Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK
Pendahuluan: Persentase jumlah kasus HIV-AIDS berdasarkan jenis pekerjaan di Jawa Timur pada tahun 2011
menunjukkan bahwa kuli bangunan menduduki kelompok peringkat lima besar dengan jumlah 249 orang (31%) setelah
kelompok Pekerja Seks Komersil (PSK). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efektivitas pendekatan BCC terhadap
penurunan perilaku berisiko tertular HIV pada para kuli bangunan. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian riset
operasional disertai penilaian sebelum dan sesudah pemberian intervensi. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran
efektivitas perubahan perilaku para kuli bangunan terhadap pencegahan penularan HIV, yaitu dengan membandingkan
perilaku dari para kuli bangunan sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Subjek dari penelitian ini adalah 150 orang
kelompok risiko para kuli bangunan yang bekerja dan tersebar di wilayah Kota Surabaya. Penelitian ini dilakukan 3 tahap
yaitu, tahap penelitian preintervensi, tahap penelitian intervensi dan tahap penelitian post intervensi, yang dilaksanakan
selama 2 tahun. Pada tahun pertama dilaksanakan tahap praintervensi dan tahun kedua dilaksanakan tahap intervensi
dan post intervensi. Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 72% kuli bangunan pada usia produktif, yaitu 1835
tahun dan terdapat 38% lebih dari satu bulan sekali mengunjungi keluarganya. Hasil: Terdapat 20% kuli bangunan yang
pernah melakukan hubungan seks dengan pekerja seks komersial dan tidak ada yang menggunakan narkoba. Sebesar
50% kuli bangunan tidak pernah mendapatkan informasi HIV/AIDS dan sebanyak 48% tidak pernah memanfaatkan
layanan HIV/AIDS. Diskusi: Motivasi eksternal kuli bangunan berhubungan dengan perilaku pemanfaatan layanan
HIV/AIDS dengan korelasi cukup. Motivasi eksternal kuat dipengaruhi oleh perilaku berisiko HIV/AIDS yang dilakukan
dan keinginan mendapatkan bantuan. Motivasi eksternal lemah dipengaruhi oleh kurangnya paparan informasi terkait
layanan HIV/AIDS. Hasil FGD dari stakeholder adalah mempunyai persepsi yang sama jika kuli bangunan adalah
kelompok risiko tinggi tertular HIV. Sebagian besar kuli bangunan belum mempunyai pengetahuan yang cukup terkait
pencegahan penularan HIV karena tidak mempunyai akses pada pelayanan HIV dan terdapat perilaku berisiko tertular
HIV pada kuli bangunan.
ABSTRACT
Introduction: Percentage of HIV-AIDS cases based on the types of work in East Java in 2011 shows that construction workers
occupied ranks the top five ranked groups with 249 people (31%) after a group of commercial sex workers (CSWs) group.
The purpose of this study was to determine the effectiveness of BCC approach to the reduction of contracting HIV risk
behavior in the construction laborers. Method: This study used operational research design. In this study measures
the effectiveness of behavior change of construction workers on the prevention of HIV transmission by comparing the
behavior of the construction workers before and after the intervention. The subjects of this study were 150 people risk
group of construction workers who work and are spread throughout the city of Surabaya. This research was carried
out into three phases, namely, phase preintervention research, intervention research, and post-intervention phase of the
study. Implemented in the first year and second year praintervensi stage implemented intervention and post-intervention
phases. Result: The results of this study showed that 72% of construction workers is productive (1835 years) and visit
his family more than once a month (38%). There is 20% of construction workers had sex with commercial sex workers
and no one was using drugs. By 50% of construction workers never get information about HIV/AIDS and as many as
48% never use the services of HIV/AIDS. Discussion: External motivation construction workers associated with the
utilization of behavioral HIV/AIDS services with sufficient correlation. Strong external motivation is influenced by risk
behaviors of HIV/AIDS were conducted and the desire to get help. Weak external motivation is influenced by a lack of
exposure to information related to HIV/AIDS services. The results of the FGD stakeholders have the perception is the
same if a construction worker is a high risk group of contracting HIV. Most of the construction workers not have enough
knowledge for the prevention of HIV transmission because they do not have access to HIV care and behavior are at risk
of contracting HIV by construction workers.
