You are on page 1of 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Alloh SWT. Bahwa kami telah menyelesaikan
tugas mata kuliah AKUNTANSI KEPERILAKUAN dengan topik bembahasan yaitu tentang
ASPEK KEPERILAKUAN PADA PERENCANAAN LABA DAN PENGANGGARAN .
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah AKUNTANSI KEPERILAKUAN
dan sebagai penambah pengetahuan mengenai ASPEK KEPERILAKUAN PADA
PERENCANAAN LABA DAN PENGANGGARAN.

Dengan adanya dukungan dan bimbingan dari Dosen Pengajar mata kuliah AKUNTANSI
KEPERILAKUAN Makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Dalam penulisan
makalah ini pasti banyak kesalahan atau kekurangan baik secara tidak sengaja ataupun
ketidaktahuan, kami mohon maaf atas ketidaknyamanan dalam membaca makalah ini

Akhirnya kami berharap semoga laporan hasil kerja kami ini dapat bermanfaat khususnya
bagi kami ( mahasiswa ) untuk menambah motivasi dalam meningkatkan kualitas dalam
kehidupan.

Palu, 04 April 2017

Penyusun

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Bila mendengar kata anggaran maka pada umumnya kita akan membayangkan angka-
angka dan estimasi serta menghubungkannya dengan hal yang berkaitan dengan keuangan.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dibalik itu semua adalah unsur manusia yang paling
berperan. Manusia yang membuatnya dan mereka pula yang akan menggunakannya.
Aspek perilaku yang terkait dengan anggaran merujuk pada perilaku manusia yang
terlibat pada saat anggaran tersebut disusun dan diimplemetasikan. Anggaran dapat
mempengaruhi perilaku manusia. Adanya anggaran mengakibatkan manusia membatasi
tindakannya. Anggaran pula yang menyebabkan kinerja manajer selalu dan secara kontinyu
dipantau serta dibandingkan. Hal ini pula yang mengakibatkan timbulnya tekanan. Manajer
seringkali menghadapi permasalahan akibat adanya anggaran seperti misalnya timbulya over
atau under budget, penyimpangan dari anggaran yang diharapkan, dan sebagainya. Akibatnya
anggaran kemudian dianggap sebagai sesuatu yang dapat menghambat atau mengancam karir.
Untuk mendorong orang supaya bertanggungjawab terhadap penyusunan anggaran dan
terhadap implementasi anggaran untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien,
perusahaan perlu mempertimbangkan aspek etika dan perilaku dalam penganggaran. Anggaran
merupakan hasil negosiasi, yang artinya bahwa dalam penyusunannya terdapat pertimbangan
akan tujuan perusahaan dan tujuan karyawan. Adanya konsistensi antara tujuan-tujuan
perusahaan dengan tujuan para karyawannya (goal congruence) merupakan hal yang ideal yang
banyak diupayakan oleh banyak perusahaan.
Anggaran adalah pedoman kerja diwaktu mendatang. Anggaran diterima secara luas
sebagai fokus bagi aktivitas perencanaan jangka pendek perusahaan dan dasar dari sistem
pengendalian. Sementara itu, penganggaran adalah proses kegiatan yang menghasilkan anggaran
tersebut. Penyusunan anggaran adalah suatu tugas yang bersifat teknis namun disusun oleh
manusia yang harus hidup dengan anggaran tersebut. Jadi aspek keperilakuan dari penganggaran
mengacu pada perilaku manusia yang muncul dalam proses penyusunan anggaran dan perilaku
manusia yang didorong ketika manusia mencoba untuk hidup dengan anggaran.

2
Anggaran berdampak langsung terhadap perilaku manusia. Anggaran menjelaskan
kepada orang-orang mengenai apa yang diharapkan dari mereka dan kapan hal tersebut harus
sudah dilakukan. Anggaran menetapkan batasan pada apa yang dapat dibeli dan berapa banyak
yang dapat dibelanjakan. Anggaran membatasi tindakan manjemen. Anggaran merupakan alasan
pemantauan kinerja manajer secara kontinu dan standar perbandingan hasil kinerja

1.2 RUMUSAN MASALAH


Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
Apakah yang dimaksud anggaran?
Apakah tujuan dibuatnya prosedur perencanaan anggaran?
Bagaimana pandangan perilaku terhadap proses penyusunan anggaran?
Apakah yang dimaksud konsep-konsep keperilakuan yang relevan dalam proses penyusunan
anggaran ?
Bagaimana relevansi konsep ilmu keperilakuan dalam lingkungan perencanaan ?
Apakah yang menyebabkan konsenkuensi dari proses penyusunan anggaran?

