Professional Documents
Culture Documents
P a g e 1 | 60
3.3. FORAMINIFERA BESAR .............................................................................................. 52
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................ 59
4.1. KESIMPULAN ................................................................................................................ 59
4.2. KRITIK DAN SARAN .................................................................................................... 60
P a g e 2 | 60
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN RESMI MIKROPALENTOLOGI
OLEH
AGMAS JAYA
410015051
Yogyakarta
2017
P a g e 3 | 60
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan laporan praktuikum mikropalentologi ini dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana. Semoga laporan praktuikum mikropalentologi ini dapat di
pergunakan sebagai satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
pendidikan.
semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.
P a g e 4 | 60
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Mikropaleontologi cabang ilmu palenteologi yang khusus membahas semua
sisa-sisa organisme yang biasa disebut mikro fosil.yang dibahas antara laian adalah
mikrofosil, klasifikasi, morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya terhadap
stratigrafi
Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai
cangkang atau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan
melimpah sebagai fosil, setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang
foraminifera umumnya terdiri dari kamar-kamar yang tersusun sambung-menyambung
selama masa pertumbuhannya. Bahkan ada yang berbentuk paling sederhana, yaitu
berupa tabung yang terbuka atau berbentuk bola dengan satu lubang. Cangkang
foraminifera tersusun dari bahan organik, butiran pasir atau partikel-partikel lain yang
terekat menyatu oleh semen, atau kristal CaCO3 (kalsit atau aragonit) tergantung dari
spesiesnya. Foraminifera yang telah dewasa mempunyai ukuran berkisar dari 100
mikrometer sampai 20 sentimeter.
Kegunaan dari mempelajari mikropaleontologi sangat penting bagi geologist
karena merupakan sarana penting untuk mengetahui umur batuan dan lingkungan
pengendapan suatu daerah, dengan mempelejari mikropaleontologi merupakan aplikasi
untuk mengetahui keberadaan minyak dan gas saat diadakan eksplorasi migas.
P a g e 5 | 60
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Untuk mempelajari morfologi atau bentuk, sruktur mikro maupun komposisi kimia dan
mineral dari pada mikrofosil tersebut.
2. Untuk dapat membuat klasifikasi dan mengurut asal-usulnya dalam suatu sistematika
yang benar.
3. Untuk mempelajari hubungan antara mikrofosil tersebut dan peranannya dalam proses
sedimentasi batuan, paleogeografi, stratigrafi dan paleobiologi.
4. Untuk dapat menentukan lingkungan pengendapan dari mikrofosil dan umur batuan
yang mengandungnya.
5. Untuk dapat menentukan korelasi suatu wilayah.
1.3. METODE
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini adalah menggunakan metode
primer dan metode sekunder . metode primer ialah metode yang menggunakan data lpangan
secara langsung , sedangkan metode sekunder yaitu metode berdasarkan teori yang diambil
dari buku panduan praktikum, literature-literatur buku-buku lain yang berkaitan dengan
laporan ini serta pengambilan literature yang ada di internet.
P a g e 6 | 60
BAB II DASAR TEORI
2.1. MIKROPALENTOLOGI
P a g e 7 | 60
2.2. FORAMINIFERA
Foraminifera adalah protista bersel satu dengan kerang. Kerang mereka juga
disebut sebagai tes karena dalam beberapa bentuk protoplasma menutupi bagian luar
cangkang. Kerang umumnya dibagi ke dalam bilik yang ditambahkan selama
pertumbuhan, meskipun bentuknya paling sederhana adalah tabung terbuka atau bola
berongga. Bergantung pada spesies, cangkangnya bisa terbuat dari senyawa organik,
butiran pasir dan partikel lainnya disemen bersama, atau kalsit kristal.
P a g e 8 | 60
Foraminifera, atau disingkat foram, adalah grup besar protista amoeboid
dengan pseudopodia. Cangkang atau kerangka foraminifera merupakan petunjuk
dalam pencarian sumber daya minyak, gas alam dan mineral.