217
Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 217225
218
Penurunan Perilaku Berisiko Tertular HIV (Purwaningsih, dkk.)
219
Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 217225
Gambar 1: Distribusi responden berdasarkan sumber informasi HIV-AIDS yang pernah diterima kuli
bangunan di proyek pembangunan di wilayah Surabaya.
Gambar 2: Distribusi responden berdasarkan pernah atau tidak melakukan seks bebas oleh kuli
bangunan di proyek pembangunan di wilayah Surabaya
Tabel 1: Hubungan antara motivasi eksternal dengan pemanfaatan layanan HIV-AIDS pada kuli
bangunan di proyek pembangunan di wilayah Surabaya
Indikator Pemanfaatan Layanan HIV/AIDS
Motivasi Total
Ya akan Tidak akan
Eksternal
n % n % n %
Kuat 19 38 6 12 25 50
Lemah 7 14 18 36 25 50
Total 26 52 24 48 50 100
Spearman Rho p = 0,000 r = 0,480
220
Penurunan Perilaku Berisiko Tertular HIV (Purwaningsih, dkk.)
Tabel 2: Hubungan antara motivasi internal dengan pemanfaatan layanan HIV-AIDS pada pekerja
bangunan di proyek pembangunan di wilayah Surabaya.
Indikator Pemanfaatan Layanan HIV-AIDS
Motivasi Total
Ya akan Tidak akan
Internal
n % n % n %
Kuat 19 38 9 18 28 56
Lemah 7 14 15 30 22 44
Total 26 52 24 48 50 100
Spearman rho p = 0,011 r = 0,358
menggunakan spearman rho dengan nilai yang sudah ada dalam diri responden sangat
signifikansi p = 0,000 dan lebih kecil dari p mempengaruhi keinginan mereka untuk
yang ditetapkan yaitu < 0,05 (H1 diterima) memanfaatkan layanan HIV-AIDS.
dan nilai korelasi 0,480 didapatkan kategori
cukup. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
PEMBAHASAN
hubungan antara motivasi eksternal dengan
pemanfaatan layanan HIV/AIDS pada kuli Jika para kuli bangunan tersebut
bangunan dengan korelasi positif, yaitu melakukan perilaku berisiko tertular HIV pada
semakin tinggi motivasi eksternal responden tidak hanya berdampak pada dirinya tetapi
maka semakin kuat pula keinginan mereka juga pada keluarganya dan juga masyarakat.
untuk memanfaatkan layanan HIV/AIDS. Menurut Social Learning/Social Cognitive
Motivasi eksternal kuat menyebabkan Theory, perubahan perilaku ditentukan oleh
19 responden (38%) menyatakan bersedia lingkungan, personal dan elemen-elemen
sedangkan motivasi ekster nal lemah perilaku (Bandura, 1977 dalam Hurst, 2012 ).
menyebabkan 18 responden (36%) menyatakan Masing-masing faktor saling mempengaruhi
tidak bersedia memanfaatkan layanan HIV/ satu dengan lainnya. Faktor lingkungan dalam
AIDS. Berdasarkan data di atas diperlukan hal ini apakah tempat bekerja kuli bangunan
sosialisasi kepada para kuli bangunan tentang dekat dengan wilayah lokalisasi atau di sekitar
jenis layanan yang ada dan tujuannya mengapa tempat kerjanya ada tempat mangkal para
harus memanfaatkan layanan HIV-AIDS. pekerja seks komersial. Pada penelitian ini
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui juga ditemukan warung yang menyediakan
bahwa dari hasil uji statistik menggunakan pekerja seks komersial sehingga para kuli
spearman rho dengan nilai signifikansi p = bangunan juga terpapar oleh perilaku berisiko
0,011 lebih kecil dari p yang ditetapkan yaitu tertular HIV.
