You are on page 1of 24

ANALISA FASIES BATUPASIR DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN

FORMASI TALANG AKAR BERDASARKAN DATA CORE, SEISMIK,


DAN LOG PADA LAPANGAN X SUB CEKUNGAN JAMBI

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Oleh:

Leopold Omar Syarif

072.12.126

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................... i

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Maksud dan Tujuan ........................................................................... 2

1.3 Judul, Lokasi, dan Waktu Penelitian ................................................. 2

1.4 Batasan Masalah................................................................................ 3

BAB II. TEORI DASAR .................................................................................... 4

2.1 Geologi Regional Cekungan Sumatra Selatan .................................. 4

2.1.1 Kerangka tektonik ................................................................... 4

2.1.2 Statigrafi regional .................................................................... 7

2.1.3 Formasi Talang Akar............................................................... 8

2.2 Pengertian Fasies ............................................................................... 9

2.3 Sikuen Stratigrafi .............................................................................. 9

2.4 Hubungan Fasies, Proses Sedimentasi dan Lingkungan

Pengendapan .................................................................................... 10

2.5 Teori dasar seismik ........................................................................... 11

2.6 Teori dasar Log ................................................................................. 13

2.6.1 Log Gamma ray (GR) ............................................................. 14

2.6.2 Log Spontaneous Potensial (SP) ............................................. 14

ii
2.6.3 Log Neutron .............................................................................. 14

2.6.4 Log Density ............................................................................... 15

2.6.5 Log Resistivitas ......................................................................... 15

2.7 Teori dasar core ................................................................................. 16

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 17

3.1 Metodologi penelitian ....................................................................... 17

3.2 Tahap penelitian ................................................................................ 17

3.2.1 Studi pustaka ........................................................................... 17

3.2.2 Pengumpulan data .................................................................... 17

3.2.3 Tahap analisis ........................................................................... 17

3.3 Diagram alir ...................................................................................... 18

BAB IV. HASIL YANG DIHARAPKAN ......................................................... 19

BAB V. RENCANA KERJA .............................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di daerah Jambi, sedang diadakan program pengembangan daerah


eksplorasi. Salah satu hal yang menarik untuk dikaji dan dibahas dalam rangkaian
penelitian yang diadakan adalah dinamika sedimentasi dan lingkungan
pengendapan sehingga diharapkan dari penelitian ini, peneliti dapat mengkaji
program pengembangan eksplorasi. Lingkungan pengendapan adalah lingkungan
tempat sedimen terendapkan. Dalam lingkungan pengendapan itu bisa terdapat
beberapa fasies yang mencerminkan lingkungan pengendapan tersebut. Selain
fasies, dinamika sedimentasi tiap lingkungan pengendapan akan menunjukkan
suatu dinamika yang berbeda antara lingkungan satu dengan yang lain. Oleh
karena itu, studi fasies dan dinamika sedimentasi merupakan salah satu metode
yang dapat digunakan dalam penentuan lingkungan pengendapan. Metode yang
dapat dilakukan untuk menentukan lingkungan pengendapan berdasarkan fasies
ada lima parameter, yaitu geometri, litologi, struktur sedimen, pola arus purba,
dan fosil. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa litofasies.
Litofasies adalah analisa fasies berdasarkan parameter litologi. Parameter litologi
ini bisa menjadi salah satu ciri suatu lingkungan pengendapan yang pernah
terbentuk sebelumnya. Dibutuhkan analisa asosiasi litofasies untuk dapat
menentukan kondisi lingkungan pengendapan secara lateral dan vertikal. Analisa
asosiasi fasies yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah berdasarkan data
bawah permukaan. Asosiasi fasies berdasarkan data bawah permukaan
menggunakan data log sumur. Diharapkan dengan diinterpretasikannya data
bawah permukaan dapat mengetahui lingkungan pengendapan Formasi Talang
Akar serta dinamika sedimentasinya dan dapat menjadi acuan dalam
pengembangan lapangan eksplorasi.

1
1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk dapat menafsirkan urut-urutan


lapisan batuan, hubungan lapisan batuan, sejarah terbentuknya lapisan batuan, dan
lingkungan pengendapan pada daerah yang terletak di lapangan Muara Bulian,
Jambi dengan data seismik, data log, data core, dan data geologi penunjang
lainnya (data regional daerah penelitian)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fasies dan lingkungan
pengendapan daerah penelitian serta perubahan lingkungan pengendapan secara
lateral dan vertikal. Serta mengetahui dinamika sedimentasi daerah penelitian.

