Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Afifah Preyanka Dumi
22010115210114
Pembimbing:
dr. Thomas Handoyo, Sp. PD
Residen Pembimbing:
dr. Aniq Ulthofiah
NIM : 22010115210114
Judul Kasus : Seorang Wanita 22 Tahun dengan TB Paru BTA (+) dengan
Riwayat Pengobatan OAT Kategori 1, HCAP, Loculated
Pneumothorax Sinistra, Atelektasis Paru Sinistra, dan Underweight
0
BAB I
LAPORAN KASUS BESAR
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn. K
Umur : 22 tahun
Ruang : Ruang Rajawali 6A
No.RM : C577935
Alamat : Pekalongan
Pekerjaan : Pegawai swasta
Status : BPJS PBI
Tanggal Masuk : 23 Maret 2016
1
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pengobatan TB paru dengan obat minum setiap hari selama 2 bulan
dilanjutkan dengan obat minum 3 kali seminggu selama 4 bulan pada Juni sampai
Desember 2014, dinyatakan BTA negatif pada akhir pengobatan (bulan ke-6) (+)
Riwayat sesak dan batuk kambuh pada bulan Januari 2015, tidak dilakukan
pemeriksaan BTA, dilakukan pengobatan dengan obat minum dari dokter namun
pasien tidak rutin meminum obat dan tidak tahu jenis obatnya (+)
Riwayat mondok selama 12 hari di RS Siaga Medika Pemalang karena sesak napas
pada bulan Maret 2016, dilakukan pengambilan cairan berwarna kemerahan
sebanyak 500 cc dari paru kiri (+)
Riwayat merokok (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat sakit tumor/kanker (-)
Riwayat tekanan darah tinggi (-)
Riwayat sakit gula (-)
Riwayat seks berganti pasangan (-)
Riwayat penggunaan narkoba (-)
Riwayat transfusi darah (-)
Riwayat Psikososial
Pasien adalah seorang pegawai swasta. Pasien belum berkeluarga. Pasien tinggal
bersama kakak pasien. Lingkungan rumah di pedesaan, rumah tidak berdempetan
dengan rumah lainnya, dan pasien memiki tetangga dengan riwayat sakit batuk lama.
Pengobatan di Rumah Sakit dengan BPJS PBI.
2
III. DATA OBYEKTIF
A. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik dilakukan tanggal 31 Maret 2016 pukul 11.00
Keadaan Umum : Lemah, tampak sesak napas, terpasang infus NaCl 0,9% 20 tpm
dan oksigen 3 lpm nasal kanul, dispneu (+), orthopneu (-)
Kesadararan : Composmentis, GCS : E4V5M6 = 15
Tanda Vital
TD : 110/70 mmHg
N : 88x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 24x/menit ; kusmaul (-)
t : 36,80 C (axiller)
BB : 38 kg
TB : 164 cm
IMT : 14,1 kg/m2 (underweight)
Kepala : Mesosefal
Kulit : Turgor baik
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Discharge (-/-), tinitus (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), pursed lip breathing(-)
Tenggorokan : T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher : Trakea deviasi ke kiri, JVP R2 cm, pasteur rondot (-), pembesaran
KGB (-), hipertrofi musculus SCM (-)
Thoraks : Asimetris, sela iga melebar (-), retraksi suprasternal (+), retraksi
epigastrial (+), retraksi intercostal(+), venektasi (-), sudut arcus costae
<90
Paru depan
Inspeksi : Saat statis: hemithorax kanan cembung;
Saat dinamis: hemithorax kiri tertinggal saat inspirasi
Palpasi : Stem fremitus kiri < kanan di daerah SIC II ke bawah
Perkusi : Dextra: Sonor seluruh lapangan paru kanan
Sinistra: Pekak pada lapangan paru kiri setinggi SIC II ke bawah
3
Auskultasi : Dextra: Suara dasar bronkhial, RBK (+) setinggi SIC II SIC III
Sinistra: Suara dasar menurun setinggi SIC II ke bawah, RBK (+) di
apeks paru
Paru Belakang
Inspeksi : Saat statis: hemithorax kanan cembung,
Saat dinamis: hemithorax kiri tertinggal saat inspirasi,
Palpasi : Stem fremitus kiri < kanan di daerah VTh IV ke bawah
Perkusi : Dextra: Sonor seluruh lapangan paru kanan
Sinistra: Pekak pada lapangan paru kiri setinggi VTh IV ke bawah
Auskultasi : Dextra: Suara dasar bronkhial, RBK (+) di VTh IV VTh V
Sinistra: Suara dasar menurun setinggi VTh IV ke bawah, RBK (+) di
apeks
RBK
Jantung
Konfigurasi jantung sulit dinilai
Auskultasi : BJ I-II murni reguler, bising(-), gallop(-)
4
Abdomen :
Inspeksi : Datar, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, PS (+) normal, PA (-), area traube timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, nyeri ketok sudut
costovertebra (-), Ballotement (-). Liver Span 9 cm.
