You are on page 1of 68

Kata Pengantar

Terima kasih kepada Tuhan karena penyertaaanya penulis dapat menyelesaikan refrat
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher yang berjudul Obstruksi Saluran
Napasa Atas .Penulis juga berterima kasih kepada dr. Sondang BRS, SpTHT,MARS yang telah
membimbing dan memberikan pemahaman yang baik sehingga mempermudah pembuatan
refrat ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan.
Namun, dengan segala kerendahan hati, penulis mempersembahkan sebagai wujud
keterbatasan kemampuan yang penulis miliki dan untuk itu penulis sangat menghargai setiap
koreksi, kritik, dan saran demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat menambah hasanah ilmu
pengetahuan serta dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Atas perhatiannya penulis sampaikan terima kasih.

Cianjur, April 2016

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar 2
Bab I : Pendahuluan 4
Bab II : Pembahasan
I. Anatomi 4
A.Hidung 5
B.Faring 8
C.Laring 9
II. Sumbatan Saluran Napas Atas Pada Anak 11
A. Sumbatan Dari Hidung 14
1. Atresia Koana 14
B. Sumbatan Dari Orofaring 16
1. Pierre Robin Syndrome 16
2. Tonsilitis 17
3. Hipertrofi Adenoid 19
4. Abses Retrofaring 20
5. Obstructive Sleep Apnea Syndrome 21
6. Higroma Kistik 21
C. Sumbatan Dari Laring
1. Croup 22
2. Trauma Laring 26
3. Laringeal Web 27
4. Stenosis Sublotis 27
5. Epiglotitis 28
6. Laringitis 29
7. Laringomalasia 31
8. Benda Asing 33
III. Diagnosa Sumbatan Saluran Napas Atas 35
IV. Penatalaksanaan 36
Bab III : Penutup
Kesimpulan 44
Daftar Pustaka 45

2
BAB I

Pendahuluan

Saluran pernapasan atau tractus respiratorius (respiratory tract) adalah bagian tubuh
manusia yang berfungsi sebagai tempat lintasan dan tampat pertukaran gas yang diperlukan
untuk proses pernapasan. Saluran ini berpangkal pada hidung atau mulut dan berakhir pada
paru-paru. Saluran pernapasan dibagi menjadi saluran pernapasan atas dan pernapasan bawah
dibatasi oleh laring.1
Penyumabatan atau obstruksi yang terjadi di saluran napas atas dapat menyebabkan
seseorang untuk gagal bernapas sehingga fungsi tubuh terganggu, terutama pada sistem
pernapasan dan transport oksigen di dalam tubuh. Penyumbatan pada sistem pernapasan atas
dapat disebabkan oleh banyak penyebab, diantara lain adalah sumbatan dari benda asing,
trauma pada laring, tumor atau neoplasma, infeksi dan gangguan persarafan pada daerah kepala
dan leher.

3
BAB II

Pembahasan

I. Anatomi

Sistem respirasi adalah pengangkutan gas ke dan dari sel-sel. Dalam pengangkutan gas
ini melewati alat-alat pernapasan. Alat-alat pernapasan terdiri dari rongga hidung, faring,
laring, dan trakea.dari paru-paru yang akan terjadi pertukaran gas secara langsung antara udara
dan darah. Sebagian besar saluran pernapasan bronkus, terdapat didalam paru-paru. Laring juga
berfungsi sebagai produksi suara. Alat penghidu (hidung) mengontrol udara penarikan napas.1
Saluran napas bagian atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Dari sudut klinik,
rongga mulut sering kali juga diikut sertakan dalam struktur saluran pernapasan bagian atas.
Bagian yang kedua adalah saluran napas bagian bawah yang terletak di leher dan batang
badan(trakea, bronkus, dan paru-paru).1

A. Hidung

Gambar 1. Anatomi Hidung 2

4
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah: 1)
Pangkal hidung (bridge), 2) Batang hidung (dorsum nasi), 3) Puncak hidung (hip), 4) Ala nasi,
5) kolumela dan 6) Lubang hidung (nares anterior). Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang
hidung (os nasal), 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal; sedangkan
kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah
hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis
lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan 4) tepi anterior kartilago
septum.2

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang
dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu
atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut
nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian dari
kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior, disebut
vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunuyai banyak kelenjar sebasea dan
rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.2

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah
ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi konka
superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya
rudimenter.2
Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut
meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan
superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dan dinding lateral rongga hidung.
Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak
di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat muara
sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan
ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan
sinus sfenoid.2

Batas rongga hidung

Dinding inferior adalah dasar dari rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os
palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina
kribiformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Lamina kribiformis
merupakan lempeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-lubang

5
(kribrosa=saringan) dan tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Di bagian
posterior, atap rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid.2

Kompleks OstioMeatal (KOM)

Kompleks ostiomeatal (KOM) merupakan celah pada dinding lateral hidung yang
dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk
KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulm etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger
nasi dan resesus frontal. KOM merupakan unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi
dan drenase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior yaitu sinus maksila, etmoid anterior dan
frontal.Jika terjadi obstruksi pada celah yang sempit ini, maka akan terjadi perubahan patologis
yang signifikan pada sinus-sinus yang terkait.2

Gambar 2 Perdarahan Hidung2

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan posterior
yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a. karotis interna.Bagian bawah rongga hidung
mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, di antaranya ialah ujung a. palatina
mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina
dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.1,2
Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis. Pada bagian
depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a.
labialis superior dan a. palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach (Littles area).
Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering
menjadi sumber epistaksis (perdarahan hidung), terutama pada anak.2,3

6
Gambar 3 Persarafan Hidung 2

Vena-vena hidung mempunyai nama sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya.
Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v. oftalmika yang berhubungan
dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan
faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.2
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis
anterior, yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris, yang berasal dari n. Oftalmikus. Rongga
hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n. maksila melalui ganglion
sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga
memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima
serabut saraf sensoris dari n. maksila (N. V-2), serabut parasimpatis dari n. petrosus
superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis dari n. petrosus profundus. Ganglion
sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media. Fungsi
penghidu berasal dari n. ofaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari permukaan
bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa
olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.2,3

B. Faring

Faring adalah otot berbentuk pipa corong dengan panjang 5 inch yang menghubungkan
hidung dan mulut menuju laring. Faring adalah tempat dari tonsil dan adenoid. Dimana terdapat
jaringan limfe yang melawan infeksi dengan melepas sel darah putih ( limfosit T dan B).3
Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi nasofaring, orofaring dan laringofaring.2,3
Nasofaring disebut juga Epifaring, Rinofaring. merupakan yang terletak dibelakang
rongga hidung,diatas Palatum Molle dan di bawah dasar tengkorak. Dinding samping ini

7
berhubungan dengan ruang telinga tengah melalui tuba Eustachius. Bagian tulang rawan dari
tuba Eustachius menonjol diatas ostium tuba yang disebut Torus Tubarius. Tepat di belakang
Ostium Tuba. Terdapat cekungan kecil disebut Resesus Faringeus atau lebih di kenal dengan
fosa Rosenmuller; yang merupakan banyak penulis merupakan lokalisasi permulaan
tumbuhnya tumor ganas nasofaring.2

Gambar 4. Anatomi Nasofaring1

Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya palatum mole, batas bawah
adalah tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah
vertebra servikalis. struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring,
tonsil palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan
foramen sekum. Laringofaring batas laingofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis,
batas anterior adalah laring, batas inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebre
servikal.2

Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang kadang tidak beraturan. Yang
utama berasal dari cabang A. karotis eksterna ( cabang faring asendens dan cabang fausial )
serta dari cabang A. maksila interna yakni cabang palatina superior.2

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif. pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari N. vagus, cabang dari N. glosofaring
dan serabut simpatis. cabang faring dari N. vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring
yang ekstensif ini keluar cabang cabang untuk otot otot faring kecuali M. stilofaring yang
dipersarafi langsung oleh cabang N. glosofaring ( N.IX ).2,3

8
Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase
esophageal.
Fase oral
Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan
oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan
membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini
berlangsung secara di sadari.
Fase faringeal
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus
palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan waktu
gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas.
Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah,
pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas.
Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.
Fase esofageal
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun
lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.
Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :
1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik
primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian
proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik
kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.
2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus
mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan
gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus.

9
C. Laring

Gambar 5. Anatomi Laring1

Laring merupakan struktur kompleks yang telah berevolusi yang menyatukan trakea
dan bronkus dengan faring sebagai jalur aerodigestif umum. Laring memiliki kegunaan penting
yaitu (1) ventilasi paru, (2) melindungi paru selama deglutisi melalui mekanisme sfingteriknya,
(3) pembersihan sekresi melalui batuk yang kuat, dan (4) produksi suara. Secara umum, laring
dibagi menjadi tiga: supraglotis, glotis dan subglotis. Supraglotis terdiri dari epiglotis, plika
ariepiglotis, kartilago aritenoid, plika vestibular (pita suara palsu) dan ventrikel laringeal.
Glotis terdiri dari pita suara atau plika vokalis. Daerah subglotik memanjang dari permukaan
bawah pita suara hingga kartilago krikoid. Ukuran, lokasi, konfigurasi, dan konsistensi struktur
laringeal, unik pada neonatus.2,3

Laring dibentuk oleh kartilago, ligamentum, otot dan membrana mukosa. Terletak di
sebelah ventral faring, berhadapan dengan vertebra cervicalis 3-6. Berada di sebelah kaudal
dari os hyoideum dan lingua, berhubungan langsung dengan trakea. Di bagian ventral ditutupi
oleh kulit dan fasia, di kiri kanan linea mediana terdapat otot-otot infra hyoideus. Posisi laring
dipengaruhi oleh gerakan kepala, deglutisi, dan fonasi.2

Kartilago laring dibentuk oleh 3 buah kartilago yang tunggal, yaitu kartilago tireoidea,
krikoidea, dan epiglotika, serta 3 buah kartilago yang berpasangan, yaitu kartilago aritenoidea,
kartilago kornikulata, dan kuneiform. Selain itu, laring juga didukung oleh jaringan elastik. Di
sebelah superior pada kedua sisi laring terdapat membrana kuadrangularis. Membrana ini
membagi dinding antara laring dan sinus piriformis dan dinding superiornya disebut plika
ariepiglotika. Pasangan jaringan elastik lainnya adalah konus elastikus (membrana

10
krikovokalis). Jaringan ini lebih kuat dari pada membrana kuadrangularis dan bergabung
dengan ligamentum vokalis pada masing-masing sisi.2

Otot-otot yang menyusun laring terdiri dari otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik.
Otot-otot ekstrinsik berfungsi menggerakkan laring, sedangkan otot-otot intrinsik berfungsi
membuka rima glotidis sehingga dapat dilalui oleh udara respirasi. Juga menutup rima glotidis
dan vestibulum laringis, mencegah bolus makanan masuk ke dalam laring (trakea) pada waktu
menelan. Selain itu, juga mengatur ketegangan (tension) plika vokalis ketika berbicara. Kedua
fungsi yang pertama diatur oleh medula oblongata secara otomatis, sedangkan yang terakhir
oleh korteks serebri secara volunter.2

Rongga di dalam laring dibagi menjadi tiga yaitu, vestibulum laring, dibatasi oleh
aditus laringis dan rima vestibuli. Lalu ventrikulus laringis, yang dibatasi oleh rima vestibuli
dan rima glotidis. Di dalamnya berisi kelenjar mukosa yang membasahi plika vokalis. Yang
ketiga adalah kavum laringis yang berada di sebelah ckudal dari plika vokalis dan melanjutkan
diri menjadi kavum trakealis.2

Laring pada bayi normal terletak lebih tinggi pada leher dibandingkan orang dewasa.
Laring bayi juga lebih lunak, kurang kaku dan lebih dapat ditekan oleh tekanan jalan nafas.
Pada bayi laring terletak setinggi C2 hingga C4, sedangkan pada orang dewasa hingga C6.
Ukuran laring neonatus kira-kira 7 mm anteroposterior, dan membuka sekitar 4 mm ke arah
lateral.2
Laring berfungsi dalam kegiatan Sfingter, fonasi, respirasi dan aktifitas refleks.
Sebagian besar otot-otot laring adalah adduktor, satu-satunya otot abduktor adalah m.
krikoaritenoideus posterior. Fungsi adduktor pada laring adalah untuk mencegah benda-benda
asing masuk ke dalam paru-paru melalui aditus laringis. Plika vestibularis berfungsi sebagai
katup untuk mencegah udara keluar dari paru-paru, sehingga dapat meningkatkan tekanan intra
thorakal yang dibutuhkan untuk batuk dan bersin. Plika vokalis berperan dalam menghasilkan
suara, dengan mengeluarkan suara secara tiba-tiba dari pulmo, dapat menggetarkan (vibrasi)
plika vokalis yang menghasilkan suara. Volume suara ditentukan oleh jumlah udara yang
menggetarkan plika vokalis, sedangkan kualitas suara ditentukan oleh cavitas oris, lingua,
palatum, otot-otot facial, dan kavitas nasi serta sinus paranasalis.2,3

11
II. Sumbatan saluran napas

Sumbatan saluran napas atas adalah salah satu keadaan suatu keadaan darurat yang
harus segera diatasi untuk mencegah kematian. Sumbatan dapat bersifat sebagian, dapat juga
sumbatan total. Pada sumbatan ringan dapat mrnyebabkan sesak, sedangkan sumbatan yang
lebih berat namun masih ada sedikit celah dapat menyebabkan sianosis (berwarna biru pada
kulit dan mukosa membran yang disebabkan kekurangan oksigen dalam darah), gelisah bahkan
penurunan kesadaran. Pada sumbatan total bila tidak ditolong dengan segera dapat
menyebabkan kematian.1,4
Perbedaan anatomi dan fungsi saluran napas adalah pertimbangan penting dalam
pemeliharaan saluran napas , laringoskopi dan intubasi . Pada bayi baru lahir , hidung
menyumbang sekitar 42 % dari total resistensi saluran udara jauh lebih sedikit daripada orang
dewasa 63 % . Dengan demikian bayi yang wajib hidung bernapas . Epiglotis lebih panjang ,
berbentuk U dan floppy , dan mungkin perlu diangkat dengan laringoskop lurus berbilah untuk
visualisasi dari laring dan intubasi . Laring lebih tinggi di leher ( C3 - 4 ) pada neonatus , dan
memiliki kecenderungan anterior. Ini turun selama 3 tahun pertama kehidupan , dan sekali lagi
pada masa pubertas , C6 berlawanan . Panjang trakea bervariasi 3,2-7,0 cm pada bayi dengan
berat kurang dari 6 kg . Posisi yang akurat dari tabung trakea diperlukan untuk mencegah
ekstubasi disengaja dan intubasi endobronkial . Bagian tersempit jalan nafas sampai pubertas
adalah cincin krikoid . Ini bagian dari jalan napas yang paling rentan terhadap trauma dan
pembengkakan . Cincin krikoid sempit juga menentukan ukuran tabung , dan memungkinkan
penggunaan tabung uncuffed pada bayi dan anak-anak.4

Meskipun rasio diameter saluran napas dengan berat badan yang relatif besar pada bayi
, secara absolut diameter saluran udara kecil , dan pengurangan minimal menyebabkan
peningkatan resistensi saluran napas dahsyat . Sebagai contoh, diameter cincin krikoid bayi
baru lahir adalah 5 mm . Penurunan 50 % dalam radius akan menghasilkan aliran turbulen ,
dan meningkatkan tekanan ( dan kerja ) yang diperlukan untuk mempertahankan pernapasan
32 kali lipat .4
Gejala dan tanda-tanda bervariasi dengan tingkat obstruksi , etiologi dan usia anak .
Obstruksi jalan napas dapat berupa extrathoracic atau torak . Obstruksi extrathoracic
meningkatkan inspirasi dan ditandai dengan stridor inspirasi dan perpanjangan inspirasi .
Obstruksi intrathoracic baik besar dan kecil meningkat saluran napas selama ekspirasi , dan
ditandai dengan ekspirasi stridor , berakhirnya berkepanjangan , mengi dan perangkap udara .

