You are on page 1of 60

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................................. 3


KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 4
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 5
1.1. LATAR BELAKANG .................................................................................................. 5
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN ........................................................................................... 6
1.3. METODE ...................................................................................................................... 6
BAB II DASAR TEORI ........................................................................................................... 7
2.1. MIKROPALENTOLOGI .................................................................................................. 7
2.2. FORAMINIFERA.............................................................................................................. 8
2.3. FORAMINIFERA PLANKTONIK ................................................................................. 10
2.3.1. MORFOLOGI FORAMINIFERA PALANKTONIK .................................................. 12
2.4. FORAMINIFERA BENTHONIK ................................................................................... 14
2.4.1. MORFOLOGI FORAMINIFERA BENTHONIK ........................................................ 15
2.5. FORAMINIFERA BESAR .............................................................................................. 26
2.5.1. MORFOLOGI FORAMINIFERA BESAR .................................................................. 27
2.6. APLIKASI MIKROPALENTOLOGI ............................................................................. 29
2.6.1 PENENTUAN UMUR................................................................................................... 29
2.6.2. PENENTUAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN .................................................... 34
BAB III PEMBAHASAN ....................................................................................................... 37
3.1. FORAMINIFERA PLANGTONIK ................................................................................. 37
3.1.1. FAMILY Globigerinidae .............................................................................................. 37
3.1.2. FAMILY Globorotalidae.............................................................................................. 46
3.1.3. FAMILY Hantkenidae .................................................................................................. 48
3.1.4. LAMPIRAN FORM PRAKTIKUM .................................Error! Bookmark not defined.
3.2. FORAMINIFERA BENTHONIK ................................................................................... 50
3.2.1. GENUS Dentalina ........................................................................................................ 50
3.2.2. GENUS Amphistegina .................................................................................................. 50
3.2.3. GENUS Bathysiphon .................................................................................................... 51
3.2.4. GENUS Bolivina ......................................................................................................... 51
3.2.5. GENUS Nodogerina ...................................................................................................... 52

P a g e 1 | 60
3.3. FORAMINIFERA BESAR .............................................................................................. 52
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................ 59
4.1. KESIMPULAN ................................................................................................................ 59
4.2. KRITIK DAN SARAN .................................................................................................... 60

P a g e 2 | 60
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN RESMI MIKROPALENTOLOGI

OLEH

AGMAS JAYA
410015051

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mengikuti Responsi Praktikum Mikropalnetologi


2017 Jurusan Teknik Geologi
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

Yogyakarta , 08 Juni 2017


DisahKan Oleh :

Asisten Praktikum Mikropalentologi

Jurusan Teknik Geologi

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional

Yogyakarta

2017

P a g e 3 | 60
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan laporan praktuikum mikropalentologi ini dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana. Semoga laporan praktuikum mikropalentologi ini dapat di
pergunakan sebagai satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
pendidikan.

laporan praktuikum mikropalentologi disusun sebaga syarat untuk bisa


menghadiri responsi praktikum mikropalentologi. dengan laporan ini juga dapat di buat
untuk bahan pembelajaran atau pelengkap buku paduan praktikum mikropalentologi.

Dalam laporan ini menjelaskan mikropalentologi adalah ilmu yang mepelajari


jenis-jenis fosil antara lain fosil planktonic, fosil bentonik, fosil foraminifera, dan lain-
lain..Yang menjelaskan deskripsi sifat sifat dan macam macam mikrofosil tersebut
secara rinci. Tetapi saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang saya harapkan. untuk itu, saya
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

P a g e 4 | 60
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Mikropaleontologi cabang ilmu palenteologi yang khusus membahas semua
sisa-sisa organisme yang biasa disebut mikro fosil.yang dibahas antara laian adalah
mikrofosil, klasifikasi, morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya terhadap
stratigrafi
Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai
cangkang atau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan
melimpah sebagai fosil, setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang
foraminifera umumnya terdiri dari kamar-kamar yang tersusun sambung-menyambung
selama masa pertumbuhannya. Bahkan ada yang berbentuk paling sederhana, yaitu
berupa tabung yang terbuka atau berbentuk bola dengan satu lubang. Cangkang
foraminifera tersusun dari bahan organik, butiran pasir atau partikel-partikel lain yang
terekat menyatu oleh semen, atau kristal CaCO3 (kalsit atau aragonit) tergantung dari
spesiesnya. Foraminifera yang telah dewasa mempunyai ukuran berkisar dari 100
mikrometer sampai 20 sentimeter.
Kegunaan dari mempelajari mikropaleontologi sangat penting bagi geologist
karena merupakan sarana penting untuk mengetahui umur batuan dan lingkungan
pengendapan suatu daerah, dengan mempelejari mikropaleontologi merupakan aplikasi
untuk mengetahui keberadaan minyak dan gas saat diadakan eksplorasi migas.

P a g e 5 | 60
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Mkasud praktikum mikropalentologi adalah untuk mengenali berbagai macam fosil


mikro terutama dari golongan foraminfera yang umumnya banyak dijumpai.

Adapun tujuan di adakan praktikum mikropalenontologi ini adalah :

1. Untuk mempelajari morfologi atau bentuk, sruktur mikro maupun komposisi kimia dan
mineral dari pada mikrofosil tersebut.
2. Untuk dapat membuat klasifikasi dan mengurut asal-usulnya dalam suatu sistematika
yang benar.
3. Untuk mempelajari hubungan antara mikrofosil tersebut dan peranannya dalam proses
sedimentasi batuan, paleogeografi, stratigrafi dan paleobiologi.
4. Untuk dapat menentukan lingkungan pengendapan dari mikrofosil dan umur batuan
yang mengandungnya.
5. Untuk dapat menentukan korelasi suatu wilayah.

1.3. METODE

Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini adalah menggunakan metode
primer dan metode sekunder . metode primer ialah metode yang menggunakan data lpangan
secara langsung , sedangkan metode sekunder yaitu metode berdasarkan teori yang diambil
dari buku panduan praktikum, literature-literatur buku-buku lain yang berkaitan dengan
laporan ini serta pengambilan literature yang ada di internet.

P a g e 6 | 60
BAB II DASAR TEORI
2.1. MIKROPALENTOLOGI

Fosil yang terdapat di alam mempunyai ukuran yang berbeda-beda,


sehingga penelitiannya dilakukan dengan cara yang berbeda pula. Ada penelitian fosil
yang dilakukan secara megaskopis, artinya dilakukan dengan mata bugil/dengan loupe
(kaca pembesar). Disamping itu, ada juga cara penelitian secara mikroskopis, artinya
penelitian dilakukan dengan menggunakan alat mikroskop.
Mikropaleontologi merupakan studi yang secara khusus mempelajari sisa-sisa
oraganisme yang terawetkan di alam dengan menggunakan mikroskop. Organisme
yang terawetkan tersebut dinamakan fosil mikro karena berukuran sangat kecil.
Sebagai contoh fosil mikro adalah fosil-fosil dari organisme golongan foraminifera.
Golongan ini umumnya mempunyai ukuran yang kecil, sehingga untuk mengadakan
penelitian harus menggunakan mikroskop. Umumnya fosil mikro berukuran lebih kecil
dari 0,5 mm, tetapi ada pula yangg mencapai 19 mm (Genus Fusulina).
Fosil-fosil mikro antara lain dari : Calcareous Nannofosil, Conodonts,
Diatoms, Foraminifera, Ostracoda dan Radiolaria.
Mikrolitologi merupakan studi mikroskop yang membahas tentang batuan
sedimen, antara lain warna, tekstur, struktur, pemilahan, fragmen, serta sementasi dari
sedimen. Alatnya berupa mikroskop Binokuler. Mikrostratigrafi merupakan gabungan
ilmu mikropaleontologi dengan mikrolitologi, khususnya digunakan dalam korelasi.