P a g e 9 | 60
acak yang dipilih berdasarkan berat jenis, bentuk atau ukuran tertentu; Beberapa bentuk
mengatur butir tertentu di bagian pengujian tertentu. Uji foraminifera yang
disekolahkan dibagi lagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu mikrogranular (yaitu
Fusulinina), porselen (mis. Miliolina) dan hyaline (yaitu Globigerinina). Bentuk
berdinding mikrogranular (umumnya ditemukan pada akhir Palaeozoik) terdiri dari
butiran subspherikal equidimensional kalsit kristal. Bentuk Porcelan memiliki dinding
yang terdiri dari veneer dalam dan luar tipis yang melapisi lapisan tengah tebal dari
lapisan kristal, yang imperforata dan terbuat dari kalsit magnesium tinggi. Foraminifera
hialin menambahkan lamella baru ke keseluruhan tes setiap kali ruangan baru
terbentuk; Berbagai jenis struktur dinding lamelar telah dikenali, dindingnya ditembus
oleh pori-pori halus dan karenanya disebut perforasi. Beberapa "keanehan" juga perlu
disebutkan, Subordo Spirillinina memiliki tes yang terbuat dari kristal kalsit tunggal
optik, Suborder Silicoloculinina sebagaimana namanya memiliki tes yang terdiri dari
silika. Kelompok lain (the Suborder Involutina) memiliki dua tes bilik yang terdiri dari
aragonite. Robertinina juga memiliki tes yang terdiri dari aragonit dan Suborder
Carterina diyakini mensekresikan spikula kalsit yang kemudian disemen dengan lemah
disatukan untuk membentuk pengujian.
Organisme ini meliputi bakteri, archaea, algae, protozoa dan hanyut atau hewan
mengambang yang mendiami, misalnya daerah pelagis lautan, laut, atau badan air
tawar. Intinya, plankton didefinisikan oleh ceruk ekologi mereka daripada klasifikasi
filogenetik atau taksonomi.
P a g e 10 | 60
1. Sebagai fosil petunjuk
2. Korelasi
3. Penentuan lingkungan pengendapan
P a g e 11 | 60
Foram plankton sangat peka terhadap kadar garam. Pada keadaan normal, ia
berkembangbiak dengan cepat, tetapi bila terjadi perubahan lingkungan ia akan
segera mati atau sedikit terpengaruhi perkembangannya. Namun demikian, ada juga
beberapa jenis yang tahan terhadap perubahan kadar garam, misalnya di Laut Merah
meskipun kadar garamnya tinggi, tetapi masih dijumpai Globigerina bulloides dan
Globigerinoides sacculifer.
P a g e 12 | 60
1. Susunan Kamar
a. Susunan kamar pada foraminifera plankton dapat dibagi :
1) Planispiral, sifat terputar pada satu bidang, semua kamar terlihat,
pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal sama. Contoh
: Hastigerina
2) Trocospiral, sifat terputar tidak pada satu bidang, tidak semua
kamar terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal
tidak sama. Contoh : Globigerina
3) Streptospiral, Sifat mula-mula trochospiral, kemudian
planispiral sehingga menutupi sebagian atau seluruh kamar-
kamar sebelumnya. Contoh : Pulleniatin
2. Aperture
P a g e 13 | 60
3) Primary Aperture Interimarginal Equatorial, adalah aperture utama
interiomarginal yang terletak pada daerah equator, dengan ciri-ciri
dari samping kelihatan simetri dan hanya dijumpai pada susunan
kamar planispiral. Equator merupakan batas putaran akhir dengan
putaran sebelum peri-peri. Contoh : Hastigerina
b. Secondary Aperture / Supplementary Aperture
Merupakan lubang lain dari aperture utama dan lebih kecil atau
lubang tambahan dari aperture utama. Contoh : Globigerinoides
c. Accessory Aperture
Merupakan aperture sekunder yang terletak pada struktur
accessory atau aperture tambahan. Contoh : Catapsydrax
P a g e 14 | 60
2.4.1. MORFOLOGI FORAMINIFERA BENTHONIK
P a g e 15 | 60
P a g e 16 | 60
P a g e 17 | 60
P a g e 18 | 60
P a g e 19 | 60
P a g e 20 | 60
P a g e 21 | 60
P a g e 22 | 60
P a g e 23 | 60
P a g e 24 | 60
P a g e 25 | 60
2.5. FORAMINIFERA BESAR
P a g e 26 | 60
yang kecil dan pengumpulan atau cara mendapatkannya relatif mudah meskipun dari
sumur minyak yang dalam.
