Professional Documents
Culture Documents
iv
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Fraktur pada area torakalumbal dapat disebabkan oleh cedera pada posisi fleksi
seperti jatuh dari ketinggian akibat kecelakaan kerja yang terjadi di kota besar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran fraktur kompresi dan
pelaksanaan rehabilitasi pada pasien post operasi stabilisasi. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Juni 2013 di Ruang Bedah Kelas RSUP Persahabatan
Latihan yang diberikan berupa rentang pergerakan sendi pada klien selama enam
hari perawatan. Hasil penelitian menunjukkan klien yang melakukan latihan
rentang pergerakan sendi mengalami kemajuan dalam melakukan aktivitas
meliputi pergerakan ekstremitas, pengurangan nyeri, dan pengubahan posisi tidur.
Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi perawat untuk melakukan pogram
rehabilitasi bagi pasien fraktur post dekompresi dan stabilisasi
ABSTRACT
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
xi Universitas Indonesia
Cedera yang biasa dialami pekerja antara lain cedera/ fraktur sendi pinggul
dan ekstremitas atas (40,2 %), cedera kepala ( 24,8 %), dan pergelangan
tangan (14,3%) (Riyadina W, 2007 dalam Makara Kesehatan Vol 11, 2007).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Smeltzer & Bare, 2002). Fraktur adalah terpisahnya kontinuitas
tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan
(Black&Hawks, 2005). Price dan Wilson (2006) mendefinisikan fraktur
adalah kondisi patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik,
kekuatan sudut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang yang
dapat menentukan jenis fraktur. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 kasus fraktur di Indonesia disebabkan oleh cedera
karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, dan trauma benda tajam/tumpul. Terdapat
1.775 orang mengalami fraktur dari 45.987 kasus kejadian jatuh (Depkes RI,
2007).
Terdapat berbagai macam jenis faktur yang diakibatkan oleh peristiwa jatuh
saat kecelakaan kerja. Salah satu fraktur yang dapat terjadi adalah fraktur
kompresi pada tulang belakang. Cedera sendi pinggul dan ekstremitas atas
menempati porsi tertinggi pada kasus fraktur yang terjadi pada pekerja
konstruksi. Salah satu fraktur yang membahayakan adalah fraktur vertebra
torakalumbal. Fraktur torakalumbal melibatkan korpus vertebra, lamina dan
prosesus artikularis, serta prosesus spinosus dan prosesus tranversus. Daerah
Universitas Indonesia
Fraktur kompresi merupakan fraktur yang banyak terjadi pada tulang lumbal
dimana angka kejadian fraktur tersebut mengalami peningkatan sepanjang 30
tahun terakhir. Kejadian traumatik yang menyebabkan fraktur kompresi
termasuk jatuh dan kecelakaan lalu lintas di jalan (Woodhouse, D, 2003).
Fraktur yang biasa terjadi di area tulang belakang adalah fraktur kompresi
dimana terjadi kompresi (penekanan) di area T-Y tulang belakang yang
disebabkan karena adanya tenaga yang kuat dari tulang yang berada di
atasnya sehingga menekan susunan tulang dibawah dan menimbulkan fraktur
di area yang tertekan (Maher, et al, 2002).
Universitas Indonesia
bagian anterior dan posterior tulang belakang sesuai dengan area fraktur
kompresi yang akan distabilisasi (Mclain,et al, 1993).
Kasus kecelakaan kerja juga dapat ditemukan di ruang rawat inap Bedah
RSUP Persahabatan. Kasus kecelakaan kerja yang ditemukan di RSUP
Persahabatan berupa jatuh dari ketinggian, tertimpa material konstruksi, serta
terluka akibat penggunaan mesin. Kasus yang ditemukan merupakan salah
satu korban kecelakaan kerja. Klien ditemukan terjatuh dari lantai 2 ketika
sedang bekerja di suatu konstruksi pembangunan rumah. Klien mengalami
fraktur kompresi di area torakalumbal yaitu fraktur kompresi lumbal 1. Klien
telah mendapatkan tindakan pembedahan yaitu tindakan dekompresi dan
stabilisasi. Tulang yang fraktur diangkat dan dipasang beberapa pen dan screw
pada area yang hilang. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan membahas
mengenai asuhan keperawatan berkaitan dengan proses rehabilitasi pada klien
dengan fraktur kompresi lumbal 1 sesudah tindakan pembedahan (dekompresi
dan stabilisasi).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tinjauan kepustakaan yang relevan terkait
dengan masalah yang diangkat. Tinjauan kepustakaan yang dibahas pada bab ini
dibagi menjadi beberapa bagian yakni pengetahuan terkait dengan keperawatan
masyarakat perkotaan, kecelakaan kerja, jenis fraktur, fraktur tulang spinal,
tindakan medis pada faktur kompresi spinal, serta asuhan keperawatan pada
fraktur kompresi spinal.