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (23 Maret 2016)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hematologi
Hemoglobin 12,0 g/dL 12,00-15,00
Hematokrit 37 % 35-47
Eritrosit 4,33 10^6/L 4,4-5,9
MCH 27,6 Pg 27,00-32,00
MCV 85,4 Fl 76-96
MCHC 32,3 g/dL 29,00-36,00
Leukosit 19,4 10^3L 3,6-11
Trombosit 661 10^3/L 150-400
RDW 20,3 % 11,60-14,80
MPV 6,50 fL 4,00-11,00
5
Kimia Klinik
Glukosa darah 100 mg/dL 80-160
LDH 471 U/L 120-246
Ureum 30 mg/dl 15-39
Kreatinin 0,7 mg/dl 0,60-1,30
Asam Urat 5,7 mg/dL 2,6-6,0
Elektrolit
Natrium 139 mmol/L 136-145
Kalium 4,4 mmol/L 3,5-5,1
Chlorida 102 mmol/L 98-107
Pembacaan
COR : Batas jantung kanan bergeser ke kiri, batas jantung kiri tertutup
perselubungan homogen
Retrocardiac space tertutup bercak dan retrosternal space tak menyempit
PULMO : Corakan vascular tampak meningkat
6
Tampak bercak retikulogranuler disertai kavitas dan fibrotic line pada
hampir seluruh lapangan paru kanan
Tampak lusensis avaskuler disertai pleura viseral line pada lapangan atas paru kiri
Tampak perselubungan homogen pada apicolaterobasal hemithoraks kiri
Hemi diafragma kanan setinggi costa 10 posterior
Sinus kostofrenikus kanan suram, kiri tertutup perselubungan homogen
Kesan
- Cor sulit dinilai
- Infiltrat retikulogranuler disertai kavitas dan fibrotic line pada hampir seluruh
lapangan paru kanan DD/ gambaran TB paru, metastasis
- Loculated pneumothoraks kiri
- Perselubungan homogen pada apicolaterobasal hemithorax kiri efusi pleura kiri,
masih mungkin disertai atelektasis
7
Pemeriksaan Sputum (29 Maret 2016)
Pemeriksaan Hasil
Hasil Kultur
Klebsiella sp.