P a g e 7 | 60
2.2. FORAMINIFERA

Foraminifera adalah protista bersel satu dengan kerang. Kerang mereka juga
disebut sebagai tes karena dalam beberapa bentuk protoplasma menutupi bagian luar
cangkang. Kerang umumnya dibagi ke dalam bilik yang ditambahkan selama
pertumbuhan, meskipun bentuknya paling sederhana adalah tabung terbuka atau bola
berongga. Bergantung pada spesies, cangkangnya bisa terbuat dari senyawa organik,
butiran pasir dan partikel lainnya disemen bersama, atau kalsit kristal.

P a g e 8 | 60
Foraminifera, atau disingkat foram, adalah grup besar protista amoeboid
dengan pseudopodia. Cangkang atau kerangka foraminifera merupakan petunjuk
dalam pencarian sumber daya minyak, gas alam dan mineral.

Foraminifera diklasifikasikan terutama pada komposisi dan morfologi


pengujian. Tiga komposisi dinding dasar dikenali, organik (mukopolisakarida protinata
yaitu allogromina), diaglobal dan disekresi kalsium karbonat (atau lebih jarang silika).
Bentuk agglutinated, yaitu Textulariina, dapat terdiri dari butiran atau butiran
akumulasi secara acak yang dipilih berdasarkan berat jenis, bentuk atau ukuran
tertentu; Beberapa bentuk mengatur butir tertentu di bagian pengujian tertentu. Uji
foraminifera yang disekolahkan dibagi lagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu
mikrogranular (yaitu Fusulinina), porselen (mis. Miliolina) dan hyaline (yaitu
Globigerinina). Bentuk berdinding mikrogranular (umumnya ditemukan pada akhir
Palaeozoik) terdiri dari butiran subspherikal equidimensional kalsit kristal. Bentuk
Porcelan memiliki dinding yang terdiri dari veneer dalam dan luar tipis yang melapisi
lapisan tengah tebal dari lapisan kristal, yang imperforata dan terbuat dari kalsit
magnesium tinggi. Foraminifera hialin menambahkan lamella baru ke keseluruhan tes
setiap kali ruangan baru terbentuk; Berbagai jenis struktur dinding lamelar telah
dikenali, dindingnya ditembus oleh pori-pori halus dan karenanya disebut perforasi.
Beberapa "keanehan" juga perlu disebutkan, Subordian Spirillinina memiliki tes yang
terbuat dari kristal kalsit tunggal optik, Suborder Silicoloculinina sebagaimana
namanya memiliki tes yang terdiri dari silika. Kelompok lain (the Suborder Involutina)
memiliki dua tes bilik yang terdiri dari aragonite. Robertinina juga memiliki tes yang
terdiri dari aragonit dan Suborder Carterina diyakini mensekresikan spikula kalsit yang
kemudian disemen dengan lemah untuk membentuk pengujian. Foraminifera
diklasifikasikan terutama pada komposisi dan morfologi pengujian. Tiga komposisi
dinding dasar dikenali, organik (mukopolisakarida protinata yaitu allogromina),
diaglobal dan disekresi kalsium karbonat (atau lebih jarang silika). Bentuk
agglutinated, yaitu Textulariina, dapat terdiri dari butiran atau butiran akumulasi secara

P a g e 9 | 60
acak yang dipilih berdasarkan berat jenis, bentuk atau ukuran tertentu; Beberapa bentuk
mengatur butir tertentu di bagian pengujian tertentu. Uji foraminifera yang
disekolahkan dibagi lagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu mikrogranular (yaitu
Fusulinina), porselen (mis. Miliolina) dan hyaline (yaitu Globigerinina). Bentuk
berdinding mikrogranular (umumnya ditemukan pada akhir Palaeozoik) terdiri dari
butiran subspherikal equidimensional kalsit kristal. Bentuk Porcelan memiliki dinding
yang terdiri dari veneer dalam dan luar tipis yang melapisi lapisan tengah tebal dari
lapisan kristal, yang imperforata dan terbuat dari kalsit magnesium tinggi. Foraminifera
hialin menambahkan lamella baru ke keseluruhan tes setiap kali ruangan baru
terbentuk; Berbagai jenis struktur dinding lamelar telah dikenali, dindingnya ditembus
oleh pori-pori halus dan karenanya disebut perforasi. Beberapa "keanehan" juga perlu
disebutkan, Subordo Spirillinina memiliki tes yang terbuat dari kristal kalsit tunggal
optik, Suborder Silicoloculinina sebagaimana namanya memiliki tes yang terdiri dari
silika. Kelompok lain (the Suborder Involutina) memiliki dua tes bilik yang terdiri dari
aragonite. Robertinina juga memiliki tes yang terdiri dari aragonit dan Suborder
Carterina diyakini mensekresikan spikula kalsit yang kemudian disemen dengan lemah
disatukan untuk membentuk pengujian.

2.3. FORAMINIFERA PLANKTONIK

Plankton (kumpulan tunggal) adalah kumpulan beragam organisme yang


hidup di kolom air tubuh besar air dan tidak dapat berenang melawan arus. Mereka
menyediakan sumber makanan penting bagi banyak organisme air besar, seperti ikan
dan paus.

Organisme ini meliputi bakteri, archaea, algae, protozoa dan hanyut atau hewan
mengambang yang mendiami, misalnya daerah pelagis lautan, laut, atau badan air
tawar. Intinya, plankton didefinisikan oleh ceruk ekologi mereka daripada klasifikasi
filogenetik atau taksonomi.

Meskipun banyak spesies planktonik berukuran mikroskopik, plankton mencakup


organisme yang mencakup berbagai ukuran, termasuk organisme besar seperti ubur-
ubur. Secara teknis istilah tersebut tidak termasuk organisme tersebut di permukaan
air yang disebut Pleuston atau yang berenang aktif di air yang disebut Nekton.
Foraminifera planktonik jumlah genusnya sedikit, tetapi jumlah spesiesnya
banyak. Plankton pada umumnya hidup mengambang di permukaan laut dan fosil
plankton ini dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah geologi, antara
lain :

P a g e 10 | 60
1. Sebagai fosil petunjuk
2. Korelasi
3. Penentuan lingkungan pengendapan

Foram plankton tidak selalu hidup di permukaan laut, tetapi pada


kedalaman tertentu :

1. Hidup antara 30 50 meter


2. Hidup antara 50 100 meter
3. Hidup pada kedalaman 300 meter
4. Hidup pada kedalaman 1000 meter

Ada golongan foraminifera plankton yang selalu menyesuaikan diri


terhadap temperatur, sehingga pada waktu siang hari hidupnya hampir di dasar
laut, sedangkan di malam hari hidup di permukaan air laut. Sebagai contoh
adalah Neogloboquadrina pachyderma Laut Atlantik Utara hidup pada
kedalaman 30 sampai 50 meter, sedangkan di Laut Atlantik Tengah hidup pada
kedalaman 200 sampai 300 meter.