< 0,05 (H1 diterima) dan nilai korelasi 0,358 Faktor usia juga merupakan hal penting
didapatkan kategori kekuatan korelasi rendah. dalam menentukan sikap seseorang, dalam
Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan penelitian ini juga menunjukkan semakin
antara motivasi internal dengan pemanfaatan tinggi usia responden maka mempunyai
layanan HIV-AIDS pada kuli bangunan sikap yang positif terhadap perilaku berisiko
dengan korelasi positif, yaitu semakin tertular HIV dan bersedia untuk menggunakan
tinggi motivasi internal responden maka layanan HIV-AIDS jika melakukan faktor
semakin kuat pula keinginan mereka untuk berisiko (International Labour Organization
memanfaatkan layanan HIV-AIDS. Motivasi 2008). Tetapi masih ada, meskipun dalam
internal kuat menyebabkan 19 kuli bangunan jumlah kecil, para responden yang berusia
(38%) menyatakan bersedia, sedangkan dewasa tua tetapi mempunyai sikap negatif
motivasi internal lemah menyebabkan 15 terhadap perilaku berisiko penularan HIV dan
kuli bangunan (30%) menyatakan tidak tidak bersedia menggunakan layanan HIV-
bersedia memanfaatkan layanan HIV-AIDS. AIDS jika sudah melakukan perilaku berisiko
Hal tersebut menunjukkan bahwa motivasi tertular HIV.
221
Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 217225
Bagi responden yang telah berstatus bahwa responden yang frekuensinya pulang
menikah, sebagian besar memiliki motivasi ke rumahnya satu bulan sekali bisa memiliki
internal yang kuat dalam berperilaku dan motivasi internal dan eksternal yang lemah
menggunakan layanan HIV-AIDS yang sehingga melakukan perilaku berisiko tertular
tersedia. Menurut Theory of Reasoned HIV. Perubahan perilaku para kuli bangunan
Action Individ u menyat a ka n ba hwa pada situasi tersebut, kita bisa menggunakan
mempertimbangkan konsekuensi dari perilaku pendekatan Social Learning/Social Cognitive
yang diterapkan sebelum melakukan perilaku Theory yaitu perubahan perilaku ditentukan
yang baru (Bandura, 1977 dalam Hurst, oleh lingkungan, personal dan elemen-
2012 ). Hasil penelitian ini sesuai dengan elemen perilaku. Masing-masing faktor saling
teori tersebut sehingga para responden yang mempengaruhi satu dengan lainnya. Para kuli
berstatus menikah akan berpikir panjeng jika bangunan harus diberikan informasi terkait
akan melakukan perilaku berisiko tertular masalah jika tertular HIV serta dibantu untuk
HIV. Pada penelitian ini pula masih sedikit dapat mengakses layanan HIV-AIDS yang
terdapat responden yang sudah menikah sudah tersedia.
tetapi memiliki motivasi internal yang lemah, Distribusi motivasi eksternal pekerja
sehingga masih juga melakukan perilaku bangunan dengan indikator kuat dan lemah
berisiko tertular HIV. Kondisi ini merupakan memiliki jumlah yang sama. Motivasi adalah
salah satu penyebab penularan HIV terus keadaan dalam pribadi seseorang yang
meningkat pada ranah keluarga. Faktor mendorong keinginan individu melakukan
yang juga sangat mempengaruhi perilaku kegiatan tertentu untuk mencapai suatu
tersebut karena pendidikan yang rendah serta tujuan. Motivasi pada diri seseorang akan
kurangnya mendapat informasi terkait masalah mewujudkan perilaku yang diarahkan untuk
HIV-AIDS. mencapai kepuasan (Ariani, 2011). Purba
Sebagian besar responden berasal (2009) menyatakan bahwa motivasi adalah
dari luar Kota Surabaya dan dapat menemui psikologis dalam diri seseorang yang muncul
keluarganya satu bulan sekali. Para responden oleh karena adanya dorongan untuk memenuhi
melakukan hal ini karena sebagai tanggung kebutuhan tertentu. Motivasi eksternal
jawab kepala keluarga untuk memenuhi merupakan aktivitas yang dilakukan untuk
kebutuhan keluarga sehingga harus bekerja memperoleh suatu hasil tertentu namun
di luar kota. Sedangkan faktor ekonomi terpisah dari aktivitas itu sendiri, misalnya
merupakan alasan mengapa baru bisa menemui untuk mendapatkan penghargaan dan
keluarganya satu bulan sekali. Mobilitas tinggi menghindari hukuman, serta meningkatkan
berarti jangka waktu lama jauh dari pasangan penghargaan diri (Zycinska et al., 2012).