12
mencerminkan perubahan tekanan intrapleural dan nafas dari siklus pernapasan. Retraksi
dinding dada mencerminkan tekanan intrapleural negatif yang dihasilkan dan dinding dada
compliant . Tekanan intrapleural negatif yang besar juga ditransmisikan ke interstitium paru-
paru , dan dapat menyebabkan paru oedema. Cor pulmonale dapat mengembangkan obstruksi
sekunder kronis, hipoksia dan hipertensi pulmonal.4

Tabel 1.Etiologi OSNA pada anak 4

Gejala Umum

Stridor adalah pernapasan bising karena untuk aliran udara turbulen . Ini adalah fitur
kardinal OSPA . Orang tua mengeluh bahwa anak mereka memiliki pernapasan bising dan '
mengisap dalam ' . Lemparan dan waktu stridor memberikan informasi tentang derajat dan
tingkat obstruksi .Suara suara mungkin juga informatif . Hasil sumbatan hidung di hyponasality
. Obstruksi oropharyngeal dapat menyebabkan suara ' kentang panas ' . Supra - glotis obstruksi
ditandai dengan suara teredam . Anak-anak dengan lesi glotis mungkin serak atau aphonic.4
Retraksi dinding dada berkembang sebagai obstruksi berlangsung . Retraksi kurang
menonjol pada anak yang lebih tua , seperti struktur dada -dinding stabil . Sebagai memburuk
obstruksi , pekerjaan pernapasan meningkat dan otot-otot aksesori menjadi aktif . Alae nasi (
otot vestigial ventilasi ) mulai marak . Demam meningkatkan volume menit dan memperbesar
setiap derajat obstruksi . Sedangkan bayi dan anak-anak bisa mempertahankan pekerjaan

13
peningkatan pernapasan , bayi prematur dan neonatus kelelahan dengan cepat , dan banyak
mengembangkan apneu episodes.4
Auskultasi atas leher dan laring dapat mengidentifikasi obstruksi situs . Sebuah benda
asing di saluran napas dapat menghasilkan suara mekanis . Penurunan atau tidak ada suara
nafas dapat terjadi dengan derajat yang lebih besar dari obstruksi . Kronis OSPA merupakan
penyebab gagal tumbuh , deformitas dada ( pectus excavatum ) dan cor pulmonale . Beberapa
bayi hadir dengan infeksi dada berulang , dan sikap yang abnormal ( kepala retraksi ).4,5
Awalnya, anak dengan obstruksi jalan napas takipnea dan takikardi . Jika obstruksi
parah dan persisten , kelelahan akhirnya terjadi , dan pameran anak-anak menurun upaya
pernafasan , stridor menurun dan nafas suara , gelisah , sianosis , pucat dan akhirnya bradikardi
.4,5

Sumbatan saluran napas atas dapat dibagi menjadi 4 derajat berdasarkan kriteria Jackson.

1. Jackson I ditandai dengan sesak, stridor inspirasi ringan, retraksi suprasternal, tanpa
sianosis.
2. Jackson II adalah gejala sesuai Jackson I tetapi lebih berat yaitu disertai retraksi
supra dan infraklavikula, sianosis ringan, dan pasien tampak mulai gelisah.
3. Jackson III adalah Jackson II yang bertambah berat disertai retraksi interkostal,
epigastrium, dan sianosis lebih jelas.
4. Jackson IV ditandai dengan gejala Jackson III disertai wajah yang tampak tegang,
dan terkadang gagal napas.1,4

A. Sumbatan dari Hidung

1. Atresia Koana
Atresia koana terjadi hampir jarang terjadi pada setiap kelainan congenital, berdasarkan
penelitian dari 5000 sampai 8000 kelahiran hanya sekitar 1 kelahiran yang menderita kelainan
kongenital ini. Dengan angka kejadian bayi perempuan lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan
pada bayi laki-laki. Kejadian atresia koana biasanya dapat mengikuti kelainan kongenital lain
seperti contohnya sindroma down, sindroma DiGeorge, dan lain sebagainya. Penyebab lain
yang menjadi dugaan antara lain adanya keterlibatan kromosom 22q11.4,5,6

Patofisiologi

14
Banyak teori yang berpendapat tentang terjadinya atresia koana, namun belum ada teori
pasti tentang kelainan ini. Teori tersebut antara lain:
- Membran buccopharyngeal yang persisten
- Kegagalan membrane buccopharyngeal dari hochstetter yang ruptur
- Bagian medial yang tumbuh keluar dari vertikal dan horizontal tulang palatine
- Abnormal mesodermal yang adhesi pada area koana, dan
- Misdirection dari aliran mesodermal akibat faktor local

Gejala Klinis
Pada setiap bayi baru lahir harus bernafas melalui hidung, namun pada bayi yang menderita
atresia koana terjadi distress respirasi bisa karena atresia koana yang bilateral atau dapat pula
terjadi napas memendek.
Presentasi lain adalah bayi selalu sianosis saat menangis, adanya obstruksi dari saluran
napas saat bayi makan dan berkurang saat bayi menangis karena adanya pengambilan udara
dari mulut karena adanya sumbatan pada hidung. Kebanyakan atresia koana bilateral
didiagnosa saat bulan pernah kehidupan.

Gambar 6 Atresia Koana 4

Pasien dengan atresia koana unilateral jarang menyebabkan obstruksi saluran napas yang
parah. Normalnya gejala baru akan tampak setelah 18 bulan kehidupan yang ditandai dengan
adanya kesulitan makan dan keluarnya cairan dari hidung.4

Diagnosa
Dari anamnesis didapati riawayat kesulitan bernapas dan bernapas dari hidung saat baru
lahir dan makin memberat dalam beberapa bulan ini. Biasanya pasien dengan atresia koana
bilateral dibawa setelah 1 bulan kelahiran sedangkan pasien atresia koana unilateral datang
setelah beberapa bulan kelahiran. Pasien juga kesulitan dalam pemberian makan karena akan

15
mengganggu pernapasan dan semakin memberat apabila pasien menangis. Pada pasien juga
didapati riwayat biru saat menangis akibat kurangnya pengambilan oksigen.
Pada inspeksi didapati pasien cenderung mengambil nafas dari mulut akibat adanya
obstruksi pada hidung. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior cenderung dalam batas normal,
namun kadang dijumpai adanya secret yang keluar dan bertahan. Riwayat keluar cairan dari
hidung serta aliran udara dari hidung yang kurang atau tidak ada sama sekali. Pada pemeriksaan
posterior dengan menggunakan kaca laring didapati adanya aliran udara yang keluar dari mulut,
namun belum dapat secara pasti menegakkan suatu atresia ataupun stenosis.
Pada pasien dengan atresia koana dengan menggunakan endoskopi dapat dilihat adanya
discharge yang bersifat mukoid dan terlihat adanya atresia koana lebih jelas tampak.
Pemeriksaan lain adalah dengan menggunakan CT-scan, hal ini khusus untuk melihat
bagian aksial, prosedur radiografi ini merupakan pilihan terhadap kelainan dari tulang dan
membrane, untuk menilai posisi dan ketebalan dari segmen yang obstruksi, sehingga dapat
dilakukan operasi yang sesuai untuk memperbaiki keadaan ini. CT-scan juga berperan untuk
mendeteksi kelainan lain yang menyertai atresia koana, seperti encephalocele, glioma, defek
tengkorak anterior. CT scan juga dapat menunjukkan luas dari bagian posterior septum dan
densitas tulang padat yang menyangga lateral. Dengan menggunakan vasokonstriktor drop dan
nasal toilet, sedasi atau anastesia umum pada bayi baru lahir akan memberikan kualitas gambar
CT-scan yang baik, data normative dapat digunakan untuk neonates hingga umur 6 bulan,
mengenai ukuran dari lubang hidung.4,5,6

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bervariasi dam tergantung dari umur, tipe dari atresia dan keadaan umum
dari pasien. Karena pada bayi harus bernapas dari hidung, sedangkan pada atresia koana yang
bilateral keadaan ini tidak dapat terjadi, sehingga butuh penanganan segera, sebelum jatuh
kedalam keadaan asfiksia berat dan kematian segera setelah lahir. Pada bayi dengan atresia
koana yang bilateral biasanya langsung menunjukkan keadaan kesulitan bernapas, dan
penatalaksanaan selanjutnya diperlukan. Seperti latihan bernapas melalui mulut, McGovern
nipple atau dengan oropharyngeal airway. McGovern nipple adalah suatu seperti ujung botol
dengan sebuah lubang yang cukup besar dan dapat digunakan untuk pemberian makan. Pasien
dapat makan sambil menjaga jalan napas, sebelum dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut.
Pembedahan merupakan satu-satunya cara yang paling tepat dalam keadaan atresia koana
bilateral.

16
Pada atresia koana yang bersifat unilateral jarang terjadi keadaan emergensi. Karena pada
atresia koana ini secara umum dapat ditunda melakukan operasi menunggu keadaan umum
terlebih dahulu sampai dengan batas 1 tahun. Keadaan ini diperlukan karena perlunya
pembesaran dan pengurangan resiko pasca-operasi dari stenosis, jika pasien kesulitan untuk
makan.
Beberapa teknik operasi antara lain adalah transnasal dan transpalatal dapat digunakan.
Pendekatan transnasal adalah dengan menggunakan teleskop lensa-pancing dan metode ini
merupakan pilihan karena biasanya sukses dilakukan pada infant dan cocok pada membrane
atau tulang atresia yang masih tipis. Sedangkan metode transpalatal normalnya digunakan pada
anak yang lebih tua, tulang yang mulai padat atau pada kasus dengan stenosis berulang.
Instrumen pendukung lain adalah endoskopi sinus operasi dan CT scan. Metode transnasal
merupakan metode yang paling popular dikerjakan.4,5,6

2. Polip Nasi

Definisi

Polip hidung adalah kelainan mukosa hidung dan sinus paranasal terutama kompleks
osteomeatal (KOM) di meatus nasi medius berupa massa lunak yang bertangkai, bentuk bulat
atau lonjong,berwarna putih keabu-abuan. Permukaannya licin dan agak bening karena banyak
mengandung cairan.Sering bilateral dan multipel. Polip merupakan manifestasi dari berbagai
penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rinitis alergi, asma, dan lain-lain.

Etiologi Polip Hidung

17
Etiologi polip hidung belum diketahui secara pasti. Namun ada 3 faktor yang berperan
dalam terjadinya polip nasi, yaitu :

1. Peradangan : Peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang kronik dan berulang.

2. Vasomotor : Gangguan keseimbangan vasomotor.

3. Edema : Peningkatan tekanan cairan interstitial sehingga timbul edema mukosa hidung.

Terjadinya edema ini dapat dijelaskan oleh fenomena Bernoulli.Fenomena Bernoulli


yaitu udara yang mengalir melalui tempat yang sempit akan menimbulkan tekanan negatif pada
daerah sekitarnya sehingga jaringan yang lemah ikatannya akan terisap oleh tekanan negatif
tersebut. Akibatnya timbullah edema mukosa. Keadaan ini terus berlangsung hingga terjadilah
polip hidung. Ada juga bentuk variasi polip hidung yang disebut polip koana (polip antrum
koana).

Polip koana (polip antrum koana) adalah polip yang besar dalam nasofaring dan berasal
dari antrum sinus maksila. Polip ini keluar melalui ostium sinus maksila dan ostium asesorisnya
lalu masuk ke dalam rongga hidung kemudian lanjut ke koana dan membesar dalamnasofaring.

Patogenesis

Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah
meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang
sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar
dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga
terbentukpolip. Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab
tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi.

Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa
menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada
akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian
sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini
terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang
yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial
yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat

18
sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa
menyebabkan obstruksi di meatus medial

Diagnosis Polip Hidung

Cara menegakkan diagnosa polip hidung, yaitu :

1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik : Terlihat deformitas hidung luar.
3. Rinoskopi anterior : Mudah melihat polip yang sudah masuk ke dalam rongga hidung.
4. Endoskopi : Untuk melihat polip yang masih kecil dan belum keluar dari kompleks
osteomeatal.
5. Foto polos rontgen & CT-scan. Untuk mendeteksi sinusitis.
6. Biopsi : Kita anjurkan jika terdapat massa unilateral pada pasien berusia lanjut, menyerupai
keganasan pada penampakan makroskopis dan ada gambaran erosi tulang pada foto polos
rontgen.