P a g e 11 | 60
Foram plankton sangat peka terhadap kadar garam. Pada keadaan normal, ia
berkembangbiak dengan cepat, tetapi bila terjadi perubahan lingkungan ia akan
segera mati atau sedikit terpengaruhi perkembangannya. Namun demikian, ada juga
beberapa jenis yang tahan terhadap perubahan kadar garam, misalnya di Laut Merah
meskipun kadar garamnya tinggi, tetapi masih dijumpai Globigerina bulloides dan
Globigerinoides sacculifer.

2.3.1. MORFOLOGI FORAMINIFERA PALANKTONIK

Di dalam morfologi foraminifera planktonik dalam penentuan genus maupun


spesies disini harus diperhatikan, antara lain :

P a g e 12 | 60
1. Susunan Kamar
a. Susunan kamar pada foraminifera plankton dapat dibagi :
1) Planispiral, sifat terputar pada satu bidang, semua kamar terlihat,
pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal sama. Contoh
: Hastigerina
2) Trocospiral, sifat terputar tidak pada satu bidang, tidak semua
kamar terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal
tidak sama. Contoh : Globigerina
3) Streptospiral, Sifat mula-mula trochospiral, kemudian
planispiral sehingga menutupi sebagian atau seluruh kamar-
kamar sebelumnya. Contoh : Pulleniatin
2. Aperture

Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera yang


terletak pada kamar terakhir. Khusus foraminifera plankton bentuk
aperture maupun variasinya lebih sederhana. Umumnya
mempunyai bentuk aperture utama interiomarginal yang terletak
pada dasar (tepi) kamar akhir (septal face) dan melekuk ke dalam,
terlihat pada bagian ventral (perut). Foraminifera planktonik ini
juga banyak ditemui serta tersebar diseluruh benua atau laut dengan
kedalaman tertentu sehingga foraminifera planktonik dijadikan
fosil indeks sebagai penarikan umur.

Macam-macam aperture yang dikenal pada foraminifera plankton :


a. Primary Aperture Interiomarginal, yaitu :
1) Primary Aperture Interimarginal Umbilical, adalah aperture utama
interiomarginal yang terletak pada daerah umbilicus atau pusat
putaran. Contoh : Globigerina.
2) Primary Aperture Interimarginal Umbilical Extra Umbilical, adalah
aperture utama interiomarginal yang terletak pada daerah umbilicus
melebar sampai ke peri-peri. Contoh : Globorotalia.

P a g e 13 | 60
3) Primary Aperture Interimarginal Equatorial, adalah aperture utama
interiomarginal yang terletak pada daerah equator, dengan ciri-ciri
dari samping kelihatan simetri dan hanya dijumpai pada susunan
kamar planispiral. Equator merupakan batas putaran akhir dengan
putaran sebelum peri-peri. Contoh : Hastigerina
b. Secondary Aperture / Supplementary Aperture
Merupakan lubang lain dari aperture utama dan lebih kecil atau
lubang tambahan dari aperture utama. Contoh : Globigerinoides

c. Accessory Aperture
Merupakan aperture sekunder yang terletak pada struktur
accessory atau aperture tambahan. Contoh : Catapsydrax

2.4. FORAMINIFERA BENTHONIK

Fosil foraminifera benthonik sering dipakai untuk penentuan lingkungan


pengendapan, sedangkan fosil foram benthonik besar dipakai untuk penentuan umur.
Fosil benthonik ini sangat berharga untuk penentuan lingkungan purba.
Foraminifera yang dapat dipakai sebagai lingkungan laut secara umum adalah :
a. Pada kedalaman 0 5 m, dengan temperatur 0-27 derajat celcius, banyak
dijumpai genus-genus Elphidium, Potalia, Quingueloculina, Eggerella,
Ammobaculites dan bentuk-bentuk lain yang dinding cangkangnya dibuat dari
pasiran.
b. Pada kedalaman 15 90 m (3-16 C), dijumpai genus Cilicides, Proteonina,
Ephidium, Cuttulina, Bulimina, Quingueloculina dan Triloculina.
c. Pada kedalaman 90 300 m (9-13oC), dijumpai genus Gandryna, Robulus,
Nonion, Virgulina, Cyroidina, Discorbis, Eponides dan Textularia.
d. Pada kedalaman 300 1000 m (5-8 C), dijumpai Listellera, Bulimina, Nonion,
Angulogerina, Uvigerina, Bolivina dan Valvulina.

P a g e 14 | 60
2.4.1. MORFOLOGI FORAMINIFERA BENTHONIK

P a g e 15 | 60
P a g e 16 | 60
P a g e 17 | 60
P a g e 18 | 60
P a g e 19 | 60
P a g e 20 | 60
P a g e 21 | 60
P a g e 22 | 60
P a g e 23 | 60
P a g e 24 | 60
P a g e 25 | 60
2.5. FORAMINIFERA BESAR

Foraminifera besar yaitu golongan benthos yang memiliki ukuran cangkang


(test) yang relatif besar, jumlah kamar yang relatif banyak, dan juga sturktur dalam
yang kompleks. Pada foram besar biasanya dapat menentukan suatu umur relatif batuan
yang mengandung fosil foram besar itu sendiri.
Hal ini dikarenakan foram besar memiliki umur yang relatif pendekdan foram besar
tersebut dapat juga ditentukan sebagai penentu lingkungan pengendapan karena
golongan ini hidupnya sangat peka terhadap lingkungan sehingga hanya hidup pada
lingkungan kedalaman tertentu.
Foraminifera mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian
spesies yang berbeda ditemukan pada waktu yang berbeda-beda. Foraminifera
mempunyai populasi yang melimpah dan penyebaran horizontal yang luas, sehingga
ditemukan di semua lingkungan laut. Alasan terakhir, karena ukuran fosil foraminifera

P a g e 26 | 60
yang kecil dan pengumpulan atau cara mendapatkannya relatif mudah meskipun dari
sumur minyak yang dalam.
Fosil foraminifera benthonik sering dipakai untuk penentuan lingkungan pengendapan,
sedangkan fosil foram benthonik besar dipakai untuk penentuan umur. Fosil benthonik
ini sangat berharga untuk penentuan lingkungan purba. Selain itu, karena foram besar
tersebut hidup di dasar laut baik itu secara merayap ataupun merambat, sehingga foram
besar tersebut sangat cocok untuk mencocokkan lingkungan hidupnya dengan suatu
faktor kedalaman yang lebih dikenal dengan nama zona bathymetri.

2.5.1. MORFOLOGI FORAMINIFERA BESAR

Ordo foraminifera ini memiliki bentuk yang lebih besar di bandingkan dengan yang
lainnya. Sebagian besar hidup di dasar laut dengan kaki semu dan tipe Letuculose, juga
ada yang hidup di air tawar, seperti family Allogromidae.
Memiliki satu kamar atau lebih yang dipisahkan oleh sekat atau septa yang disebut
suture. Aperture terletak pada permukaan septum kamar terakhir. Hiasan pada
permukaan test ikut menentukan perbedaan tiap-tiap jenis. Foraminifera besar
benthonik baik digunakan untuk penentu umur. Pengamatan dilakukan dengan
mengunakan sayatan tipis vertikal, horisontal, atau, miring di bawah miroskop.
Pemberiam sitematik foraminifera benthonik besar yang umum (A. Chusman1927).