7 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.3 Fraktur
2.3.1 Pengertian dan Mekanisme Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2002). Fraktur adalah terpisahnya
kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang
berlebihan (Black&Hawks, 2009). Price dan Wilson (2006)
mendefinisikan fraktur adalah kondisi patah tulang yang disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik, kekuatan sudut, keadaan tulang, dan
jaringan lunak di sekitar tulang yang dapat menentukan jenis fraktur.
Stress merupakan tekanan yang dapat ditahan oleh sebuah tulang dan
strain adalah reaksi yang dilakukan oleh tulang setelah terkena stress.
Kemampuan tulang untuk menahan sebuah tekanan, gaya, atau gerakan
dipengaruhi oleh kondisi biologis, ekstrinsik tulang, dan intrinsik
tulang. Faktor biologi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
komposisi dan kekuatan tulang seperti usia individu, pola makan.
Faktor ekstrinsik merupakan faktor yang berasal dari stress yang
dihadapi oleh tulang seperti durasi, kekuatan, dan arah dari suatu
tekanan, gaya, atau gerakan yang mengenai tulang. Faktor terakhir
adalah intrinsik yang merupakan faktor yang berasal dari tulang
tersebut seperti kemampuan mengabsorpsi energi, elastisitas, dan
kepadatan tulang (Maher, et al, 2002).
Fraktur dapat terjadi ketika tulang terkena stress lebih besar dari yang
dapat diabsorpsinya (Smeltzer&Bare, 2002). Fraktur dapat disebabkan
oleh stress langsung dan tidak langsung sehingga menentukan jenis
fraktur yang terjadi (Maher, et al, 2002). Fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan
bahkan kontraksi otot ekstrem. Patah tulang dapat mempengaruhi
kondisi di area tulang seperti terjadi edema jaringan lunak, perdarahan
otot, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan
pembuluh darah ( Smeltzer&Bare, 2002). Pajanan langsung, pajanan
Universitas Indonesia
Jenis fraktur lainnya adalah karena adanya stress yang tidak langsung
terpajan pada tulang (Maher, et al, 2002). Jenis ini dibagi menjadi
berbagai macam antara lain fraktur angulasi, fraktur rotasi, dan fraktur
kompresi. Smeltzer&Bare (2002) juga membagi jenis fraktur menjadi
fraktur terbuka, fraktur tertutup, dan fraktur khusus. Fraktur terbuka
terjadi dimana patahan tulang merobek kulit yang menutupi. Fraktur
tertutup terjadi ketika patahan tidak merobek kulit yang menutupi.
Fraktur khusus antara lain greenstick, tranversal, oblik, kominutif,
depresi, kompresi, patologis, avulsi, dan impaksi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
silinder berongga dan agak pipih. Saraf spinal diberi nama dan angka
sesuai regia kolumna vertebra tempat munculnya saraf tersebut.
(Gambar 2.1 )
Universitas Indonesia
(Gambar 2.2 )
Dennis juga membagi jenis fraktur spinal menjadi fraktur minor dan
mayor. Jenis fraktur minor antara lain fraktur prosesus tranversal, fraktur
prosesus spinosus. Sedangkan fraktur yang bersifat mayor dapat dilihat
pada kolom dibawah :
(Tabel 2.1 )
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.4.1 Pengkajian
Pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal menjalani prosedur
pembedahan sesuai dengan indikasi. Setelah pembedahan ortopedi,
perawat melakukan pengkajian ulang terhadap kebutuhan pasien
berkaitan dengan nyeri, mobilisasi, perfusi jaringan, dan konsep diri
(Smeltzer&Bare, 2002). Trauma skeletal dan pembedahan yang dilakukan
pada tulang melibatkan kerusakan jaringan sendi, otot, pembuluh darah,
pembuluh syaraf , hingga kerusakan jaringan integumen (Smeltzer&Bare
, 2002., Chelly et al, 2003 dalam Novita, D, 2012).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(Gambar 2.11)
Rentang pergerakan sendi atau biasa sering disebut dengan latihan
rentang gerak dilakukan untuk mempertahankan fungsi sendi yang
berkurang karena proses kecelakaan, penyakit, atau tidak digunakan dan
dapat dibantu dengan menggunakan alat bantu jalan. Latihan ini
bertujuan untuk mempertahankan fungsi mobilisasi, memulihkan atau
meningkatkan fungsi sendi dan otot yang berkurang akibat penyakit,
kecelakaan, atau tidak digunakan, mencegah komplikasi dari imobilisasi,
serta mempersiapkan ke kondisi fungsi yang normal (Potter&Perry,
2005).