Amikacin S
Amoxiclav. Ac R
Cefepime R
Cefotaxime R
Ceftazidime R
Chloramphenicol R
Ciprofloxacin S
Cotrimoxazole S
Fosfomycin R
Gentamicin S
Meropenem S
Sulbactam Cefoperazone S
Tigecycline S
Piperacillin / Tazobactam S
Ampicillin Sulbactam S
8
IV. DAFTAR ABNORMALITAS
1. Sesak napas
2. Batuk berdahak warna kuning
3. Demam subfebris
4. Nafsu makan menurun
5. Penurunan berat badan
6. Keringat di malam hari
7. Riwayat pengobatan TB paru dengan OAT kategori 1 pada bulan Juli Desember
2014, status BTA (-) pada akhir pengobatan (bulan ke-6)
8. Riwayat sesak dan batuk kambuh pada Januari 2015, status BTA tidak diketahui
9. Riwayat mondok di RS diambil cairan berwarna kemerahan sebanyak 500 cc
dari rongga dada sinistra
10. Underweight
11. Deviasi trakea ke kiri
12. RBK (+) di SIC II SIC III paru dextra dan apeks paru sinistra
13. Keredupan paru sinistra setinggi SIC II ke bawah
14. Retraksi suprasternal
15. Retraksi epigastrial
16. Retraksi intercostal
17. Leukositosis (19.400 / L)
18. LDH meningkat (471 U/L)
19. Pemeriksaan sputum BTA (1+)/Positif
20. Hasil pengecatan sputum Diplococcus gram positif dan kuman bentuk batang
gram negatif: (+)/Positif
21. Infiltrat retikulogranuler disertai kavitas dan fibrotic line pada hampir seluruh
lapangan paru dekstra
22. Loculated pneumothoraks sinistra
23. Atelektasis paru sinistra
9
3. Loculated pneumothoraks sinistra 22
4. Atelektasis paru sinistra 11, 13, 23
5. Underweight 10
10
Menjelaskan bahwa akan dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui jenis
OAT yang masih bisa diberikan
Menjelaskan bahwa pasien harus menyelesaikan pengobatan (tidak boleh
putus obat) dan efek samping obat
Menjelaskan untuk menutup mulut bila batuk
Problem 2. HCAP
-Assessment : Komorbiditas
-Initial Plan
Dx :-
Rx : - Infus NaCl 0,9% 20 tpm
- O2 3 lpm nasal kanul
- Injeksi Ceftriaxone 2gr / 24 jam i.v.
- N-asetylsistein 200mg / 8 jam p.o.
- Paracetamol 500 mg/8 jam p.o. (bila t > 380C)
Mx : KU TV / 8 jam, ronkhi, RR, suhu / 8 jam
Ex : Menjelaskan kepada pasien untuk menutup mulut bila batuk
11
Rx : - O2 3 lpm nasal kanul
Mx : Keluhan sesak, keadaan umum, tanda vital
Ex : Menjelaskan bahwa akan dilakukan pemeriksaan MSCT Thoraks untuk
menegakkan diagnosis
Menjelaskan untuk jangan melepas oksigen
Problem 5. Underweight
-Assessment : -
-Initial Plan
Dx :-
Rx : Diet lunak 1200 kkal / 45 gr protein + peptisol 2 x 4 sdt (200cc) + puding
MCT 1x naik bertahap
Rawat bersama gizi klinik
Mx : Keadaan umum, akseptabilitas makanan, respon asupan (kenaikan BB)
Ex : Menjelaskan kemungkinan penyebab dan edukasi untuk menghabiskan
makanan yang diberikan dari rumah sakit
12
PROGRESS NOTE
Tanggal Problem Program
1/04/2016 S: Sesak nafas (+), batuk(+), dahak sulit Tx:
Perawatan keluar - Infus NaCL 0,9% 20 tpm
Hari ke- - O2 3 lpm nasal kanul
10 O: - Diet lunak 1200 kkal/45 gr
KU lemah, kesadaran composmentis protein + peptisol 2x4 sdt
(200cc) + puding MCT 1x
TV: - Inj. Ceftriaxone 2gr / 24 jam
TD : 110/70 mmHg i.v. (hari ke-10)
N : 82x/ menit - N-asetylsistein 200mg / 8
RR : 26x/menit jam p.o.
