkanototdiawalidenganmenari
knapasdarimulutkemudiantahanbeberapa
detik,
dankendurkankembalisambilmenghembu
skannapasdarimulut. Setiapkali
mengencangkanhitungselama 5
detikdankemudianselamamengendurkanh
itung 5-10 detik.
Gerakan13
:berfungsiuntukmelatihototperut.
Perutditarikkedalamdengankuat,
tahansampaikencangdankerasselama 10
detik, lalulepaskan. Ulangisekalilagi.
Ingatsetiap kali
mengencangkanototdiawalidenganmenari
knapasdarimulutkemudiantahanbeberapa
detik,
dankendurkankembalisambilmenghembu
skannapasdarimulut. Setiap kali
mengencangkanhitungselama 5
detikdankemudianselamamengendurkanh
itung 5-10 detik.

Gerakan14 :berfungsiuntukmelatihotot-
otot kaki khususnyabagianpaha.
Luruskantelapak kaki
sehinggaototpahaterasakencang.
Ingatsetiap kali
mengencangkanototdiawalidenganmenari
knapasdarimulutkemudiantahanbeberapa
detik,
dankendurkankembalisambilmenghembu
skannapasdarimulut. Setiap kali
mengencangkanhitungselama 5
detikdankemudianselamamengendurkanh
itung 5-10 detik.

Gerakan15
:berfungsiuntukmelatihototbagianbetis.
Selagitelapak kaki diluruskan,
antarapahadanbetisjugadiluruskan.
Tahanselama 10
detikkemudiandilepaskan. Ulangisatu kali
lagi. Ingatsetiap kali
mengencangkanototdiawalidenganmenari
knapasdarimulutkemudiantahanbeberapa
detik,
dankendurkankembalisambilmenghembu
skannapasdarimulut. Setiap kali
mengencangkanhitungselama 5
detikdankemudianselamamengendurkanh
itung 5-10 detik.
3. TahapTerminasi - Memberikan kesempatan responden
untuk memulihkan kondisi
tubuhnya.dan mengatur pernapasan
responden
- Mengukur kembali kadar glukosa
darah dan mencatat di lembar
observasi
- Merencankan kontrak selanjutnya
4. TahapEvaluasi Menanyakanperasaanrespondensetelahdil
akukanrelaksasiototprogresifdanmengobs
ervasirespon verbal dannon
verbalresponden.

BAB III
METODE

A. Topik

Terapi Modalitas: Teknik Relaksasi Progresif

B Tujuan

Tujuan Umum : Klien dapat melakukan teknik relaksasi progresif sendiri atau dengan bimbingan

Tujuan Khusus: - Klien merasa lebih rileks

: - Mengurangi atau menghilangkan ketegangan otot

: - Mengurangi berbagai keluhan yang berhubungan dengan stress, kecemasan.

C. Struktur Anggota Kelompok

a. Leader (Pemimpin) : Yulita Friza Wulandari

Tugas:

1) Mengkoordinir jumlah peserta yang telah ditentukan

2) Mampu mengatasi masalah yang timbul dalam kelompok

3) Memimpin perkenalan, menjelaskan tujuan kegiatan

4) Menjelaskan proses kegiatan

5) Mendemonstrasikan cara relaksasi progresif

b. Coleader : Devi Eka Safitri

Tugas : Membantu leader mengatur anggota kelompok

c. Observer :

Tugas dan Peran:

1) Mengamati jalannya proses kegiatan sebagai acuan untuk mengevaluasi.

2) Mencatat serta mengamati respon klien selama TAK berlangsung.

3) Mencatat peserta yang aktif dan pasif dalam kelompok serta klien yang drop out.

d. Fasilitator :

1) Mampu memotivasi anggota terlibat dalam kegiatan

2) Mampu menjadikan role model


D. PENGORGANISASIAN

1. Waktu
Hari / Tanggal : Rabu/ 19 Juli 2017
Jam : 08.00 WIB 08.45 WIB
Tempat: Ruangan TAK rawat inap Bangau
2. Tim terapis : Program Profesi Ners PSIK FK UNSRI
3. Metode : Dinamika kelompok,
4. Setting tempat : Peserta dan terapis duduk bersama dalam bentuk lingkaran ruang inap
Bangau.

C L
P L P
7 2f
f
P
P
3
6 P P
5 4
o
Keterangan : bs
L : Leader
C : Co Leader
F : Fasilitator
O : Observer
P : Peserta

E. PROSES PELAKSANAAN

Langkah kegiatan :

1. Persiapan
a. Memilih klien perilaku kekerasan yang sudah kooperatif
b. Membuat kontak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
a. Salam dari terapis kepada klien
b. Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama).
c. Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)
b. Evaluasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan masalah yang dirasakan
c. Kontak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
2) Menjelaskan aturan main berikut
Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada
terapis.
Lama kegiatan 45 menit
Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap Kerja
A. Mendiskusikan perilaku kekerasan yang bisa dilakukan oleh klien
B. Menjelaskan kegiatan fisik yang dapat mengontrol perilaku kekerasan salah
satunya relaksasi otot prgogresi
C. Membantu klien untuk melaksanakan relaksasi otot progresif
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti terapi
2) Memberikan reinforcement positif terhadap perilaku klien yang positif.
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien menggunakan tekhnik yang telah dipelajari untuk
mengontrol perilaku kekerasan

You might also like