Universitas Indonesia
Latihan RPS biasanya dilakukan secara berurutan dan teratur dari leher
sampai kaki terutama pada area yang mengalami imobilisasi. Selama
latihan RPS dilaksanakan, sebaiknya memegang sendi seperti mangkuk
dan letakkan tangan di bawah sendi. Latihan RPS dilakukan dengan
jadwal yang teratur dan berikan posisi nyaman selama latihan sehingga
klien tidak merasa sakit. Latihan RPS dilakukan sesuai kemampuan klien
dan tidak boleh dipaksakan terutama saat klien merasa kecapekan
(DKKD, 2006).
Universitas Indonesia
RPS pasif dilakukan pada panggul, pergelangan kaki, serta jari kaki. Gerakan
yang dilakukan diusahakan sederhana karena latihan ini merupakan materi
pendidikan kesehatan bagi keluarga untuk membantu klien dalam
meningkatkann fungsi sendi klien. Pendidikan kesehatan tersebut sebagai
sarana kemandirian keluarga dalam perawatan klien selama post operasi. RPS
pasif yang dilakukan disesuaikan dengan rekomendasi latihan fisik bagi
pasien fraktur post dekompresi, antara lain :
Panggul dan kaki
Gerakan yang dilakukan berupa fleksi ekstensi dengan cara
mengangkat kaki, tekut lutut. Gerakkan lutut ke arah dada sejauh
mungkin. Turunkan kaki, luruskan lutut, kembali ke posisi semula.
Selain itu ada gerakan abduksi dan adduksi dengan cara mengg
erakkan kaki ke samping menjauhi sumbu tubuh dan ke arah
sebaliknya hingga menyilang kaki lainnya di depan. Gerakan lainnya
yaitu mengangkat kaki ke atas sehingga membentuk sudut 90 derajat,
kemudian tahan beberapa saat dan kembalikan posisi semula.
Pergelangan kaki
Gerakan yang dilakukan yaitu dorso dan plantar fleksi dengan cara
menggerakkan telapak kaki ke arah kaki dan ke arah bawah. Selain itu
tindakan eversi dan inversi dengan cara memutar telapak kaki ke arah
luar dan ke arah dalam.
Universitas Indonesia
Jari-jari kaki
Gerakan yang dilakukan yaitu fleksi ekstensi dengan menekuk jari-jari
kaki ke bawah kemudian luruskan kembali.
(DKKD, 2006)
Latihan tersebut dilakukan secara rutin setiap hari. Vines (2010) menyebutkan
bahwa kondisi normal ketika awal latihan terasa tidak nyaman dan terasa agak
nyeri, namun perlahan akan hilang. Latihan tersebut dilakukan dengan sesi
pendek dan dihentikan jika klien sudah merasa capek. Jadwal yang rutin
membantu keefektifan dari latihan yang dilakukan.
Universitas Indonesia
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai data kasus kelolaan yang diambil sebagai
bahan penelitian, rencana asuhan keperawatan, serta evaluasi tindakan yang telah
dilakukan.
3.1.2 Anamnesa
a. Keluhan Utama saat Pengkajian
Klien mengeluh nyeri di area pinggang. Kedua kaki terasa kebas dan
tidak dapat digerakkan. Klien mengeluh diare selama dua hari ini.
Universitas Indonesia
g. Leher
Tidak terdapat peningkatan JVP, tidak ada keluhan sakit menelan, tidak
ada pembengkakan kelenjar tiroid dan getah bening, tidak ada benjolan
abnormal.
h. Dada
1) Paru-paru
a. Inspeksi : pergerakan dada terlihat simetris, tidak terlihat
penggunaan otot bantu nafas,
b.Palpasi : tidak terdapat massa atau nyeri tekan, lapang
kanan dan kiri dada klien sama
c. Perkusi : sonor
d. Auskultasi : bronkhial (+), bronkovesikuler (+),
vesikuler (+), Rh -/-, Whezing -/-
2) Jantung
BJ1 dan BJ 2 normal , murmur (-) gallops (-)
2. Abdomen
1) Inspeksi : datar, asites (-), tidak ada laserasi
2) Palpasi : dinding perut supel, teraba sedikit keras, hati dan
lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
3) Perkusi : timpani terutama pada kuadran kiri
4) Auskultasi : BU 8x/menit
3. Ektrimitas
Akral hangat, bengkak/edema ekstrimitas tidak ada, CRT < 2 detik
Universitas Indonesia
Pengkajian status lokalis pada bahu kanan dan kedua kaki. Klien tidak
mengalami tremor. Massa otot baik dan tidak ada atrofi.
Bahun kanan :
L : terdapat elastis verban yang membalut bahu kanan
F : Nadi teraba (+)
Universitas Indonesia
b. Integritas Ego
Saat awal dirawat, klien mengatakan merasa takut patah tulangnya tidak
dapat disembuhkan dank lien tidak dapat beaktivitas secara normal.
Namun, setelah mendapatkan penjelasan mengenai tindakan yang akan
dilakukan oleh dokter dan diberikan penjelasan mengenai patah tulang
yang diderita, klien merasa lebih tenang dan berharap kondisinya dapat
segera pulih seperti sedia kala. Jika klien merasa stres, klien lebih banyak
berdoa dan mencoba mematuhi prosedur pengobatan guna memulihkan
kondisi kesehatan klien.