1.3 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
Untuk mengetahui pengertian anggaran.
Untuk mengetahui tujuan dibuatnya prosedur anggaran.
Untuk mengetahui pandangan perilaku apa saja yang ada terhadap proses penyusunan
anggaran.
Untuk mengetahui konsep-konsep keperilakuan yang relevan dalam proses penyusunan
anggaran.
Untuk mengetahui penyebab koinsenkuensi dari proses penyusunan anggaran.
Untuk mengetahui bagaimana relevansi konsep ilmu keperilakuan dalam lingkungan
perencanaan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ANGGARAN


Anggaran dan akuntansi memiliki hubungan yang sangat erat dimana akuntansi
menyajikan data historis yang sangat bermanfaat untuk mengadakan estimasi-estimasi yang akan
dituangkan dalam anggaran yang nantinya akan dijadikan sebagai pedoman kerja di waktu
mendatang.. Anggaran merupakan suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi
seluruh kegiatan perusahaan dan dinyatakan dalam unit (satuan) moneter dan berlaku untuk
jangka waktu (periode) mendatang. Orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap
penyusunann anggaran serta pelaksanaannya adalah pemimpin perusahaan. Namum siapa atau
bagian apa yang ditugaskan untuk mempersiapkan dan menyusun anggaran tersebut sangat
tergantung pada struktur organisasi dari setiap perusahaan
Pada dasarnya aspek keperilakuan dari penganggaran mengacu pada perilaku manusia
yang muncul dalam penyusunan anggaran dan perilaku manusia yang didorong ketika manusia
mencoba untuk hidup dengan anggaran. Beberapa fungsi anggaran yaitu:
1. Anggaran merupakan hasil akhir dari proses perencanaan perusahaan.
2. Anggaran merupakan cetak biru perusahaan untuk bertindak, yang mencerminkan prioritas
manajemen dalam alokasi sumber daya organisasi.
3. Anggaran bertindak sebagai suatu alat komunikasi internal yang menghubungkan beragam
departemen atau divisi organisasi yang satu dengan lainnya.
4. Dengan menetapkan tujuan dalam kriteria kinerja yang dapat diukur, anggaran berfungsi
sebagai standar terhadap mana hasil operasi aktual yang dapat dibandingkan.
5. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang memungkinkan manajemen untuk
menemukan bidang-bidang yang menjadi kekuatan atau kelemahan perusahaan.
6. Anggaran mencoba untuk mempengaruhi dan memotivasi baik manajer maupun karyawan
untuk terus bertindak dengan cara yang konsisten dengan operasi yang efektif dan efisien serta
selaras dengan tujuan organisasi.

4
2.2 PROSEDUR PENYUSUNAN ANGGARAN.
Orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap penyusunan anggaran
pelaksanaanya adalah pemimpinan perusahaan. Alasan yang mendasari kesimpulan tersebut
adalah pemimpin tertinggi perusahaanlah yang paling berwenang dan bertanggung jawab atas
kegiatan-kegiatan perusahaan secara keseluruhan. Meskipun demikian, tugas untuk menyiapkan
dan menyusun anggaran serta kegiatan-kegiatan penganggaran lainnya tidak harus ditangani
sendiri oleh pemimpin tertinggi perusahaan, melaikan dapat di delegasikan kepada bagian lain
dalam perusahaan. Adapun siapa atau bagian mana yang ditugaskan untuk mempersiapkan dan
menyusun anggaran tersebut sangat tergantung pada struktur organisasi dari setiap perusahaan.
Akan tetapi, tugas ini mempersiapkan dan menyusun anggaran ini dapat didelegasikan kepada
bagian administrasi dan panitia anggaran.

2.3 PANDANGAN PERILAKU TERHADAP PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN.


Langkah-langkah yang perlu diambil untuk menyusun suatu anggaran sebagai berikut:
1. Manajemen puncak harus memutuskan tujuan jangka pendek perusahaan dan strategi mana
yang akan digunakan untuk mencapainya.
2. Tujuan harus ditetapkan dan sumber daya dialokasikan.
3. Suatu anggaran atau rencana laba yang komprehensif harus disusun, kemudian disetujui oleh
manajemen puncak. Setelah disetujui, anggaran harus dikomunikasikan kepada penyelia dan
karyawan yang kinerjanya dikendalikan.
4. Anggaran digunakan untuk mengendalikan biaya dan menentukan bidang-bidang masalah
dalam organisasi tersebut dengan membandingkan hasil kinerja actual dengan tujuan yang telah
dianggarkan secara periodik.
Tiga tahapan utama dalam proses penyusunan anggaran antara lain :
Penetapan tujuan
Implementasi
Pengendalian dan evaluasi kinerja

Tahap Penetapan Tujuan


Aktivitas perencanaan dimulai dengan menerjemahkan tujuan organisasi yang luas
kedalam tujuan-tujuan aktivitas yang khusus. Untuk menyusun rencana yang realistis dan