dan keluarga, isolasi, kesepian, akses ke Responden akan memanfaatkan layanan
alkohol (dan obat lain) dan akses ke pekerja HIV-AIDS terkait dengan seberapa tinggi
seks merupakan faktor pendukung perilaku motivasi eksternal mereka untuk mencari
seksual berisiko yang membahayakan pekerja, bantuan dari perilaku berisiko HIV-AIDS yang
pasangan dan keluarganya (HDN, IOM, and telah dilakukan. Responden dengan motivasi
PHAMSA, 2006). eksternal kuat dipengaruhi oleh beberapa
Kuli bangunan mer upakan salah faktor dari luar antara lain karena mereka ingin
satu sektor pekerjaan yang masuk ke dalam mendapatkan bantuan dalam penyelesaian
kategori mobile migrant population, sering masalah, dapat berbagi pengalaman, dapat
berpindah-pindah dan menetap di suatu melakukan konsultasi, dan keinginan mereka
tempat, jauh dari pasangan atau keluarga, serta untuk mendapatkan dukungan jika terdiagnosa
pada umumnya kurang informasi mengenai HIV positif. Selain itu juga dipengaruhi oleh
HIV-AIDS (Mutia, 2008). Peningkatan risiko perilaku teman sebaya atau sesama pekerja
untuk infeksi HIV pada populasi migrasi telah bangunan.
dikaitkan dengan meningkatnya risiko terkait Motivasi ekster nal lemah dapat
dengan seks. Hasil penelitian menunjukkan dipengaruhi oleh kondisi kurangnya paparan
222
Penurunan Perilaku Berisiko Tertular HIV (Purwaningsih, dkk.)
informasi tentang layanan HIV-AIDS dari sudah pernah melakukan seks tidak aman.
pihak K3 dan pimpinan proyek. Responden Pemeriksaan HIV-AIDS dilakukan dengan
juga belum pernah mendapatkan informasi alasan agar responden yakin bahwa dirinya,
baik dari media masa, tenaga kesehatan, istri, dan keluarga dalam keadaan sehat atau
maupun penyuluhan tentang HIV-AIDS. terbebas dari HIV-AIDS karena hal tersebut
Selain itu, motivasi eksternal lemah dalam merupakan hal yang sangat penting bagi
penelitian ini dapat terlihat dari persepsi responden.
mereka bahwa kondisi mereka akan baik-baik Individu yang berperilaku berdasarkan
saja meskipun tidak menggunakan layanan motivasi internal akan lebih bertahan dan terus
HIV-AIDS. Mereka merasa perilaku seks termotivasi daripada individu yang berperilaku
bebas yang telah dilakukan tidak akan dapat karena motivasi eksternal. Motivasi internal
dihentikan, sehingga mereka tidak harus paling dimungkinkan membuat efek dalam
mengambil keputusan untuk memanfaatkan perubahan perilaku dibandingkan dengan
layanan ini. Oleh karena itu diharapkan pihak motivasi eksternal (Zycinska et al., 2012).