Emosi klien relatif tenang. Klien dapat diajak berdiskusi dan memberikan
jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Fokus klien baik. Pada
saat pengkajian, tidak ditemukan masalah finansial berat. Klien
menggunakan KJS selama melakukan perawatan di rumah sakit.
c. Sirkulasi
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi, batuk/hemotisis, dan
riwayat DM. Akan tetapi sejak klien jatuh, klien mengalami lumpuh kaki
kanan dan kaki kiri. Klien mengatakan kaki kanan dan kaki kirinya tiba-
tiba tidak bisa digerakkan dan terasa kebas.
Universitas Indonesia
TD klien saat berbaring yang diukur pada tangan kiri yakni 130/90 mmHg
dan nadi 88x/menit. Nadi pada kaki kanan yakni poplitea dan dorsalis
pedis terpalpasi positif. Hasil auskultasi dada terdengar bunyi jantung S1
dan S2, tidak ada gallop dan murmur. Tidak terdapat distensi vena
jugularis. Hasil pengkajian pada ekstremitas suhu teraba hangat, tidak ada
pucat, tidak ada varises, pengisian kapiler < 2 detik. Hasil pengkajian pada
mata tidak ada sianosis, konjungtiva tidak anemis pada mata kanan dan
kiri, dan sklera tidak ikterik. Membran mukosa bibir dan punggung kuku
berwarna merah muda.
d. Eliminasi
Klien mengeluh diare selama dua hari ini. Klien sudah BAB 4 kali
terhitung mulai pukul 06.00 pagi hingga pukul 11.00 siang. Klien
mengatakan tidak merasakan mulas atau sakit di area abdomen.
Konsistensi cair, berwarna kuning. Klien BAB di tempat tidur dengan
menggunakan underpad untuk mempermudah dalam membersihkan. Pada
saat pengkajian, klien sudah diberikan diatab sebagai pengobatan terhadap
diare.
Universitas Indonesia
Bentuk tubuh klien tampak gemuk. Turgor kulit klien elastis. Tidak ada
edema pada tubuh. Membran mukosa klien tampak lembab. Bising usus
klien 8x/menit.
f. Higiene
Aktivitas klien sehari-hari selama masih dirawat di RS masih tergantung
pada orang lain. Klien mengatakan perlu dibantu untuk makan,
membersihkan diri, berpakaian, dan toileting. Klien mengatakan bantuan
diberikan oleh keluarga dan perawat.
g. Neurosensori
Klien mengatakan kedua kakinya terasa baal dan tidak dapat digerakkan.
Klien tidak dapat merasakan sensari nyeri. Klien mengatakan kakinya
tidak digerakkan 3 jam SMRS hingga saat ini. Klien mengatakan tidak
dapat menggerakkan pinggangnya karena akan terasa nyeri sekali (skala 8,
di area pinggang, jika digerakkan).
Universitas Indonesia
h. Nyeri/ Ketidaknyamanan
Klien mengeluhkan rasa nyeri di bagian fraktur kompresi lumbal. Nyeri
terasa di area pinggang : skala nyeri 8, area sekitar pinggang hingga
punggung, nyeri jika digerakkan atau ditekan. Respons emosional saat
nyeri yaitu klien mengerutkan muka jika nyeri muncul dan berteriak
kesakitan. Klien sangat takut sekali menggerakkan bagian tubuhnya yang
fraktur. Pengukuran tanda-tanda vital saat nyeri yaitu TD 130/90, nadi
100x/menit, RR 24x/menit.
i. Pernafasan
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat asma dan penyakit paru seperti
TB. Klien mengatakan dirinya adalah perokok tetapi sekarang sudah mulai
dikurangi. Klien tidak menggunakan alat bantu pernapasan atau oksigen.
Tidak ada keluhan sesak nafas, tidak ada keluhan batuk.
RR 20x/menit, tidak ada nafas menggunakan cuping hidung. Klien tidak
menggunakan otot bantu nafas. Pergerakan paru kanan dan paru kiri
simetris. Tidak ditemukan sianosis pada bibir dan mata klien. Hasil
auskultasi : vesikuler (+/+), rh (-/-), wheeszing (-/-).
j. Keamanan
Klien mengatakan tidak memiliki alergi atau sensitivitas terhadap
makanan, obat, ataupun alergen lain. Aktivitas klien sepenuhnya dibantu
oleh perawat dan keluarga klien. Penngkajian menggunakan Barthel
Indeks memberikan skor 2 dimana klien merupakan pasien total care.