1. Kamar embrionik/initial chamber/nucleoconch


Merupakan kamar permulaan yang tersusun dari beberapa inti. Berdasarkan jumlah dan
kedudukan inti-inti tersebut dapat dibedakan beberapa bentuk yang akan membedakan
penamaan sub-genusnya. Dari susunan inti-intinya, nucleoconch dapat berbentuk
Bilocular, terdiri dari protoconch dan deuteroconch :
Beberapa deuteroconch lebih kecil dan mengelilingi protoconch polylepidina.
Biasanya terdapat pada bentuk yang microsfeer.

P a g e 27 | 60
Denteroconch sama besar dengan protococh Isolepidina atau sebagai Lepidocyclina
ss.
Deuteroconch lebih besar dari protoconch dan menutupi sebagian Nephrolepidina.
Deuteroconchbesar sehingga melingkupi seluruh protoconch Eulepidina dan
trybliolepidina. Trilocular, terdiri dari 3 nucleuconch Orbitoides Quadrilocular, terdiri
dari 4 nucleoconch Orbitoides 2. Kamar nepionik/pery-embryonic chamber Merupakan
kamar-kamar yang mengelilingi kamar embrionik, terletak antara kamar embrionik dan
kamar-kamar post nepionik. Berdasarkan letak dasusunan kamar nepionik dapat
digunakan untuk klasifikasi golongan Ortoididae (Tan Sin Hok, 1932)

3. Kamar post nepionik/median or equatorial chamber


Merupakan kamar-kamar yang terbentuk setelah kamar nepionik. Pada
sayatan horizontal,kamar ini dapat mempunyai bentuk yang bermacam-macam,
seperti rhombie hexagonal, spatulate, arcuate, ogival. Bentuk-bentuk kamar
post nepionik ini juga merupakan kendala dalam klasifikasi foraminifera besar.

4. Kamar lateral
Merupakan rongga-rongga yang letaknya teratur, terletak di atas dan di
bawah lapisan tengah (median layer). Pada genus Lepidocyclina, kamar lateral
ini dapat terbentuk lensa, menyudut atau membulat.
Masalah-masalah Geologi yang menghubungkan dengan umur suatu
batuan sampai sekarang masih mempergunakan foraminifera bentonik di samping
juga mengunakan metode-metode lain yang lebih teruji dan lebih tepat. Penentuan
kisaran umur dengan mengunakan foraminifera bentonik, dilakukan degan
langkah - langkah sebagai berikut :
Menganalisa fosil foraminifera bentonik dari suatu batuan sampai ke tingkat
spesiesnya.
Mempergunakan acuan Blow (1969) dalam penetuan kisaran umum dari fosil
foram benton yang telah diamati dan dianalisa.

P a g e 28 | 60
Menetukan kisaran umur fosil foram benton yang muncul akhir dan umur
yang punah awal.

2.6. APLIKASI MIKROPALENTOLOGI

Umur relatif adalah penempatan suatu stratigrafi relatif terhap zaman-zaman


geologi yang didasarkan pada fosil-fosil tertentu tanpa ditentukan batas-batasnya
secara geokronologi yang dinyatakan dalam skala waktu/satuan waktu dalam tahun.
Penentuan umur relatif batuan pada 2 lapisan yang berbeda dalam 1 penampang dapat
ditentukan dengan melihat lapisan yang terlebih dahulu diendapkan, yang
terendapkan pertama lebih tua umurnya daripada yang terendapkan kemudian. Proses
ini berlangsung terus sampai semua lapisan tersusun dalam suatu skala umur relatif
yang memperlihatkan urutan kejadiannya. Salah satu cara penarikan fosil
menggunakan Cara dengan hasil fosil :

a) Cara ini biasanya pada batuan endapan. Fosil adalah sisa sisa binatang atau
tumbuhan purba yang sudah membatu. Dasar pemikirannya: evolusi. Pada
endapan yang terletak dibawah mempunyai fosil yang berbeda dengan endapan
yang terletak di atas. Dari fosil fosil ersebut dapat diketahui evolusi dari
binatang maupun tumbuhan. Banyak binatang / tumbuhan yang baru muncul.
Dengan mengetahui evolusi binatang / tumbuhan tersebut dapat diketahui
endapan yang tua dan yang lebih muda. Tetapi umur yang didapat hanyalah
umur kisaran (nisbi).

2.6.1 PENENTUAN UMUR

Cara menentukan umur relatif pada umumnya didasarkan atas


dijumpainya fosil didalam batuan. Didalam mikropaleontologi cara
menentukan umur relative dengan menggunakan :

P a g e 29 | 60
1. Foraminifera Kecil Planktonik: disamping jumlah genus sedikit,
planktonik sangat peka terhadap perubahan kadar garam, hal ini
menyebabkan hidup suatu spesies mempunyai kisaran umur yang pendek
sehingga baik untuk penciri umur suatu lapisan batuan. Biozonasi
foraminifera planktonik yang populer dan sering digunakan diIndonesia
adalah Zonasi Blow ( 1969 ), Bolli ( 1966 ) dan Postuma (1971).
2. Foraminifera Besar Bentonik : Dipakai sebagai penentu umur relatif
karenaumumnya mempunyai umur pendek sehingga sangat baik sebagai
fosil penunjuk.

Penentuan umur berdasarkan foraminifera besar, khususnya di Indonesia


biasanya menggunakan Klasifikasi Huruf, antara lain. Klasifikasi Huruf yang
dikemukakan oleh Adams ( 1970 ).

Umur
Oligosen

kuarter
Pliosen
Miosen

Fosil Atas Bawah Tengah Atas


Planktonik N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 N11 N12 N13 N14 N15 N16 N17 N18 N19 N20 N21
Glg. Nepentnes

Orb. Biobota Drigrigry

Glt. Pseudomenardi

Gld. ruber

Glt. acostoensis

Glt. Multicamerata

Glt.Miocanica Palmer

Glr. Noides sacculitas

Orb. Bilobita

Glt. Obesa

P a g e 30 | 60
Penentuan Umur Batuan Foraminifera Plantonik. Terdiri dari dua metode yaitu:
1. Penentuan umur absolute Umumnya di lakukan dengan menghitung waktu
paruh dari unsur-unsur radioaktif yang terkandung dalam batuan tersebut.
2. Penentuan umur relatif adalah membandingkan umur batuan tersebut
dengan batuan lain yang sudah di ketahui atau menpunyai hubungan posisi
stratigrafi yang jelas. Salah satu cara penenutan umur relatif ini.