5
menciptakan anggaran yang praktis, interaksi yang ekstensif diperlukan antara manajer lini dan
manajer staf organisasi. Dalam suatu perusahaan, direktur perencanaan memainkan peranan
kunci dalam proses manusia dari penyusunan anggaran ini.
Direktur perencanaan bertanggungjawab menginisiasi dan melakukan administrasi atas
proses penyusunan anggaran serta membantu karyawan lini, jika diperlukan dalam melaksanakan
berbagai tugas perencanaan. Jika sesuai dengan struktur organisasi dan gaya kepemimpinan,
maka manajer tingkat bawah dan karyawan sebaiknya diberikan kesempatan untuk berpartisipasi
dalam proses penetapan tujuan karena mereka aka lebih mungkin menerima tujuan yang turut
mereka formulasikan. Tujuan realisitis yang ditetapkan melalui partisipasi yang berarti akan
mempengaruhi tingkat aspirsi manajer dan karywan secara menguntungkan. Kurangnya
partisipasi atau hanya berbicara tanpa berbuat terhadap masalah itu, dapat menimbulkan efek
samping berupa berbagai perilaku disfungsional. Konsep utama perilaku yang berpengaruh
terhadap tahapan penetapan tujuan adalah proses perencanaan yang meliputi partisipasi,
kesesuaian tujuan dan komitmen.

Tahap Implementasi
Pada tahap implementasi, rencana formal tersebut digunakan untuk mengkomunikasikan
tujuan dan strategi organisasi, serta untuk memotivasi orang secara positif dalam organisasi.
Rencana harus dikomunikasikan secara efektif dengan demikian rencana formal mungkin akan
menerima kerja sama penuh dari berbagai kelompok yang ingin dimotivasi olehnya.
Konsep ilmu keprilakuan utama yang mempengaruhi tahap implementasi adalah
komunikasi, kerja sama dan koordinasi.

Tahap Pengendalian Dan Evaluasi Kinerja


Setelah diimplementasikan, rencana formal tersebut berfungsi sebagai elemen kunci
dalam sistem pengendalian. Anggaran menjadi tolak ukur terhadap kinerja aktual. Kebijakan,
sikap dan tindakan manajemen dalam evaluasi kinerja dan tindak lanjut atas varians memiliki
berbagai konsekuensi keprilakuan, yang dapat meniadakan keberhasilan dari seluruh proses
perencanaan dan pengendalian jika tidak dipahami dan dikendalikan. Beberapa konsekuensi
keperilakuan yang mungkin muncul meliputi tekanan, motivasi, aspirasi dan kegelisahan.

6
2.4 KONSEP-KONSEP KEPERILAKUAN YANG RELEVAN DALAM PROSES
PENYUSUNAN ANGGARAN

a. Tahap Penetapan Tujuan


Tujuan organisasi sangat dipengaruhi oleh tujuan anggota organisasi yang terkadang
mencerminkan kebutuhan individual dan tujuan pribadi yang saling bertentangan anggota
organisasi yang dominan. Tujuan organisasi ditentukan melalui negoisasi. Tawar-menawar dan
perdagangan pengaruh adalah hambatan yang dikenakan oleh berbagai partisipan dan lingkungan
eksternal maupun internal.

b. Keselarasan Tujuan
Keselarasan tujuan organisasi dengan sub-sub unit dan anggota-anggota yang
berpartisipasi akan terjadi ketika individu memandang bahwa kebutuhan pribadinya dapat
dipenuhi dengan mencapai tujuan organisasi. Keselarasan antara tujuan organisasi dan pribadi
juga dapat ditingkatkan dengan menjelaskan kepada karyawan alasan atas tujuan organisasi
didasarkan. Tujuan organisasi maupun individu tidaklah statis, maka keselarasan tujuan harus
terus dicapai di setiap siklus perencanaan. Oleh karena itu diperlukan komunikasi yang teratur
antara manajemen puncak dan manajemen tingkat bawah serta karyawan. Jika keselarasan tujuan
tidak dicapai akan menimbulkan persaingan tidak sehat dan kualitas pelayanan yang diberikan
kepada pelanggan atau kualitas barang-barang dagangan yang dihasilkan menurun.

c. Partisipasi
Partisipasi adalah suatu proses pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau
lebih pihak dimana keputusan tersebut akan memiliki dampak masa depan terhadap mereka yang
membuatnya. Dengan kata lain manajer tingkat bawah dan karyawan memiliki suara dalam
proses manajemen. Keterlibatan tersebut dapat berupa kehadiran pada pertemuan-pertemuan
anggaran sampai pada partisipasi dalam diskusi yang berkaitan dengan kewajararan dari kuota
penjualan dan target produksi, serta pada hak untuk melakukan negoisasi dalam menetapkan
sasaran dari orang itu sendiri. Partisipasi telah menunjukkan damapk positif terhadap sikap
karyawan, meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi dan meningkatkan kerja sama di antara
manajer. Namun ketika partisipasi diterapkan pada situasi yang salah, partisipasi dapat
menurunkan motivasi dan usaha karyawan untuk mencapai tujuan organisasi.

