You are on page 1of 5

Indikasi

Kortikosteroid Topikal (KT) mempunyai kemampuan menekan inflamasi/peradangan


dengan cara menghambat fosfolipase A dan menekan IL-1. Sebagai obat imunosupresan,
kortikosteroid dapat menghambat kemotaksis neutrofil, menurunkan jumlah sel Langerhans dan
menekan pengeluaran sitokin, menekan reaksi alergi-imunologi, serta menekan
proliferasi/antimitotik. KT juga menyebabkan vasokonstriksi dan efek ini sejalan dengan daya
antiinflamasi.2,8,9

Beberapa jenis penyakit kulit yang responsive terhadap kortikosteroid dapat dilihat di
tabel 1.
Kortikosteroid

Kortikosteroid biasa disalah-digunakan sebagai pemutih kulit. Bahan ini dipercaya dapat
memutihkan kulit dengan menghambat produksi steroid endogen dan mengurangi level precursor
hormone. Precursor hormone yang dihambat adalah propiokortin. Propiokortin merupakan
precursor yang berfungsi menstimulasi melanosit dan beberapa hormone, ketika precursor ini
dihambat maka terjadi penghambatan pula pada beberapa hormone. Steroid topical juga bersifat
sitostatik pada epidermis. Ketika steroid digunakan dalam jangka panjang, hal ini dapat
mengurangi angka epidermal tumover, menghasilkan sel yang abnormal, dan mengurangi
pigmentasi melanosit pada jaringan. Mekanisme inilah yang digunakan untuk memutihkan.

Flukocinonide (topsyn gel), terdiri atas kombinasi betamethasone dipropionate dan


clobetasol propionate adalah jenis kortikosteroid topical yang terkuat yang banyak digunakan
pada krim pemutih. Ketika menggunakan produk tersebut, pada interval berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun, seseorang akan mengalami efek oklusif. Selain itu, kortikosteroid juga dapat
memicu cushings syndrome Mooning face, secara sistemik kortikosteroid juga dapat memicu
intoleran terhadap glukosa dan hipertensi.

EFEK SAMPING
Efek samping, baik lokal maupun sistemik, lebih sering terjadi pada bayi dan anak,
pada pemakaian KT jangka panjang, potensi kuat, dan pada pengolesan lesi yang luas.1,2

Efek Samping Lokal

Pemakaian KT jangka panjang atau potensi kuat menginduksi atrofi kulit, striae,
telangiektasi, purpura, hipopigmentasi, akneiformis, dermatitis perioral, hipertrikosis, dan
moonface (Tabel 5).1,2,4,8,9 Pada pemakaian KT tidak terkontrol dan jarang dilaporkan adalah
adiksi KT. Beberapa contoh adiksi KT, yaitu lesi eritematosa di wajah setelah peeling, kulit
skrotum tipis dan merah, vulvodynia, atrofi perianal, dan dermatitis atopik rekalsitrans. 16
Pemakaian KT jangka panjang di wajah dapat menyebabkan topical corticosteroids-induces
rosacea-like dermatitis (TCIRD) atau topical steroid-dependent face (TSDF).1,2,12 (Gambar 2-4)

Efek Samping Sistemik


KT berpotensi kuat dan sangat kuat dapat diabsorbsi dan menimbulkan efek sistemik, di
antaranya sindrom Cushing, supresi kelenjar hypothalamic-pituitary-adrenal, gangguan
metabolik, misalnya hiperglikemi, gangguan ginjal/elektrolit, contohnya hipertensi, edema
hipokalsemi.17 Pada umumnya efek samping tersebut bersifat reversibel, membaik setelah obat
dihenti kan, kecuali atrophic striae yang lebih sulit diatasi karena telah terjadi kerusakan sawar
kulit.1,2,9
Reaksi Hipersensitivitas
Dermatitis kontak akibat KT umumnya jarang terjadi. Prevalensi diperkirakan 0,2-6%,
umumnya lebih sering disebabkan oleh KT non-fluorinated. Perlu diperhatikan respons KT
kurang memuaskan bila terdapat infeksi yang tidak terdiagnosis. Dermatitis kronik sulit diatasi,
karena adanya fenomena adiksi terhadap KT.1,2,9 Perlu dibedakan antarareaksi hipersensitif
terhadap KT atau reaksi hipersensitif terhadap vehikulum atau bahan pengawet; pembuktian
dapat dengan uji tempel.1,2,9 Vehikulum yang berpotensi menyebabkan alergi di antara nya adalah
propilen glikol, sorbitan sesquoleate, lanolin, paraben, formaldehid, dan pewangi.2,9

Sindrom akibat kecanduan steroid


Kecanduan steroid merupakan gejala kronik yang ditimbulkan akibat pengaplikasian
yang rutin lebih dari 1 bulan periode poten dari sediaan glukokortikoid pada preparasi untuk
wajah, leher, skrotum, dan vulva. Jaringan yang terpapar akan menjadi addicted terhadap
kortikosteroid topical tersebut, akibatnya kortikosteroid topical akan menyebabkan withdrawing
dan gejala terbakar yang parah. Aplikasi steroid yang terus-menerus, menyebabkan vasodilatasi
rebound. Kemerahan yang permanen pada wajah, dengan kulit yang tipis dan kerutan pada kulit.
Kemerahan ini disebut Lhomme rouge dengan alasan yang masih belum diketahui pada
pemutih pria. Lebih dari itu, kerutan pada leher akan tampak seperti kulit ayam.

Beberapa pemutih mengklaim mereka mengembangkan mekanisme steroid kronik untuk


pengobatan jerawat dengan menginisiasi efek anti-inflamasi yang dimiliki steroid. Namun
penghentian tiba-tiba dari steroid topical malah meningkatkan angka papules dan pustules
selama waktu yang tidak dapat ditentukan fenomena rebound. Hal ini menyebabkan timbulnya
kesulitan pada pasien untuk menghentikan penggunaan steroid karena kulit wajah akan menjadi
kemerahan menetap, timbul jerawat papules dan pustules pada daerah hidung, dagu, pipi,
dibawah mata dan jerawat rosacea.

Daftar Pustaka

Johan, Reyshiani. 2015. Penggunaan Kortikosteroid Topikal yang Tepat. CDK-227/vol. 42. No.
4, th 2015. Cimahi : Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dustira.

Rab, dkk. 2012. Womens Health. Vol-5 no. 3 July-Sept 2012. Bangladesh : Square
Pharmacheuticals Ltd. Bangladesh.

You might also like