0
T : 37,5 C - Paracetamol 500mg / 8 jam
Paru: suara dasar bronkhial, suara dasar paru po jika t>38oC
kiri menurun setinggi SIC II ke bawah, RBK
(+) Program:
- KUTV / 8 jam
- Raber TS Gizi Klinik
- Nebule induksi NaCl 3%
(pagi)
- Gene Xpert
- MSCT Thorax (tunggu
hasil)
E:
TB paru BTA (+) kambuh dengan riwayat
pengobatan OAT kategori 1
HCAP
Loculated pneumothorax sinistra
Atelektasis paru sinistra
Severe underweight
Program:
- KUTV / 8 jam
- Raber TS Gizi Klinik
13
Paru: suara dasar bronkhial, suara dasar paru - Gene Xpert (tunggu hasil)
kiri menurun setinggi SIC II ke bawah, RBK - MSCT Thorax (hasil (+))
(+)
14
- Konsolidasi dengan air brochogram pada
segmen 6 disertai fibrosis pada segmen 3,
5, 6, 10 dan multiple cavitas pada segmen
3 kanan Gambaran pneumonia
underlying TB
- Pneumothoraks kiri disertai kolaps paru
kiri dan multicavitas
- Efusi pleura kiri
- Limfonodi pada upper paratrachea kiri
(ukuran 0,5 cm)
E:
TB paru BTA (+) kambuh dengan riwayat
pengobatan OAT kategori 1
HCAP (perbaikan)
Loculated pneumothorax sinistra
Atelektasis paru sinistra
Severe underweight
15
N : 86x/ menit - Paracetamol 500mg / 8 jam
RR : 24x/menit po jika t>38oC
T : 36,50C
Paru: suara dasar bronkhial, suara dasar paru Program:
kiri menurun setinggi SIC II ke bawah, RBK - KUTV / 8 jam
(+) - Raber TS Gizi Klinik
- Gene Xpert (tunggu hasil)
E:
TB paru BTA (+) kambuh dengan riwayat
pengobatan OAT kategori 1
HCAP (perbaikan)
Loculated pneumothorax sinistra
Atelektasis paru sinistra
Severe underweight
7/04/16 S: Sesak nafas dan batuk (+) berkurang, Tx:
Perawatan demam (-) - Infus NaCL 0,9% 20 tpm
hari ke-16 - O2 3 lpm nasal kanul
O: - Diet biasa 1500 kkal/60 gr +
KU lemah, kesadaran composmentis entramix 2x3 sdt + puding
MCT 1x
TV: - N-asetylsistein 200mg / 8
TD : 110/80 mmHg jam p.o.
N : 80x/ menit
RR : 22x/menit Program:
T : 36,7C - KUTV / 8 jam
Paru: suara dasar bronkhial, suara dasar paru - Raber TS Gizi Klinik
kiri menurun setinggi SIC II ke bawah, RBK - Gene Xpert (tunggu hasil)
(+)
E:
TB paru BTA (+) kambuh dengan riwayat
pengobatan OAT kategori 1
HCAP (perbaikan)
16
Loculated pneumothorax sinistra
Atelektasis paru sinistra
Severe underweight
Program:
- KUTV / 8 jam
- Raber TS Gizi Klinik
Paru: suara dasar bronkhial, suara dasar paru - Gene Xpert (hasil (+))
kiri menurun setinggi SIC II ke bawah, RBK
(+)
Gene Xpert:
MTB detected low
Rifampicin resistance not detected
E:
TB paru BTA (+) kambuh dengan riwayat
pengobatan OAT kategori 1 TB-MDR
dapat disingkirkan
HCAP (perbaikan)
Loculated pneumothorax sinistra
Atelektasis paru sinistra
Severe underweight
17
11/04/16 S: Sesak nafas berkurang, batuk berkurang Tx:
Perawatan - Infus NaCL 0,9% 20 tpm
hari ke-20 O: - O2 3 lpm nasal kanul
KU baik, kesadaran composmentis - Diet biasa 1500 kkal/60 gr +
entramix 2x3 sdt + puding
TV: MCT 1x
TD : 100/70 mmHg - N-asetylsistein 200mg / 8
N : 88x/ menit jam p.o.
RR : 22x/menit - FDC OAT kategori II
0
T : 36,5 C 2(RHZE)S/RHZE/S(NHE)3:
Paru: suara dasar bronkhial, suara dasar paru RHZE 3 tab/24 jam p.o + inj.
kiri menurun setinggi SIC II ke bawah, RBK streptomicin 750mg/24 jam
(+) i.m
Program:
- KUTV / 8 jam
- Raber TS Gizi Klinik
- Evaluasi, pasien boleh
pulang
E:
TB paru BTA (+) kambuh dengan riwayat
pengobatan OAT kategori 1 TB-MDR
dapat disingkirkan
HCAP (perbaikan)
Loculated pneumothorax sinistra
Atelektasis paru sinistra
Severe underweight
18
BAB II
PEMBAHASAN
Seorang wanita 22 tahun dirujuk ke RSDK dari RS Siaga Medika Pemalang pada
tanggal 23 Maret 2016 dengan keluhan utama sesak nafas. Pasien mengeluh sesak napas.