Anamnesis untuk diagnosis polip hidung :


1. Hidung tersumbat.
2. Terasa ada massa didalam hidung.
3. Sukar membuang ingus.
4. Gangguan penciuman : anosmia & hiposmia.
5. Gejala sekunder : Bila disertai kelainan jaringan & organ di sekitarnya seperti post nasal
drip, sakit kepala, nyeri muka, suara nasal (bindeng), telinga rasa penuh, mendengkur,
gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari polip nasi adalah :


a. Angiofibroma Nasofaring Juvenil

Etiologi dari tumor ini belum diketahui. Menurut teori, jaringan asal tumor ini mempunyai
tempat perlekatan spesifik di dinding posterolateral atap rongga hidung. Dari anamnesis
diperoleh adanya keluhan sumbatan pada hidung dan epistaksis berulang yang masif. Terjadi
obstruksi hidung sehingga timbulrhinor hea kronis yang diikuti gangguan penciuman. Oklusi

19
pada tuba Eustachius akan menimbulkan ketulian atau otalgia. Jika ada keluhan sefalgia
menandakan adanya perluasan tumor ke intrakranial.

Pada pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi posterior terlihat adanya massa tumor yang
konsistensinya kenyal, warna bervariasi dari abu-abu sampai merah muda, diliputi oleh selaput
lendir keunguan. Mukosa mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan ulcerasi.
Pada pemeriksaan penunjang radiologik konvensional akan terlihat gambaran klasik disebut
sebagai tanda Holman Miller yaitu pendorongan prosesus Pterigoideus ke belakang.

Pada pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan tampak perluasan tumor dan destruksi
tulang sekitarnya. Pemeriksaan arteriografi arteri karotis interna akan memperlihatkan
vaskularisasi tumor. Pemeriksaan PA tidak dilakukan karena merupakan kontra indikasi karena
bisa terjadi perdarahan. Angiofibroma Nasofaring Juvenil banyak terjadi pada anak atau remaja
laki-laki.

b. Keganasan pada hidung

Etiologi belum diketahui, diduga karena adanya zat-zat kimia seperti nikel, debu kayu,
formaldehid, kromium, dan lain-lain. Paling sering terjadi pada laki-laki. Gejala klinis berupa
obstruksi hidung, rhinorhea, epistaksis, diplopia, proptosis, gangguan visus, penonjolan pada
palatum, nyeri pada pipi, sakit kepala hebat dan dapat disertai likuorhea. Pemeriksaan CT scan
memperlihatkan adanya pendesakan dari massa tumor . Pemeriksaan PA didapatkan 85%
tumor termasuk sel squamous berkeratin.

Terapi Polip Hidung

Ada 3 macam terapi polip hidung, yaitu :


1. Medikamentosa : kortikosteroid, antibiotik & anti alergi.
2. Operasi : polipektomi & etmoidektomi.
3. Kombinasi : medikamentosa & operasi.
Berikan kortikosteroid pada polip yang masih kecil dan belum memasuki rongga
hidung. Caranya bisa sistemik, intranasal atau kombinasi keduanya. Gunakan kortikosteroid
sistemik dosis tinggi dan dalam jangka waktu singkat. Berikan antibiotik jika ada tanda infeksi.
Berikan anti alergi jika pemicunya dianggap alergi.Polipektomi merupakan tindakan
pengangkatan polip menggunakan senar polip dengan bantuan anestesi lokal. Kategori polip

20
yang diangkat adalah polip yang besar namun belum memadati rongga hidung. Etmoidektomi
atau bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan tindakan pengangkatan polip
sekaligus operasi sinus. Kriteria polip yang diangkat adalah polip yang sangat besar,
berulang,dan jelas terdapat kelainan di kompleks osteomeatal. Antibiotik sebagai terapi
kombinasi pada polip hidung bisa kita berikan sebelum dan sesudah operasi.Berikan antibiotik
bila ada tanda infeksi dan untuk langkah profilaksis pasca operasi.

Prognosis

Polip nasi dapat muncul kembali selama iritasi


alergi masih tetap berlanjut. Rekurensi dari polip umumnya terjadi bila adanya
polip yang multipel. Polip tunggal yang besar seperti polip antral-koanal
jarang terjadi relaps

3. Deviasi Septum

Definisi

Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari septum nasi
dari letaknya yang berada di garis medial tubuh.

Deviasi septum dibagi atas beberapa klasifikasi berdasarkan letak deviasi, yaitu:

1. Tipe I; benjolan unilateral yang belum mengganggu aliran udara.


2. Tipe II; benjolan unilateral yang sudah mengganggu aliran udara, namun masih belum
menunjukkan gejala klinis yang bermakna.
3. Tipe III; deviasi pada konka media (area osteomeatal dan turbinasi tengah).
4. Tipe IV, S septum (posterior ke sisi lain, dan anterior ke sisi lainnya).
5. Tipe V; tonjolan besar unilateral pada dasar septum, sementara di sisi lain masih
normal.
6. Tipe VI; tipe V ditambah sulkus unilateral dari kaudal-ventral, sehingga menunjukkan
rongga yang asimetri.
7. Tipe VII; kombinasi lebih dari satu tipe, yaitu tipe I-tipe VI.

21
Bentuk-bentuk dari deformitas hidung ialah deviasi, biasanya berbentuk C atau S; dislokasi,
bagian bawah kartilago septum ke luar dari krista maksila dan masuk ke dalam rongga hidung;
penonjolan tulang atau tulang rawan septum, bila memanjang dari depan ke belakang disebut
krista, dan bila sangat runcing dan pipih disebut spina; sinekia, bila deviasi atau krista septum
bertemu dan melekat dengan konka dihadapannya.

Etiologi

Penyebab deviasi septum nasi antara lain trauma langsung, Birth Moulding Theory
(posisi yang abnormal ketika dalam rahim), kelainan kongenital, trauma sesudah lahir, trauma
waktu lahir, dan perbedaan pertumbuhan antara septum dan palatum. Faktor resiko deviasi
septum lebih besar ketika persalinan. Setelah lahir, resiko terbesar ialah dari olahraga, misalnya
olahraga kontak langsung (tinju, karate, judo) dan tidak menggunakan helm atau sabuk
pengaman ketika berkendara.

Diagnosis

Deviasi septum biasanya sudah dapat dilihat melalui inspeksi langsung pada batang
hidungnya. Namun, diperlukan juga pemeriksaan radiologi untuk memastikan diagnosisnya.
Dari pemeriksaan rinoskopi anterior, dapat dilihat penonjolan septum ke arah deviasi jika
terdapat deviasi berat, tapi pada deviasi ringan, hasil pemeriksaan bisa normal.

22
Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup
berat, menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung. Dengan demikian, dapat mengganggu
fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi.

Gejala yang sering timbul biasanya adalah sumbatan hidung yang unilateral atau juga
bilateral. Keluhan lain ialah rasa nyeri di kepala dan di sekitar mata. Selain itu, penciuman juga
bisa terganggu apabila terdapat deviasi pada bagian atas septum.

Penatalaksanaan

Analgesik. Digunakan untuk mengurangi rasa sakit.


Dekongestan, digunakan untuk mengurangi sekresi cairan hidung.
Pembedahan.
o Septoplasti.
o SMR (Sub-Mucous Resection).

Komplikasi

Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor


predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu, deviasi septum juga menyebabkan ruang hidung
sempit, yang dapat membentuk polip.

23
4. Hematoma Septum

Sebagai akibat dari trauma, pembuluh darah submukosa akan pecah dan darah akan
berkumpul diantara perikondrium dan tulang rawan septum dan membentuk hematoma pada
septum.

Gejala klinik

Gejala yg menonjol:

Sumbatan hidung

Rasa nyeri

Pada pemeriksan ditemukan pembengkakan unilateral atau bilateral pada septum


bagian depan, berbentuk bulat, licin dan berwarna merah dan bias menyebabkan obstruksi total.

Terapi

Drenase segera dilakukan dapat mencegah terjadinya nekrosis tulang rawan. Dilakukan
pungsi, dan kemudian dilanjutkan dengan insisi pada bagian hematoma yang paling menonjol.
Bila tulang rawan masih utuh dilakukan insisi bilateral. Setelah insisi, dipasang tampon untuk
menekan perikondrium kea rah tulang rawan di bawahnya. Antibiotika diberikan untuk
mencegah infekis sekunder.

Komplikasi

Komplikasi hematoma septum yang mungkin terjadi: abses septum dan deformitas
hidung luar sepertti hidung pelana(saddle nose).

5. Abses Septum

Kebanykan abses septum disebabkan oleh trauma yang kadang-kadang tidak disadari
oleh pasien.seringkali didahului oleh hematoma septum yang kemudian terinfeksi kuman dan
menjadi abses.

Gejala klinik

24
Gejala abses septum adalah hidung tersumbat progresif disertai dengan rasa nyeri berat,
terutama di puncak hidung juga terdapat keluhan demam dan sakit kepala. Pemeriksan dengan
speculum hidung tampak pembengkakan septum yang berbentuk bulat dengan permukaan
licin.

Terapi

Abses septum harussegera diobati sebagai kasus gawat daruratkarena komplikasinya


dapat berat yaitu dalam waktu yang tidak lama dapat menyebabkan nekrosis tulang rawan
septum. Terapinya dilakukan insisi dan drenase nanah serta diberikan antibiotika dosis tinggi.
Untuk nyeri dan demamnya diberikan analgetika.

Untuk mencegah terjadinya deformitas hidung bila sudah ada destruksi tulang rawan
perlu dilakukanrekonstruksi septum.

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah destruksi tulang rawan septum yang dapat
menyebabkan perforasi septum atau hidung pelana (melesek). Juga dapat menyebabkan
komplikasi intracranial atau septicemia.

6. Rhinitis

Definisi

Rhinitis adalah terjadinya proses inflamasi mukosa hidung yang dapat disebabkan oleh
infeksi, alergi atau iritasi, dan secara klinis didefinisikan oleh beberapa gejala umum
dari nasal discharge, gatal, bersin, hidung tersumbat dan kongesti. Rhinitis infeksi dimana
proses inflamasi disebabkan oleh mikroorganisme penyebab infeksi yang terdiri dari virus,
bakteri non spesifik, bakteri spesifik dan jamur.(2,4)

Epidemiologi
Data mengenai epidemiologi rhinitis infeksi sangat terbatas bila dibandingkan dengan
rhinitis jenis laiinya, terutama rhinitis alergi. Namun, berdasarkan CDC, common
cold merupakan alasan utama anak-anak tidak masuk sekolah dan orang dewasa kehilangan
pekerjaan. Setiap tahunnya di Amerika serikat, terdapat jutaan kasus common cold. Orang
dewasa memiliki rata-rata 2 3 kali pilek per tahun dan pada anak-anak 6 10 kali per

25
tahun. Wanita, khususnya usia 20 30 tahun, menderita pilek lebih daripada pria. National
Institute of Allergy and Infectious Disease menghubungkan kemungkinan ini pada angka
kejadian yang tinggi dari kontak dengan anak kecil. Orang dengan usia lebih dari 60 tahun
memiliki kurang dari satu pilek per tahun.(5,6)
Rhinovirus menyebabkan sekitar 30% - 35% dari semua common cold pada dewasa, dan
lebih aktif pada awal musim gugur, musim semi dan musim panas. Ilmuwan
percaya, Coronavirus menyebabkan presentase besar dari semua common cold pada dewasa,
yang paling sering terjadi pada musim dingin dan awal musim semi.(6) Rhinitis virus dapat
menjadi predisposisi infeksi bakteri yang dapat berakibat pada hilangnya akitivitas silia
mukosa hidung. Rhinitis dapat dikelola gejalanya, tetapi jika kondisi yang sama berlanjut lebih
dari seminggu kemudian ditambah infeksi bakteri maka antibiotik harus diresepkan.(7) Sekitar
0,5% - 2% dari infeksi virus pada traktus respiratorius bagian atas akan berkembang menjadi
infeksi bakteri akut.(8)

Patofisiologi
Virus menyebabkan infeksi dengan mengatasi sistem pertahanan tubuh yang kompleks.
Pertahanan tubuh pada lini pertama yaitu mukus, diproduksi oleh membran pada hidung dan
tenggorokan. Mukus menangkap material yang kita hirup: serbuk sari, debu, bakteri dan virus.
Ketika virus penetrasi di mukus and masuk sel, hal ini menyebabkan perintah pada mesin
pembuatan protein untuk memproduksi virus baru, yang pada gilirannya, akan menyerang
sekitar sel.(9)
Setelah masa inkubasi 24 72 jam, sebagian besar pasien mengalami nyeri tenggorokan
atau gatal yang diikuti dengan obstruksi hidung, rhinorrhea dan bersin.(10) Obstruksi hidung
disebabkan oleh dilatasi pembuluh darah akibat proses inflamasi, dan edema juga akan
memperberat terjadinya obstruksi. Sedangkanrhinorrhea terjadi oleh eksudasi serum dan
sekresi dari mukus karena adanya stimulasi kolinergik.