Umur Oligosen

kuarter
Pliosen
Miosen

Fosil Atas Bawah Tengah Atas


Planktonik N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 N11 N12 N13 N14 N15 N16 N17 N18 N19 N20 N21
Glg. Nepentnes

Orb. Biobota Drigrigry

Glt. Pseudomenardi

Gld. ruber

Glt. acostoensis

Glt. Multicamerata

Glt.Miocanica Palmer

Glr. Noides sacculitas

Orb. Bilobita

Glt. Obesa

Umur relatif dari hasil analisis merupakan Miosen atas (N18)


Keterangan : Glg : Globigerina
Glt : Globorotalia
Gld : Globigerinoides
Glr : Globigoro
Orb : Orbulina
c) Penentuan umur batuan dengan mengunakan analisa fosil foraminiera
telah banyak di lakukan. Analisa foraminifera di tunjang pula oleh kemajuan
ilmu ini yang sangat pesat sehingga banyak perusahaan perminyakan yang
selalu mengunakan analisis ini sebagai salah satu tahapan dalam eksplorasi

P a g e 31 | 60
yang mereka lakukan. Penelitian foraminifera menghasilkan banyak bionesa
foraminifera yang di pakai sebagai acuan dalam analisisnya. Beberapa
biozonasi foraminifera yang digunakan dan di kenal di indonesia sebagai
berikut :
Hal ini terlihat dari nilai Z yang lebih besar yaitu 1,58-2,01 untuk
foraminifera plangtonik dan 5,26-5,75 pada foraminifera besar (Z score adalah
perbandingan tengang waktu tersier dalam juta tahun di bagi dengan jumlah
biozona yang menyusunnya). Seluruh biozonasi planktonik mengunakan datum
pemunculan awal dan akhir spesies tertentu untuk manbatasi masing-masing
zonanya. Prinsip zona selang banyak di gunakan dalam penarikan batas-batas
zona setiap boizonasi. boizonasi foraminifera kecil (benthos), selain digunakan
untuk penentuan lingkungan purba, beberapa spesies foraminifera kecil (bentonik)
dapat di gunakan untuk penentuan umur.
Penentuan lingkungan pengendapan Foraminifera Benthonik Fosil
foraminifera benthonik sering dipakai untuk penentuan lingkungan pengendapan,
sedangkan fosil foram benthonik besar dipakai untuk penentuan umur. Fosil
benthonik ini sangat berharga untuk penentuan lingkungan purba. Foraminifera
yang dapat dipakai sebagai lingkungan laut secara umum adalah
1. Pada kedalaman 05 m, dengan temperatur 0-27 derajat celcius, banyak
dijumpai genus-genus Elphidium, Potalia, Quingueloculina, Eggerella,
Ammobaculites dan bentuk-bentuk lain yang dinding cangkangnya dibuat dari
pasiran.
2. Pada kedalaman 1590 m (3-16C), dijumpai genus Cilicides, Proteonina,
Ephidium, Cuttulina, Bulimina, Quingueloculina dan Triloculina.
3. Pada kedalaman 90300 m (9-1300C), dijumpai genus Gandryna, Robulus,
Nonion, Virgulina, Cyroidina, Discorbis, Eponides dan Textularia.
4. Pada kedalaman 301000 m (5-8 C), dijumpai Listellera, Bulimina, Nonion,
Angulogerina, Uvigerina, Bolivina dan Valvulina
Lingkungan pengendapan yang dapat kita tari dari tabel penarikan kedalaman
pada endapan laut, seperti yang di tunjukkan pada tabel 7.

P a g e 32 | 60
Table 7. lingkungan pengendapan
(Sumber: http/www.geolab.unc.edu)

Lingkungan Litoral Neritik Batial


pengendapan

Foraminifera Tepi I Tepi II Tepi III


0-5 m 200-2000m
bentonik 5-20 m 20-100 m 100-200 m

Tabel 8 . Penentuan lingkungan pengendapan


(Cimsdde dan Mark Heaven 1955)

Ratio % Kedalaman (m)


0 10 0 70
10 20 0 70
20 30 60 120
30 40 120 600
40 50 120 600
50 60 550 700
60 70 650 825
70 80 700 1100
80 90 900 1200
90 100 1200 2000

Ratio = 1213
X 100%
1213 + 47

= 0,9627 x 100% = 96,27% (termasuk dalam lingkungan pengendapan


laut dalam 1200 2000 meter dibawah permukaan air laut).

Berdasarkan Cimsdde dan Mark Heaven (1955) dalam memakai rumus perhitungan
ratio. Menghasilkan hasil mencapai 0,9627 atau 96,27% maka dari itu dapat
mengambil kesimpulan bahwa linkungan pengendapannya adalah 1200 2000 meter
yang menunjukan pada Zona Batial (laut dalam).

P a g e 33 | 60
2.6.2. PENENTUAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN

Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya material sedimen


beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya mekanisme
pengendapan tertentu (Gould, 1972). Didalam sedimen umumnya turut terendapkan
sisa-sisa organisme atau tumbuhan, yang karena tertimbun, terawetkan,dan selama
proses Diagenesis tidak rusak dan turut menjadi bagian dari batuan sedimen atau
membentuk lapisan batuan sedimen. Sisa-sia organisme atau tumbuhan yang
terawetkan ini dinamakan fosil. Jadi fosil adalah bukti atau sisa-sisa kehidupan zaman
lampau. Dapat berupa sisa organisme atau tumbuhan, seperti cangkang kerang, tulang
atau gigi maupun jejak ataupun cetakan.

Kedalaman lingkungan kehidupan foram dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

- Litoral = 0 5 meter - Batyal = 200 2000 meter

- Epineritik = 5 50 meter - Abyssal = 2000 5000 meter

- Neritik = 50 200 meter - Hadal = > 5000 meter

Berikut pula merupakan bagian-bagian dari ligkungan pengendapan sedimen:

P a g e 34 | 60
Fosil foraminifera benthonik sering dipakai untuk penentuan lingkungan
pengendapan, sedangkan fosil foram benthonik besar dipakai untuk penentuan umur.
Fosil benthonik ini sangat berharga untuk penentuan lingkungan purba. Foraminifera
yang dapat dipakai sebagai lingkungan laut secara umum adalah :
1. Pada kedalaman 0 5 m, dengan temperatur 0-27 derajat celcius, banyak
dijumpai genus-genus Elphidium, Potalia, Quingueloculina, Eggerella,
Ammobaculites dan bentuk-bentuk lain yang dinding cangkangnya dibuat
dari pasiran.
2. Pada kedalaman 15 90 m (3-16 C), dijumpai genus Cilicides, Proteonina,
Ephidium, Cuttulina, Bulimina, Quingueloculina dan Triloculina.
3. Pada kedalaman 90 300 m (9-13oC), dijumpai genus Gandryna, Robulus,
Nonion, Virgulina, Cyroidina, Discorbis, Eponides dan Textularia.
4. Pada kedalaman 300 1000 m (5-8 C), dijumpai Listellera, Bulimina,
Nonion, Angulogerina, Uvigerina, Bolivina dan Valvulina
Faktor fisika meliputi kadar garam, kecepatan arus, kedalaman air, kecepatan
angin dan sebagainya. Faktor kimia meliputi kadar garam, keasaman, kebasaan air serta
komposisi kimiu batuan. Sedangkan yang dipelajari dalam praktikum ini adalah. faktor
biologi yang mempelajari kehidupan organisme masa lampau berdasarkan Iingkungan
hidupnya.
Metode yang dipakai untuk menentukan lingkungan pengendapan tersebut
adalah:
1. Menggunakan Ratio Plankton / Bentos
2. Menggunakan Foraminifera Kecil Bentonik
Penentuan Lingkungan Pengendapan dengan Rasio Plankton/ Bentos

P a g e 35 | 60
Tabel. Kedalaman dari Grimsdale dan Mark Hoven (1950)

% Ratio Plankton Kedalaman %

1 - 10 0 70
10 20 0 70
20 30 60 120
30 40 100 600
40 50 100 600
50 60 550 700
60 70 680 825
70 80 700 1100
80 90 900 1200
90 100 1200 2000

Lingkungan Pengedapan Bentos Kedalaman % Ratio


Neritik Tepi 0 20 0 20
Neritik Tengah 20 100 20 50
Neritik Atas 100 200 20 50
Bathyal Atas 200 500 30 50
Bathyal Bawah 500 2000 50 100