1.3Judul, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Judul yang diangkat pada penelitian ini adalah ANALISA FASIES BATUPASIR
DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN PADA FORMASI TALANG AKAR
BERDASARKAN DATA CORE, SEISMIK, DAN LOG PADA LAPANGAN
X SUB CEKUNGAN JAMBI

Lokasi penelitian terletak di Muara Bulian, Jambi.

Gambar 1.1Peta Administrasi Jambi

2
Gambar 1.2 Peta administrasi lokasi penelitian lapangan X

Waktu penelitian yang dibutuhkan hingga proses penyusunan laporan


diharapkan dapat selesai dalam waktu 6 bulan, dimulai dari awal Februari
sampai akhir Juli.

1.4 Batasan Masalah

Pada penelitian ini, permasalahan yang dibahas dibatasi oleh analisis


untuk mengetahui fasies batupasir di daerah penelitian secara lateral berdasarkan
data seismik, data log, data core, dan data geologi penunjang lainnya (data
regional daerah penelitian)

3
BAB II

TEORI DASAR

2.1 Geologi Cekungan Sumatera Selatan

Menurut De Coster (1974) cekungan Sumatera Selatan dibatasi oleh


singkapan berumur Pra-Tersier yang merupakan bagian dari Paparan Sunda di
bagian utara-timurlaut, Pegunungan Bukit Barisan di bagian baratdaya, dan
Tinggian Lampung di bagian timur. Cekungan ini tersusun dari tiga sub
cekungan besar, dari selatan ke utara yaitu Sub Cekungan Palembang Selatan.

2.1.1. Kerangka Tektonik

Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan belakang busur


vulkanik (back-arc basin) yang dibentuk oleh tiga fase tektonik utama,
yaitu: (Gambar 2.1)

1. Fase ekstensional selama Paleosen Akhir sampai Miosen Awal,


membentuk graben mengarah ke Utara yang diisi endapan Eosen sampai
Miosen Awal

2. Sesar normal dari Miosen Awal sampai Pliosen Awal

3. Fase kompresional yang melibatkan batuan dasar, inversi


cekungan, dan pembalikan sesar normal pada Pliosen yang membentuk
antiklin, yang merupakan perangkap utama di daerah ini

4
Gambar 2.1 Pola Struktur Cekungan Sumatera Selatan (Bishop 2001)

Sub Cekungan Jambi di Cekungan Sumatera Selatan adalah


rangkaian half-graben berumur Paleogen yang berarah umum timurlaut -
baratdaya, diantaranya adalah Tembesi high, Berembang depression, Sengeti-
Setiti high, Tempino-Kenali Asam depression, Ketaling high, East Ketaling
depression, Merang high, dan Merang depression (Gambar 2.2). Sub
Cekungan Jambi memiliki dua pola struktur yang berbeda yaitu pola struktur
berarah timurlautbaratdaya sebagai pengontrol pembentukan graben dan
pengendapan Formasi Talang Akar dan pola struktur berarah baratlaut
tenggara yang berkaitan dengan tektonik kompresi dan menghasilkan sesar
sesar naik dan antiklin.

5
Gambar 2.2 Peta Elemen Tektonik sub-Cekungan Jambi, Cekungan
Sumatera Selatan (Ginger dan Fielding, 2005).

Sejarah Cekungan Sumatera Selatan dapat dibagi menjadi tiga


megasekuen tektonik yaitu:

1. Syn-rift Megasequence (c.40 c. 29 Ma)

Kerak kontinen di daerah Sumatera Selatan terkena event ekstensi besar


pada Eosen-Oligosen Awal akibat subduksi di sepanjang palung Sumatera.
Ekstensi ini menghasilkan pembukaan beberapa half-graben yang geometri dan
orientasinya dipengaruhi oleh heterogenitas basement. Kemudian, terjadi
ekstensi yang berorientasi Barat-Timur menghasilkan horst dan graben yang
berarah Utara Selatan. Sumatera Selatan telah berotasi sebesar 150 sejak Miosen

6
menurut Hall (1997) yang menghasilkan orientasi graben dengan arah Utara-
Barat laut dan Selatan-Tenggara.