26
Gambar 1. Pathogenesis gejala yang terkait dengan Common cold (10)

Klasifikasi
1. Rhinitis akut
Rhinitis simpleks (pilek, salesma, common cold, coryza)
2. Rhinitis kronis
a) Rhinitis hipertrofi
b) Rhinitis Sicca
c) Rhinitis spesifik :
Rhinitis Difteri
Rhinitis Atrofi
Rinitis Sifilis
Rhinitis Tuberkulosa
Rhinitis akibat Jamur.(11)

A. RHINITIS AKUT
1. RHINITIS SIMPLEKS
Penyakit ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia.
Mengingat frekuensi dan fakta bahwa penyakit ini tidak memberi kekebalan post infeksi.
Rhinitis simpleks ini sering disebut sebagai selesma, common cold dan flu.(4,12)
o Etiologi
Beberapa jenis virus dan yang paling penting adalah rhinovirus. Virus-virus lainnya
adalah myxovirus, virus coxsackie dan virus ECHO.(4) Infeksi ini ditularkan melalui jalur udara

27
(droplet infection). Paparan dingin dan faktor lingkungan lainnya dapat meningkatkan
kerentanan host terhadap infeksi. Masa inkubasi 3 7 hari.(12)
o Manifestasi klinis
Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya
kekebalan, atau menurunnya daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit
menahun, dan lain-lain.(4)
Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering
dan gatal di dalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat
dan ingus encer, yang biasanya disertai demam dan nyeri kepala.(4) Stadium pertama biasanya
terbatas 3 5 hari. Sekret hidung mula-mula encer dan banyak, kemudian menjadi mukoid,
lebih kental dan lengket. Hal ini dikarenakan virus merusak sistem transportasi mukosiliar,
yang menghambat sekresi pembersihan normal. Dengan nasal discharge yang melimpah,
perubahan inflamasi sering melibatkan vestibulum nasi. Kerusakan epitel akibat virus
menyebabkan kolonisasi bakteri, yang mengubah konsistensi yang jelas dari nasal discharge.
Hal ini mengakibatkan sekret menjadi mukopurulen (gambar 2). Gejala lokal dan sistemik
biasanya akan reda dalam waktu sekitar seminggu. (12,13)
o Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik ditemukan mukosa hidung tampak merah, membengkak dan
ditutupi sekret yang mudah diamati intranasal. Bila terjadi infeksi sekunder dari bakteri, ingus
menjadi mukopurulen.(4,13)

Gambar 2. Gambaran Rhinitis akut (12)

o Terapi
Tidak ada terapi spesifik untuk rhinitis simpleks, selain istirahat dan pemberian obat-obat
simptomatis, seperti analgetika, antipiretika dan obat dekongestan.(4) Terapi terdiri dari

28
tindakan suportif untuk meredakan obstruksi hidung dan mencegah sinusitis dan sekuele
lainnya dengan penggunaan dekongestan tetes hidung. Obat tetes hidung harus digunakan tidak
lebih lama daripada waktu yang benar-benar diperlukan (umumnya tidak lebih dari 1 minggu
karena resiko takiplaksis) dengan rebound pembengkakan dari mukosa hidung.Antibiotik
mungkin juga akan diresepkan pada pasien dengan superinfeksi bakteri atau keterlibatan sinus
paranasal.(12)

B. RHINITIS KRONIS
1. RHINITIS HIPERTROFI
Istilah hipertrofi digunakan untuk menunjukkan perubahan mukosa hidung pada konka
inferior yang mengalami hipertrofi karena proses inflamasi kronis yang disebabkan oleh infeksi
bakteri primer atau sekunder. Konka inferior dapat juga mengalami hipertrofi tanpa terjadi
infeksi bakteri, misalnya sebagai lanjutan dari rhinitis alergi dan vasomotor.(4)
o Gejala klinis
Gejala utama adalah sumbatan hidung atau gejala di luar hidung akibat hidung yang
tersumbat, seperti mulut kering, nyeri kepala dan gangguan tidur. Sekret biasanya banyak dan
mukopurulen.(4)
o Diagnosis
Pada pemeriksaan ditemukan konka yang hipertrofi, terutama konka inferior.
Permukaannya berbenjol-benjol karena mukosa yang juga hipertrofi. Akibatnya pasase udara
dalam rongga hidung menjadi sempit. Sekret mukopurulen dapat ditemukan di antara konka
inferior dan septum dan juga di dasar rongga hidung.(4)
o Terapi
Tujuan terapi adalah mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya rhinitis
hipertrofi. Terapi simptomatis untuk mengurangi sumbatan hidung akibat hipertrofi konka
dapat dilakukan kaustik konka dengan zat kimia (nitras argenti atau trikloroasetat) atau dengan
kauter listrik (elektrokauterisasi). Bila tidak menolong, dapat dilakukan luksasi konka,
frakturisasi konka multipel, konkoplasti atau bila perlu dilakukan konkotomi parsial.(4)
2. RHINITIS SICCA
Rhinitis Sicca atau secara umum disebut dry nose adalah masalah yang agak sering
melibatkan banyak orang. Ahli THT sering menggunakan istilah Rinitis Sicca atau Rhinitis
kering, meskipun tidak ada definisi yang jelas.(14)

29
Rhinitis Sicca terutama terjadi pada orang tua, dengan faktor yang memicu seperti
bekerja pada lingkungan berdebu, panas dan kering, juga pada penderita anemia, peminum
alkohol dan gizi buruk.(11)
o Gejala klinis
Banyak gejala selama hidung kering yang dapat ditemui, mulai dari sensasi subjektif
hidung kering dan gatal hingga rasa terbakar ringan, hidung tersumbat, krusta yang terkait
dengan bau tidak sedap, epistaksi dan penciuman berkurang. Rhinitis Sicca anterior berarti
peradangan kronis di daerah bagian anterior hidung, mempengaruhi bagian anterior dan kaudal
septum dan atau vestibulum hidung lateral. Faktor mekanik serta iritasi lingkungan
menyebabkan pembentukkan krusta. Dalam kasus yang jarang terjadi, terdapat bau karena
kolonisasi bakteri dari formasi krusta.(14)
o Pengobatan
Pengobatan Rhinitis Sicca melibatkan terutama untuk mengeliminasi faktor pencetus,
melembabkan, minum dalam jumlah yang cukup tiap harinya, pembersihan krusta, perawatan
mukosa dan menghambat terjadinya infeksi atau dalam kasus yang jarang eliminasi ruang
endonasal yang overlarge. Pengobatan utama untuk Rhinitis Sicca terdiri dari humadifikasi
dari hidung, terutama lendir, terfokus pada mencuci kemungkinan pemicu inflamasi dan
penerapan lapisan pelindung pada lendir. Irigasi hidung dan semprotan saline nasal mencuci
pemicu inflamasi secara langsung dan mencapai peningkatan clearance mukosiliar dengan
meningkatkan frekuensi denyut silia.
Salep hidung sebagian besar termasuk gliserol mengembangkan efek melembabkan dan
proteksi hidung dari kehilangan air. Minyak konsentrasi rendah juga memiliki efek
menguntungkan pada frekuensi denyut silia. Efektivitas dexpanthenol, analog alkohol asam
pantotenat dalam pengobatan Rhinitis Sicca tersebar luas dan telah terbukti secara klinis.
Penggunaan ectoine dalam saline berbasis semprot hidung bisa menjadi pendekatan
terapi yang bergunauntuk pasien yang menderita sindrom hidung kering. Selain
itu pendekatan kombinasi dapat
diterapkan,misalnya, dari ectoine dan dexpanthenol. Efek gabungan
dari ectoine dan atau dexpanthenol sudah digunakan
dalam bidang dermatologi dan menjanjikan efek kombinasi yang berguna untuk
pengobatan Rhinitis Sicca.Dengan menggunakan ectoine dan dexpanthenol nasal
spray, efek pelembab dan regenerasi pendukung dari

30
kedua senyawa bisa membantu kemungkinan penyembuhan luka dan mencegah sumbatan
hidung selainpengurangan gejala primer.(14)
3. RHINITIS SPESIFIK
a. Rhinitis Difteri
Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae, dapat terjadi primer pada
hidung atau sekunder dari tenggorok, dapat ditemukan dalam keadaan akut atau kronik.
Dugaan adanya Rhinitis Difteri harus dipikirkan pada penderita dengan riwayat imunisasi yang
tidak lengkap. Penyakit ini semakin jarang ditemukan, karena cakupan program imunisasi yang
semakin meningkat.(4)

o Gejala klinis
Gejala rhinitis difteri akut adalah demam, toksemia, terdapat limfadenitis dan mungkin
ada paralisis otot pernapasan. Pada hidung ada ingus yang bercampur darah, mungkin
ditemukan pseudomembran putih yang mudah berdarah, dan ada krusta coklat di nares anterior
dan rongga hidung. Jika perjalanan penyakitnya menjadi kronik, gejala biasanya lebih ringan
dan mungkin dapat sembuh sendiri, tetapi dalam keadaan kronik, masih dapat menulari.(4)
o Diagnosis
Pada pemeriksaan hidung didapatkan ingus bercampur darah, mungkin ditemukan
pseudomembran putih yang mudah berdarah di konka inferior dan sekitarnya, krusta coklat di
nares dan cavum nasi. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan kuman dari sekret
hidung.(4)
o Terapi
Sebagai terapi diberikan ADS, penisilin lokal dan intramuskuler. Pasien harus diisolasi sampai
hasil pemeriksaan kuman negatif.(4)
b. Rhinitis Atrofi
Rhinitis atrofi merupakan infeksi hidung kronik, yang ditandai oleh adanya atrofi
progresif pada mukosa dan tulang konka. Secara klinis mukosa hidung menghasilkan sekret
yang kental dan cepat mengering sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk.(4)
o Epidemiologi
Wanita lebih sering terkena, terutama usia dewasa muda. Sering ditemukan pada
masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah dan sanitasi lingkungan yang buruk.(4)
o Etiologi
Banyak teori mengenai etiologi dan patogenesis rhinitis atrofi dikemukakan, antara lain:

31
1) Infeksi oleh kuman spesifik, yang tersering ditemukan adalah spesies Klebsiella,
terutama Klebsiella ozaena. Kuman lainnya yang juga sering ditemukan adalah Stafilokokus,
Streptokokus dan Pseudomonas aeruginosa.
2) Defisiensi Fe
3) Defisiensi vitamin A
4) Sinusitis kronik
5) Kelainan hormonal
6) Penyakit kolagen, yang termasuk penyakit autoimun
Mungkin penyakit ini terjadi karena kombinasi beberapa faktor penyebab.(4)
o Gejala klinis
Keluhan biasanya berupa napas berbau, ada ingus kental berwarna hijau, ada kerak
(krusta) hijau, gangguan penghidu, sakit kepala dan hidung terasa tersumbat.(4)
o Diagnosis
Pada pemeriksaan hidung didapatkan rongga hidung sangat lapang, konka inferior dan
media menjadi hipertrofi atau atrofi, ada sekret purulen dan krusta yang berwarna hijau.(4)
Pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan
histopatologik yang berasal dari biopsi konka media didapatkan mukosa hidung tipis, silia
hilang, metaplasia epitel torak bersilia menjadi epitel kubik atau gepeng berlapis dan kelenjar
berdegenerasi dan atrofi (jumlahnya berkurang dan bentuknya kecil), pemeriksaan
mikrobiologi dan uji resistensi kuman dan tomografi komputer (CT scan) sinus paranasal.(4,11)
o Pengobatan
Oleh karena etiologinya multifaktorial, maka pengobatannya belum ada yang baik.
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi etiologi dan menghilangkan gejala. Pengobatan yang
diberikan dapat bersifat konservatif, atau kalau tidak dapat menolong dilakukan pembedahan.(4)
a) Pengobatan konservatif
Diberikan antibiotika spektrum luas atau sesuai dengan uji resistensi kuman, dengan dosis
yang adekuat. Lama pengobatan bervariasi tergantung hilangnya tanda klinis berupa sekret
purulen kehijauan.
Untuk membantu menghilangkan bau busuk akibat hasil proses infeksi serta sekret purulen
dan krusta, dapat dipakai obat cuci hidung. Larutan yang dapat digunakan adalah larutan garam
hipertonik.
Larutan tersebut harus diencerkan dengan perbandingan 1 sendok makan larutan
dicampur 9 sendok makan air hangat. Larutan dihirup (dimasukkan) ke dalam rongga hidung

32
dan dikeluarkan lagi dengan menghembuskan kuat-kuat atau yang masuk ke nasofaring
dikeluarkan melalui mulut, dilakukan 2 kali sehari. Jika sukar mendapatkan larutan di atas
dapat dilakukan pencucian rongga hidung dengan 100 cc air hangat yang dicampur dengan 1
sendok makan (15cc) larutan betadine atau larutan garam dapur setengah sendok teh dicampur
segelas air hangat. Dapat diberikan vitamin A 3 x 50.000 unit dan preparat Fe selama 2
minggu.(4)
b) Pengobatan operatif
Jika dengan pengobatan konservatif tidak ada perbaikan, maka dilakukan operasi. Teknik
operasi antara lain operasi penutupan lubang hidung atau penyempitan lubang hidung dengan
implantasi atau dengan jabir osteoperiosteal. Tindakan ini diharapkan akan mengurangi
turbulensi udara dan pengeringan sekret, inflamasi mukosa berkurang, sehingga mukosa akan
kembali normal. Penutupan rongga hidung dapat dilakukan pada nares anterior atau pada koana
selama 2 tahun. Untuk menutup koana dipakai flat palatum.
Akhir-akhir ini bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF) sering dilakukan pada kasus
rhinitis atrofi. Dengan melakukan pengangkatan sekat-sekat tulang yang mengalami
osteomielitis, diharapkan infeksi tereradikasi, fungsi ventilasi dan drainase sinus kembali
normal, sehingga terjadi regenerasi mukosa.(4)
c. Rhinitis Sifilis
Penyakit ini sudah jarang ditemukan. Penyebab rhinitis sifilis ialah kuman Treponema
pallidum. Pada Rhinitis Sifilis yang primer dan sekunder, gejalanya serupa dengan Rhinitis
Akut lainnya, hanya mungkin dapat terlihat adanya bercak atau bintik pada mukosa.
Keterlibatan hidung dengan sifilis terutama terjadi pada tahap tersier. Manifetasi ini dengan
adanya gambaran infiltrasi gummata atau dengan penyebaran infiltrasi gummata pada rongga
hidung. Pada rhinitis sifilis tersier dapat ditemukan gumma atau ulkus, yang terutama mengenai
septum nasi dan dapat mengakibatkan perforasi septum.(4) Jika tidak diobati, penyakit ini
menyebabkan kerusakan progresif dari jaringan sekitarnya, dan kerusakan
tulang akhirnya dapat terjadi.(12)
o Diagnosis
Pada pemeriksaan klinis didapatkan sekret mukopurulen yang berbau dan krusta.
Mungkin terlihat perforasi septum atau hidung pelana. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan mikrobiologik dan biopsi.(4)
o Terapi