7
Dalam organisasi besar dan birokratis yang dikelola secara sentral, partisipasi dalam
menentukan tujuan dan menetapkan sasaran akan terbatas pada sekelompok eksekutif puncak.
Manajemen puncak akan menyusun anggaran dan meneruskan ke bawah hierarki sebagai
perintah yang harus dipatuhi dan anggaran digunakan sebagai alat untuk mengendalikan
pengeluaran orang dan memotivasi kinerja yang optimum.
Perusahaan dengan gaya kepemimpinan yang demokratis atau terdesentralisasi
memungkinkan partisipasi manajemen lebih besar dalam penetapan anggaran. Alasannya karena
orang bereaksi secara berbada terhadap kemungkinan untuk berperan dalam menetapkan standar
kinerja mereka sendiri.
Ketidakberhasilan partisipasi adalah tidak ada usaha serius yang dibuat untuk menjamin
partisipasi dan kerja sama dari para manajer tingkat yang bawah dan karyawan. Agar partisipasi
menjadi efektif, partisipasi harus memiliki input rill terhadap keputusan dan pandangan
mereka harus memiliki bobot tertentu dalam hasil akhir.

d. Manfaat Partisipasi
Manfaat dari partisipasi yang berhasil antara lain, partisipan menjadi terlibat secara emosi
bukan hanya secara tugas dalam pekerjaan mereka. Partisipasi meningkatkan moral dan
mendorong inisiatif yang lebih besar pada semua tingkatan manajemen, meningkatkan rasa
kesatuan kelompok, meningkatkan kerjasama antar anggota kelompok dalam penetapan tujuan
(internalisasi tujuan), penurunan tekanan dan kegelisahan yang berkaitan dengan anggaran.
Partisipasi juga dapat menurunkan ketidakadilan yang dianggap ada dalam alokasi sumber daya
organisasi diantara subunit organisasi dan menghindari permasalahan potensial yang berkaitan
dengan anggaran karena masing-masing mengetahui permasalahan antar departemen.
Kinerja dan prestasi karyawan akan meningkat apabila mereka terlibat secara aktif dalam
penyusunan anggaran pada unit organisasi dimana mereka bekerja, anggaran menjadi lebih
realistis juga akan meningkatkan kesadaran karyawan akan tugas dan tanggungjawab yang
dibebankan kepadanya sehingga pada akhirnya akan menimbulkan komitmen organisasional
pada karyawan karena anggaran yang ada juga merupakan tujuannya.

8
e. Batasan dan Permasalahan Partisipasi
Partisipasi dalam penetapan tujuan memiliki keterbatasan tersendiri. Proses partisipasi
memberikan kekuasaan kepada para manajer untuk menetapkan anggaran mereka. Kekuasaan ini
memiliki konsekuensi disfungsional bagi organisasi itu. Contoh : para manajer bisa memasukan
slack organisasional ke dalam anggaran mereka. Slack adalah selisih antara sumber daya yang
sebenarnya diperlukan untuk secara efisien menyelesaikan suatu tugas dan jumlah sumber daya
yang lebih besar dan diperuntukkan bagi tugas tersebut. Dengan kata lain slack adalah
penggelembungan anggaran. Manajer menciptakan slack dengan mengestimasi pendapatan lebih
rendah sedangkan biaya diestimasi lebih tinggi . Masalah slack yang berlebihan dapat diatasi jika
manajemen puncak menetapkan prosedur yang efektif untuk tinjauan mendalam selama proses
penyusunan anggaran.
Intinya adalah anggaran yang terlalu ketat atau terlalu longgar atau disusun dengan slack
yang berlebihan atau tanpa slack sama sekali dapat menciptakan tanggapan keperilakuan yang
berlawanan dengan kepentingan perusahaan. Harus ada kehati-hatian dalam memastikan bahwa
dokumen anggaran akhir menghindari kekurangan yang berkaitan dengan anggaran yang terlalu
ketat atau terlalu longgar. Sebagaimana kebanyakan hal lainnya, organisasi sebaiknya
mengambil arah tengah.