2. Post-rift Megasequence (c.29 c.5 Ma)

Endapan post-rift di Sub Cekungan Palembang mencapai ketebalan


13.000 kaki, hal ini disebabkan oleh subsidence yang tinggi dan muka laut
relatif yang juga tinggi menyebabkan transgresi berkepanjangan.

3. Syn-orogenic/Inversion Megasequence (c. 5 Ma sekarang)

Event orogen yang menyebar luas, orogenesa Barisan,


muncul di sepanjang Sumatera Selatan. Lipatan transpressional yang
berorientasi memanjang pada arah Baratlaut-Tenggara terbentuk sepanjang
cekungan dan memotong tubuh syn-rift di bawahnya. Kebanyakan perangkap
struktural di bagian tengah cekungan ini dimulai pada megasekuen ini.

2.1.2. Stratigrafi Regional

Stratigrafi regional Sub Cekungan Jambi yang merupakan bagian dari


Cekungan Sumatera Selatan tersusun oleh (Gambar 2.3) :

1. Basement Pre-Tersier

2. Formasi Lahat

3. Formasi Talang Akar

4. Formasi Baturaja

5. Formasi Gumai

6. Formasi Air Benakat

7. Formasi Muara Enim

8. Formasi Kasai

9. Endapan Alluvial

7
Gambar 2.3 Skema Kronostratigrafi untuk Cekungan Sumatera Selatan
(De coster, 1974)

2.1.3 TAF (Talang Akar Formation)

Formasi Talang Akar (TAF) diendapkan secara tidak selaras di atas


Formasi Lahat (LAF) dengan ketebalan > 1000 m. Di bagian bawah berupa
endapan progradasi yaitu endapan aluvial dan dataran delta dan di bagian atas
berupa endapan transgresif yaitu endapan tebal batupasir dengan sedikit sisipan
serpih dan lapisan batubara. Formasi ini mulai diendapkan pada akhir Oligosen
sampai awal Miosen

2.2 Pengertian Fasies

Fasies adalah suatu kenampakan lapisan atau kumpulan dari suatu lapisan
batuan yang memperlihatkan karakteristik, geometri, dan sedimentologi tertentu

8
yang berbeda dengan sekitarnya (Boggs, 1987). Perbedaan karakteristik yang
menjadi dasar bagi pengamatan fasies bisa ditinjau dari beberapa hal seperti
karakter fisik dan litologi atau litofasies, kandungan biogenik atau biofasies, atau
berdasarkan pada metode tertentu yang dipakai sebagai cara pengamatan fasies
contohnya fasies seismik atau fasies log.

Menurut Walker, dkk (1992), fasies merupakan kenampakan suatu tubuh


batuan yang dikarakteristikkan oleh kombinasi dari litologi, struktur fisik, dan
biologi yang merupakan aspek pembeda dari tubuh batuan di atas, di bawah
ataupun di sampingnya. Suatu fasies akan mencerminkan suatu mekanisme
pengendapan tertentu atau berbagai mekanisma yang bekerja serentak pada saat
yang bersamaan. Fasies ini dapat dikombinasikan menjadi asosiasi fasies yang
merupakan suatu kombinasi dari dua atau lebih fasies yang membentuk tubuh
batuan dalam berbagai skala dan kombinasi yang secara genetik saling
berhubungan pada suatu lingkungan pengendapan. Asosiasi fasies mencerminkan
lingkungan pengendapan atau proses suatu fasies itu terbentuk.

2.3 Sikuen Stratigrafi

Sikeun stratigrafi didefinisikan sebagai studi mengenai hubungan batuan


dalam kerangka kronostratigrafi terhadap lapisan yang berulang dan saling
berhubungan secara genetic serta dibatasi oleh permukaan erosi atau nondeposisi
dan keseragaman yang sebanding (Posamentier et al., 1993) Analisis sekuen
stratigrafi akan menghasilkan kerangka kronostratigrafi dari endapan yang
dianalisis. Kerangka itu selanjutnya dapat dipakai untuk mengkorelasikan dan
memetakan fasies-fasies yang ada dalam endapan yang dianalisis.