Universitas Indonesia
normal dan tidak demam. Rentang gerak klien maksimal pada tangan kiri,
terbatas/ minimal pada tangan kanan dan tidak ada pada kedua kaki.
k. Interaksi sosial
Klien sudah menikah dan dikaruniai 1 orang anak berusia 8 tahun. Klien
dapat berkomunikasi baik secara verbal maupun non verbal dengan
perawat maupun keluarga. Klien berbicara dengan pelafalan yang jelas.
Klien tidak dapat berjalan-jalan dan hanya beraktivitas di tempat tidur
selama perawatan dilakukan.
l. Penyuluhan/ Pembelajaran
Klien tampak berbicara menggunakan bahasa Indonesia dan dapat
membaca. Tingkat pendidikan terakhir klien yakni SMP. Obat yang
diresepkan adalah sebagai berikut :
Universitas Indonesia
3.2Pemeriksaan Penunjang
3.2.1 Hasil laboratorium tanggal 25 Mei 2013
Test Hasil Pemeriksaan Nilai normal
Hematologi
Darah Rutin
Leukosit 9,8 5 10 ribu/mm3
Hitung Jenis
Netrofil 80,6 50 70 %
Limfosit 9,0 25 40%
Monosit 10,1 2 8%
Eosinofil 10,4 2 -4 %
Basofil 0,0 0 1%
Eritrosit 3,78 3,6 5,8 juta/ul
Hb 12,7 12 16 g/dl
Ht 32 35 47 fL
MCV/VER 81,4 80,0- 100,0 %
MCH/HER 31,1 26,0- 34,0 pg
MCHC/KHER 38,2 32,0-36,0 %
RDW CV 12,0 11,5- 14,5 %
Universitas Indonesia
(Tabel 3.1)
3.2.2 Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgent Thorax (tanggal 24 Mei 2013)
CTR 50%; tidak ada kelainan
b. CT scan 3D torakalumbal : hasil menunjukkan bahwa terdapat remukan di
area lumbal 1
c. X-ray torakalumbal
(Gambar 3.1 )
(Gambar 3.2)
Universitas Indonesia
Data Obyektif:
Ekspresi wajah tampak meringis kesakitan
saat klien mencoba bergerak
Klien berteriak kesakitan ketika area yang
nyeri digerakkan
Tangan : skala nyeri 4-5 di area bahu
kanan, nyeri jika digerakkan, terbalut
elastic verban.
Pinggang : skala nyeri 8, di area pinggang,
sangat nyeri jika digerakkan
Hasil radiologi menunjukkan bahwa klien
mengalami fraktur dislokasi bahu kanan
dan fraktur kompresi L1
2. Data Subyektif: Kerusakan mobilitas fisik
Klien mengatakan ia kurang bergerak dan berhubungan dengan
aktifitas banyak dilakukan di tempat tidur kerusakan rangka
dan banyak dibantu. neurovaskuler : fraktur
pada bahu kanan dan
Data Obyektif: lumbal1, trauma saraf
Terdapat closed fraktur spinal.
Klien tampak kesulitan melakukan
pergerakan
Barthel Indeks skor 2 (pasien dengan total
care)
ROM pada tangan kanan terbatas
3. Data Subyektif: Gangguan pola eliminasi :
Klien mengeluh BAB yang cair diare b.d peningkatan
Klien tidak merasa mulas dan saat BAB motilitas usus.
keluar karena tidak terasa
Universitas Indonesia
Data Obyektif:
Klien tampak lemas
BAB 5x/hari, konsistensi cair, bau (+)
Klien baru meminum 1 botol sedang
(600ml) dan makan porsi
Urine ouput : 700 cc (8 jam)
4. Data Subyektif: Defisit perawatan diri b.d
Klien mengatakan belum mandi sejak ketidakmampuan
berada di RS melakukan perawatan diri,
immobilisasi
Data Obyektif:
Klien tidak pernah mandi sejak berada di
RS
Klien tidak mampu melakukan perawatan
diri secara mandiri
(Tabel 3.2)
3.4 Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan rangka, trauma saraf spinal
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neurovaskuler : fraktur pada bahu kanan dan lumbal1, trauma saraf spinal.
3. Gangguan pola eliminasi : diare berhubungan dengan peningkatan
motilitas usus.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan melakukan
perawatan diri, immobilisasi.
Setelah dilakukan tindakan operasi, diare klien tidak timbul dan klien sudah
dua hari tidak BAB. Klien tidak merasa mulas. Klien merasa kembung.
Bising usus (+) 6 x/menit, perkusi : timpani di kuadran 2 dan 4, diit lunak
rendah sisa. Hal ini menyebabkan diagnosa ketiga berubah menjadi gangguan
pola eliminasi : risiko konstipasi.
Universitas Indonesia
Bone graft yang digunakan merupakan bahan material sintetis yang terdiri dari
hydroxipatite (HAP) dan - tricalcium phosphate dengan sifat kompatibilitas
yang baik dan ostekonduktur bagi tulang. Bone graft merupakan material
substitusi tulang dengan bantuk granula yang dapat diabsorbsi dan
menyediakan tempat bagi pertumbuhan jaringan tulang yang baru. Tidak ada
efek samping yang ditimbulkan pada penggunaan bone graft sintetis .