Sesak napas dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Sesak napas dirasakan memberat dalam
2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan
perubahan posisi, tidak berbunyi ngik-ngik, terbangun malam hari karena sesak (-). Sesak
napas tidak dicetuskan oleh udara dingin atau debu serta tidak dicetuskan oleh emosi. Sesak
napas disertai dengan batuk (+) berdahak berwarna kuning, batuk darah (-), demam
nglemeng (+), lemas (+), nyeri dada (-), berkeringat pada malam hari (+), mual (-), muntah
(-), penurunan nafsu makan (+), penurunan berat badan (+) namun tidak tahu berapa kg,
suara serak (-), dan sulit menelan (-). Tidak ada keluhan dalam buang air kecil, sering buang
air kecil malam hari (-).. Pasien ke RS Siaga Medika Pemalang karena sesaknya, mondok
selama 12 hari. Di RS Siaga Medika diambil cairan berwarna kemerahan sebanyak 500 cc
dari paru kiri, kemudian dirujuk ke RSDK.
Pada pemeriksaan fisik tanggal 31 Maret 2016 didapatkan keadaan umum pasien
tampak sesak. Tekanan darah 110/70mmHg, IMT 14,1 (underweight). Pada pemeriksaan
inspeksi thoraks tampak asimetris, didapatkan retraksi suprasternal, retraksi epigastrial, dan
retraksi intercostal. Pada pemeriksaan paru, tampak asimetris saat statis dan dinamis, pada
palpasi stem fremitus kiri lebih rendah dari kanan di daerah SIC II ke bawah, pada perkusi
19
didapatkan pekak di paru kiri setinggi SIC II ke bawah pada paru depan (VTh IV ke bawah
pada paru belakang). Auskultasi paru kanan didapatkan suara dasar bronkhial, paru kiri suara
dasar menurun setinggi SIC II ke bawah pada paru depan (VTh IV ke bawah pada paru
belakang), didapatkan RBK setinggi SIC II SIC III pada paru kanan depan (VTh IV Vth
V pada paru kanan belakang) dan RBK di apeks paru kiri. Konfigurasi jantung sulit dinilai,
bunyi jantung I dan II murni reguler. Abdomen tidak ada kelainan.
Pasien direncanakan untuk thoracosentesis dengan guided USG pada tanggal 30 Maret
2016. Namun setelah USG didapatkan hasil tampak konsolidasi di hemithoraks dan cor dan
tidak tampak efusi pleura sehingga thoracosentesis batal dilakukan.
20
TB Paru BTA (+) Kambuh dengan Riwayat Pengobatan OAT Kategori 1
Problem pertama pada pasien ini adalah TB paru BTA (+) kambuh dengan riwayat
pengobatan OAT kategori 1.
Tersangka pasien TB adalah seseorang yang mempunyai keluhan atau gejala klinis
mendukung TB.
Pasien TB terdiagnosis secara klinis adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria
terdiagnosis secara bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan
diputuskan untuk diberikan pengobatan TB.
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung TB.
21
Klasifikasi TB
A. Kasus baru: adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT sebelumnya atau
riwayat mendapatkan OAT kurang dari1 bulan.
B. Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya: adalah pasien yang pernah
mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih. Kasus ini diklasifikasikan lebih lanjut
berdasarkan hasil pengobatan terakhir:
Kasus kambuh
Kasus pengobatan setelah gagal
Kasus setelah putus obat, pasien dengan perjalanan pengobatan tidak dapat
dilacak (loss to follow up)
Kasus dengan riwayat pengobatan lainnya: pernah mendapatkan OAT dan
hasil akhir pengobatannya tidak diketahui atau tidak didokumentasikan
Pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya
- Hasil bakteriologis dan uji resistensi OAT
22
Pemeriksaan dilakukan terhadap apusan dahak atau spesimen lain atau identifikasi
M.tuberculosis berdasarkan biakan atau metode diagnostik cepat yang telah
mendapat rekomendasi WHO (Xpert MTB/RIF)
Kasus TB diklasifikasikan dalam kategori berdasarkan uji resistensi obat dari isolat
klinis yang dikonfirmasi M.tuberculosis yaitu:
Monoresisten : isolat M.tuberculosis kebal terhadap salah satu OAT lini pertama.