Sikuen stratigrafi merupakan rancangan stratigrafi modern yang


memanfaatkan sejumlah metoda dan konsep yang telah ada sebelumnya, terutama
biostratigrafi, seismik stratigrafi, kronostratigrafi, dan sedimentologi. Perlu
ditekankan disini bahwa konsep litostratigrafi tidak memberikan sumbangan yang
berarti dalam pengembangan konsep dan metoda sekuen stratigrafi. Satuan
litostratigrafi ditentukan berdasarkan kesamaan litologi dan biasanya memotong

9
garis waktu. Di lain pihak, satuan sekuen stratigrafi pada hakekatnya merupakan
satuan kronostratigrafi pada hakekatnya merupakan satuan kronostratigrafi yang
sejajar dengan garis waktu.

2.4 Hubungan fasies, proses sedimentasi, dan lingkungan pengendapan


Fasies merupakan suatu satuan batuan yang dapat dikenali dan dibedakan
dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri, litologi, struktur sedimen,
fosil, dan pola arus purbanya. Dan fasies merupakan produk dari lingkungan
pengendapan dan proses sedimentasi. Dengan mengetahui fasies maka kita akan
mengetahui tentang proses sedimentasinya atau mengetahui tentang
lingkunganpengendapannya.
Definisi tersebut memang berbeda, tetapi pada umumnya memberikan
tekanan pada kondisi fisika, kimia, dan biologi. Pada konteks ini, lingkungan
pengendapan mengarah pada unit geomorfik dimana terjadi pengendapan.
Lingkungan ini dibentuk dari parameter khusus fisika, kimia, dan biologi yang
sesuai terhadap unit geomorfik dari geometri dan ukuran partikular. Proses ini
akan mengoperasikan tingkat dan intensitas yang menghasilkan tekstur khas,
struktur, dan sifat lainnya, sehingga pengendapan yang khusus akhirnya terbentuk.
Sebagai contohnya, pantai akan mempertimbangkan unit geomorfik dari ukuran
dan bentuk tertentu, proses fisika tertentu (gelombang dan aktivitas arus), proses
kimia (solusi dan presipitasi), dan proses biologi (penggalian, sedimen ingestion,
dan aktivitas serupa) yang terjadi untuk menghasilkan badan pasir pantai yang
khas oleh partikular geometri, tekstur dan struktur sedimen,dan mineralogi.
Tiap lingkungan sedimen memiliki karakteristik akibat parameter fisika,
kimia, dan biologi dalam fungsinya untuk menghasilkan suatu badan karakteristik
sedimen oleh tekstur khusus, struktur, dan sifat komposisi. Hal tersebut biasa
disebut sebagai fasies. Istilah fasies sendiri akan mengarah kepada perbedaan unit
stratigrafi akibat pengaruh litologi, struktur, dan karakteristik organik yang
terdeteksi di lapangan. Fasies sedimen merupakan suatu unit batuan yang
memperlihatkan suatu pengendapan pada lingkungan.
Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya material

10
sedimen beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya
mekanisme pengendapan tertentu. (Interpretasi lingkungan pengendapan dapat
ditentukan dari struktur sedimen yang terbentuk. Struktur sedimen tersebut
digunakan secara meluas dalam memecahkan beberapa macam masalah geologi,
karena struktur ini terbentuk pada tempat dan waktu pengendapan, sehingga
struktur ini merupakan kriteria yang sangat berguna untuk interpretasi lingkungan
pengendapan.
Fasies yang jelas, dapat diinterpretasikan sebagai proses-proses yang
mengawali pembentukan sedimennya. Banyak dari proses-proses ini tidaklah unik
pada lingkungan tertentu tapi satu cara dalam melihat lingkungan pengendapan
adalah dengan memikirkan kombinasi proses-proses yang terjadi di dalam
lingkungan pengendapan. Kombinasi litofasies, biofasies dan ichnofasies yang
berbeda menyediakan informasi yang diperlukan untuk menyimpulkan lingkungan
pengendapan dari strata sedimen. Pengamatan pengendapan di dalam channel (a
channel-fill facies) dengan mengamati endapan yang menunjukkan bukti
pengendapan oleh lembaran-lembaran air (sheets of water) yang mengering (an
overbank facies) akan memperkenankan interpretasi batuan sebagai endapan
lingkungan channel sungai dan floodplain (fluvial).