Fosil foraminifera benthonik sering dipakai untuk penentuan lingkungan pengendapan,
sedangkan fosil foram benthonik besar dipakai untuk penentuan umur. Fosil benthonik
ini sangat berharga untuk penentuan lingkungan purba. Selain itu, karena foram besar
tersebut hidup di dasar laut baik itu secara merayap ataupun merambat, sehingga foram
besar tersebut sangat cocok untuk mencocokkan lingkungan hidupnya dengan suatu
faktor kedalaman yang lebih dikenal dengan nama zona bathymetri.
Ordo foraminifera ini memiliki bentuk yang lebih besar di bandingkan dengan yang
lainnya. Sebagian besar hidup di dasar laut dengan kaki semu dan tipe Letuculose, juga
ada yang hidup di air tawar, seperti family Allogromidae.
Memiliki satu kamar atau lebih yang dipisahkan oleh sekat atau septa yang disebut
suture. Aperture terletak pada permukaan septum kamar terakhir. Hiasan pada
permukaan test ikut menentukan perbedaan tiap-tiap jenis. Foraminifera besar
benthonik baik digunakan untuk penentu umur. Pengamatan dilakukan dengan
mengunakan sayatan tipis vertikal, horisontal, atau, miring di bawah miroskop.
Pemberiam sitematik foraminifera benthonik besar yang umum (A. Chusman1927).
P a g e 27 | 60
Denteroconch sama besar dengan protococh Isolepidina atau sebagai Lepidocyclina
ss.
Deuteroconch lebih besar dari protoconch dan menutupi sebagian Nephrolepidina.
Deuteroconchbesar sehingga melingkupi seluruh protoconch Eulepidina dan
trybliolepidina. Trilocular, terdiri dari 3 nucleuconch Orbitoides Quadrilocular, terdiri
dari 4 nucleoconch Orbitoides 2. Kamar nepionik/pery-embryonic chamber Merupakan
kamar-kamar yang mengelilingi kamar embrionik, terletak antara kamar embrionik dan
kamar-kamar post nepionik. Berdasarkan letak dasusunan kamar nepionik dapat
digunakan untuk klasifikasi golongan Ortoididae (Tan Sin Hok, 1932)
4. Kamar lateral
Merupakan rongga-rongga yang letaknya teratur, terletak di atas dan di
bawah lapisan tengah (median layer). Pada genus Lepidocyclina, kamar lateral
ini dapat terbentuk lensa, menyudut atau membulat.
Masalah-masalah Geologi yang menghubungkan dengan umur suatu
batuan sampai sekarang masih mempergunakan foraminifera bentonik di samping
juga mengunakan metode-metode lain yang lebih teruji dan lebih tepat. Penentuan
kisaran umur dengan mengunakan foraminifera bentonik, dilakukan degan
langkah - langkah sebagai berikut :
Menganalisa fosil foraminifera bentonik dari suatu batuan sampai ke tingkat
spesiesnya.
Mempergunakan acuan Blow (1969) dalam penetuan kisaran umum dari fosil
foram benton yang telah diamati dan dianalisa.