Poliresisten : isolat M.tuberculosis kebal dua atau lebih OAT lini pertama selain
kombinasi rifampisin dan isoniazid.
Resisten obat ganda atau dikenal dengan multi-drug resistant tuberculosis (MDR-TB):
isolat M.tuberculosis resisten minimal terhadap isoniazid dan rifampisin, yaitu OAT
yang paling kuat dengan atau tanpa disertai resisten terhadap OAT lainnya.
Resisten berbagai OAT/extensively drug-resistant tuberculosis (XDR-TB): adalah TB
resisten obat ganda yang disertai resisten terhadap salah satu florokuinolon dan salah
satu dari tiga obat injeksi lini kedua (amikasin, kapreomisin, atau kanamisin).
23
Resisten Rifampisin: resisten terhadap rifampisin yang dideteksi menggunakan metode
fenotipik dan genotipik, dengan atau tanpa resisten terhadap OAT lain. Apapun dengan
resisten rifampisin termasuk dalam kategori ini, baik monoresisten, poliresisten, resisten
obat ganda, atau resisten berbagai OAT.
Resisten OAT total/totally drug-resistant tuberculosis (TDR-TB): TB resisten dengan
semua OAT lini I dan II.
Pasien ini didiagnosis TB paru BTA (+) kambuh dengan riwayat pengobatan OAT
kategori 1 didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan. Dari anamnesis didapatkan keluhan sesak yang tidak dipengaruhi aktivitas,
perubahan posisi, dan alergen. Sesak napas disertai dengan batuk berdahak berwarna
kuning, demam subfebris, lemas, berkeringat pada malam hari, penurunan nafsu makan dan
berat badan. Pasien mempunyai riwayat mondok di RS diambil cairan berwarna kemerahan
dari rongga sebanyak 500 cc dari paru kiri. Pemeriksaan BTA sputum pasien menunjukkan
hasil positif. Pemeriksaan X-Foto thorax memberikan gambaran TB paru yang berupa
infiltrat retikulogranuler disertai kavitas dan fibrotic line pada hampir seluruh lapangan paru
kanan.
Pasien termasuk dalam pasien suspek TB kebal sesuai kriteria nomor 6, karena
sebelumnya pasien menderita TB paru yang diobati dengan OAT kategori 1 selama 6 bulan
pada Juni sampai Desember 2014, dinyatakan BTA negatif pada akhir pengobatan (bulan
ke-6). Sekarang sesak dan batuk kambuh, didapatkan hasil BTA (+1) dari pengecatan
sputum. Pasien diprogram untuk pemeriksaan geneXpert untuk konfirmasi status resistensi
terhadap Rifampisin.
1. Kasus kronik atau pasien gagal pengobatan dengan OAT kategori II.
2. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah bulan ketiga dengan
OAT kategori II.
3. Pasien yang pernah diobati TB secara substandar di Fasyankes tanpa DOTS,
termasuk penggunaan OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin.
4. Pasien gagal pengobatan dengan OAT kategori I.
24
5. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan OAT
kategori I.
6. Kasus TB kambuh.
7. Pasien yang kembali setelah lalai pada pengobatan kategori I dan/atau kategori
II.
8. Pasien suspek TB dengan keluhan yang tinggal dekat pasien TB resisten obat
ganda konfirmasi termasuk petugas kesehatan yang bertugas di bangsal TB
resisten obat ganda.
9. Pasien koinfeksi TB-HIV, yang tidak memberikan respons klinis terhadap
pengobatan TB dengan OAT lini pertama.
25
Alur Diagnosis TB MDR
Hasil GeneXpert keluar pada 8 April 2016 yaitu MTB detected low, Rifampicin
resistance not detected, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tidak terbukti menderita Tb
paru kebal obat (Multi Drug Resistant Tuberculosis). Penelitian Yao dkk tahun 2010, Da
Silva dan Palomino tahun 2011 menunjukkan bahwa hal utama yang berhubungan dengan
rifampisin adalah hampir semua strain yang resisten rifampisin juga menunjukkan resisten
terhadap obat lain, khususnya isoniazid, dan untuk alasan inilah deteksi resistensi rifampisin
telah diajukan sebagai surrogate molecular marker (penanda molekular pengganti) untuk
MDR. Pasien ini diberikan pengobatan lanjutan setelah kambuh dengan OAT kategori 2.