33
Sebagai pengobatan diberikan Penisilin dan obat cuci hidung. Krusta harus dibersihkan
secara rutin.(4)
d. Rhinitis Tuberkulosa
Rhinitis tuberkulosa merupakan kejadian infeksi tuberkulosa ekstra pulmoner. Seiring
dengan peningkatan kasus tuberculosis (new emerging disease) yang berhubungan dengan
kasus HIV-AIDS, penyakit ini harus diwaspadai keberadaanya.(4) Tuberkulosis dapat
melibatkan mukosa hidung sebagai infeksi primer setelah menghirup droplet infeksi,
membentuk kompleks primer sekitar 6 minggu setelah infeksi.(12)Tuberkulosis pada hidung
berbentuk noduler atau ulkus, terutama mengenai tulang rawan septum dan dapat
mengakibatkan perforasi.(4)
o Gejala klinis dan Diagnosis
Pada pemeriksaan klinis terdapat sekret mukopurulen dan krusta, sehingga menimbulkan
keluhan hidung tersumbat. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya basil tahan asam
(BTA) pada sekret hidung. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sel datia Langhans dan
limfositosis.(4)

o Terapi
Pengobatannya diberikan antituberkulosis dan obat cuci hidung.(4)
e. Rhinitis Jamur
Dapat terjadi bersama dengan Sinusitis dan bersifat invasif atau non-invasif. Rhinitis
jamur non-invasif dapat menyerupai Rinolit dengan inflamasi mukosa yang lebih berat. Rinolit
ini sebenarnya adalah gumpalan jamur (fungus ball). Biasanya tidak terjadi destruksi kartilago
dan tulang.
Tipe invasif ditandai dengan ditemukannya hifa jamur pada lamina propria. Jika terjadi
invasi jamur pada submukosa dapat mengakibatkan perforasi septum atau hidung pelana.
Jamur sebagai penyebab dapat dilihat dengan pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan sediaan
langsung atau kultur jamur, misalnyaAspergillus, Candida, Histoplasma,
Fussarium dan Mucor.(4)
o Diagnosis
Pada pemeriksaan hidung terlihat adanya sekret mukopurulen, mungkin terlihat ulkus
atau perforasi pada septum disertai dengan jaringan nekrotik berwarna kehitaman (black
eschar).(4)
o Terapi

34
Untuk rhinitis jamur non-invasif, terapinya adalah mengangkat seluruh gumpalan jamur.
Pemberian obat jamur sistemik maupun topical tidak diperlukan. Terapi untuk rhinitis jamur
invasif adalah mengeradikasi agen penyebabnya dengan pemberian anti jamur oral dan topikal.
Cuci hidung dan pembersihan hidung secara rutin dilakukan untuk mengangkat krusta. Untuk
infeksi jamur invasif, kadang-kadang diperlukan debridement seluruh jaringan yang nekrotik
dan tidak sehat. Kalau jaringan nekrotik sangat luas, dapat terjadi destruksi yang memerlukan
tindakan rekonstruksi.(4)

Komplikasi
1. Sinusitis
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa Sinus Paranasal. Umumnya disertai
atau dipicu oleh Rhinitis sehingga sering disebut Rhinosinusitis. Penyebab utamanya ialah
Selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh
infeksi bakteri.(4)
Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas; virus yang lazim
menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang sinus. Mukosa sinus paranasalis berjalan
kontinu dengan mukosa hidung, dan penyakit virus yang menyerang hidung perlu dicurigai
dapat meluas ke sinus.(13)
Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus menciptakan suatu
lingkungan yang ideal untuk perkembangan infeksi bakteri. Infeksi ini seringkali melibatkan
lebih dari satu bakteri. Yang sering ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun
adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, bakteri anaerob, Branhamella
catarrhalis, Streptokok alfa, Staphilococcus aureus dan Streptococcus pyogenes.(13)
Keluhan utama Rhinosinusitis Akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/ rasa tekanan
pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat
disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus
yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut.(4)
2. Infeksi telinga tengah
Secara normal, tuba Eustachius berfungsi untuk ventilasi, drainase sekret dan
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah. Jika terjadi sumbatan pada
tuba Eustachius, maka dapat terjadi penyebaran infeksi dari nasofaring ke telinga tengah dan
terjadi peradangan.(4)

35
Infeksi virus dan bakteri dari traktus respiratori bagian atas, yang lebih sering pada anak-
anak, dapat juga secara langsung mempengaruhi mukosa telinga tengah. Mereka memiliki
kecenderungan untuk naik melalui tuba eustachius ke telinga bagian tengah. Dengan perforasi
membran timpani, bakteri gram negatif dapat juga masuk ke telinga tengah melalui kanal
eksternal, mendorong terjadinya otitis media akut atau berlanjut terus menjadi inflamasi
kronis.(12)

B.Sumbatan dari Faring

1. Pierre Robin Syndrome

Pierre Robin Syndrome (PRS), juga dikenal sebagai Pierre Robin Sequence atau
malformasi Pierre Robin, adalah kondisi bawaan kelainan wajah pada manusia. Penyebab
genetik untuk PRS baru-baru ini diidentifikasi disebabkan oleh disregulasi dari SOX9 gen dan
KCNJ2.6

Gambaran Klinis
PRS dicirikan oleh (micrognathia) mandibula yang luar biasa kecil, perpindahan
posterior atau retraksi lidah (glossoptosis), dan obstruksi saluran napas atas. Tidak Lengkap
penutupan atap mulut (langit-langit), hadir dalam mayoritas pasien, dan umumnya berbentuk
U.

Gambar 7. Trias Gejala Pierre Robin Syndrome6


Terapi
Tujuan pengobatan pada bayi dengan fokus pada urutan Robin bernafas, makan, dan
mengoptimalkan pertumbuhan dan nutrisi walaupun kecenderungan untuk sesak napas. Jika

36
ada bukti penyumbatan saluran napas (bernapas snorty, apnea, kesulitan mengambil napas,
atau tetes di oksigen), maka bayi harus ditempatkan pada posisi berbaring atau tiarap, yang
membantu membawa dasar lidah maju. Satu studi dari 60 bayi dengan PRS menemukan
bahwa 63% dari bayi merespon terhadap posisi tiarap.6

2. Tonsilitis

Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang terdiri dari
jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya, bagian organ
tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam
tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil faringal yang membentuk
lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara kedua
pilar fausium dan berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini. Tonsillitis sendiri adalah
inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki virus atau bakteri. Saat bakteri dan
virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil berfungsi sebagai
filter/penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih.
Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang
akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus
tersebut maka akan timbul tonsillitis. Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam tonsillitis,
yaitu tonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan tonsillitis kronis.6,7

Gambar 8. Tonsilitis 1

Tonsilitis Akut
Tonsillitis akut ini lebih disebabkan oleh kuman grup A Streptokokus beta hemolitikus,
pneumokokus, Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes. Virus terkadang juga menjadi

37
penyebab penyakit ini. Tonsillitis ini seringkali terjadi mendadak pada anak-anak dengan
peningkatan suhu 1-4 derajat celcius.

Tonsilitis Membranosa
Ada beberapa macam penyakit yang termasuk dalam tonsillitis membranosa beberapa
diantaranya yaitu Tonsilitis difteri, Tonsilitis septic, serta Angina Plaut Vincent.1

Tonsilitis Difteri
Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium diphteriae yaitu suatu bakteri gram
positis pleomorfik penghuni saluran pernapasan atas yang dapat menimbulkan
abnormalitas toksik yang dapat mematikan bila terinfeksi bakteriofag.
Tonsilitis Septik
Penyebab dari tonsillitis ini adalah Streptokokus hemolitikus yang terdapat dala susu
sapi sehingga dapat timbul epidemic. Oleh karena itu perlu adanya pasteurisasi sebelum
mengkonsumsi susu sapi tersebut.
Angina Plaut Vincent
Penyakit ini disebabkan karena kurangnya hygiene mulut, defisiensi vitamin C serta
kuman spirilum dan basil fusi form. Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam
sampai 39o celcius, nuyeri kepala, badan lemah, dan terkadang terdapat gangguan
pencernaan. Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi, dan gusi berdarah.1,4

Tonsilitis Kronis
bakteri penyebab tonsillitis kronis sama halnya dengan tonsillitis akut , namun
terkadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan Gram negatif. Mulut yang tidak hygiene,
pengobatan radang akut yang tidak adekuat, rangsangan kronik karena rokok maupun
makanan. Adanya keluhan pasien di tenggorokan seperti ada penghalang, tenggorokan terasa
kering, pernapasan berbau. Saat pemeriksaan ditemukan tonsil membesar dengan permukaan
tidak rata, kriptus membesar dan terisi detritus.1,4

3. Hipertrofi Adenoid

Adenoid merupakan jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior nasofaring,
termasuk dalam rangkaian cincin waldeyer.Pembesaran adenoid adalah membesarnya ukuran
adenoid pada nasofaring yang dapat diketahui dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan
klinik THT dan pemeriksaan foto polos lateral Pada balita jaringan limfoid dalam cincin
waldeyer sangat kecil. Pada anak berumur 4 tahun bertambah besar karena aktivitas imun,

38
karena tonsil dan adenoid (pharyngeal tonsil) merupakan organ limfoid pertama di dalam tubuh
yang menfagosit kuman-kuman patogen.4,7

Gambar 9. Hipertrofi Adenoid 7

Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada tuba eustachius yang akhirnya
menjadi tuli konduktif karena adanya cairan dalam telinga tengah akibat tuba eustachius yang
tidak bekerja efisien karena adanya sumbatan

Gejala Klinis

1. Obstruksi nasi

Pembesaran adenoid dapat menyumbat parsial atau total respirasi hidung sehingga terjadi
ngorok, percakapan hiponasal, dan membuat anak akan terus bernapas melalui mulut.

2. Facies Adenoid

Secara umum telah diketahui bahwa anak dengan pembesaran adenoid mempunyai tampak
muka yang karakteristik.

3. Efek pembesaran adenoid pada telinga

Hubungan pembesaran adenoid atau adenoiditis rekuren dengan otitis media efusi.

4. Sleep apnea

Sleep apnea pada anak pertama kali diperkenalkan oleh Gastatut, berupa adanya episode apnea
saat tidur dan hipersomnolen pada siang hari. Sering juga disertai dengan hipoksemia dan
bradikardi. Episode apnea dapat terjadi akibat adanya obstruksi, sentral atau campuran.7

Diagnosis

1. Tanda dan gejala klinik.

39
2. Pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan velum palatum
mole pada waktu fonasi.
3. Pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit).
4. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat membantu untuk melihat ukuran adenoid secara
langsung.
5. Pemeriksaan radiologi dengan membuat foto polos lateral dapat melihat pembesaran
adenoid.4,5

4. Abses Retrofaring
Penyakit ini biasanya ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun. Hal ini
terjadi karena pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfa, masing masing
2 5 buah pada sisi kanan dan kiri. Kelenjar ini menampung aliran limfe dari hidung, sinus
paranasal, nasofaring, faring, tuba eustachius dan telinga tengah. Pada usia diatas 6 tahun
kelenjar limfa akan mengalami atrofi.4

Gejala dan tanda

Gejala utama adalah rasa nyeri dan sukar menelan. Juga terdapat demam, leher kaku
dan nyeri. Dapat timbul sesak napas karena sumbatan jalan napas, terutama di hipofaring. Bila
proses peradangan berlanjut sampai mengenai laring dapat timbul stridor. Sumbatan oleh abses
juga dapat mengganggu resonansi suara sehingga terjadi perubahan suara.Pada dinding
belakang faring tampak benjolan, biasanya unilateral. Mukosa terlihat bengkak dan
hiperemis.4,5

Terapi

Antibiotik

Pungsi dan insisi abses.4

5. Obstructive Sleep Apnea

Obstructive sleep apnea ( OSA ) adalah sindrom yang dicirikan oleh obstruksi jalan napas
bagian atas intermiten selama tidur , mendengkur dengan berat , sesak napas dan abnormal,
pola pernapasan tidak teratur. Episode sering gerakan dinding dada dengan aliran udara yang
tidak memadai ( hypopnoea ) atau aliran udara tidak ada ( obstruktif apnea ) adalah fitur.
Episode ini paling sering selama gerakan mata cepat tidur . Mereka didampingi oleh variabel

40
derajat desaturasi oksigen . OSA dapat berhubungan dengan pembesaran amandel dan
kelenjar gondok , lidah besar atau langit-langit lunak yang panjang , macroglossia ,
retrognathia atau berbagai gangguan neurologis . Obesitas merupakan temuan umum .
Jika OSA parah dan berlarut-larut , dekompensasi jantung dan paru dapat terjadi .
Hipoksia kronis dan hypercarbia menyebabkan hipertensi pulmonal dan cor pulmonale.Ada
juga , menjadi bukti kegagalan ventrikel kiri dan edema paru . Urgensi pengobatan
ditentukan oleh cara presentasi . Anak-anak sakit kritis mungkin memerlukan bantuan
langsung dari obstruksi jalan napas ( nasofaring atau Nasotracheal tabung ) , terapi
oksigen,diuretik dan digitalisasi . Antibiotik diindikasikan jika ada superinfeksi bakteri .
Intervensi bedah diperlukan setelah stabilisasi . Amandel dan adenoidectomy sering dramatis
menguntungkan . Mereka sebaiknya dibuang bahkan ketika tidak terlalu diperbesar .
Prosedur bedah lainnya seperti uvulopalatopharyngoplasty atau trakeostomi mungkin
diperlukan saat ini gagal . Penggunaan nokturnal continuous positive airway pressure (
CPAP) atau intubasi jarang dilakukan untuk anak muda.4,5,6

6. Higroma Kistik

Hygroma kistik adalah bagian dari malformasi saluran limfatik. Malformasi limfatik
inisecara gross dapat diklasifikasikan sebagai makrokistik (diameter >2cm ), mikrokistik
(diameter < 2cm) atau campuran dari makro dan mikrokistik. Istilah hygroma kistik digunakan
untuk tipemalformasi limfatik jenis makrokistik. Kelainan ini tidak pernah mengalami regresi.
Sekitar 75% kasus ini terjadi di daerah kepala dan leher. Hygroma kistik dapat terjadi sebagai
kelainan congenital maupun dapatan (karena trauma).4,5

Diagnosis

Pada anamnesis didapatkan adanya riwayat massa pada janin saat pemeriksaan
ultrasonografi prenatal trimester pertama. Pada saat lahir didapatkan benjolan pada daerah
kepala atau leher. Benjolan membengkak jika terjadi infeksi. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya massa yang lembut, tidak nyeri dan kompresibel di daerah leher, positif
pada pemeriksaan transiluminasi.

41
Gambar 10. Higroma Kistik4

C.Sumbatan dari Laring

1. Croup

Croup atau laringotrakeobronkitis akut (LTBA) merupakan penyakit peradangan akut


di daerah subglotis larings, trakea, dan bronkus. Penyakit ini merupakan penyebab tersering
obstruksi saluran nafas atas pada anak-anak dan biasanya ditandai dengan suara serak, batuk
kering seperti menggonggong, dan stridor inspirasi. Biasanya menyerang pada bayi dan anak-
anak. penyebabnya dapat bermacam-macam. Penyebab paling sering sering adalah virus.
Penyebab lain adalah bakteri, reaksi alergi, bahan yang mengiritasi seperti cairan lambung.1,4,6

Patofisiologi

Adanya faktor infeksi (virus, bakteri, jamur), mekanis dan/atau alergi dapat
menyebabkan terjadinya inflamasi, eritema dan edema pada laring dan trakea, sehingga
mengganggu gerakan plica vocalis. Diameter saluran napas atas yang paling sempit adalah
pada bagian trakea dibawah laring (subglottic trachea). Adanya spasme dan edema akan
menimbulkan obstruksi saluran napas atas.