P a g e 28 | 60
Menetukan kisaran umur fosil foram benton yang muncul akhir dan umur
yang punah awal.
a) Cara ini biasanya pada batuan endapan. Fosil adalah sisa sisa binatang atau
tumbuhan purba yang sudah membatu. Dasar pemikirannya: evolusi. Pada
endapan yang terletak dibawah mempunyai fosil yang berbeda dengan endapan
yang terletak di atas. Dari fosil fosil ersebut dapat diketahui evolusi dari
binatang maupun tumbuhan. Banyak binatang / tumbuhan yang baru muncul.
Dengan mengetahui evolusi binatang / tumbuhan tersebut dapat diketahui
endapan yang tua dan yang lebih muda. Tetapi umur yang didapat hanyalah
umur kisaran (nisbi).
P a g e 29 | 60
1. Foraminifera Kecil Planktonik: disamping jumlah genus sedikit,
planktonik sangat peka terhadap perubahan kadar garam, hal ini
menyebabkan hidup suatu spesies mempunyai kisaran umur yang pendek
sehingga baik untuk penciri umur suatu lapisan batuan. Biozonasi
foraminifera planktonik yang populer dan sering digunakan diIndonesia
adalah Zonasi Blow ( 1969 ), Bolli ( 1966 ) dan Postuma (1971).
2. Foraminifera Besar Bentonik : Dipakai sebagai penentu umur relatif
karenaumumnya mempunyai umur pendek sehingga sangat baik sebagai
fosil penunjuk.
Umur
Oligosen
kuarter
Pliosen
Miosen
Glt. Pseudomenardi
Gld. ruber
Glt. acostoensis
Glt. Multicamerata
Glt.Miocanica Palmer
Orb. Bilobita
Glt. Obesa
P a g e 30 | 60
Penentuan Umur Batuan Foraminifera Plantonik. Terdiri dari dua metode yaitu:
1. Penentuan umur absolute Umumnya di lakukan dengan menghitung waktu
paruh dari unsur-unsur radioaktif yang terkandung dalam batuan tersebut.
2. Penentuan umur relatif adalah membandingkan umur batuan tersebut
dengan batuan lain yang sudah di ketahui atau menpunyai hubungan posisi
stratigrafi yang jelas. Salah satu cara penenutan umur relatif ini.
Umur Oligosen
kuarter
Pliosen
Miosen
Glt. Pseudomenardi
Gld. ruber
Glt. acostoensis
Glt. Multicamerata
Glt.Miocanica Palmer
Orb. Bilobita
Glt. Obesa
P a g e 31 | 60
yang mereka lakukan. Penelitian foraminifera menghasilkan banyak bionesa
foraminifera yang di pakai sebagai acuan dalam analisisnya. Beberapa
biozonasi foraminifera yang digunakan dan di kenal di indonesia sebagai
berikut :
Hal ini terlihat dari nilai Z yang lebih besar yaitu 1,58-2,01 untuk
foraminifera plangtonik dan 5,26-5,75 pada foraminifera besar (Z score adalah
perbandingan tengang waktu tersier dalam juta tahun di bagi dengan jumlah
biozona yang menyusunnya). Seluruh biozonasi planktonik mengunakan datum
pemunculan awal dan akhir spesies tertentu untuk manbatasi masing-masing
zonanya. Prinsip zona selang banyak di gunakan dalam penarikan batas-batas
zona setiap boizonasi. boizonasi foraminifera kecil (benthos), selain digunakan
untuk penentuan lingkungan purba, beberapa spesies foraminifera kecil (bentonik)
dapat di gunakan untuk penentuan umur.
Penentuan lingkungan pengendapan Foraminifera Benthonik Fosil
foraminifera benthonik sering dipakai untuk penentuan lingkungan pengendapan,
sedangkan fosil foram benthonik besar dipakai untuk penentuan umur. Fosil
benthonik ini sangat berharga untuk penentuan lingkungan purba. Foraminifera
yang dapat dipakai sebagai lingkungan laut secara umum adalah
1. Pada kedalaman 05 m, dengan temperatur 0-27 derajat celcius, banyak
dijumpai genus-genus Elphidium, Potalia, Quingueloculina, Eggerella,
Ammobaculites dan bentuk-bentuk lain yang dinding cangkangnya dibuat dari
pasiran.