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3) Muka klien tidak meringis dan mengerutkan dahi pada saat melakukan
aktivitas
4) Klien tidak berteriak ketika posisi tidur diubah
5) Klien tampak nyaman dan santai
6) TTV klien dalam rentang normal : TD=130/90 mmHg, Nadi=80-
100x/menit, RR=12-20x/menit, Suhu=36,5-37,50C
Intervensi:
1) Kaji mengenai adanya nyeri
R: Nyeri biasa dialami setelah prosedur pembedahan akibat trauma dan
respons jaringan. Spasme oto terjadi setelah penggantian sendi panggul
total. Imobilisasi menyebabkan ketidaknyamnan pada titik tekanan.
2) Minta klien untuk menjelaskan ketidaknyamanan
R: Karakteristik nyeri dapat membantu menentukan penyebab
ketidaknyamanan. Nyeri dapat sebagai akibat komplikasi (hematoma,
infeksi, flatus). Nyeri merupakan pengalaman individual dapat mempunyai
arti berbeda-beda bagi setiap orang.
3) Pahami adanya nyeri: menginformasikan kepada klien macam-macam
analgetik dan relaksan otot yang tersedia
R: Peredaan nyeri dapat dialami oleh klien dengan mengkomunikasikan
keprihatinan dan ketersediaan bantuan untuk membantu klien menghadapi
nyeri.
4) Gunakan teknik modifikasi nyeri:
a. Menggunakan analgetik
R: klien mungkin memerlukan opioid parenteral selama 24-48 jam
pertama dan kemudian dilanjutkan menjadi analgetik oral.
b. Mengubah posisi dalam batas yang diperbolehkan
R: penggunaan bantal dapat memberikan penyanggaan yang memadai,
mengurangi tekanan pada tonjolan tulang.
c. Memodifikasi lingkungan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pola BAB klien masih tidak normal. Sebelum operasi, klien mengeluh diare
dengan frekuensi 4-7x/hari. Frekuensi BAB berkurang 3x/hari sejak 1 hari
sebelum operasi. Setelah operasi, klien mengatakan diare berhenti dan
belum BAB sekalipun. Setelah konsul ahli gizi, diit makan klien diganti
dengan diit biasa 1700 kalori. Klien makan 3 kali/hari porsi habis. Klien
minum 3-4 botol aqua sedang (2-2,5 L). Klien telah mengkonsumsi
makanan tinggi serat untuk mempermudah BAB.
Universitas Indonesia
47 Universitas Indonesia
Hasil studi terhadap empat proyek konstruksi di kota besar (Handayani, 2009)
ditemukan bahwa penyebab kecelakaan kerja yang terjadi diakibatkan oleh
kelalaian pekerja dan kondisi berbahaya. Kelalaian pekerja dapat dilihat dari
perilaku pekerja yang cenderung mengabaikan peraturan dan seringnya
pergantian pekerja. Pergantian pekerja pada proyek konstruksi sering terjadi
pada hari libur dimana banyak pekerja yang ijin untuk pulang kampung dan
biasanya belum tentu kembali lagi bekerja. Pergantian ini seringkali
menimbulkan masalah karena pekerja yang pulang kampung membawa serta
helm dan sepatu yang merupakan peralatan pengamanan selama pekerjaan
dilakukan sehingga ketersediaan peralatan pengamanan menjadi berkurang.
Universitas Indonesia
Hal ini sesuai dengan pernyataan klien dimana klien tidak mendapatkan
penjelasan mengenai keamanan dan keselamatan selama bekerja dan
dibiarkan bekerja tanpa menggunakan alat pelindung diri yang sesuai standar.
Klien mengatakan sudah bekerja selama enam bulan karena diajak seorang
teman yang terlebih dahulu bekerja di proyek tersebut. Klien juga tidak
mengetahui risiko kecelakaan yang dapat dialami sewaktu bekerja di bidang
tersebut. Klien diberikan penjelasan mengenai pentingnya penggunaan alat
keselamatan diri seperti helm dan sepatu proyek selama bekerja di proyek
pembangunan. Hal tersebut sebagai upaya pencegahan terhadap kecelakaan
kerja yang dapat menimpa pekerja sewaktu-waktu. Selain itu, pengecekan
terhadap alat yang akan digunakan sehingga tidak membahayakan pekerja
saat melakukan pekerjaan tersebut.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Masalah post operasi yang muncul antara lain nyeri akut dan kerusakan
mobilitas fisik. Nyeri dapat terjadi karena pemasangan alat invasif seperti pen
dan screw serta masih adanya trauma akibat saraf yang tertekan oleh tulang
yang fraktur. Kerusakan mobilitas fisik masih berlangsung karena klien
masih belum dapat menggerakkan kaki sehingga belum dapat melakukan
aktivitas seperti biasa. Imobilisasi yang dilakukan pada bahu dan tangan
kanan klien dihentikan dengan dibukanya plester serta elastis perban sehingga
tangan kanan klien sudah dapat digerakkan meski masih terbatas.