42
Gambar 11. Manifestasi klinis croup4

Adanya obstruksi akan meningkatkan kecepatan dan turbulensi aliran udara yang lewat.
Saat aliran udara ini melewati plica vocalis dan arytenoepiglottic folds, akan menggetarkan
struktur tersebut sehingga akan terdengar stridor. Awalnya stridor bernada rendah (low
pitched), keras dan terdengar saat inspirasi tetapi bila obstruksi semakin berat stridor akan
terdengar lebih lemah, bernada tinggi (high pitched) dan terdengar juga saat ekspirasi. Edema
pada plica vocalis akan mengakibatkan suara parau. Kelainan dapat berlanjut hingga mencapai
brokus dan alveoli, sehingga terjadi laringotrakeobronkitis dan
laringotrakeobronkopneumonitis. Pada spasmodic croup terjadi edema jaringan tanpa proses
inflamasi. Reaksi yang terjadi terutama disebabkan oleh reaksi alergi terhadap antigen virus
dan bukan akibat langsung infeksi virus. Dibawah ini penyebab dari sindroma croup.1,4,6

Infeksi : terbanyak infeksi virus


Bakteri : Hemofilus influenza tipe B, Corynebacterium difteri
Virus : Para influenza 1,2,3; Infuenza; Adeno;Entero; RSV, morbilli
Jamur : Candida albican

Mekanik :

o Benda asing

o Pasca pembedahan

o Penekanan masa ekstrinsik

43
Alergi : Sembab angioneurotik

Gambar 12. Endoskopi dari croup6

Gejala klinis awali dengan suara serak, batuk menggonggong dan stridor inspiratoir.
Bila terjadi obstruksi stridor akan makin berat tetapi dalam kondisi yang sudah payah stridor
melemah. Dalam waktu 12-48 jam sudah terjadi gejala obstruksi saluran napas atas. Pada
beberapa kasus hanya didapati suara serak dan batuk menggonggong, tanpa obstruksi napas.
Keadaan ini akan membaik dalam waktu 3 sampai 7 hari. Pada kasus lain terjadi obstruksi
napas yang makin berat, ditandai dengan takipneu, takikardia, sianosis dan pernapasan cuping
hidung. Pada pemeriksaan toraks dapat ditemukan adanya retraksi supraklavikular,
suprasternal, interkostal, epigastrial. Bila anak mengalami hipoksia, anak akan tampak gelisah,
tetapi jika hipoksia bertambah berat anak tampak diam, lemas, kesadaran menurun. Pada
kondisi yang berat dapat menjadi gagal napas. Pada kasus yang berat proses penyembuhan
terjadi setelah 7-14 hari.6,7

Diagnosis

Dokter harus selalu waspada pada kemungkinan timbulnya gejala serupa croup, oleh
karena itu, mengetahui riwayat penyakit dan temuan dari pemeriksaan fisik adalah penting.
Kunci utama fokus pemeriksaan yaitu:
Terdengarnya suara batuk seperti anjing laut
Suara sering kali parau

44
Variasi derajat dari stridor, terutama saat inspirasi
Variasi derajat retraksi dinding dada
Anak sering menjadi gelisah (agitasi)
Tidak adanya air liur
Gambaran non-toksik
Temuan lain yang diperoleh dari pemeriksaan fisik berupa:
Demam (sampai 400C)
Takikardia (dengan gejala obstruksi yang lebih berat)
Takipnea yang sedang
Jika daerah supraglotis dapat dilihat, tampak gambaran yang normal
Pemeriksaan laboratorium dan radiologi tidak dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis
croup. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan presentasi klinis dan kombinasi dengan
pemeriksaan riwayat penyakit yang teliti serta pemeriksaan fisik. Jika ingin dilakukan
pemeriksaan laboratorium, hal ini dapat dibenarkan dan harus ditunda saat pasien dalam distres
pernapasan.
Pemeriksaan imaging tidak diperlukan untuk pasien dengan riwayat penyakit yang tipikal
yang berespon terhadap pengobatan, tetapi bagaimanapun juga, foto lateral dan anteroposterior
(AP) dari jaringan lunak leher dapat membantu dalam mengklarifikasi diagnosis pada anak
dengan gejala serupa croup.
Pada foto leher lateral, secara diagnostik dapat membantu, menunjukkan daerah subglotis
yang menyempit serta daerah epiglotis yang normal.
Pemeriksaan saturasi dengan pulse oxymetre diindikasikan untuk anak-anak dengan croup
derajat sedang sampai berat. Terkadang, anak dengan gejala croup bukan derajat beratpun
memiliki saturasi oksigen yang rendah, berhubungan dengan keterlibatan intrapulmoner.
Kultur virus atau pemeriksaan antigen tidak termasuk pemeriksaan rutin, khususnya selama
periode epidemik.6,7

Terapi

Oksigen
Analgesik/Antipiretik
Antitusif dan Dekongestan
Antibiotik

45
Glucocorticoids

2. Trauma Laring

Trauma yang menyebabkan sumbatan jalan napas atas biasanya terjadi pada laring.
Trauma pada laring dapat berupa trauma tumpul yang dapat menghancurkan struktur laring
juga menyebabkan cedera pada jaringan lunak seperti otot, saraf, dan pembuluh darah. Hal ini
dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari seperti leher terpukul oleh tangkai pompa air, leher
membentur dash board dalam kecelakaan waktu mobil berhenti tiba-tiba, tertendang atau
terpukul waktu berolah raga beladiri, berkelahi, dicekik atau usaha bunuh diri dengan
menggantung diri. Trauma akibat tindakan medik juga dapat menyebabkan sumbatan jalan
napas atas seperti tindakan pemasangan endotrakeal tube (ETT) oleh tenaga medis yang kurang
terampil sehingga mengakibatkan terjadi pembengkakan jalan napas. Pemakaian ETT yang
terlalu lama juga sehingga terjadi stenosis pada laring atau trakea.1

Gejala klinik

Stridor

Suara serak ( disfoni ) sampai suara hilang ( afoni )

Hemoptisis

Disfagia ( sulit menelan )

Odinofagia ( nyeri menelan )

3. Laringeal Web

Selaput di laring (laryngeal web) jarang dijumpai, kadang-kadang familial, merupakan


defek akibat pemisahan dua sisi laring yang tidak sempurna. Kebanyakan, selaput ini terjadi di
antara plika vokalis dan juga suatu selaput yang transparan (web) dapat tumbuh di daerah
glotis, supraglotik atau subglotik. Selaput ini terbanyak tumbuh di daerah glottis (75 %),
subglotik (13 %) dan di supraglotik sebanyak 12 %. Diagnosis segera terhadap adanya selaput
total atau hampir total sangat penting untuk mencegah asfiksia pada bayi baru lahir. Anak dapat
menderita kegawatan pernapasan dengan stridor dan tangisannya lemah dan bersifat tidak
normal. Obstruksinya seringkali tidak total, yaitu hanya berupa stridor dan dispnea ringan.

46
Terapinya dilakukan bedah mikro laring untuk membuang selaput dengan menggunakan
laringoskop suspensi. Lisis dengan laser karbondioksida sering kali berhasil, tetapi
pembedahan kadang-kadang diperlukan.4,5

4. Stenosis subglotis

Seringkali sekule trakeotomi tinggi, dimana terjadi cedera cincin trakea pertama atau
kartilago krikoid, mengakibatkan perikonditis dan pertumbuhan berlebihan kartilago atau
jaringan fibrosa berikutnya, stenosis kronis dapat juga diakibatkan difteri laring, sifilis,
tuberkulosis, luka bakar radiasi dan trauma eksterna. Penyebab yang paling lazim adalah
intubasi neonatus. Stenosis laring kongenital dapat dipindahkan sebagai ciri autosom dominan
pada beberapa penderita. Refluks gastroesofagus diam-diam dengan aspirasi asam lambung
ke dalam daerah subglotis dapat menimbulkan berbagai kasus. 1,4

Manifestasi klinis

Stenosis laring kronis dapat meliputi dispnea dengan stridor yang dapat di dengar dan
retraksi suprasternal, supraklavikular dan antar iga, atau manifestasinya mungkin terbatas pada
ketidakmampuan melepaskan kanulasi trakeostomi penderita atau mengambil pipa endotrakea.
Diagnosis dibuat dengan laringoskopi langsung dan pemeriksaan roentgenografi. Pembentukan
jaringan parut dan stenosis biasanya terjadi pada daerah subglotis, kadang-kadang dengan
nekrosis kartilago.

Penatalaksanaan

Kasus yang lebih ringan mungkin tidak memerlukan pengobatan. Kasus kesukaran
ringan untuk melepaskan kanula trakeostomi dari penderita dapat ditangani dengan mengganti
kanula trakeostomi dengan kanula yang lebih kecil dan menutup pipa ini, mula-mula sebagian
dan kemudian seluruhnya, dengan sumbat, yang membidik kembali penderita untuk bernapas
dengan mulut dan memungkinkan pelepasan kanula. Jika metode ini tidak berhasil, dilatasi
melalui laringoskopi langsung dapat membantu tetapi tidak boleh dilakukan terlalu sering.
Untuk beberapa penderita, pembedahan eksterna dengan atau tanpa penggunaan cetakan tetap
mungkin diperlukan. Operasi pembedahan krikoid berhasil pada kasus berat. pada semua
kasus, penderita harus diamati untuk refluks gastroesofagus, yang harus diobati secara agresif.
Prognosis untuk kesembuhan akhir baik tetapi pengobatan dapat memerlukan waktu berbulan-
bulan atau bertahun-tahun.

5. Epiglotitis

47
Epiglottitis akut biasanya terjadi pada anak yang lebih tua daripada penderita croup
yaitu antara 3-6 tahun biasanya disebabkan oleh H.influenzae. Gejala klinis epiglottitis akut
berupa nyeri tenggorok (sore throat), nyeri menelan (odinofagia) yang mengakibatkan sulit
menelan (disfagia), suara berubah (muffled voice atau hot potato voice), demam sampai
menggigil, stridor inspirasi dan sesak nafas karena sumbatan jalan nafas. Anak lebih suka posisi
duduk, dagu lebih maju dan leher hiperekstensi untuk menjaga agar jalan nafas tetap terbuka.4.5

Gambar 13. Epiglotitis Akut

Pemeriksaan penunjang

foto leher lateral: dapat terlihat obstruksi supraglotis karena pembengkakan


epigloti(thumb sign)
laboratorium : pemeriksaan darah menunjukkan lekosit meningkat, pada hitung jenis
tampak pergeseran ke kiri.
Bila fasilitas tersedia : dari pemeriksaan hapusan tenggorokan dan biakan darah dapat
ditemukan Haemophylus Influenza tipe B.

Penatalaksanaan

Pemilihan antibiotik :

o Ampisilin 100 mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis

o Kloramfenikol : 50 mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis

o Sefalosporin Generasi 3 (Cefotaksim atau Ceftriakson)

48
Bila panas dapat diberikan antipiretik.Seringkali memerlukan tindakan trakeostomi.1

6. Laringitis

Laringitis adalah suatu radang laring yang disebabkan terutama oleh virus dan dapat
pula disebabkan oleh bakteri. Berdasarkan onset dan perjalanannya, laringitis dibedakan
menjadi laringitis akut dan kronis(1,2). Laringitis akut merupakan radang laring yang
berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus influenza
(tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1, 2, 3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah
Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus
aureus dan Streptococcus pneumoniae. Laringitis
akut lebih banyak dijumpai pada anak-anak (usia kurang dari 3,5 tahun), namun tidak jarang
dijumpai pada anak yang lebih besar, bahkan pada orang dewasa atau orang tua.4,5

Diagnosis

Diagnosis laringitis akut dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemerinksaan penunjang. Pada anamnesis biasanya didapatkan gejala demam, malaise, batuk,
nyeri telan, ngorok saat tidur, yang dapat berlangsung selama 3 minggu, dan dapat keadaan
berat didapatkan sesak nafas, dan anak dapat biru-biru. Pada pemeriksaan fisik, anak tampak
sakit berat, demam, terdapat stridor inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas
cuping hidung dan/atau retraksi dinding dada, frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya
takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan sushu badan merupakan tanda hipoksia.

Gambar 14. Laringitis Akut


Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu menegakkan
diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak edema terutama
dibagian atas dan bawah glotis. Pemeriksaan darah rutin tidak memberikan hasil yang khas,

49
namun biasanya ditemui leukositosis. Pemeriksaan usapan sekret tenggorok dan kultur dapat
dilakukan untuk mengetahui kuman penyebab, namun pada anak seringkali tidak ditemukan
kuman patogen penyebab.
Proses peradangan pada laring seringkali juga melibatkan seluruh saluran nafas baik
hidung, sinus, faring, trakea dan bronkus, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan foto.
Laringitis akut pada anak sering menyebabkan obstruksi saluran nafas yang kemudian
mengakibatkan terjadinya distres respirasi akut, yang apabila tidak ditangani dengan cepat
dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Agen penyebab laringitis akut, terutama virus menyebabkan inflamasi, peningkatan
produksi mukous, dan berkurang atau hilangnya aktivitas silia di saluran nafas.
b. Diameter saluran nafas pada anak lebih kecil dibanding orang dewasa, sehingga
inflamasi dan produksi mukous yang meningkat dapat dengan cepat menyebabkan
obstruksi saluran nafas yang hebat
c. Subglotis terdiri dari kartilago cricoid yang kaku, sehingga inflamasi dan edema di
daerah ini akan semakin memperkecil diameter saluran nafas
d. Kolaps dinamik (yaitu menyempitnya saluran nafas bagian atas pada saat fase
inspirasi) cenderung terjadi pada anak kecil oleh karena struktur kartilago trakea
yang belum sempurna.
e. Bayi dan anak amat rentan terhadap kelelahan otot nafas dan gagal nafas akibat
peningkatan kerja nafas.1,4

7. Laringomalasia
Laringomalasia adalah kelainan kongenital pada laring (59,8%) berupa flaksiditas dan
inkoordinasi kartilago supraglotik dan mukosa aritenoid, plika ariepiglotik dan epiglotis,
sehingga terjadi kolaps dan obstruksi saluran napas yang menimbulkan gejala utama berupa
stridor inspiratoris kronik pada bayi dan anak.