2. Pada kedalaman 1590 m (3-16C), dijumpai genus Cilicides, Proteonina,
Ephidium, Cuttulina, Bulimina, Quingueloculina dan Triloculina.
3. Pada kedalaman 90300 m (9-1300C), dijumpai genus Gandryna, Robulus,
Nonion, Virgulina, Cyroidina, Discorbis, Eponides dan Textularia.
4. Pada kedalaman 301000 m (5-8 C), dijumpai Listellera, Bulimina, Nonion,
Angulogerina, Uvigerina, Bolivina dan Valvulina
Lingkungan pengendapan yang dapat kita tari dari tabel penarikan kedalaman
pada endapan laut, seperti yang di tunjukkan pada tabel 7.
P a g e 32 | 60
Table 7. lingkungan pengendapan
(Sumber: http/www.geolab.unc.edu)
Ratio = 1213
X 100%
1213 + 47
Berdasarkan Cimsdde dan Mark Heaven (1955) dalam memakai rumus perhitungan
ratio. Menghasilkan hasil mencapai 0,9627 atau 96,27% maka dari itu dapat
mengambil kesimpulan bahwa linkungan pengendapannya adalah 1200 2000 meter
yang menunjukan pada Zona Batial (laut dalam).
P a g e 33 | 60
2.6.2. PENENTUAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN
P a g e 34 | 60
Fosil foraminifera benthonik sering dipakai untuk penentuan lingkungan
pengendapan, sedangkan fosil foram benthonik besar dipakai untuk penentuan umur.
Fosil benthonik ini sangat berharga untuk penentuan lingkungan purba. Foraminifera
yang dapat dipakai sebagai lingkungan laut secara umum adalah :
1. Pada kedalaman 0 5 m, dengan temperatur 0-27 derajat celcius, banyak
dijumpai genus-genus Elphidium, Potalia, Quingueloculina, Eggerella,
Ammobaculites dan bentuk-bentuk lain yang dinding cangkangnya dibuat
dari pasiran.
2. Pada kedalaman 15 90 m (3-16 C), dijumpai genus Cilicides, Proteonina,
Ephidium, Cuttulina, Bulimina, Quingueloculina dan Triloculina.
3. Pada kedalaman 90 300 m (9-13oC), dijumpai genus Gandryna, Robulus,
Nonion, Virgulina, Cyroidina, Discorbis, Eponides dan Textularia.
4. Pada kedalaman 300 1000 m (5-8 C), dijumpai Listellera, Bulimina,
Nonion, Angulogerina, Uvigerina, Bolivina dan Valvulina
Faktor fisika meliputi kadar garam, kecepatan arus, kedalaman air, kecepatan
angin dan sebagainya. Faktor kimia meliputi kadar garam, keasaman, kebasaan air serta
komposisi kimiu batuan. Sedangkan yang dipelajari dalam praktikum ini adalah. faktor
biologi yang mempelajari kehidupan organisme masa lampau berdasarkan Iingkungan
hidupnya.
Metode yang dipakai untuk menentukan lingkungan pengendapan tersebut
adalah:
1. Menggunakan Ratio Plankton / Bentos
2. Menggunakan Foraminifera Kecil Bentonik
Penentuan Lingkungan Pengendapan dengan Rasio Plankton/ Bentos
P a g e 35 | 60
Tabel. Kedalaman dari Grimsdale dan Mark Hoven (1950)
1 - 10 0 70
10 20 0 70
20 30 60 120
30 40 100 600
40 50 100 600
50 60 550 700
60 70 680 825
70 80 700 1100
80 90 900 1200
90 100 1200 2000
P a g e 36 | 60
BAB III PEMBAHASAN
3.1. FORAMINIFERA PLANGTONIK
a. Genus Orbulina
Ciri khas dari genus ini adalah adanya aperture small opening. Aperture
ini adalah akibat dari terselubungnya seluruh kamar sebelumnya oleh kamar
terakhir. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini (dapat dilihat pada
gambar 14) :
1) Orbulina universa
P a g e 37 | 60
2) Orbulina bilobata
3) Orbulina suturalis
b. Genus Globigerina
1) Globigerina nephentes
Ciri khas : aperturenya melengkung semi bulat dengan pinggiran melipat
ke atas.