proyek pembangunan memberikan pendidikan Namun, hasil penelitian ini menunjukkan
kesehatan terkait HIV-AIDS dan bagaimana bahwa motivasi eksternal memiliki hubungan
cara untuk memanfaatkan fasilitas dalam dengan korelasi yang lebih kuat dibandingkan
layanannya. motivasi internal, yakni motivasi eksternal
Terdapat hubungan dengan korelasi dengan signifikansi p = 0,480 dan motivasi
cukup antara motivasi ekster nal dan internal dengan signifikansi p = 0,358, sehingga
pemanfaatan layanan HIV-AIDS pada dapat disimpulkan bahwa motivasi eksternal
pekerja bangunan. Menurut Notoatmodjo lebih berpengaruh terhadap pemanfaatan
(2010), motivasi merupakan keinginan yang layanan HIV-AIDS. Hal ini disebabkan karena
terdapat pada diri seseorang untuk melakukan beberapa faktor dari luar seperti pengaruh
perbuatan, tindakan, tingkah laku atau teman sebaya, ketersediaan dan kemudahan
perilaku. Sedangkan menurut Zhou et al. mencapai sarana serta estimasi biaya yang
(2009), salah satu motivasi seseorang untuk akan dikeluarkan yang dapat mempengaruhi
datang ke layanan HIV-AIDS adalah persepsi motivasi seseorang untuk melakukan suatu
perilaku berisiko tinggi yang telah dilakukan. perilaku.
Menurut Jereni dan Muula (2008), salah satu Pemanfaatan layanan HIV-AIDS
alasan utama individu mencari layanan HIV- tergantung pada bagaimana orang berisiko
AIDS adalah persepsi pada risiko terinfeksi tinggi berpikir tentang manfaat yang diperoleh
HIV. Semakin tinggi persepsi seseorang untuk mengatasi masalah kesehatan, terutama
terkait perilaku berisiko HIV-AIDS yang telah masalah yang berkaitan dengan HIV-AIDS.
dilakukan, maka semakin kuat pula motivasi Individu mungkin lebih mengutamakan
eksternal mereka untuk memanfaatkan layanan keyakinan terhadap efektivitas suatu tindakan,
HIV-AIDS. bukan melihat secara obyektif terhadap
Motivasi internal dengan indikator efektivitas suatu tindakan yang diambil
kuat dimiliki oleh sebagian besar responden. (Purwaningsih et al., 2011). Hasil penelitian
Motivasi internal kuat responden terlihat dari menunjukkan terdapat separuh dari jumlah
keyakinan mereka bahwa layanan HIV-AIDS total responden yang menolak memanfaatkan
ini akan memberikan hasil dan manfaat bagi layanan HIV-AIDS dengan alasan pemeriksaan
mereka. Selain itu menurut teori King et al. ini memerlukan biaya yang mahal, sehingga
(2009) bahwa dorongan dalam diri untuk menjadi hambatan dalam pemanfaatannya.
memanfaatkan layanan HIV-AIDS sebagai Faktor lain yang dapat memotivasi seseorang
bentuk tanggung jawab terhadap anak dan untuk datang ke layanan HIV-AIDS antara
pasangan seksual (istri) terkait perilaku lain saat individu tersebut merasakan gejala
berisiko yang dilakukan. Responden yang HIV-AIDS, telah melakukan perilaku
memanfaatkan layanan HIV-AIDS dengan berisiko HIV-AIDS, dan pengetahuan terkait
motivasi inter nal kuat dengan alasan HIV-AIDS dan layanannya yang baru saja
223
Jurnal Ners Vol. 9 No. 2 Oktober 2014: 217225
didapatkan. Beberapa hambatan antara lain berisiko tertular HIV; dan 6) perilaku pekerja
individu takut dengan hasil tes yang positif, bangunan dalam menggunakan layanan HIV-
takut kehilangan pekerjaan atau keluarga, AIDS di Surabaya sebagai sarana pencegahan
takut dengan prosedur pemeriksaan di HIV-AIDS mayoritas memiliki nilai kurang
rumah sakit, khawatir seseorang mengetahui dan perilaku baik memiliki nilai minoritas.