50
Gambar 15. Laringomalasia dari beberapa gerakan

Laringomalasia diperkenalkan pertama kali oleh Jackson pada tahun 1942.Laringomalasia


adalah anomali kongenital pada laring yang paling sering terjadi.Anak laki-laki dilaporkan
mengalami laringomalasia 2 kali lebih sering daripada anak perempuan. Laringomalasia secara
umum merupakan kondisi self-limiting, akan tetapi dapat mengancam jiwa karena obstruksi
jalan nafas yang ditimbulkannya. Selain itu, laringomalasia juga dapat menyebabkan terjadinya
kor pulmonal dan kegagalan pertumbuhan pada anak. Laringomalasia dan trakeomalasia
merupakan dua kelainan kongenital tersering pada laring (59,8%) dan trakea (45,7%)
neonatus,bayi,dan anak yang sering menyebabkan stridor. Secara umum terdapat dua teori
patofisiologi laringomalasia, yaitu teori anatomi dan teori neurogenik. Menurut teori anatomi,
terdapat hipotesis bahwa terjadi abnormalitas kelenturan tulang rawan dan sekitarnya yang
menyebabkan kolapsnya struktur supraglotis.Pada teori neuromuskular, dipercayai terjadinya
disfungsi atau imaturitas dari control neuromuscular.
Laringomalasia umumnya dikategorikan ke dalam tiga tipe besar berdasarkan bagian
anatomis supraglotis yang mengalami prolaps walaupun kombinasi apapun dapat terjadi. Tipe
pertama melibatkan prolapsnya epiglotis di atas glotis. Yang kedua melipatnya tepi lateral
epiglotis di atas dirinya sendiri, dan yang ketiga prolapsnya mukosa aritenoid yang berlebihan
ke dalam jalan napas selama periode inspirasi.4,5,6

Diagnosis

Laringomalasia ditegakkan berdasarkan anamnesis (obstruksi jalan napas, tangis abnormal


yang dapat berupa tangis tanpa suara atau disertai stridor inspiratoris serta kesulitan menelan),
pemeriksaan fisik (tampak takipnea ringan), endoskopi (kolapsnya plika ariepiglotik dan
kartilago kuneiform ke sebelah dalam) dan radiologi. Diagnosis banding
laringomalasia adalah hemangioma supraglotik, massa atau adanya jaringan intraluminal

51
seperti laryngeal web dan kista laring, kelainan akibat trauma seperti edema dan stenosis
supraglotik, maupun kelainan pada pita suara.

Gambar 16. 3 tipe laringomalasia

Terapi

Pada lebih dari 99% kasus, satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah waktu. Lesi
sembuh secara berkala, dan stridor rata-rata hilang setelah dua tahun.Stridor mulanya
meningkat pada 6 bulan pertama, seiring bertambahnya aliran udara pernafasan bersama
dengan bertambahnya umur.Pada beberapa kasus, stridor dapat menetap hingga
dewasa.Supraglotoplasti dapat dilakukan pada kasus-kasus yang lebih ringan. Prognosis
laringomalasia umumnya baik.

8. Benda asing

Benda asing pada saluran nafas adalah suatu hal yang sering juga dijumpai pada anak-
anak. Anak laki-laki terinhalasi benda asing dua kali lebih banyak daripada anak perempuan,
dan kira-kira 80% dari penderita adalah anak-anak di bawah umur 4 tahun. Kacang tanah dan
kacang kacangan lainnya yang dapat dimakan, merupakan kasus yang terbanyak didapat dan
letaknya di bronkhus kanan sedikit lebih banyak daripada di bronkhus kiri.

52
Gejala klinis yang terjadi tergantung dari letak benda asing tersebut di saluran nafas.
Gejala-gejala ini penting untuk diketahui, supaya diagnosis dapat ditegakkan secepatnya untuk
mencegah kerusakan saluran nafas yang lebih parah. Seseorang yang mengalami aspirasi benda
asing akan mengalami 3 stadium, yaitu :

Stadium pertama merupakan gejala permulaan, yaitu batuk batuk hebat secara tiba tiba,
rasa tercekik, rasa tersumbat di tenggorokan, bicara gagap dan obstruksi jalan napas.
Stadium kedua, gejala stadium permulaan diikuti oleh interval asimtomatik. Hal ini
terjadi karena benda asing tersebut tersangkut,refleks refleks akan melemah dan gejala
rangsangan akut menghilang.
Stadium ketiga, telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi atau infeksi
sebagai akibat reaksi terhadap benda asing, sehingga timbul batu batuk, hemoptisis,
pnemonia dan abses paru.1,7

Benda asing di hidung

Hidung tersumbat oleh sekret mukopurulen yang banyak dan berbau busuk di satu sisi
rongga hidung, kanan atau kiri, tempat adanya benda asing. Setelah sekret hidung dihisap,
benda asing akan tampak dalam kavum nasi. Kadang disertai rasa nyeri, demam, epistaksis dan
bersin. Pada pemeriksaan tampak edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat
terjadi ulserasi.
Bila benda asing tersebut adalah binatang lintah, terdapat epistaksis berulang yang sulit
berhenti meskipun sudah diberikan koagulan. Pada rinoskopi anterior tampak benda asing
berwarna coklat tua, lunak pada perabaan dan melekat erat pada mukosa hidung atau
nasofaring. Cara mengeluarkan benda asing dari dalam hidung adalah dengan memakai
pengait. 1,7

Benda asing di laring

Benda asing dilaring dapat menutup laring, tersangkut diantara pita suara atau berada
di subglotis. Gejala sumbatan laring tergantung pada besar, bentuk dan letak benda asing.
Sumbatan total di laring akan menimbulkan keadaan yang gawat biasanya kematian mendadak
karena terjadi asfiksia dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya spasme laring
dengan gejala antara lain disfonia sampai afoni, apne dan sianosis. Sumbatan tidak
total di laring dapat menyebabkan gejala suara parau, disfonia sampai afonia, batuk yang

53
disertai sesak, odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis dan rasa subjektif dari benda asing dan
dipsnea dengan derajat bervariasi.

Jakson membagi sumbatan pada laring menjadi 4 stadium dengan tanda dan gejala :

Stadium 1 : Cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada waktu
inspirasi dan pasien masih tenang.

Stadium 2: Cekungan pada waktu inspirasi didaerah suprasternal makin dalam, ditambah
lagi dengan timbulnya cekungan didaerah epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor
terdengar pada waktu inspirasi.

Stadium 3: Cekungan selain didaerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di


infraklavikula dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor terdengar pada
waktu inspirasi dan ekspirasi.

Stadium 4: Cekungan-cekungan di atas bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak


sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus maka pasien akan kehabisan
tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkarpnea. Pasien lemah dan tertidur, akhirnya
meninggal karena asfiksia.

Pada anak dengan sumbatan total pada laring dapat dicoba dengan memegang anak
dengan posisi terbalik, kepala dibawah, kemudian daerah punggung dipukul. Cara lain adalah
dengan perasat Heimlich. Pada sumbatan benda asing tidak total di laring, perasat Heimlich
tidak dapat digunakan. Dalam hal ini pasien masih dapat dibawa ke rumah sakit terdekat untuk
diberi pertolongan dengan menggunakan laringoskop atau bronkoskopi, atau kalau alat alat
tersebut tidak ada dilakukan traekostomi. 1,7

Perasat Heimlich

Hentakan perut pada pasien/korban dewasa dan anak yang sadar.

1) Penolong berdiri dibelakang pasien/korban posisikan tangan penolong memeluk


diatas perut korban melalui ketiak korban.
2) Sisi genggaman tangan penolong diletakkan diatas perut pasien/korban tepat pada
pertengahan antara pusar dan batas pertemuan iga kiri dan kanan

54
3) Letakkan tangan lain penolong diatas genggaman pertama ,lalu hentakkan tangan
penolong kearah belakang dan atas, posisi kedua siku penolong ke arah luar.
lakukan hentakan sambil meminta pasien/korban membantu memuntahkannya
4) Lakukan berulang-ulang sampai berhasil / sampai pasien/korban tidak respon / tidak
sadar .7

Hentakan perut pada pasien/korban dewasa dan anak, tidak sadar.

1) Baringkan pasien/korban dalam posisi terlentang.


2) Upayakan memberikan bantuan pernafasan, bila gagal upayakan perbaikan posisi dan
coba ulangi pemberian nafas bantuan. Bila gagal lanjutkan kelangkah berikut.
3) Berlututlah demikian rupa sehingga paha pasien/korban diapit oleh lutut penolong lalu
tempatkan tumit tangan sedikit diatas pusat tepat pada garis tengah antara pusat dan
pertemuan rusuk kiri dan kanan.
4) Lakukan 5 kali hentakan perut ke arah atas
5) Periksa mulut pasien/korban dan lakukan sapuan jari .Bila perlu dapat dilakukan.
penarikan rahang bawah (pada anak kecil dan bayi dilakukan hanya bila bendanya
terlihat).
6) Bila belum berhasil ulangi langkah 2-5 berulang-ulang sampai jalan nafas terbuk

III. Diagnosis Obstruksi Saluran Napas Atas Secara Umum

Penyebab OSPA sering dapat ditentukan dari sejarah dan klinis . Pemeriksaan
radiografi saluran napas atas dan bawah dengan antero posterior dan lateral dapat
menunjukkan pembengkakan jaringan lunak atau kehadiran benda asing. Bayangan udara
dapat menunjukkan lesi pulmonalis. Dalam gangguan pernapasan yang signifikan , ini harus
dilakukan di ICU daripada departemen radiologi .
Sebelumnya, menelan barium dan aortography telah digunakan untuk
mengkonfirmasi diagnosis kompresi vascular trakea. Computed tomography ( CT ) telah
diasumsikan pentingnya dalam penilaian lesi tetap seperti stenosis intrinsik dan ekstrinsik
kompresi . Magnetic resonance imaging ( MRI ) dan CT dengan kontras berguna untuk
menilai anomali vaskular . Tracheobronchography dapat memberikan delineasi anatomi baik
dari trakeobronkial proksimal .
Visualisasi langsung jalan napas mungkin berbeda-beda , dan juga dapat membuktikan
terapi (misalnya penghapusan benda asing ) . Nasoscopy , fleksibel laringoskopi serat optik

55
dan kaku dan bronchoscopy semua memiliki tempat dalam menilai saluran napas anak .
Investigasi jalan napas anak hanya dilakukan di pusat-pusat khusus oleh endoscopists
berpengalaman, ahli radiologi dan dokter anestesi . Penentuan gas
darah jarang digunakan. Ini adalah praktek yang berbahaya untuk menunggu kegagalan
pernafasan sebelum intervensi. Hipoksemia ringan mungkin hanya hadir sampai kelelahan ,
hipoventilasi , sianosis dan hypercapnoea. Oksimetri pulsa dapat memberikan informasi
peringatan yang berguna.7

IV. Penatalaksanaan

Dalam penatalaksanaan sumbatan pada prinsipnya diusahakan supaya jalan napas


lancar kembali. Untuk melakukan intervensi dalam penatalaksanaan keselamatan jalan
napas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, terutama pada bagian yang akan dipasang
oleh alat intubasi, yakni faring (nasofaring, orofaring, laringofaring).1,8
- Anatomy
o Cartilages (Tulang rawan)
o Pada laringofaring terdapat 9 tulang rawan yaitu :
3 tulang tidak berpasangan (epiglottis, tiroid, krikoid)
3 tulang berpasangan (uniform, aretenoid, dan kornikulatum).
Ini penting karena berhubungan dengan intubasi.
o Muscles (otot laring)
o Intrinsik, fungsinya untuk berbicara
Krikotiroid Fungsi : Tensor
Lateral kriko-aretenoid Fungsi : Abduktor
Intra aretenoid Fungsi : kolewell
Posterior kriko-aretenoid Fungsi : adductor
Tiroaretenoid Fungsi : shorten and relax
Vokales Fungsi : fail adjustment
o Ekstrinsik, fungsinya untuk mempertahankan posisi laring. Bila dia
konstriksi dapat kolaps
o Innervations
o Penting. Karena seringkali bila dilakukan intubasi maka akan
menciderai inervasinya. Dan invervasi ini berhubungan dengan vagal

56
reflex. Jadi ketika di intubasi tiba-tiba dapat terjadi bradikardia pada
pasien, hipotensi, sampai pada cardiac arrest.
o Inervasi jalan napas ada 3, yaitu:
Nasofaring N. Trigeminus (mempersarafi oftalmika,
maksilaris, dan mandibularis)
Orofaring N. Glosofaringeus (N. IX) daerah mulut.
Laringofaring N. Vagus.
o Kepentingannya, bila mau lakukan intubasi dapat diberikan obat
anestesi lokal. Misalnya: mau blok N. Glosofaringeus lalu ketika di
intubasi pasien tidak merasakan sakit.
o Atau ketika mau intubasi haruslah berhati-hati dengan N. Vagus yang
salah satu persarafannya itu melewati epiglottis. Jadi ketika dimasukkan
laringoskop dan terkena epiglottis maka akan terjadi vagal reflex yang
cepat (bradikardia, hipotensi, sampai cardiac arrest).
o N. Vagus terbagi atas 2, yaitu : Superior Laringeal nerve dan Reccurent
laryngeal nerve. Pada superior laryngeal nerve dia mempersarafi vocal
cord keatas. Dan reccurent laryngeal nerve mempersarafi vokal cord
kebawah. Penting, karena harus dintubasi trakeanya dan akan menjadi
serak suaranya. Normalnya suara serak setelah di intubasi harus kembali
dalam 3 hari atau maksimal 2 minggu. Kalau tidak nanti akan menjadi
suara serak atau parau selamanya.8
- Assessment
o Menilai jalan napas dengan menggunakan prinsip LEMON.
o Look externaly di lihat dari luar. Apakah ada fraktur pada maksila,
hidungnya bengkok, deformitas, dsbnya.
o Evaluate dengan menggunakan ilmu 3-3-2 (+) bisa maka jalan
nafas bagus dan dapat lakukan intubasi dengan baik.
Jarak buka mulut (antara rahang atas & bawah) harus bisa masuk
3 jari.
Jarak dari hyoid ke tiroid harus 3 jari.
Jarak mental ke hyoid harus 2 jari.
o Mallampati