2) Globigerina praebulloides
Ciri khas : kamar menggembung, suture pada bagian spiral radial
sehingga sangat melengkung, tertekan, pada bagian umbilical radial,
tertekan, umbilicusnya dalam.
P a g e 38 | 60
3) Globigerina seminulina
Ciri khas : kamar spherical satu yang terakhir elongate, umbilicus kecil
hingga sangat lebar, sangat dalam. Aperture berbentuk elongate atau
melengkung rendah, interiomarginal umbilical dibatasi oleh
lengkungan.
4) Globigerina tripartite
Ciri khas : tiga kamar pada putaran terakhir bertambah besar ukurannya.
Umbilicusnya sempit dan triangular.
c. Genus Globigerinoides
P a g e 39 | 60
1) Globigerinoides trilobus
Ciri khas : tiga kamar pada putaran terakhir membesar sangat cepat.
Umbilicusnya sangat sempit. Aperture primernya interiomarginal
umbilical, melengkung lemah sampai sedang dibatasi oleh rim, pada
kamar terakhir terdapat aperture sekunder.
2) Globigerinoides conglobatus
Ciri khas : kamar awalnya subspherical, tiga kamar terakhir bertambah
secara perlahan. Umbilicus sempit, tertutup dan dalam. Aperture primer
interiomarginal umbilical, umbilical panjang, melengkung dibatasi oleh sebuah
lengkungan, serta terdapat aperture sekunder.
3) Globigerina extremus
Ciri khas : empat kamar terakhir bertambah besar, suture melengkung,
blique pada spiral-spiral dan pada bagian umbilicusnya tertekan,
P a g e 40 | 60
umbilicusnya sempit, dalam. Semua kamar pada putaran terakhir yang
tertekan, oblique lateral. Terdapat hiasan berupa tooth pada aperturenya.
4) Globigerinoides fistulosus
Mempunyai kamar spherical, kamar terakhir bergerigi pada peri-peri,
suture pada bagian spiral melengkung tertekan, umbilicusnya sangat
lebar. Aperture primer interiomarginal umbilical, lebar, terbuka dengan
adanya sebuah lip. Terdapat aperture sekunder pada kamar awalnya.
5) Globigerinoides immaturus
Tiga kamar terakhir bertambah besar tidak begitu cepat. Umbilicus
sempit. Aperture primer interiomarginal umbilical dengan lengkungan
yang rendah sampai sedang, dibatasi oleh sebuah rim. Terdapat
aperture sekunder pada kamar terakhir.
P a g e 41 | 60
6) Globigerinoides obliquus
Satu kamar terakhir berbentuk oblique. Aperture primer
interiomarginal umbilical, sangat melengkung yang dibatasi oleh
sebuah rim. Sebagian kecil dari kamar terakhir memperlihatkan
sebuah aperture sekunder yang berseberangan dengan aperture primer.
7) Globigerinoides primordius
Ciri khasnya hampir sama dengan Globigerina praebulloides tetapi
mempunyai aperture sekunder pada sisi dorsal.
8) Globigerinoides ruber
Perputaran kamarnya terlihat mulai dari samping. Aperture
interiomarginal umbilical, dengan lengkungan sedang yang terbuka dibatasi
oleh sebuah rim. Pada sisi dorsal terdapat aperture sekunder.
P a g e 42 | 60
d. Genus Globoquadrina
1) Globoquadrina dehiscens
Kamar subglobular menjadi semakin melingkupi pada saat dewasa.
