Professional Documents
Culture Documents
ENZIM
Oleh :
Kelompok 1 B3
Nur Hidayati I14120016
Vivi Nurlita I14120060
Mohd Lutfi Adrian I14120065
Fellie Ranuwirna I14120094
Erfin Shabrina I14120119
Tri Desfiana Putri I14120131
Ulfa Maesya Zulfia I14134002
Asisten Praktikum:
Bibi Ahmad Chahyanto, S.Gz
Al Mukhlas Fikri
Intan Kusumawati
Gagah Ruseffi Musnamar
Rina Apriany Utami
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Enzim Amilase
Setiap enzim mempunyai suhu optimum, yaitu ketika enzim tersebut dapat
bekerja dengan baik. Daerah atau kisaran suhu ketika kerja atau laju reaksi enzim
masih baik disebut daerah suhu optimum. Semakin jauh dari suhu optimum, kerja
enzim semakin tidak baik. Suhu optimum untuk enzim-enzim yang terdapat dalam
tubuh adalah 36 C-40C. Sehubungan dengan pengaruh suhu terhadap aktivitas
enzim, maka semakin meningkat suhu aktivitas enzim akan semakin meningkat.
Pada pemanasan tinggi, enzim yang merupakan suatu protein akan mengalami
denaturasi sehingga aktivitas kerjanya menjadi nol (Sumardjo 2009).
Tingkat keasaman suatu zat dinyatakan dengan pH. Zat yang memiliki pH
kurang dari tujuh merupakan zat yang bersifat asam. Sementara zat yang memiliki
pH lebih dari tujuh adalah bersifat basa. Zat dengan nilai pH tujuh disebut netral.
Tingkat keasaman suatu zat berpengaruh besar terhadap kerja enzim. Pada
umumnya enzim tidak kuat bila berada dalam lingkungan yang terlalu asam atau
terlalu basa. Namun pada beberapa enzim justru bekeja optimum pada pH yang
sangat asam, seperti enzim-enzim dalam lambung. Sebenarnya enzim juga
memiliki pH optimum tertentu, pada umumnya sekitar 4.58 dan pada kisaran pH
tersebut enzim mempunyai kestabilan yang tinggi (Williamson dan Fieser 1992).
Tingkat keasaman yang jauh dari pH optimum akan menyebabkan enzim
mengalami denaturasi. Denaturasi terjadi karena perubahan muatan listrik pada
enzim sehingga tidak mampu berikatan dengan substrat. Pengaruh pH terhadap
kerja enzim dapat terdeteksi karena enzim terdiri atas protein. Jumlah muatan
positif dan negatif yang terkandung didalam molekul protein serta bentuk
permukaan protein sebagian ditentukan oleh pH. Enzim amilase pada rongga
mulut bekerja maksimum pada pH 6-7 (Iman 2005).
Uji Enzim
Uji Urease
Uji urease bertujuan membuktikan adanya enzim urease dalam suatu
sampel (contoh: suspensi kedelai). Substrat urea oleh enzim urease di dalam
suspensi sampel akan diuraikan menjadi amoniak dan gas karbondioksida. Selama
penyimpanan, jumlah amoniak yang terbentuk relatif tidak dipengaruhi oleh suhu.
Ureases adalah sebuah protein yang ditemukan dalam bakteri, kapang, dan
beberapa tanaman tingkat tinggi. Karakteristiknya yaitu pH optimum 7.4 dan suhu
optimum 64C. Ureases penting dalam sejarah enzimologi sebagai enzim pertama
yang dimurnikan dan dikristalkan (Estien dan Lisda 2006).
Uji Peroksidase
Uji peoksidase dilakukan pada suatu sampel (contoh: susu segar) untuk
membuktikan adanya enzim peroksidase (Estien dan Lisda 2006). Pengujian
enzim memiliki beberapa cara, terutama untuk enzim amilase. Enzim amilase
dapat diuji aktivitas dan ekstraksinya. Prinsip utama mengektraksi enzim amilase
yang terdapat pada sampel dengan pelarut (buffer atau aquades). Kedua pelarut
tersebut dapat juga dipakai untuk kontrol negatif aktivitas enzim amilase
(Laloknam et al 2009). Pengukuran aktivitas enzim dimulai dengan
menambahkan substrat berupa pati pada filtrat enzim. Metode ini terlebih dahulu
dilakukan dengan membuat kurva standar glukosa antara konsentrasi glukosa
dalam berbagai macam konsentrasi dan absorbsi. Lalu konsentrasi sampel yang
didapat melalui kurva standar glukosa dimasukkan ke dalam rumus agar
mendapatkan aktivitas enzim amilase (Suarni dan Rauf 2009).