2.5 Teori dasar seismik

Seismik secara luas banyak digunakan dalam kegiatan eksplorasi


hidrokarbon. Metode seismik refleksi memanfaatkan gelombang pantul (refleksi)
dari lapisan bawah permukaan yang dihasilkan dari sifat-sifat fisis batuan,
diantaranya adalah kecepatan gelombang P (Vp) dan kecepatan gelombang S (Vs)
dan densitas yang besarnya ditentukan oleh tipe matriks, porositas (), saturasi
(S), elastisitas, modulus young (E), modulus geser, modulus bulk (k), konstanta
lame, rasio poissons (), dan impedansi akustik (AI) (Sukmono, 1999). Metode
seismik refleksi dilakukan dengan membuat sumber getaran buatan pada suatu
titik tembak (shotpoint). Getaran tersebut merambat ke bawah permukaan bumi
dan dipantulkan oleh setiap lapisan atau reflektor. Getaran yang dipantulkan
(gelombang refleksi) ditangkap oleh alat penerima (receiver) berupa geofon atau

11
hidrofon yang dibentang di sepanjang lintasan seismik (line). Data yang diterima
oleh receiver kemudian direkam oleh instrumen perekaman, seperti yang
diilustrasikan pada Gambar 2.4. Gelombang seismik membawa informasi
mengenai litologi bawah permukaan dalam bentuk waktu datang (travel time),
amplitudo gelombang, frekuensi dan fasa gelombang. Waktu datang gelombang
pantul akan memberikan informasi kecepatan rambat gelombang (velocity).

Pada dasarnya metode seismik refleksi adalah untuk mengetahui batas-batas


lapisan atau reflektor dari sinyal berupa gelombang elastis yang dikirim ke dalam
bumi . Refleksi dari gelombang seismik tersebut terjadi pada saat adanya
perbedaan impedansi akustik sebagai fungsi dari kecepatan dan densitas suatu
lapisan batuan. Gelombang seismik yang melalui batuan dalam bentuk gelombang
elastik, mentransfer energi menjadi pergerakan partikel batuan. Dimensi dari
gelombang elastik atau gelombang seismik lebih besar dibandingkan dengan
dimensi pergerakan partikel batuan tersebut. Meskipun begitu, penjalaran
gelombang seismik dapat diterjemahkan dalam bentuk kecepatan dan tekanan
partikel yang disebabkan oleh vibrasi selama penjalaran gelombang tersebut.
Kecepatan gelombang dalam batuan pada saat pergerakan partikel
mengalirkan energi, menentukan kecepatan gelombang seismik dalam batuan
tersebut. Dengan metode seismik refleksi diharapkan dapat diketahui keadaan
bawah permukaan bumi berdasarkan sifat-sifat pemantulan yang telah diketahui,
guna mengetahui keberadaan hidrokarbon.

12
Gambar 2.4 Ilustrasi metode seismik refleksi (Sukmono, 1999)

2.6 Teori dasar Log

Log merupakan suatu grafik kedalaman/waktu dari suatu set data yang
menunjukkan parameter diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur
pemboran (Harsono, 1997). Prinsip dasar wireline log adalah mengukur parameter
sifat-sifat fisik dari suatu formasi pada setiap kedalaman secara kontinyu dari
sumur pemboran. Adapun sifat-sifat fisik yang diukur adalah potensial listrik
batuan/kelistrikan, tahanan jenis batuan, radioaktivitas, kecepatan rambat
gelombang elastis, kerapatan formasi (densitas), dan kemiringan lapisan batuan,
serta kekompakan formasi yang kesemuanya tercermin dari lubang bor. Well
Logging dapat dilakukan dengan dua cara dan bertahap yaitu:
a. Openhole Logging
Openhole logging ini merupakan kegiatan logging yang dilakukan pada
sumur/lubang bor yang belum dilakukan pemasangan casing. Pada umumnya
pada tahap ini semua jenis log dapat dilakukan.
b. Casedhole Logging
Casedhole logging merupakan kegiatan logging yang dilakukan pada sumur/
lubang bor yang sudah dilakukan pemasangan casing. Pada tahapan ini hanya log

13
tertentu yang dapat dilakukan antara lain adalah log gamma ray, caliper, NMR,
dan CBL.
Secara kualitatif dengan data sifat-sifat fisik tersebut kita dapat menentukan
jenis litologi dan jenis fluida pada formasi yang tertembus sumur. Sedangkan
secara kuantitatif dapat memberikan data-data untuk menentukan ketebalan,
porositas, permeabilitas, kejenuhan fluida, dan densitas hidrokarbon.