Tiga kamar terakhir bertambah ukurannya secara cepat. Pada kenampakan
samping sisi dorsal terlihat datar. Spesies ini banyak ditemukan di daerah laut
sedang yang memiliki kedalaman dari 200- 350 meter di bawah permukaan
air laut dengan cara hidup melayang layang di laut dan terfosilkan di dasar
laut.
2) Globoquadrina altispira
Empat kamar terakhir bertambah ukurannya secara sedang, umbilicus
sangat lebar, dalam, aperture interiomarginal sangat lebar terlihat elongate
pada bagian atas, terdapat flap.
P a g e 43 | 60
e. Genus Sphaeroidinella
1) Sphaeroidinella dehiscens
f. Genus Sphaeroidinellopsis
g. Genus Pulleniatina
P a g e 44 | 60
mungkin karena kebanyakan sudah hancur karna memiliki test atau
cangkang yang kurang kuat Spesies yang termasuk dalam genus ini:
1) Pulleniatina obliqueloculata
h. Genus Catapsydrax
1) Catapsydrax dissimillis
P a g e 45 | 60
3.1.2. FAMILY Globorotalidae
1) Subgenus Globorotalia
a) Globorotalia tumida
P a g e 46 | 60
b) Globorotalia plesiotumida
Test trochospiral sangat rendah, biconvex, tertekan, peri-peri
equatorial globulate, keel tipis. Suture pada bagian spiral melengkung
satu pada bagian yang terakhir subradial, pada sisi distalnya
melengkung sangat kuat. Umbilical sempit dan tertutup dalam, aperture
interiomarginal umbilical extra umbilical melengkung lemah dibatasi
oleh lip yang tipis.
2) Subgenus Turborotalia
Mencakup seluruh Globorotalia yang tisak mempunyai keel. Untuk
penulisannya diberi kode sebagai berikut: Globorotalia (T) Beberapa
spesies yang termasuk subgenus ini:
c) Globorotalia siakensis
Susunan kamar trochospiral lemah, peri-peri equatorial globulate,
kamar tidak rata, subglobular, kamar 5-6 terakhir membesar tidak
teratur. Pada kedua sisi suturenya radial, tertekan, umbilical agak
lebar sampai agak sempit, dalam. Aperture interiomarginal
umbilical extra umbilical, agak rendah, terbuka, melengkung,
dibatasi oleh bibir atau rim.
P a g e 47 | 60
3.1.3. FAMILY Hantkenidae
a. Genus Hantkenina
b. Genus Cribohantkenina
P a g e 48 | 60
c. Genus Hastigerina
P a g e 49 | 60
3.2. FORAMINIFERA BENTHONIK
Jumlah spesies foraminfera bentonik sangat besar. Golongan ini mempunyai arti
penting, terutama dalam penentuan lingkungan pengendapan. Golongan ini sangat
peka terhadap perubahan lingkungan, sehingga bagus untuk analisa lingkungan
pengendapan.
Amphistegina lebih memilih air hangat dan dangkal (kurang dari 30 m) dan
terutama mendiami dasar laut antara garis pantai dan terumbu karang. Juga, tes ini
cukup sulit dibandingkan dengan banyak tes foram lain yang lebih rapuh yang
memungkinkan mereka bertahan dalam air gelisah gelombang.
Cangkang relatif besar , lebih dari 10 kamar pada setiap putaran, aperture tipis
(slit) permukaan cangkang tidak beraturan, cangkang trochospiral, dinding cangkang
berpori.
P a g e 50 | 60
3.2.3. GENUS Bathysiphon
P a g e 51 | 60
3.2.5. GENUS Nodogerina
1. Genus Numulites
Ahli mikropalaeontologi berkepentingan dengan cangkang foraminifera
yang telah ditinggalkan dan klasifikasi spesies fosil yang dihasilkan
sepenuhnya berdasarkan morfologi cangkang keras (uji). Dalam kasus semua
foraminifera 'lebih besar', ini melibatkan studi terperinci tentang pengaturan
P a g e 52 | 60
ruang internal, terutama dari ruang awal dan dilakukan dengan cara membelah,
atau dengan membuat bagian spesimen wafer tipis (lihat gambar 3). Lebih
umum lagi, batuan induknya sendiri tipis untuk mengungkapkan fosil di
dalamnya.