P a g e 36 | 60
BAB III PEMBAHASAN
3.1. FORAMINIFERA PLANGTONIK

Foraminifera planktonik adalah foraminifera yang cara hidupnya mengambang


atau melayang di air, sehingga fosil ini sangat baik untuk menentukan umur dari suatu
lingkungan pengendapan (umur dari suatu batuan). Secara umum foraminifera dibagi
berdasarkan family, genus, serta spesies yang didasarkan antara ciri-ciri yang nampak.
Ciri-ciri beserta pembagiannya antara lain :

3.1.1. FAMILY Globigerinidae

Famili ini pada umumnya mempunyai bentuk test spherical atau


hemispherical, bentuk kamar globural dan susunan kamar trochospiral rendah
atau tinggi. Aperture pada umumnya terbuka lebar dengan posisi yang terletak
pada umbilicus dan juga pada suture atau pada apertural face. Beberapa genus
yang termasuk dalam family Globigeriniidae :

a. Genus Orbulina
Ciri khas dari genus ini adalah adanya aperture small opening. Aperture
ini adalah akibat dari terselubungnya seluruh kamar sebelumnya oleh kamar
terakhir. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini (dapat dilihat pada
gambar 14) :
1) Orbulina universa

P a g e 37 | 60
2) Orbulina bilobata

3) Orbulina suturalis

b. Genus Globigerina
1) Globigerina nephentes
Ciri khas : aperturenya melengkung semi bulat dengan pinggiran melipat
ke atas.

2) Globigerina praebulloides
Ciri khas : kamar menggembung, suture pada bagian spiral radial
sehingga sangat melengkung, tertekan, pada bagian umbilical radial,
tertekan, umbilicusnya dalam.

P a g e 38 | 60
3) Globigerina seminulina
Ciri khas : kamar spherical satu yang terakhir elongate, umbilicus kecil
hingga sangat lebar, sangat dalam. Aperture berbentuk elongate atau
melengkung rendah, interiomarginal umbilical dibatasi oleh
lengkungan.

4) Globigerina tripartite
Ciri khas : tiga kamar pada putaran terakhir bertambah besar ukurannya.
Umbilicusnya sempit dan triangular.

c. Genus Globigerinoides

Ciri morphologinya sama dengan Globigerina tetapi pada


Globigerinoides terdapat supplementary aperture. Beberapa spesies yang
termasuk dalam genus ini :

P a g e 39 | 60
1) Globigerinoides trilobus
Ciri khas : tiga kamar pada putaran terakhir membesar sangat cepat.
Umbilicusnya sangat sempit. Aperture primernya interiomarginal
umbilical, melengkung lemah sampai sedang dibatasi oleh rim, pada
kamar terakhir terdapat aperture sekunder.

2) Globigerinoides conglobatus
Ciri khas : kamar awalnya subspherical, tiga kamar terakhir bertambah
secara perlahan. Umbilicus sempit, tertutup dan dalam. Aperture primer
interiomarginal umbilical, umbilical panjang, melengkung dibatasi oleh sebuah
lengkungan, serta terdapat aperture sekunder.

3) Globigerina extremus
Ciri khas : empat kamar terakhir bertambah besar, suture melengkung,
blique pada spiral-spiral dan pada bagian umbilicusnya tertekan,

P a g e 40 | 60
umbilicusnya sempit, dalam. Semua kamar pada putaran terakhir yang
tertekan, oblique lateral. Terdapat hiasan berupa tooth pada aperturenya.

4) Globigerinoides fistulosus
Mempunyai kamar spherical, kamar terakhir bergerigi pada peri-peri,
suture pada bagian spiral melengkung tertekan, umbilicusnya sangat
lebar. Aperture primer interiomarginal umbilical, lebar, terbuka dengan
adanya sebuah lip. Terdapat aperture sekunder pada kamar awalnya.

5) Globigerinoides immaturus
Tiga kamar terakhir bertambah besar tidak begitu cepat. Umbilicus
sempit. Aperture primer interiomarginal umbilical dengan lengkungan
yang rendah sampai sedang, dibatasi oleh sebuah rim. Terdapat
aperture sekunder pada kamar terakhir.

P a g e 41 | 60
6) Globigerinoides obliquus
Satu kamar terakhir berbentuk oblique. Aperture primer
interiomarginal umbilical, sangat melengkung yang dibatasi oleh
sebuah rim. Sebagian kecil dari kamar terakhir memperlihatkan
sebuah aperture sekunder yang berseberangan dengan aperture primer.

7) Globigerinoides primordius
Ciri khasnya hampir sama dengan Globigerina praebulloides tetapi
mempunyai aperture sekunder pada sisi dorsal.

8) Globigerinoides ruber
Perputaran kamarnya terlihat mulai dari samping. Aperture
interiomarginal umbilical, dengan lengkungan sedang yang terbuka dibatasi
oleh sebuah rim. Pada sisi dorsal terdapat aperture sekunder.

P a g e 42 | 60
d. Genus Globoquadrina

Bentuk test spherical, bentuk kamar globural,aperture terbuka lebar dan


terletak pada umbilicus dengan bentuk segiempat,yang kadang-kadang
mempunyai bibir. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini :

1) Globoquadrina dehiscens
Kamar subglobular menjadi semakin melingkupi pada saat dewasa.
Tiga kamar terakhir bertambah ukurannya secara cepat. Pada kenampakan
samping sisi dorsal terlihat datar. Spesies ini banyak ditemukan di daerah laut
sedang yang memiliki kedalaman dari 200- 350 meter di bawah permukaan
air laut dengan cara hidup melayang layang di laut dan terfosilkan di dasar
laut.

2) Globoquadrina altispira
Empat kamar terakhir bertambah ukurannya secara sedang, umbilicus
sangat lebar, dalam, aperture interiomarginal sangat lebar terlihat elongate
pada bagian atas, terdapat flap.

P a g e 43 | 60
e. Genus Sphaeroidinella

Bentuk test spherical atau oval, bentuk kamar globular dengan


jumlah kamar tiga buah yang saling berangkuman (embracing). Aperture
terbuka lebar dan memanjang di dasar suture. Pada dorsal terdapat
supplementary aperture. Mempunyai hiasan berupa suture bridge. Spesies
yang termasuk dalam genus ini:

1) Sphaeroidinella dehiscens

f. Genus Sphaeroidinellopsis

Mempunyai ciri hampir sama dengan genus Sphaeroidinella tapi


tidak mempunyai aperture sekunder. Spesies yang termasuk dalam genus
ini:
1) Sphaeroidinellopsis seminulina

g. Genus Pulleniatina

Susunan kamar trochospiral terpuntir. Aperture terbuka lebar


memanjang dari umbilicus kearah dorsal dan terletak didasar apertural
face. Pada genus ini sering ditemukan terfosilkan pada kedalaman 200-350
meter dibawah permukaan air laut, tapi genus ini sangat jarang di jumpai

P a g e 44 | 60
mungkin karena kebanyakan sudah hancur karna memiliki test atau
cangkang yang kurang kuat Spesies yang termasuk dalam genus ini:

1) Pulleniatina obliqueloculata

h. Genus Catapsydrax

Mempunyai hiasan pada aperture berupa bulla pada Catapsydrax


dissimilis dan tegilla pada Catapsydrax stainforthi. Juga mempunyai
accessory aperture yaitu infralaminal accessory aperture pada tepi hiasan
aperturenya. Spesies yang termasuk dalam genus ini:

1) Catapsydrax dissimillis

P a g e 45 | 60
3.1.2. FAMILY Globorotalidae

Umumnya mempunyai bentuk test biconvex, bentuk kamar


subglobular atau angular conical, susunan kamar trochospiral. Aperture
mamanjang dari umbilicus kepinggir test dan terletak pada dasar apertural
face. Pada pinggir test ada yang mempunyai keel dan ada pula yang tidak.
Genus yang termasuk dalam family Globorotaliidae:
a. Genus Globorotalia
Berdasarkan ada tidaknya keel maka genus ini dibagi menjadi 2
subgenus,yaitu:

1) Subgenus Globorotalia

Subgenus ini mencakup seluruh Globorotalia yang mempunyai


keel. Untuk membedakan subgenus ini dengan subgenus lainnya maka
penulisannya diberi kode sebagai berikut : Globorotalia (G) Beberapa
spesies yang termasuk subgenus ini :

a) Globorotalia tumida

Test trochospiral rendah sampai sedang, sisi spiral lebih convex


daripada sisi umbilical, permukaannya licin kecuali pada kamar dari
putaran akhir dan umbilical pada kamar akhir yang pustulose. Suture
disisi spiral pada mulanya melengkung halus lalu melengkung tajam
mendekati akhir hampir lurus hingga radial, pada distal kembali
melengkung hamper tangensial ke peri-peri.

P a g e 46 | 60
b) Globorotalia plesiotumida
Test trochospiral sangat rendah, biconvex, tertekan, peri-peri
equatorial globulate, keel tipis. Suture pada bagian spiral melengkung
satu pada bagian yang terakhir subradial, pada sisi distalnya
melengkung sangat kuat. Umbilical sempit dan tertutup dalam, aperture
interiomarginal umbilical extra umbilical melengkung lemah dibatasi
oleh lip yang tipis.

2) Subgenus Turborotalia
Mencakup seluruh Globorotalia yang tisak mempunyai keel. Untuk
penulisannya diberi kode sebagai berikut: Globorotalia (T) Beberapa
spesies yang termasuk subgenus ini:

c) Globorotalia siakensis
Susunan kamar trochospiral lemah, peri-peri equatorial globulate,
kamar tidak rata, subglobular, kamar 5-6 terakhir membesar tidak
teratur. Pada kedua sisi suturenya radial, tertekan, umbilical agak
lebar sampai agak sempit, dalam. Aperture interiomarginal
umbilical extra umbilical, agak rendah, terbuka, melengkung,
dibatasi oleh bibir atau rim.

P a g e 47 | 60
3.1.3. FAMILY Hantkenidae

Pada test terdapat dua umbilicus yang masing-masing terletak pada


salah satu sisi test yang berseberangan. Susunan kamr planispiral involute.
Pada beberapa genus kamar-kamar ditumbuhi oleh spine-spine panjang.
Beberapa genus yang termasuk dalam family Hantkeniidae:

a. Genus Hantkenina

Bentuk test biumbilicate, bentuk kamar tabular spinate dan susunan


kamar planispiral involute, tiap-tiap kamar terdapat spine yang panjang,
bentuk cangkang genus ini kebanyakan memiliki duri duri banyak
ditemukan cangkang dalam keadaan keropos atau sudah rusak karena
proses sedimentasi. Contoh: Hantkenina alabamensis.

b. Genus Cribohantkenina

Mempunyai ciri hampir sama dengan Hantkenina tetapi kamar


akhir sangat gemuk dan mempunyai cribate yang terletak pada apertural
face.

Contoh: Cribohantkenina bermudezi

P a g e 48 | 60
c. Genus Hastigerina

Bentuk test biumbilicate, susunan kamar planispiral involute atau


loosely coiled. Mempunyai aperture equatorial yang terletak pada
apertural face.

Contoh: Hastigerina aequilateralis

P a g e 49 | 60
3.2. FORAMINIFERA BENTHONIK

Jumlah spesies foraminfera bentonik sangat besar. Golongan ini mempunyai arti
penting, terutama dalam penentuan lingkungan pengendapan. Golongan ini sangat
peka terhadap perubahan lingkungan, sehingga bagus untuk analisa lingkungan
pengendapan.

3.2.1. GENUS Dentalina

Bentuk cangkang melengkung, susunan kamar triserial terdiri atas beberapa


kamar, dinding cangkang berpori halus, letak aperture terminal berbentuk radiate.
memiliki susunan kamar Polithalamus, dimana Polithalamus merupakan susunan
kamar yang lebih dari satu susunan kamar. Bentuk test dari fosil ini ialah konikal, dan
bentuk kamarnya ialah angular. Adapun suture (garis pemisah antar kamar) pada
ventral fosil ini tertekan kuat dan pada dorsalnya juga tertekan kuat.

3.2.2. GENUS Amphistegina

Amphistegina lebih memilih air hangat dan dangkal (kurang dari 30 m) dan
terutama mendiami dasar laut antara garis pantai dan terumbu karang. Juga, tes ini
cukup sulit dibandingkan dengan banyak tes foram lain yang lebih rapuh yang
memungkinkan mereka bertahan dalam air gelisah gelombang.
Cangkang relatif besar , lebih dari 10 kamar pada setiap putaran, aperture tipis
(slit) permukaan cangkang tidak beraturan, cangkang trochospiral, dinding cangkang
berpori.

P a g e 50 | 60
3.2.3. GENUS Bathysiphon

Termasuk famili Rhizamminidae dengan test silindris, kadang kadang lurus,


monothalamus, komposisi test pasiran, aperture di puncak berbentuk pipa. Muncul
Silur Resent.

3.2.4. GENUS Bolivina

Termasuk famili Buliminidae dengan test memanjang, pipih agak runcing,


beserial, komposisi gampingan, berposi aperture pada kamar akhir, kadang berbentuk
lope, muncul Kapur Resent.

P a g e 51 | 60
3.2.5. GENUS Nodogerina

Termasuk famili Heterolicidae, degan test memanjang, kamar tersusun uniserial


lurus, kompisi test gampingan berpori halus, aperture terletak di puncak membulat
mempunyai leher dan bibir. Muncul Kapur Resen.

3.3. FORAMINIFERA BESAR


Ordo foraminifera ini memiliki bentuk yang lebih besar di bandingkan
dengan yang lainnya. Sebagian besar hidup didasar laut degan kaki semu dan
type Letuculose, juga ada yang hidup di air tawar, seperti family Allogromidae.
Memiliki satu kamar atau lebih yang dipisahkan oleh sekat atau septa yang
disebut suture . aperture terletak pada permukaan septum kamar terakhir. Hiasan
pada permukaan test ikut menentukan perbedaan tiaptiap jenis. Foraminifera
besar benthonik baik digunakan untuk penentu umur. Pengamatan dilakukan
degan mengunakan sayatan tipis vertical, horizontal, atau, miring di bawah
miroskop. Pemberiam sitematik foraminifera benthonik besar yang umum ( A.
Chusman 1927).

1. Genus Numulites
Ahli mikropalaeontologi berkepentingan dengan cangkang foraminifera
yang telah ditinggalkan dan klasifikasi spesies fosil yang dihasilkan
sepenuhnya berdasarkan morfologi cangkang keras (uji). Dalam kasus semua
foraminifera 'lebih besar', ini melibatkan studi terperinci tentang pengaturan

P a g e 52 | 60
ruang internal, terutama dari ruang awal dan dilakukan dengan cara membelah,
atau dengan membuat bagian spesimen wafer tipis (lihat gambar 3). Lebih
umum lagi, batuan induknya sendiri tipis untuk mengungkapkan fosil di
dalamnya.