2.6.1 Log Gamma Ray (GR)


Log Gamma Ray merupakan suatu kurva dimana kurva tersebut
menunjukkan besaran intensitas radioaktif yang ada dalam formasi. Log ini
bekerja dengan merekam radiasi sinar gamma alamiah batuan, sehingga
berguna untuk mendeteksi / mengevaluasi endapan-endapan mineral
radioaktif seperti Potasium (K), Thorium (Th), atau bijih Uranium (U).
Kegunaan log GR ini antara lain adalah untuk menentukan kandungan
serpih (Vsh), kandungan lempung, menentukan lapisan permeabel, evaluasi
mineral bijih yang radioaktif, evaluasi lapisan mineral tidak radioaktif, dan
korelasi antar sumur.

2.6.2 Log Spontaneous Potensial (SP)


Log SP adalah rekaman perbedaan potensial listrik antara elektroda di
permukaan dengan elektroda yang terdapat di lubang bor yang bergerak naik
turun.Supaya SP dapat berfungsi maka lubang harus diisi oleh lumpur
konduktif. Log SP digunakan untuk : 1) Identifikasi lapisan permeable; 2)
Mencari batas-batas lapisan permeabel dan korelasi antar sumur berdasarkan
lapisan itu; 3) Menentukan nilai resistivitas air formasi (Rw); 4) Memberikan
indikasi kualitatif lapisan serpih.

2.6.3 Log Neutron


Prinsip dasar dari log neutron adalah mendeteksi kandungan atom
hidrogen yang terdapat dalam formasi batuan dengan menembakan atom

14
neutron ke formasi dengan energi yang tinggi. Log neutron dalam
perekamannya langsung menunjukkan porositas batuan dengan menggunakan
standar matrik batugamping. Untuk batuan selain batugamping, harga
porositasnya dinyatakan dalam porositas neutron atau porositas formasi ().
Untuk mendapatkan harga porositas sebenarnya harus digunakan gabungan
kurva log yang lain seperti log densitas ( D).

2.6.4 Log Densitas


Log densitas merupakan kurva yang menunjukkan besarnya densitas
(bulk density) dari batuan yang ditembus lubang bor dengan satuan gram /
cm3. Prinsip dasar dari log ini adalah menembakkan sinar gamma kedalam
formasi, dimana sinar gamma ini dapat dianggap sebagai partikel yang
bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi. Banyaknya energi sinar
gamma yang hilang menunjukkan densitas elektron di dalam formasi, dimana
densitas elektron merupakan indikasi dari densitas formasi.
Bulk density merupakan indikator yang penting untuk menghitung
porositas bila dikombinasikan dengan kurva log neutron, karena kurva log
densitas ini akan menunjukkan besarnya kerapatan medium beserta isinya.
Selain itu apabila log densitas dikombinasikan dengan log neutron, maka
akan dapat dipakai untuk memperkirakan kandungan hidrokarbon atau fluida
yang terdapat di dalam formasi, menentukan besarnya densitas hidrokarbon
dan membantu dalam evaluasi lapisan shaly.

2.6.5 Log Resistivitas


Resistivitas atau tahanan jenis suatu batuan adalah suatu kemampuan
batuan untuk menghambat jalannya arus listrik yang mengalir melalui batuan
tersebut. Nilai resistivitas rendah apabila batuan mudah untuk mengalirkan
arus listrik, sedangkan nilai resistivitas tinggi apabila batuan sulit untuk
mengalirkan arus listrik.
Log resistivity digunakan untuk mendeterminasi zona hidrokarbon dan
zona air, mengindikasikan zona permeabel dengan mendeteminasi porositas

15
resistivitas, karena batuan dan matrik tidak konduktif, maka kemampuan
batuan untuk menghantarkan arus listrik tergantung pada fluida dan pori.

2.7 Teori Dasar Core


Pengertian core adalah sampel atau contoh batuan yang diambil dari bawah
permukaan dengan suatu metode tertentu. Core umumnya diambil pada
kedalaman tertentu yang prospektif oleh perusahaan minyak atau tambang untuk
keperluan lebih lanjut. Data core merupakan data yang paling baik untuk
mengetahui kondisi bawah permukaan, tapi karena panjangnya terbatas, maka
dituntut untuk mengambil data-data yang ada secara maksimal.
Data yang diambil meliputi jenis batuan, tekstur, struktur sedimen dan sifat
fisik batuan itu sendiri. Selain itu juga dapat mengetahui harga porositas,
permeabilitas, dan saturasi fluida yang terkandung dalan batuan tersebut. Tekstur
dan struktur batuan sedimen dapat menggambarkan sejarah transportasi
pengendapan, energi pembentukan batuan tersebut, genesa, arah arus, mekanisme
transportasi dan kecepatan sedimen tersebut diendapkan. Sehingga dari faktor-
faktor tersebut dapat ditentukan fasies sedimen dan lingkungan pengendapannya.