4.3 Analisa Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
Salah satu intervensi post operatif yang dilakukan adalah latihan rentang
gerak sendi pada area ekstremitas atas dan bawah serta mobilisasi dini
menggunakan kursi roda khusus. Intervensi ini merupakan bagian dari proses
rehabilitasi yang merupakan suatu program untuk mengembalikan aktivitas
fungsional pasien setelah dilakukan tindakan pada fraktur yang diderita.
Tujuan rehabilitasi yaitu menjaga fungsi skeletal segera setelah fraktur
mengalami penulangan dan mengembalikan fungsi ke arah normal ketika
proses penulangan selesai. Dua hal yang biasa dilakukan saat rehabilitasi
yaitu aktif menggunakan bagian yang fraktur dan melakukan latihan secara
rutin (Vines, 2010).
Universitas Indonesia
Latihan rentang gerak dilakukan pada bagian tubuh yang tidak cedera. Hal
tersebut bertujuan untuk mempertahankan kekuatan otot serta meningkatkan
kemampuan tubuh untuk kembali beraktivitas. Selama perawatan terutama
sebelum operasi, klien tidak menggerakkan tubuh dan hanya terbaring di
tempat tidur. Klien juga tidak dapat menggerakkan kedua kakinya akibat
fraktur kompresi yang diderita. Latihan rentang pergerakan sendi menjadi
latihan fisik ringan bagi klien. Sedangkan pada bagian yang mengalami
dislokasi seperti tangan kanan akan dilakukan latihan rentang gerak khusus
bagi pasien dislokasi sendi post reposisi.
Hal ini sesuai dengan teori Potter&Perry (2005) dimana rentang pergerakan
sendi dilakukan untuk mempertahankan fungsi sendi yang berkurang karena
proses kecelakaan, penyakit, atau tidak digunakan dan dapat dibantu dengan
menggunakan alat bantu jalan. Latihan ini bertujuan untuk mempertahankan
fungsi mobilisasi, memulihkan atau meningkatkan fungsi sendi dan otot yang
berkurang akibat penyakit, kecelakaan, atau tidak digunakan, mencegah
komplikasi dari imobilisasi, serta mempersiapkan ke kondisi fungsi yang
normal (Potter&Perry, 2005).
Universitas Indonesia
RPS yang dilakukan pada klien dibagi menjadi dua jenis yaitu RPS pasif pada
ekstremitas bawah yaitu kedua kaki dan RPS aktif pada bagian yang dapat
digerakkan seperti tangan kiri. Latihan RPS tangan kanan disesuaikan dengan
latihan ringan bagi pasien pasca dislokasi sendi bahu.
RPS pasif dilakukan pada panggul, pergelangan kaki, serta jari kaki. Gerakan
yang dilakukan diusahakan sederhana dan sesuai dengan latihan fisik yang
disarankan oleh Nuffield Orthopaedic Centre (2007) bagi pasien fraktur
kompresi post dekompresi. Tujuan latihan tersebut adalah melatih kekuatan
spinal dan mobilisasi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Kecelakaan merupaka kejadiaan yang tidak direncanakan yang menyebabkan
atau berpotensial menyebabkan cidera, kesakitan, kerusakan, atau kerugian
lainnya. Kecelakaan kerja merupakan merupakan kejadian yang terkait
pekerjaan, dimana suatu cidera, sakit (terlepas dari keparahannya), atau
kematian terjadi, atau mungkin dapat terjadi. Kecelakaan kerja di sektor
industri menempati urutan tertinggi di Indonesia.
Salah satu akibat dari jatuh yaitu terjadinya fraktur. Fraktur merupakan
kondisi dimana terjadi kontinuitas tulang akibat pajanan/ stres yang melebihi
kemampuan tulang untuk mengabsorpsinya. Fraktur kompresi terjadi ketika
sebuah bagian dari tulang spinal tertekan hingga ke segmen lain. Tulang
torakal 12 dan lumbal 1 merupakan tulang yang rentan terjadi kompresi.
56 Universitas Indonesia
normal seperti sedia kala serta sebagai proses pengawasan dari proses
pembedahan itu sendiri.