hasil tes dan tidak tersedianya waktu akibat
kesibukan lain (Zhou et al., 2009). Sedangkan Saran
menurut Sarwono (2007), ketersediaan sarana Berdasar hasil penelitian ini saran
kesehatan, kemudahan mencapai sarana, yang diajukan adalah 1) bagian K3 proyek
tersedianya biaya dan kemampuan untuk pembangunan diharapkan lebih r utin
mengatasi stigma dan jarak sosial juga menjadi melaksanakan safety talks setiap Sabtu sesuai
pertimbangan seseorang untuk mencari upaya jadwal sebelumnya dengan menambahkan
pengobatan. Dari data dan tersebut dapat materi HIV-AIDS; 2) institusi proyek
disimpulkan bahwa tingkat pendidikan tinggi pembangunan hendaknya dapat melakukan
tidak selalu disertai dengan motivasi yang kerja sama dengan rumah sakit atau puskesmas
kuat pula. Namun banyak faktor lain juga setempat terkait penyediaan fasilitas pendukung
yang memberikan pengaruh kuat terhadap safety talks sebagai salah satu bentuk kegiatan
seseorang. peningkatan motivasi pemanfaatan layanan
Saat dilaksanakannya penelitian HIV; 3) pekerja bangunan yang berada di
didapatkan bahwa lebih dari setengah proyek bangunan diharapkan mengikuti
responden memiliki motivasi eksternal dan kegiatan sosialisasi tentang pengetahuan
internal kuat untuk memanfaatkan layanan pencegahan risiko penularan HIV-AIDS di
HIV-AIDS. Hal ini dikarenakan persepsi kuat tempat kerja yang diadakan oleh petugas K3
mereka tentang perilaku berisiko HIV-AIDS dengan sukarela, sehingga dapat mencegah
yang telah dilakukan dan manfaat yang akan penyebaran risiko penularan HIV/AIDS; dan
diperoleh dari layanan HIV-AIDS, sehingga 4) bagian P2PL Dinas Kesehatan melakukan
meskipun mereka memiliki pengetahuan monitoring evaluasi program HIV-AIDS pada
yang kurang terkait layanan HIV-AIDS ini, kuli bangunan melalui kerja sama lintas sektor
mereka akan tetap datang untuk mendapatkan dengan perusahaan konstruksi
bantuan.
KEPUSTAKAAN
SIMPULAN DAN SARAN
Alebachew Frehiwot. 2006. Behavior Change
Simpulan Communication and the young responds.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan SALE. Ethiopia
bahwa: 1) motivasi eksternal pekerja bangunan Braun, V& Clarke, V. 2006. Using thematic
berhubungan dengan perilaku pemanfaatan analysis in Psychology. Qualitative
layanan HIV-AIDS dengan korelasi cukup; Research in Psychology, p. 77-101.
Cullen Trevor. 2009. Health communication
2) motivasi internal pekerja bangunan
theories: Implication for HIV reporting
berhubungan dengan perilaku pemanfaatan
in Asia and the Pacific. USA. Asia
layanan HIV-AIDS dengan korelasi rendah;
Pacific Media Educator
3) sebagian besar pekerja bang unan Ditjen PP & PL Kemenkes RI. 2012. Angka
memiliki pengetahuan kurang terkait dengan kejadian HIV/AIDS di Indonesia.
pengetahuan risiko penularan HIV-AIDS; Kemenkes RI. Tidak dipublikasikan.
4) sebagian besar pekerja bangunan memiliki Jakarta
sikap positif terkait dengan perilaku berisiko Family Health International Institute for
penularan HIV-AIDS; 5) sebagian besar HIV/AIDS, 2004. Behaviour Change
pekerja bangunan memiliki perilaku yang Communication (BCC) for HIV/AIDS A
baik tentang perilaku berisiko penularan Strategy Framework, Arlington, USA.
HIV-AIDS dan ada yang melakukan perilaku
224
Penurunan Perilaku Berisiko Tertular HIV (Purwaningsih, dkk.)
225