Core dibagi menjadi dua, yaitu:


a. Conventional core, yaitu core yang diambil bersamaan dengan
proses pemboran.
b. Sidewall core, yaitu core yang diambil pada saat melakukan
wireline logging.

16
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian


Metodologi yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah metode analisis data seismik 2D, metode analisis data log, serta
metode analisis data core.

3.2 Tahap Penelitian


Untuk mencapai tujuan yang diharapkan maka tahapan yang
dilakukan pada penelitian ini, diantaranya:
3.2.1 Studi Pustaka
Pada tahap ini dilakukan studi dari beberapa pustaka
yang berkaitan dengan kondisi geologi daerah penelitian, konsep-
konsep analisis seismik, log, core, dan petrofisika serta literatur dari
peneliti-peneliti sebelumnya.
3.2.2 Pengumpulan Data
Dalam tahapan ini hal yang dilakukan adalah
melakukan pengumpulan data-data yang dibutuhkan untuk
penelitian. Adapun data-data tersebut meliputi data seismik, data log,
dan data core.
3.2.3 Tahap Analisis
Pada tahap ini, pertama dilakukan adalah analisis data log
berupa well log untuk mengetahui keadaan bawah permukaan dari
lokasi pengeboran, lalu validasi dengan data conventional core. Ikat
dengan data seismic (well seismic tie). Analisa fasies dan lingkungan
pengendapan dari data log dan data core, identifikasi sikuen stratigrafi
dan korelasikan. Untuk seismic mulai dengan picking horizon lalu buat
peta time dan depth structure. Dan terakhir membuat peta isopach.

17
3.3 Diagram Alir

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

18
BAB IV

HASIL YANG DIHARAPKAN

Hasil yang diharapkan dari penelitian di Lapangan X Sub Cekungan

Jambi Formasi Talang Akar adalah fasies Batupasir dan lingkungan pengendapan

yang ada pada lokasi tersebut. Hasil analisis interpretasi data seismik, data log dan

data core akan dikembangkan sebagai alat dalam proses validasi pembuktian.

19
BAB V

RENCANA KERJA

Waktu

Februari Maret April Mei


No. Kegiatan
2017 2017 2017 2017
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi Literatur

Pengenalan
2
Software

Analisis Data Log


3 (Interpretasi well
log)

Analisis Data
4 Seismik (Well
seismic tie)
Analisis Data Core
6
(Validasi)
Penyusunan
7
Laporan

20
DAFTAR PUSTAKA

Bishop,M.G.,2001.South Sumatera Basin Province, Indonesia: The Lahat/Talang


Akar Cenozoic Total Petroleum System, USGS, Open-File Report 99-50-S

Boggs Jr, Sam. 1987. Priciples of Sedimentology and Stratigraphy. Fourth


Edition. United States of America : Pearsom Education, Inc.

De Coster, G.L., 1974, The Geology of Central Sumatera and South Sumatera
Basin, Proceeding Indonesia Petroleum Association, 4th Annual
Convention.

Ginger, D., dan Fielding, K.,2005, The Petroleum Systems and Future Potential
of The South Sumatra Basin, Preoceedings Indonesian Petroleum
Association, 30th Annual Convention & Exhibition, Indonesian Petroleum
Association.

Hall, R. 1997. Cenozoic plate tectonic reconstruction of SE Asia. Geological


Society, London, Special Publications, 126(1), 11-23.
Doi:10,1144/gsl.sp.1997.126.01.03

Harsono, A., 1997.Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log.Sclumberger Oil


Field,Edisi ke 8, Jakarta.

Posamentier, H.W., & Allen, G.P., 1993. Variability of The


SequencesStratigraphic Model: Effects of Local Basin Factors.Sedimentary
Geology,Vol. 86, p. 91-109

Sukmono, S., 1999, Interpretasi Sesimik Refleksi. Penerbit ITB : Bandung

Walker, Roger.G and James, 1992. Facies Models Response To Sea Level
Change, Geological Association of Canada.

21

You might also like