5.2 Saran
5.2.1 Bidang Keperawatan Medikal Bedah
5.2.1.1 Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi masukan dan sumber
informasi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
bagi pasien fraktur kompresi post dekompresi dan stabilisasi
5.2.1.2 Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi petunjuk dasar untuk
menyusun promosi kesehatan bagi penderita fraktur kompresi
5.2.3 Penelitian
5.2.3.1 Karya ilmiah ini dapat dijadikan data dasar dan pengembangan ide
untuk penelitian yang selanjutnya yang berkaitan dengan asuhan
keperawatan pada klien fraktur kompresi
Universitas Indonesia
58 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Novita, D (2012) .Pengaruh terapi musik terhadap nyeri post operasi open
reduction and internal fixation (ORIF) di RSUD DR. H. Abdul Moeloek
Propinsi Lampung, Depok : Tesis FIK UI
Potter, P. and Perry, A. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,
proses, dan praktis. (Yasmin Asih [et al], Penerjemah). Ed 4. Jakarta:
EGC.
Powell, M (1970). Orthopaedic nursing. Sixth edition. Edinburgh : Longman
Goup Limited
Prasetiyo, G (2009). Analisa risiko bahaya keselamatan pekerja kontraktor yang
menggunakan scafolding pada renovasi gedung PAU Universitas
Indonesia tahun 2009. Depok : Skripsi FKM
Price, S. A. (2006). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4.
Jakarta: EGC
Salas, M.D (2002). Thoracalumbar and lumbar burst fractures. Thomas Jefferson
University Hospital.
Sinaki, M (2012). Exercise for patient with osteoporosis : management of
vertebral compression fracture and trunk strengthning for fall prevention.
American Academy of Physical Medicine and Rehabilitation. Vol.4-882-
888. DOI: 10.1016/j.pmrj.2012.10.008.
Sloane, E. (2003). Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC.
Sherwood, L (2001). Fisiologi manusia : dari sel ke sistem.alih bahasa : Brahm U
Jakarta : EGC.
Smeltzer, S. C. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddart.
Ed. 8. Jakarta: EGC
Woodhouse, D (2003). Case report : post traumatic compression fracture. Clinical
chiropratic jornal. DOI : 10. 1016/S1479-2354 (03)0020-8
Vines. (2010). Rehabilitation after shoulder dislocation : information fo patients.
London : Physiotherapy Department Oxford Radcliffe Hospitals.
Universitas Indonesia
A:
Masalah kerusakan mobilitas fisik belum teratasi
P:
Pantau aktivitas klien
Ajarkan RPS aktif dan pasif
A:
Masalah kerusakan mobilitas fisik belum teratasi
P:
Pantau aktivitas klien
Ajarkan RPS aktif dan pasif
Pantau TTV klien
Pantau perawatan diri klien
Nyeri akut Mempertahankan imobilisasi bagian yang S:
sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, Klien mengatakan masih nyeri dan takut
traksi menggerakkan area pinggang, nyeri hilang
DS: Minta klien untuk menjelaskan timbul
Klien mengatakan nyeri pada tangan ketidaknyaman Klien mengatakan nyeri berkurang setelah
A:
Masalah kerusakan mobilitas fisik belum teratasi
P:
Pantau aktivitas klien
Ajarkan RPS aktif dan pasif
Pantau TTV klien
Pantau perawatan diri klien
Nyeri akut Mempertahankan imobilisasi bagian yang S:
sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, Klien mengatakan masih nyeri dan takut
DS: traksi menggerakkan area pinggang hilang timbul
Klien mengatakan nyeri pada tangan Minta klien untuk menjelaskan Klien mengatakan nyeri berkurang setelah
kanan dan area pinggang jika klien ketidaknyaman diberikan obat analgetik
melakukan pergerakkan Memberikan posisi yang nyaman bagi
klien O:
Mengajarkan klien teknik modifikasi Tangan : skala nyeri 3, nyeri ketika
DO: nyeri : teknik nafas dalam dan istighfar digerakkan, bengkak (-), kemerahan (-),
Ekspresi wajah tampak meringis Memantau keefektifan pemberian terapi tangan terbalut elastic verban
kesakitan saat klien mencoba medis Pinggang : skala nyeri berkurang, sangat
P:
Pantau aktivitas klien
Pantau kondisi post op klien
Ajarkan RPS aktif dan pasif
Pantau TTV klien
Pantau perawatan diri klien
Nyeri akut Mempertahankan imobilisasi bagian yang S:
sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, Klien mengatakan masih nyeri namun sudah
traksi berkurang setelah dioperasi
DS: Minta klien untuk menjelaskan Klien mengatakan kedua kaki terasa
Klien mengatakan nyeri pada tangan ketidaknyaman kesemutan
kanan dan area pinggang jika klien Memberikan posisi yang nyaman bagi Klien mengatakan nyeri di tangan sudah
melakukan pergerakkan klien berkurang
Mengajarkan klien teknik modifikasi
nyeri : teknik nafas dalam dan istighfar O:
DO: Memantau keefektifan pemberian terapi Tangan : skala nyeri 2-3, nyeri ketika
P:
Kolaborasi Pantau aktivitas klien
Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi Pantau jadwal latihan RPS klien
dan atau rehabilitasi medik Pantau TTV klien
Mendiskusikan penggunaan brace dan Pantau perawatan diri klien
kursi roda