2.5 RELEVANSI KONSEP ILMU KEPERILAKUAN DALAM LINGKUNGAN


PERENCANAAN
Dampak dari lingkungan perencanaan
Lingkungan perencanaan mengacu pada struktur, proses, dan pola-pola interaksi dalam
penetapan kerja. Hal ini meliputi tingkat formalitas dalam interaksi manusia, penerimaan
manajemen puncak terhadap ide-ide baru, prosedur dan perangkat untuk membuat agar pekerjaan
dilakukan, perasaan identifikasi dengan organisasi, tingkat kohesi dari tenaga kerja dan
seterusnya.
Lingkungan dari suatu organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ukuran dan
struktur, gaya kepemimpinan, jenis sistem pengendalian, dan stabilitas lingkungan. Lingkungan
kerja mempengaruhi prilaku sehingga mempengaruhi proses perencanaan. Tindakan manajemen
mendorong prilaku karyawan , dan respon karyawan bisa menerima atau menolak . Faktor yang
mempengaruhi lingkungan dijelaskan sebagai berikut:

9
a. Ukuran dan struktur organisasi
Ukuran organisasi dipandang sebagai jumlah karyawan, nilai rupiah dari pabrik fisik,
volume penjualan, jumlah kantor cabang, atau ukuran kuantitatif lainnya yang membedakan
organisasi. Struktur organisasi mengacu pada hubungan formal dan informal antara para anggota
organisasi meliputi jumlah lapisan wewenang, jumlah kantor atau posisi pada setiap lapisan,
tanggungjawab dari setiap kantor, dan prosedur untuk membuat pekerjaan dilakukan.
Ukuran organisasi mempengaruhi struktur organisasi. Perusahaan kecil, perencanaan dan
pengendalian relatif sederhana. Sebaliknya perusahaan besar harus mengembangkan struktur
birokrasi yang kompleks sehingga penyusunan anggaran yang efektif lebih sulit karena potensi
inefisiensi komunikasi didalam organisasi, kurangnya keselarasan tujuan,dan ketidakmampuan
dari banyak orang untuk melihat hubungan antara peran kerja mereka dengan tujuan organisasi
secara keseluruhan.
Ukuran dan kompleksitas dari beberapa organisasi menimbulkan masalah besar dalam
perencanaan, implementasi,dan pengendalian. Contoh: direktur perusahaan harus
mengkoordinasikan tingkat produksi, penjualan dan perdediaan dengan wakil direktur produksi,
penjualan, keuangan dan pemasaran. Sementara wakil direktur harus mengoperasikan
departemen mereka sendiri dalam batasan rupiah yang telah dianggarkan. Masalah lainnya,
manajer dapat menyaring informasi dan meneruskan ke atas atau ke bawah hanya informasi yang
menguntungkan bagi mereka atau mengerjakan bagian tanggungjawab sesuai kepentingan
mereka sendiri.
Lingkungan perencanaan juga dipengaruhi oleh tingkat wewenang atau hak prerogatif
untuk pengambilan keputusan, biasanya dinyatakan dengan istilah sentralisasi dan desentralisasi.
Organisasi tersentralisasi ditandai dengan konsentrasi pengambilan keputusan pada tingkatan
manajerial yang lebih tinggi. Perusahaan-perusahaan tersentraliasi membutuhkan sistem untuk
memantau seluruh aktivitas organisasi secara ketat. Organisasi terdesentraliasi ditandai dengan
pengambilan keputusan pada manajer tingkat bawah karena itu dibutuhkan suatu sistem yang
meningkatkan partisipasi, kerjasama, dan koordinasi tingkat perusahaan.

b. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan juga mempengaruhi lingkungan perencanaan organisasi. Mc Gregor
menjelaskan gaya kepemimpinan yang dikenal dengan teori X dan teori Y. Teori X

10
mengimplikasikan bahwa anggaran akan disusun oleh manajemen puncak (pengontrol atau
direktur perencanaan) dan dikenakan pada manajemen tingkat bawah. Gaya kepemimpinan
otoriter, anggaran dipandang sebagai alat pengendalian manajemen untuk memastikan kepatuhan
karyawan. Kelebihan teori X ini yaitu secara nyata mengkoordinasi dan pengendalian atas
aktivitas khususnya ketika tanggungjawab atas tugas tersebut tidak jelas. Kelebihan lain, gaya
kepemimpinan ini efisien dalam kasus perbedaan bahasa dan budaya. Namun kelemahannya,
tidak mendorong partisipasi dan dapat menimbulkan tekanan anggaran yang berlebihan,
kegelisahan dan rusaknya motivasi. Teori Y adalah gaya kepemimpinan demokratis, mendorong
keterlibatan dan partisipasi karyawan dalam penentuan tujuan dan pengambilan keputusan.
Kelebihannya yaitu, proses penyusunan anggaran lebih fleksibel dan memberikan peluang bagi
karyawan untuk terlibat dalam perancangan arah organisasi, mengekspresikan ide-ide mereka
dan memanfaatkan bakat mereka secara efektif. Namun kelemahannya adalah dibutuhkan waktu
yang lebih banyak untuk menyelesaikan anggaran karena komunikasi dan negoisasi bolak-balik
antar departemen.
Dalam praktik, agar dapat sukses manajer harus menyesuaikan perilakunya (perilaku direktif
atau suportif) dengan kondisi bawahannya (tingkat kecakapan dan komitmen bawahan). Table
berikut ini meringkas gaya kepemimpinan dan kesesuaiannya dengan perkembangan bawahan.