26
Paduan Obat Anti Tuberkulosis Lini Pertama dan Peruntukannya
Berat Badan tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16 minggu
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
27
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
Kategori 2: 2(RHZE)S/(RHZE)/5(HR)3E3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
Pasien kambuh
28
Health-Care Associated Pneumonia (HCAP)
HCAP didiagnosis < 48 jam setelah admisi dengan salah satu dari faktor risiko:
1. Riwayat mondok di rumah sakit selama > 48 jam dalam 90 hari sebelum diagnosis
dibuat;
2. Menetap di rumah perawatan atau fasilitas kesehatan jangka panjang;
3. Menerima terapi antibiotik intravena, kemoterapi, atau perawatan luka dalam 30
hari sebelum diagnosis dibuat; dan
4. Datang ke rumah sakit atau klinik hemodialisa.
Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta), diagnosis
pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut :
1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan
menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah
sakit
- sekret purulen
- leukositosis
29
dextra dan sinistra. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan: leukositosis, hasil pengecatan
gram positif untuk Diplococcus gram positif dan kuman bentuk batang gram negatif, dan
terdapat infiltrat pada lapangan paru dextra.
Pasien ini diberi antibiotik Ceftriaxon sebagai terapi antibiotik awal secara empirik
mengacu pada ATS/IDSA 2004.
Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP pada pasien tanpa faktor
risiko patogen MDR, onset dini dan semua derajat penyakit (mengacu ATS / IDSA 2004)
30
Pneumothoraks dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi dari TB paru, yaitu
pneumothoraks spontan sekunder yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya penyebab trauma
ataupun iatrogenik, yaitu terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya. Pneumothoraks
spontan terjadi karena ruptur dari lesi tuberkulosis subpleura. Infiltrat kaseosa pleura yang
mengalami likuifikasi, kemudian terjadi nekrosis pleura dan ruptur. MSCT Thoraks dengan
kontras lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumothoraks,
batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner serta untuk membedakan
pneumothoraks spontan primer atau sekunder.
Atelektasis juga dapat merupakan salah satu dari komplikasi TB paru. Kuman TB
yang berada dan bermultiplikasi di paru dapat mencapai kelenjar limfe hilus melalui aliran
limfe, sering pada hilus lobus medius. Kelenjar limfe hilus dapat terinfeksi dan mengalami
pembesaran, sehingga menyebabkan penekanan bronkus lobus medius, yang berakibat
atelektasis. Diferensial diagnosis adalah massa paru, sehingga perlu dilakukan MSCT untuk
menegakkan diagnosis.
Underweight
Masalah kelima pada pasien ini adalah berat badan kurang (underweight). Pada pasien
ini didapatkan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebesar 14,1 kg/m2, dan nilai tersebut adalah
kurang dari nilai normal indeks massa tubuh untuk orang Asia menurut WHO yaitu 18,5
22,9 kg/m2. Kurangnya berat badan pada pasien ini dapat disebabkan oleh penyakit kronis
seperti pada problem pertama, dimana saat terjadi infeksi, status metabolisme tubuh menjadi
hiperkatabolisme sehingga dapat terjadi penurunan berat badan. Ataupun penurunan berat
badan juga dapat terjadi akibat turunnya nafsu makan yang menyebabkan intake makanan
menja di berkurang. Dalam kasus ini, pengaturan pola makan dilakukan berdasarkan
kebutuhan energi total per hari wanita dewasa menurut Harris Benedict = 655,1 + (9,65xBB)
+ (1,85xTB).- (4,68xU). Kebutuhan total = Kebutuhan energi total x stress factor x activity
factor. Didapatkan hasil sebesar 1700 kkal.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Bickley, Lynn S. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan edisi
8. Jakarta : EGC, 2009.
2. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Tuberkulosis. In: Indonesia
KKR, (ed.). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013, p. 17-22;
36-9.
3. Ari W.S, Bambang S, Idrus A, Marcellus S.K, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 2009.
4. Jusuf, M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Penerbit FK Unair, 2010.
5. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia. In:
PDPI. Jakarta, 2003.
32