57
Mallampati I terlihat Hard pallatum (pallatum durum), soft
pallatum (pallatum molle), pillaris (posterior pillar), dan uvula
secara penuh.
Mallampati II hanya terlihat uvula
Mallampati III hanya terlihat dasar uvula
Mallampati IV tidak terlihat uvula sama sekali
o Ostruction dilihat mulutnya ada massa atau tidak, hidung polip,
septum deviasi, tonsil besar, atau obstruksi jalan napas.
o Neck immobility suruh pasien untuk ekstensi kepala dan yang
bagusnya itu bila ekstensi kepala > 35 derajat. Maka jalan napas bagus
dan lurus.8
Tindakan konservatif dengan pemberian anti inflamasi, anti alergi, antibiotika, serta
pemberian oksigen intermiten dilakukan sumbatan stadium 1 yang disebabkan peradangan.
Tindakan operatif atau resusitasi untuk membebaskan jalan napasini dapat dengan cara
memasukkan pipa endotrakea melalui mulut (intubasi orotrakea) atau melalui hidung (intubasi
nasotrakea), membuat trakeostoma atau melakukan krikotirotomi. Intubasi endotrakea dan
trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan stadium 2 dan 3, sedang krikotirotomi
dilakukan pada sumbatan stadium 4. Tindakan operatif atau resusitasi dapat dilakukan
berdasarkan analisis gas darah (pemeriksaan gas darah). Bila fasilitas tersedia, maka
intubasi endo trakea pilihan pertama, sedangkan jika ruangan intensif tidak tersedia, sebaiknya
dilakukan trakeostomi. Apabila pada sumbatan laring total dilakukan prasat Heimlich untuk
pertolongan pertama untuk mencegah kematian.7

1. Intubasi Endotrakea

Indikasi intubasi endotrakea :

Untuk mengatasi sumbatan saluran napas bagian atas

Membantu ventilasi

Memudahkan menghisap secret dari traktus trakeobronkial

58
Mencegah aspirasi secret yang ada di rongga mulut atau yang berasal dari lambung

Gambar 17. Teknik ETT

Pipa endotrakea dibuat dari bahan polyvinilchloride dengan balon (cuff) pada ujungnya dapat
diisi dengan udara. Ukuran pipa endotrakea harus sesuai dengan ukuran trakea pasien dan
umumnya untuk orang dewasa dipakai yang diameter dalamnya 7-8,5 mm. pipa endotrakea
yang dimasukkan melalui hidung dapat dipergunakan untuk beberapa hari. Secara umum dapat
dikatakan bahwa intubasi endotrakea jangan melebihi 6 hari dan untuk selanjutnya sebaiknya
dilakukan trakeostomi. Komplikasi yang dapat timbul adalah stenosis laring atau trakea.1,9

2.Teknik Intubasi

1) Posisi pasien tidur terlentang leher fleksi sedikit dan kepala ekstensi
2) Laringoskop dengan spatel bengkok di pegang dengan tangan kiri, dimasukkan melalui
mulut sebelah kanan sehingga lidah terdorong kekiri
3) Spatel diarahkan menelusuri pangkal lidah ke valekula lalu laringoskop diangkat keatas
sehingga pita suara dapat terlihat.
4) Dengan tangan kanan pipa endotrakea dimasukkan melalui mulut terus melalui celah
antara kedua pita suara kedalam trakea.
5) Pipa endotrakea dapat pula dimasukkan melalui lubang hidung sampai rongga mulut
dan dengan cunam magill ujung pipa endotrakea dimasukkan kedalam celah antara
kedua pita suara sampai ke trakea.
6) Kemudiian balon diisi dengan udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan baik.

59
7) Apabila menggunakan laringoskop yang lurus maka pasien yang tidur telentang
pundaknya harus diganjal dengan bantal pasir, sehingga kepala mudah diekstensikan
maksimal.
8) Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri dan dimasukkan
mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis diangkat horizontal ke atas bersama-
sama sehingga laring jelas terlihat.
9) Pipa endotrakea dipegang dengan tangan kanan dan dimasukkan melalui celah pita
suara sampai di trakea.
10) Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan plester.

Gambar 18. Pipa ETT

3.Trakeostomi

Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior trakea untuk
bernapas.Menurut letak stoma trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah
dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga. Sedangkan menurut waktu dilakukan tindakan
maka trakeostomi dibagi dalam:

1) Trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana sangat kurang


2) Trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik (legal
artis)

Indikasi trakeostomi :

1) Mengatasi obstruksi laring


2) Mengurangi ruang rugi (dead air space) disaluran napas bagian atas seperti daerah
rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka seluruh oksigen

60
yang dihirupnya akan masuk ke dalam paru, tidak ada yang tertinggal diruang rugi itu.
Hal ini berguna pada pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang.
3) Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat
mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam keadaan koma
4) Untuk memasang respirator atau alat bantu pernapasan
5) Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas untuk
bronkoskopi.1,9

Jenis Tindakan Trakeostomi

1. Surgical trakeostomy

Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi
dibuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.

2. Percutaneous Tracheostomy

Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan
pembuatan lubang diantara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang yang
dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak meninggalkan scar.
Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.

3. Mini tracheostomy

Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini
dimasukan menggunakan kawat dan dilator.1,9

Jenis Pipa Trakeostomi

1. Cuffed Tubes: Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga memperkecil
risiko timbulnya aspirasi

2. Uncuffed Tubes:Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak


mempunyai risiko aspirasi

3. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam): Dua bagian trakeostomi ini dapat
dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam dapat dibersihkan dan diganti untuk
mencegah terjadi obstruksi.

61
4. Silver Negus Tubes:Terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi jangka
panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat merawat sendiri.

5. Fenestrated Tubes: Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah


posteriornya, sehingga penderita masih tetap merasa bernafas melewati hidungnya. Selain itu,
bagian terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat berbicara.1,9

Teknik Trakeostomi

Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan
kepala untuk diekstensikan pada persendian atalantooksipital. Dengan posisi seperti ini leher
akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher. Kulit leher
dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan ditutup dengan kain steril. Obat
anestetikum disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fossa suprasternal secara infiltrasi.
Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher mulai dari bawah krikoid sampai fosa
suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada pertengahan jarak antara
kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira dua jari dari bawah krikoid orang
dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit,dibuat kira-kira lima sentimeter.
Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan lapis
demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea yang berupa pipa
dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila lapisan ini dan jaringan di
bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini mudah ditemukan. Pembuluh darah yang
tampak ditarik lateral. Ismuth tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas
terlihat. Jika tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya.
Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat keda tepinya dan disisihkan ke lateral.
Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat. Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum
pada membran antara cincin trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan
memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting yang tajam. Kemudian pasang kanul trakea
dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi di
tutup dengan kasa.Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan insisi kulit
jangan terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit.
1,9

Perawatan Pasca Trakeostomi

Secera setelah trakeostomi dilakukan:

62
1. Rontgen dada untuk menilai posisi tuba dan melihat timbul atau tidaknya komplikasi
2. Antibiotik untuk menurunkan risiko timbulnya infeksi

3. Mengajari pihak keluarga dan penderita sendiri cara merawat pipa trakeostomi

Perawatan pasca trakeostomi sangat penting karena sekret dapat menyumbat dan
menimbulkan asfiksia. Oleh karena itu, sekret di trakea dan kanul harus sering diisap ke luar
dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya dua kali sehari lalu segera dimasukkan lagi ke
dalam kanul luar. Bila kanul harus dipasang dalam jangka waktu lama, maka kanul harus
dibersihkan dua minggu sekali. Kain basah di bawah kanul harus diganti untuk menghindari
timbulnya dermatitis. Gunakan kompres hangat untuk mengurangi rasa nyeri pada daerah
insisi.
Komplikasi dini yang sering terjadi:

1. perdarahan
2. pneumothoraks terutama pada anak-anak
3. Aspirasi
4. Henti jantung sebagai rangsangan hipoksia terhadap respirasi
5. paralisis saraf rekuren

Komplikasi lanjut

1. Perdarahan lanjutan pada arteri inominata


2. Infeksi
3. fistula trakeoesofagus
4. stenosis trakea

Prognosis

Prognosis baik bila sumbatan yang terjadi adalah sumbatan parsial sehingga masih
terdapat waktu untuk dilakukan tindakan yang direncanakan. Selain itu apabila sumbatan total
harus dilakukan segera pembebasan jalan napas untuk mencegah kematian akibat asfiksia.1,4,5,6

3. Krikotiroidotomi

Definisi
Krikotiroidotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan gawat
napas. Dengan cara membelah membrane krikotiroid untuk dipasang kanul. Membrane ini

63
terletak dekat kulit, tidak terlalu kaya darah sehingga lebih mudah dicapai. Tindakan ini harus
dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat. 3
Klasifikasi

Krikotiroidotomi dibagi menjadi 2 macam yaitu needle cricothyroidotomy dan surgical


cricothyroidotomy. 3

Needle cricothyroidotomy

Pada needle cricothyroidotomy,sebuah semprit dengan jarum digunakan untuk


melubangi melewati membran krikoid yang berada sepanjang trakea. Setelah jarum
menjangkau trakea, kateter dilepaskan dari jarumnya dan dimasukkan ke tenggorokan dan
dilekatkan pada sebuah kantung berkatup. 3

Gambar 15. Krikotiroidotomi

Surgical cricothyroidotomy

Pada surgical cricothyroidotomy, dokter dan tim medis lainnya membuat insisi
melewati membran krikoid sampai ke trakea dengan tujuan memasukkan pipa untuk ventilasi
pasien. 3

64
Teknik Krikotirodotomi
Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasio atlanto
oksipitalis.Puncak tulang rawan tiroid (Adams apple) mudah diidentifikasi difiksasi dengan
jari tangan kiri.Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba ke bawah sampai
ditemukan kartilago krikoid.Membrane krikotiroid terdapat diantara kedua tulang rawan
ini.Daerah ini diinfiltrasi dengan anestetikum kemudian dibuat sayatan horizontal pada
kulit.Jaringan dibawah sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah.Setelah tepi bawah kartilago
tiroid terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah.Kemudian, masukkan kanul bila
tersedia.Jika tidak, dapat dipakai pipa plastic untuk sementara. 3
Krikotirodotomi merupakan kontraindikasi pada anak dibawah 12 tahun, demikian juga
pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat laryngitis. Stenosis subglotik
akan timbul bila kanul dibiarkan terlalu lama karena kanul yang letaknya tinggi akan
mengiritasi jaringan-jaringan disekitar subglotis, sehingga terbentuk jaringan granulasi dan
sebaiknya segera diganti dengan trakeostomi dalam waktu 48 jam. 3

Indikasi dan kontraindikasi


Indikasi Absolut krikotiroidotomi :
gagal intubasi, tidak terjadi ventilasi, atau pasien tidak bias tenang terhadap
pemasangan alat bantu nafas.
Indikasi relative krikotiroidotomi :
trauma wajah atau orofaringeal yang massif
pembengkakan wajah atau orofaringeal yang masif. 3

Kontraindikasi
Kontraindikasi absolute:
Tidak ada kontraindikasi absolute untuk dilakukan krikotiroidotomi3

Kontrainsokasi relative :
Transeksi trakea dengan retraksi trakea ke mediastinum
Fraktur laring atau trauma pada kartilago krikoid
Tumor laring
Anak usia < 8 tahun karena anatomi kecil dan jaringannya sangat lembut
Gangguan perdarahan

65
Edema leher yang massif
Inflamasi laring yang berat (laringotrakeitis, difteri, inflamasi kimia,
TB). 3

Komplikasi
Komplikasi dari krikotiroidotomi :
Gagal napas
Perdarahan local dan hematoma
Emfisema subkutis
Infeksi
Perforasi esophageal
Mediastinitis
Pneumotoraks
Pneumomediastinum
Trauma pita suara
Trauma laring
Trauma kelenjar tiroid
Trauma arteri karotis, vena jugularis, dan nervus vagus
Stoma persisten
Stenosis subglotik3

66
BAB III

KESIMPULAN

Sumbatan saluran napas atas pada anak adalah salah satu keadaan suatu keadaan darurat
yang harus segera diatasi untuk mencegah kematian. Sumbatan dapat bersifat sebagian, dapat
juga sumbatan total. Pada sumbatan ringan dapat mrnyebabkan sesak, sedangkan sumbatan
yang lebih berat namun masih ada sedikit celah dapat menyebabkan sianosis gelisah bahkan
penurunan kesadaran. Pada sumbatan total bila tidak ditolong dengan segera dapat
menyebabkan kematian. Sumbatan saluran napas atas dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti infeksi virus dan bakteri, tumor, trauma bakar, reaksi bahan kimia, reaksi alergi, benda
asing dan trauma. Sumbatan sering terjadi pada laring dikarenakan menyempitnya jalan
napas.Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi sumbatan jalan napas atas adalah dengan
medika mentosa. Dapat pula dilakukan tindakan intubasi endotrakeal, trakeostomi dan
krikotiroitomi. Untuk tindakan pertama pada sumbatan total laring dapat dilakukan prasat
Heimlich.

67
DAFTAR PUSTAKA
1) Boeis L R,Calcacetra T C,Palparella M M. Boies fundamental of otolaryngology. Edisi
V. Saunders, Philadelphia,2010

2) Sasaki CT, Kim YH. Anatomy and physiologi of the larynx. In: Ballenger JJ, Snow JB,
editors. Otorhinolaryngologi head and neck surgery. Ontario: BC Decker Inc; 2003.
p.1090-95

3) Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2004.h.218-47

4) Rusmarjono, E.A.Soepardi. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorokan


kepala & leher. Edisi VI. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta 2007

5) Richard E, Behrman, Robert M; editor. Ilmu kesehatan anak nelson. Volume 3. Jakarta
; EGC. 2006. Hal 2196-2212.
6) Rudolph MA, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri rudolph. Edisi 20 volume
2. Jakarta: EGC; 2006. Hal 1051-2.
7) Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Bates. Edisi ke-8.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.159-62.
8) Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi kedua.
Jakarta: FKUI.2011

9) Fishman S, Mulliken J.B. Pediatric surgery for the primary care pediatrician.. Pediatric
Clinics of North America. Philadelphia : WB Saunders Co; 1998. p. 1455-77

68

You might also like