Tingkat Perkembangan Bawahan Gaya Kepemimpinan yang Sesuai


Kecakapan Rendah MENGARAHKAN
Komitmen Tinggi Struktur, kontrol dan pengawasan
Sedikit Kecakapan MELATIH
Komitmen Rendah Mengarahkan dan mendukung
Kecakapan Tinggi MENDUKUNG
Komitmen Bervariasi Memuji, mendengarkan dan memudahkan
Kecakapan Tinggi MENDELEGASIKAN
Komitmen Tinggi Menyerahkan tanggung jawab untuk
pembuatan keputusan sehari-hari

11
c. Stabilitas Lingkungan Organisasi
Lingkungan eksternal meliputi iklim politik dan ekonomi, ketersediaan pasokan, struktur
industry yang melayani organanisasi, hakikat persaingan dan lain-lain. Lingkungan yang stabil
mengenakan risiko yang terbatas dan memungkinkan proses penetapan tujuan menjadi
demokratis dan partisipatif. Lingkungan yang berubah dengan cepat menghasilkan situasi yang
beresiko tinggi. Untuk menghadapi perubahan semacam itu, keputusan harus dibuat dengan
cepat dan tegas, dalam kasus ini gaya kepemimpinan otoriter terbukti lebih efisien dibandingkan
dengan gaya kepemimpinan yang demokratis dan partisipatif.

2.6 KONSEKUENSI DISFUNSIONAL DARI PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN


Penyusunan anggaran dapat menimbulkan dampak psikologis langsung pada karyawan.
Berbagai fungsi anggaran seperti penetapan suatu tujuan, pengendalian dan mekanismen evaluasi
kinerja dapat memicu berbagai konsekuensi disfungsional seperti rasa tidak percaya, resistensi,
konflik internal, dan efek samping lain yang tidak diinginkan. Hal ini memiliki implikasi negatif
seperti kesalahan alokasi sumber daya dan bias dalam evaluasi kinerja bawahan terhadap unit
pertanggung jawaban mereka dan akan menimbulkan kesenjangan atau slack. Oleh karena itu
diperlukan adanya monitoring dan meningkatkan kualitas pengungkapan untuk mengurangi
dampak negatif dari penyusunan anggaran.
a. Rasa tidak percaya
Anggaran merupakan suatu sumber tekanan yang dapat menimbulkan rasa tidak percaya, rasa
permusuhan, dan mengarah pada penurunan kinerja. Alasan dari rasa tidak percaya ini
didasarkan pada keyakinan penyelia.
1. Anggaran cendrung terlalu menyederhanakan atau mendistorsi situasi rill dan gagal untuk
memungkinkan dimasukkannya variasi dalam faktor-faktor eksternal.
2. Anggaran mencerminkan variabel-variabel kualitatif, seperti pengetahuan mengenai tenaga
kerja, kualitas bahan baku dan efisiensi mesin secara tidak memadai.
3. Anggaran hanya mengkonfirmasi hal yang telah diketahui oleh penyelia.
4. Anggaran sering kali digunakan untuk memanipulasi penyelia sehingga ukuran kinerja yang
diindikasikan dicurigai.
5. Laporan anggaran menekankan pada hasil, bukan pada alasan
6. Laporan anggaran menggangu gaya kepemimpinan penyelia

12
7. Anggaran cenderung menekankan kegagalan
Contoh : Orang merasa pesimis, apakah mampu menjawab target yang diberikan
padanya.

b. Resistensi
Walaupun anggaran telah digunakan secara luas dan manfaatnya sangat didukung,
anggaran masih ditolak oleh banyak partisipan dalam suatu organisasi. Salah satu alasan utama
adalah anggaran menandai dan membawa perubahan sehingga merupakan suatu ancaman
terhadap status qou. Banyak orang menjadi terbiasa melakukan sesuatu dan memandang kejadian
dengan cara-cara tertentu, serta tidak tertarik untuk berubah.
Alasan lain dari resistensi anggaran adalah proses anggaran memerlukan waktu dan
perhatian yang besar. Manejer atau penyelia mungkin merasa terbebani dengan permintaan yang
ekstensif atas waktu dan tanggung jawab rutin mereka. Oleh karena itu mereka tidak ingin
terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Banyak dari alasan tersebut dapat diatasi dengan
mendidik manajer dan penyelia mengenai manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan
anggaran.
Contoh : Anggaran menimbulkan penolakan karena orang punya status quo masing-
masing, terbiasa dengan cara-cara lama dan dirugikan secara pribadi. Misal kenikmatan-
kenikmatan yang diperoleh karena memangku jabatan, kalau anggaran dipotong tentu saja akan
menimbulkan keterkejutan.