Gambar III.15 contoh genus numulites


Morfologi
Disk besar dan diratakan dengan struktur internal yang kompleks.
Deskripsi diagnostik
Ada puluhan spesies genus Nummulites. Membedakan spesies mereka
melibatkan diferensiasi detail halus dari karakteristik genus dan merupakan
pekerjaan untuk mata ahli dan mikroskop.
Penampakan
Dari luar banyak foraminifera 'Larger' terlihat sangat mirip dan perlu
diratakan tipis untuk mengungkapkan fitur diagnostik mereka.
Evolusi
Nummul berevolusi, bersama dengan sejumlah foraminifera 'Larger' lainnya
dari satu atau lebih nenek moyang Kapur (yang berakhir 65Ma). Genus
Nummulites berkisar dari akhir zaman Palaeosen Tengah (sekitar 60Ma)
sampai mendekati akhir zaman Oligosen (sekitar 25Ma) dan spesies N.
gizehensis hidup selama Eosen Tengah (48Ma - 37Ma).

2. Genus Discocyclina

P a g e 53 | 60
Gambar III.16 Genus Discocyclina
Kenampakan luar merupakan lensa, kadang bengkoko menyerupai lenssa,
kadang bengkok menyerupai pelana, kelilingnya bulat dengan/tampa tonggak-
onggak.

3. Genus Asslina

Gambar III.17 Genus Asslina


Kenampakan luar pipih (lentukuler) discoidal, test besar ukuran 2-50 mm, di
jumpai tegak-tegak

4. Famili Orbitoidea
Merupakan kelompok Lepidorbitoides, Orbitocyclina, dan Lepidocyclina.
Ciri Fisik:
- test besar, lenticular/discoidal, biconcave.

P a g e 54 | 60
- berkamar banyak, dihubungkan dengan stolon (pori- pori berbentuk
tabung).
- dinding lateralnya mempunyai pori-pori dan tebal, dimana terdapat kamar-
kamar lateral dan pilar-pilar.

5. Famili Camerinidea
Subfamili Camerininae
Merupakan kelompok dari Nummulites, Pellatispira, Operculina,
Operculinoides, dan Assilina. Bentuk test umumnya besar, lenticular, discoidal,
planispiral dan bilateral simetris. Test tersusun oleh zat-zat gampingan.

P a g e 55 | 60
Subfamili Heterostegininae
Merupakan kelompok dari Heterostegina, Spiroclypeus, dan Cycloclypeus.
Bentuk test umumnya lenticular, discoidal, planispiral. Dinding licin, kadang-
kadang granulated. Genus tertentu tidak mempunyai kamar-kamar lateral.

6. Famili Miogypsinidae
Kelompok dari Miogypsina dan Miogypsinoides. Bentuk test pipih, segitiga atau
asimetris. Kamar embrionik terletak dipinggir atau dipuncak, dengan protoconch
dan deutroconch yang hampir sama besar. Memiliki pilar-pilar yang jelas.

P a g e 56 | 60
7. Famili Discocyclinidae
Merupakan kelompok dari Discocyclina. Golongan ini dicirikan dengan bentuk test
discoid atau lenticular. Pada jenis yang megalosfer kamar embrionik biasanya
biloculer terdiri atas protoconch dan deutroconch. Sedangkan pada jenis mikrosfeer
kamar embrionik terputar secara planispiral. Pada kamar-kamar lateral dibatasi
oleh septa-septa.

7. Famili Fusulinidae

P a g e 57 | 60
Golongan ini umumnya sudah punah, muncul pada Paleozoik Atas dan Mesozoik.
Golongan ini dicirikan dengan bentuk putaran yang fusiform.

P a g e 58 | 60
BAB IV PENUTUP
4.1. KESIMPULAN

1. Mikropaleontolgi merupakan ilmu yang mempelajari sisa organisme yang


terawetkan di alam dengan mengunakan alat mikroskop ukuran fosil
tersebut berukuran mikron. Mikrolitologi membahas batuan sedimen
mengunakan mikroskop binokular yang di bahas, warna, tekstur,
pemilahan, struktur, ukuran kristal , mineral , semen dll . pada umumnya
fosil mikro yang berukuran lebih kebil dari 0,5mm, untuk mempelajainya
kadang-kadang mengunakan sayatan tipis dari fosil tersebut.
2. Foraminifera merupakan binatang yang terdiri dari satu sel yang sangat
sederhana, sel tersebut terdiri dari protoplasma dan inti (bias lebih dari
satu). Ciri khas foraminifera adalah adanya pseudopodia (kaki semu) yang
berfungsi sebagai alat penggerak dan menangkap mangsanya. Foraminifera
sudah memiliki cangkang dimana cangkang tersebut dibentuk oleh
protoplasma ataupun diambil dari bahan-bahan disekelilingnya. Pada
umumnya cangkang tersebut terbuat dari zat organik ataupun anorganik dan
memiliki pori-pori dengan satu atau lebih lubang yang disebut aperture.
3. Dalam pengambilan contoh batuan, harus memperhatikan 3 hal, yaitu :
Sampling, Kualitas Sample dan Jenis Sample.
4. Penentuan umur absolute Umumnya di lakukan dengan menghitung waktu
paruh dari unsur-unsur radioaktif yang terkandung dalam batuan tersebut.
5. Penentuan umur relatif adalah menbandingkan umur batuan tersebut
dengan batuan lain yang sudah di ketahui atau menpunyai hubungan posisi
stratigrafi yang jelas. salah satu cara penenutan umur relatif ini adalah
dengan menelit kandungan fosil yang ada dalam batuan tersebut.

P a g e 59 | 60
4.2. KRITIK DAN SARAN

1. Waktu pendeskripsi fosil bisa diperpanjang lagi agar deskripsi fosil dapat
maksimal.
2. Alat alat laboratorium terutama untuk mikroskop seharusnya memakai
mikroskop yang standar agar proses deskripsi lebih mudah.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.ucl.ac.uk/GeolSci/micropal/foram.html

http://www.marine.usf.edu/reefslab/foramcd/html_files/titlepage.htm

https://id.wikipedia.org/wiki/Foraminifera

https://en.wikipedia.org/wiki/Plankton

Mahap Maha, 2007. Panduan Pratikum Mikropaleontologi, UPN Veteran Yogyakarta.

Sanjoto Siwi, Defri H, Sri P.K., 2005, Buku Petunjuk Praktikum Mikropaleontologi, ISTA
Yogyakarta

Sanjoto Siwi, Suharsono, 1994, Petunjuk Praktikum Mikropaleontologi Dasar ; Ordo


Foraminifera, ISTA Yogyakarta

Postuma J. A., Manual of Planctonic Foraminifera, Elsevier Publishing Company Amsterdam


London, New York

Katili, Dr.J & Marks, Dr.P .Geologi.Jakarta :Departement Urusan Research Nasional

Geologifugm.blogspot.com. 24 Desember 2013.,17.30 wib. Yogyakarta.

http://www.lemigas.esdm.go.id

http://www.paleontology.com

http://www.radiolaria.org/

http://www.micropaleontology.com

P a g e 60 | 60

You might also like