METODOLOGI
Praktikum dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu pada hari Kamis
tanggal 10 Oktober 2013 pukul 11.30-14.30 WIB dan pada hari Kamis tanggal 17
Oktober 2013 pukul 11.30-14.30 WIB. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium
Pengantar Biokimia Gizi lantai 2, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Prosedur Kerja
0.2
0.15
A/menit
0.1
0.05
0
0 25 Suhu 37 60 100
ruang
Suhu (C)
(a) (b)
Gambar 4 Kurva pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi enzimatik (V)
Data yang diperoleh terlihat berfluktuasi seperti pada grafik (a), yang
seharusnya terlihat seperti grafik (b) yang membentuk kurva hiperbola dan
menunjukkan pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi enzimatis. Semakin tinggi
suhu, laju reaksi enzim juga akan meningkat sampai mencapai suhu maksimum.
Suhu maksimum enzim di dalam tubuh adalah 36-400C (Sumardjo 2009). Hal
tersebut dapat dilihat pada grafik literatur (b), namun grafik percobaan
menunjukan hasil yang berbeda dengan grafik literatur yang mengindikasikan
adanya kesalahan hasil percobaan.
Percobaan secara umum menunjukan hasil yang positif dalam dua selang
puncak seperti yang terlihat pada grafik (a). Selang puncak pertama pada suhu 00C
sampai suhu ruang dan selang puncak kedua berada pada rentang suhu ruang
sampai 1000C. Semakin tinggi suhu, laju reaksi juga semakin cepat hingga sampai
suhu optimum tubuh yaitu 370C menunjukan kecepatan laju reaksi yang paling
cepat. Setelah melewati suhu optimum, laju reaksi mengalami penurunan. Namun,
grafik yang diperoleh tidak menggambarkan hal tersebut. Kenaikan laju reaksi
seharusnya terjadi dari suhu 00C hingga 370C dan laju reaksi tersebut akan turun
setelah mencapai suhu optimumnya hingga 1000C. Dari suhu 250C ke suhu ruang
seharusnya menunjukan hasil positif berupa kenaikan laju reaksi, namun hasil
yang didapatkan justru laju reaksi yang semakin menurun. Turunnya laju reaksi
ini terus terjadi, hingga pada suhu 370C laju reaksi naik namun tidak signifikan.
Setelah melewati suhu optimum yaitu 370C laju reaksi mengalami penurunan, hal
tersebut juga terlihat pada grafik hasil percobaan yang dilakukan walaupun
penurunannya tidak begitu besar. Halhal ini dapat disebabkan karena kesalahan
teknis yang dilakukan praktikan seperti terlalu lamanya sampel dibiarkan pada
suhu ruang sebelum dibaca pada Spektrofotometer sehingga menyebabkan hasil
yang tidak sesuai.
Percobaan kedua dari praktikum ini adalah pengaruh pH terhadap aktivitas
enzim. Tingkat keasaman atau pH juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kerja enzim. Prinsip dari kerja enzim terhadap pH ialah dimana
setiap enzim akan bekerja maksimal pada pH tertentu. Misalnya enzim yang
bekerja pada lambung akan optimum pada pH asam, namun pada umumnya enzim
dalam tubuh bekerja optimum pada tingkat keasaman yang mendekati netral (pH
5-9). Enzim yang berada pada pH yang jauh dari kisaran pH optimum akan
mengalami denaturasi. Enzim akan mengalami perubahan muatan listrik sehingga
tidak dapat berikatan dengan substrat. Sulitnya terjadinya ikatan antara enzim dan
substrat menyebabkan rendahnya produk yang dihasilkan sehingga dikatakan
reaksi biologik berlajan lambat. Seperti halnya enzim tubuh pada umumnya,
enzim amilase yang terdapat dalam rongga mulut manusia juga bekerja pada
kisaran pH mendekati netral. Enzim ini akan bereaksi untuk memecah molekul
pati menjadi glukosa yaitu senyawa yang lebih sederhana (Sadikin 2002). Berikut
adalah tabel hasil pengamatan pengaruh pH terhadap aktivitas enzim.
0.05
0.04
A/ menit (V)
0.03
0.02
0.01
0
1 3 5 pH 7 9 11
Gambar 5 Kurva pengaruh pH terhadap kecepatan reaksi enzimatik (V)
Kurva di atas menunjukkan hasil yang didapatkan dari percobaan ini
fluktuatif, dimana laju reaksi enzimatis menurun drastis pada pH 7 dan mencapai
optimum pada pH 9. Menurut Setiasih (2006), keaktifan enzim tertinggi
diperoleh pada pH 6. Keaktifan enzim relatif masih tinggi baik pada pH 5 maupun
pada pH antara 7 sampai 9 akan tetapi pada pH di bawah 5 dan di atas pH 9
keaktifan enzim menurun drastis.