2. Genus Discocyclina
P a g e 53 | 60
Gambar III.16 Genus Discocyclina
Kenampakan luar merupakan lensa, kadang bengkoko menyerupai lenssa,
kadang bengkok menyerupai pelana, kelilingnya bulat dengan/tampa tonggak-
onggak.
3. Genus Asslina
4. Famili Orbitoidea
Merupakan kelompok Lepidorbitoides, Orbitocyclina, dan Lepidocyclina.
Ciri Fisik:
- test besar, lenticular/discoidal, biconcave.
P a g e 54 | 60
- berkamar banyak, dihubungkan dengan stolon (pori- pori berbentuk
tabung).
- dinding lateralnya mempunyai pori-pori dan tebal, dimana terdapat kamar-
kamar lateral dan pilar-pilar.
5. Famili Camerinidea
Subfamili Camerininae
Merupakan kelompok dari Nummulites, Pellatispira, Operculina,
Operculinoides, dan Assilina. Bentuk test umumnya besar, lenticular, discoidal,
planispiral dan bilateral simetris. Test tersusun oleh zat-zat gampingan.
P a g e 55 | 60
Subfamili Heterostegininae
Merupakan kelompok dari Heterostegina, Spiroclypeus, dan Cycloclypeus.
Bentuk test umumnya lenticular, discoidal, planispiral. Dinding licin, kadang-
kadang granulated. Genus tertentu tidak mempunyai kamar-kamar lateral.
6. Famili Miogypsinidae
Kelompok dari Miogypsina dan Miogypsinoides. Bentuk test pipih, segitiga atau
asimetris. Kamar embrionik terletak dipinggir atau dipuncak, dengan protoconch
dan deutroconch yang hampir sama besar. Memiliki pilar-pilar yang jelas.
P a g e 56 | 60
7. Famili Discocyclinidae
Merupakan kelompok dari Discocyclina. Golongan ini dicirikan dengan bentuk test
discoid atau lenticular. Pada jenis yang megalosfer kamar embrionik biasanya
biloculer terdiri atas protoconch dan deutroconch. Sedangkan pada jenis mikrosfeer
kamar embrionik terputar secara planispiral. Pada kamar-kamar lateral dibatasi
oleh septa-septa.
7. Famili Fusulinidae
P a g e 57 | 60
Golongan ini umumnya sudah punah, muncul pada Paleozoik Atas dan Mesozoik.
Golongan ini dicirikan dengan bentuk putaran yang fusiform.
P a g e 58 | 60
BAB IV PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
P a g e 59 | 60
4.2. KRITIK DAN SARAN
1. Waktu pendeskripsi fosil bisa diperpanjang lagi agar deskripsi fosil dapat
maksimal.
2. Alat alat laboratorium terutama untuk mikroskop seharusnya memakai
mikroskop yang standar agar proses deskripsi lebih mudah.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ucl.ac.uk/GeolSci/micropal/foram.html
http://www.marine.usf.edu/reefslab/foramcd/html_files/titlepage.htm
https://id.wikipedia.org/wiki/Foraminifera
https://en.wikipedia.org/wiki/Plankton
Sanjoto Siwi, Defri H, Sri P.K., 2005, Buku Petunjuk Praktikum Mikropaleontologi, ISTA
Yogyakarta
Katili, Dr.J & Marks, Dr.P .Geologi.Jakarta :Departement Urusan Research Nasional
http://www.lemigas.esdm.go.id
http://www.paleontology.com
http://www.radiolaria.org/
http://www.micropaleontology.com
P a g e 60 | 60