c. Konflik internal
Anggaran memerlukan interakasi antara orang-orang pada berbagai tingkatan organisasi yang
berbeda. Konflik internal dapat berkembang sebagai akibat dari interaksi ini, atau sebagai akibat
dari laporan kinerja yang membandingkan satu departemen dengan departemen lain. Gejala-
gejala umum dari konflik adalah ketidakmampuan mencapai kerja sama antar pribadi dan antar
kelompok selama proses penyusunan anggaran.
Konflik internal menciptakan suatu lingkungan kerja yang kompetitif dan bermusuhan.
Konflik internal menyebabkan orang berfokus pada kebutuhan departemannye sendiri secara
eksklusif dari pada kebutuhan organisasi secara total. Hal tersebut menimbulkan kebencian pada
manajemen dan anggaran. Oleh karena itu manajemen harus mengidentifikasikan dan

13
mendiagnosis penyebabnya. Kemudian tindakan untuk menghilangkan konflik internal dan
mengembalikan hubungan kerja yang harmonis dan produktif dapat dimulai.
Contoh : Adanya perbedaan anggaran pada departemen tertentu tanpa ada penjelasan kepada
departemen lain.

d. Budgetary Slack
Menurut Belkaoui (1989) slack atau senjangan adalah kecendrungan dari organisasi
atau individu untuk tidak mengoptimalkan sumber daya yang tersedia dan kecendrungan untuk
tidak melakukan efisiensi. Pada umumnya ada dua bentuk slack yaitu organizational slack dan
budgetary slack. Organizational slack mengacu pada kapasitas yang tidak digunakan sedangkan
budgetary slack adalah proses penganggaran yang ditemukan adanya distorsi secara sengaja
dengan menurunkan pendapatan yang dianggarkan dan meningkatkan biaya yang dianggarkan.
Seringkali perusahaan menggunakan anggaran sebagai satu-satunya pengukur kinerja
manajemen berdasarkan tercapai atau tidaknya target anggaran yang diberikan kepadanya.
Penekanan anggaran seperti ini dapat memungkinkan timbulnya slack.
Contoh : Departemen produksi merasa mampu mencapai kos per unit Rp 1.000, ia
mungkin akan menyodorkan anggaran kos per unit Rp1.200. Dengan demikian , setelah realisasi
seolah olah ia mampu melakukan efisiensi produksi (Rp 200/unit) padahal sesungguhnya
efisiensi tersebut semu.

e. Efek samping lain yang tidak diinginkan


Anggaran barangkali menghasilkan pengaruh lain yang tidak diinginkan. Salah satu
pengaruhnya adalah terbentuknya kelompok-kelompok informal yang kecil yang menentang
tujuan anggaran. Tujuan awal mereka adalah mengurangi ketegangan dari konflik internal seperti
menggeser tanggung jawab ke departemen lain, memertanyakan validitas data yang dianggarkan
dan melakukan lobi untuk menurunkan standar. Hal-hal tersebut bertentangan dengan tujuan
organisasi sehingga justru menimbulkan ketegangan.
Efek lain, anggaran sering kali dipandang sebagai alat tekanan manajerial. Orang-orang
merasakan tekanan ketika manajemen puncak berusaha memperbaiki efisiensi. Sedikit tekanan
memang diperlukan tetapi tekanan yang berlebihan dapat dihubungkan dengan frustasi, emosi
yang meningkat dan penyakit fisik yang ditimbulkan oleh stress.

14
Tekanan anggaran bagi para penyelia lebih bahaya karena mereka tidak mampu
melimpahkan tanggung jawab pada bawahannya, sehingga pada akhirnya mereka melakukan
tindakan disfungsional. Salah satunya mendistorsi proses pengukuran dengan memanipulasi data
atau membuat keputusan operasi yang meningkatkan kinerja tapi merugikan perusahan pada
jangka panjang.
Efek samping lainnya yang tidak diinginkan adalah penekanan yang berlebihan pada kinerja
departemental dan kurang menekankan pada kinerja organisasi secara keseluruhan. Anggaran
dapat menghambat inisiatif individual dan inovasi yang efektif biaya karena metode bisnis
dengan probabilitas keberhasilan yang diketahui lebih dipilih dibangingkan dengan metode baru
dengan peluang keberhasilan yang belum terbukti