Menurut Sadikin (2002), semakin tinggi pH semakin tinggi nilai
absorbansi yang menandakan semakin tingginya laju reaksi. Pada umumnya
enzim bekerja maksimum pada pH 5-9. Hal ini sesuai dengan data yang
didapatkan bahwa kerja enzim amilase meningkat dan mencapai optimum pada
pH 9, tetapi terdapat penurunan nilai absorbansi pada pH 7 dan pH 11. Kesalahan
nilai absorbansi pada pH 7 dan pH 11 kemungkinan diperoleh karena adanya
ketidaktelitian praktikan dalam melaksanakan percobaan. Laju reaksi yang
menurun diakibatkan oleh struktur 3 dimensi enzim telah berubah, sehingga
substrat tidak dapat lagi duduk dengan tepat di bagian molekul enzim yang
mengolah substrat. Akibatnya, proses katalisis berjalan tidak optimum. Oleh
karena itu, struktur 3 dimensi enzim berubah akibat pH yang tidak optimum
(Sadikin, 2002).
Selain suhu dan pH aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh konsentrasi
enzim. Praktikum pengaruh kadar enzim terhadap aktivitas enzim menggunakan
larutan pati sebagai substrat, sedangkan air liur yang mengandung amilase sebagai
enzim. Praktikum ini melihat pengaruh perbedaan konsentrasi amilase pada air
liur (sebagai enzim) yang bekerja pada larutan pati (substrat) terhadap aktivitas
enzim itu sendiri. Perbedaan konsentrasi enzim diperoleh dengan melakukan
pengenceran pada air liur. Pengenceran yang dilakukan di antaranya 100x, 200x,
300x, 400x, 500x, dan 600x. Selain itu, ditambahkan pula iodium yang berfungsi
sebagai larutan uji terhadap kandungan karbohidrat juga dilakukan penambahan
air suling untuk melarutkan semua zat-zat tersebut serta mempermudah proses
pembacaan serapan oleh spektofotometer dengan panjang gelombang 680 nm.
Larutan pati dimasukkan ke dalam dua tabung yang berbeda, tabung B
sebagai blanko dan tabung U sebagai uji. Volume larutan pati yang dimasukkan
ke masing-masing tabung jumlahnya sama yaitu 1 ml. Setelah dikeram beberapa
menit (paling sedikit 5 menit) pada suhu tertentu, pada tabung U ditambahkan air
liur yang sudah diencerkan sebelumnya. Setelah dikeram beberapa menit
kemudian kedua tabung ditambahkan larutan iodium yang berwarna biru. Pada
tabung B yang tidak ditambahkan air liur, larutan menjadi berwarna biru. Hal ini
menunjukkan bahwa di dalam tabung B tidak terdapat peran enzim. Sedangkan
pada tabung U yang sebelumnya ditambahkan air liur, setelah ditambahkan
iodium larutan menjadi berwarna jernih. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam
tabung U terdapat peran enzim. Enzim ini berfungsi sebagai katalisator dalam
proses pemecahan pati menjadi monosakarida. Hal ini menunjukkan bahwa air
liur yang mengandung amilase berfungsi sebagai enzim yang bekerja dalam
larutan pati sebagai katalisator proses pemecahan pati menjadi monosakarida.
0.4
A/ menit (V)
0.3
0.2
0.1
0
100 x 200 x 300 x 400 x 500 x
Konsentrasi enzim
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Estien, Y., Lisda N. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia. Yogyakarta (ID): CV
Andi Offset.
Iman, H. 2005. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Endo-1,4--Glucanase Bacillus
sp. AR 009. (Jurnal Biodiversitas Nomor 04 Volume 6). Bogor: Bidang
Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Bogor 16002.
Laloknam, S., et all. 2009. Detection of amylase activity from fruit and vegetables
in an undergraduate classrooms. As. J. Food Ag-Ind. 2009, 2(03), 381-390.
ISSN 1906-3040.
Poedjiadi, A., Supriyatin, T. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI Press.
Poedjiadi, A. 2006. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI Press.
Sadikin, M. 2002. Biokimia Enzim. Jakarta (ID): Widya Medika.
Setiasih, S. 2006. Karakterisasi Enzim -Amilase Ekstrasel dari Isolat Bakteri
Termofil SW2. Jurnal Kimia Indonesia. Volume 1 (1) :22-27.
Soewoto, H., dkk. 2000. Biokimia Eksperimen Laboratorium. Jakarta (ID): Widya
Medika.
Suarni., Rauf, P. 2007. Potency of Mung Bean Sprout As Enzyme Source (-
amilase). Indo. J. Chem. 2007, 7 (3), 332-336.
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta (ID): EGC.
Williamson, KL., Fieser, FL. 1992. Organic Experiment 7th Edition. United States
of America: DC Health and Company.
L AMPIRAN