15
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN DAN SARAN


Akuntansi sebagai sistem, akuntansi sebagai suatu ilmu, akuntansi sebagai suatu mitos,
akuntansi sebagai seni pencatatan, semakin lama semakin luas saja bidang cakupan akuntansi.
Asumsi bahwa akuntansi bisa mempengaruhi bidang apapun mulai terlihat nyata pada
perkembangannya di era globalisasi, di era layar yang kita hadapi sekarang.
Akuntansi semakin diperlukan oleh semua sektor dan semua bidang. Sebuah sunnatullah
yang diajarkan oleh Rasulullah S.A.W tentang pentingnya pengelolaan keuangan dengan
mengedepankan prinsip transparansi. Telah jauh sebelumnya di lukiskan di dalam Surah Al-
Baqarah ayat 282 tentang wajibnya mengedepankan transparansi dalam setiap transaksi dan
semakin jelas dengan pencatatan.
Akuntansi mulai menyentuh aspek keperilakuan yaitu pada individu manusia itu sendiri
menjadi tren positif di kalangan praktisi dan akademik di bidang akuntansi. Dengan hanya
melihat, mendengar, mengetahui informasi, bahkan memberi pendapat terhadap laporan
keuangan ternyata tidak dapat dipungkiri, juga dipengaruhi oleh faktor sosilologis dan psikologis
manusia. Bisa saja kondisi seorang individu sebelum menyatakan pendapatnya atas laporan
keuangan berubah. Karena menurut penulis sendiri faktor psikologis merupakan salah satu faktor
internal dan mempunyai andil penting ketika opini atau pendapat dikeluarkan terkait dengan
laporan keuangan.
Akuntansi merupakan suatu system untuk menghasilkan informasi keuangan yang
digunakan oleh para pemakainya dalam proses pengambilan keputusan bisnis. Tujuan informasi
tersebut adalah memberikan petunjuk dalam memilih tindakan yang paling baik untuk
mengalokasikan sumber daya yang langka pada aktifitas bisnis dan ekonomi. Namun, pemilihan
dan penetapan suatu keputusan bisnis juga melibatkan aspek-aspek keperilakuan dari para
pengambil keputusan. Dengan demikian, akuntansi tidak dapat dilepaskan dari aspek perilaku
manusia serta kebutuhan organisasi akan informasi yang dapat dihasilkan oleh akuntansi.
Akhirnya, akuntansi bukanlah suatu yang statis, tetapi akan selalu berkembang sepanjang waktu
seiring dengan perkembangan linkungan akuntansi, agar dapat memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh penggunanya.

16
Pihak pemakai laporan keuangan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu pemakai
internal (internal users) dan pemakai eksternal (external users). Sebagaimana dibahas
sebelumnya, pemakaian laporan keuangan oleh pihak internal dimaksudkan untk melakukan
serangkaian evaluasi kinerja. Sedangkan pihak eksternal, sama seperti pihak internal, tetapi
mereka lebih berfokus pada jumlah investasi yang mereka lakukan dalam orgnisasi tersebut.
Awal perkembangan riset akuntansi keperilakuan menekankan pada aspek akuntansi
manajemen khususnya penganggaran (budgeting), namun domain dalam hal ini terus
berkembang dan bergeser kearah akuntansi keuangan, system informasi akuntansi, dan audit.
Masalah-masalah etika yang dihadapi riset keperilakuan di antaranya adalah sebagai
berikut. Melakukan riset bukanlah hal yang mudah. Butuh tahapan-tahapan panjang hingga
akhirnya terwujudlah suatu hasil riset yang baik. Dan dalam penyusunannya pun juga tidak
sembarangan. Ada beberapa hal yang wajib untuk diperhatikan. Untuk itulah mengapa sebelum
melakukan riset, terlebih dahulu dimengerti tentang apa itu etika riset. Ini karena dalam
melakukan sebuah riset, banyak pihak yang terlibat dan etika riset digunakan sebagai pedoman
peneliti dalam bertindak terutama dengan orang lain yang notabene adalah subjek penelitian.
Selain itu, karena riset merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sebuah siklus keilmuan
dimana hal tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan dunia ilmu itu sendiri, tentunya
dalam perkembangan keilmuan tersebut, terdapat sebuah etika yang melandasi seorang peneliti
dalam melakukan riset. Hal ini telah memberikan sebuah penilaian mengenai pentingnya etika
dalam riset yang dapat dijadikan sebuah patokan sehingga penelitian tersebut benar-benar berada
dalam koridor siklus keilmuan.

17
3.2 DAFTAR PUSTAKA
Hidayati, Ataina, 2002, "Perkembangan Riset Akuntansi Keperilakuan Berbagai Teori
dan Pendekatan yang Melandasi," JAAI, Vol. 6 No.2, Desember.

Ikhsan, Arfan, dan Muhammad Ishak, 2005, "Akuntansi Keperilakuan," Salemba Empat.
http://www.slideshare.net/ratnasarinovi/pengantar-akuntansi- keprilakuanppt

18

You might also like