You are on page 1of 4

Lahirnya Nasionalisme Dari Rahim Pesantren

Pada saat ini, kita tengah berada di era modernisasi bersama dengan
wajah media yang tidak menentu. Banyak hal yang telah membelot dari realita
semestinya tanpa kita sadari. Salah satunya adalah ada bagian yang telah hilang
dari negara kita, dengan atau tanpa kita upayakan untuk melindunginya. Banyak
budaya seperti musik dan tarian daerah, serta pulau yang diklaim negara lain.
Bangsa yang berdaulat dinilai juga dari sejauh mana ia dapat menjaga teritorinya
dari disintegrasi maupun pencaplokan bangsa lain. Ini adalah tantangan
nasionalisme yang lain.
Indonesia mempunyai sekitar 92 pulau terluar di Indonesia dan 12 di
antaranya rawan memicu konflik. Sepanjang tahun 2007-2012 Wakil Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan bidang kebudayaan Windu Nuryanti mengatakan
saat diwawancarai reporter Harian Kompas (19/6/2012) mengatakan bahwa
sedikitnya sudah tujuh kali negara Malaysia mengklaim budaya Indonesia dan 5
pulau sebagai warisan budaya negara Indonesia. Selain kehilangan aset penting
dalam kurun waktu yang panjang ini, baru-baru ini tepatnya pada tanggal 15
Agustus 2016 bangsa ini harus kehilangan salah satu penopang bangunan
pemerintahan, yaitu Menteri Energi Sumber Daya Mineral Archandra Tahar
terpaska harus diberhentikan dari jabatannya karena pemerintah telah mengakui
ia telah menjadi warga negara Amerika (Beritatrans.com). Keadaan ini membuat
kegusaran bahkan kekhawatiran yang teramat dalam dibenak para tokoh
penjuang bangsa, pun juga sebagai peringatan besar bagi bangsa Indonesia.
Karakter para pemuda zaman sekarang sudah banyak mengalami
kemerosotan. Degradasi moral terjadi di mana-mana dan pada siapa saja tanpa
pandang bulu. Terbukti dengan merebaknya kasus kejahatan seperti,
perampokan, pemerkosaan, tawuran, dan kasus kriminal lainnya yang merusak
moral penerus bangsa. Banyak remaja bahkan anak-anak yang tidak lagi
memiliki rasa cinta terhadap rumahnya (baca: negara) sendiri. Dilansir dalam
detik news pada 30 Desember 2016, Polda Metro Jaya mengatakan bahwa
kejahatan mengalami percepatan dari 12 menit 26 detik tahun 2015 menjadi 12
menit 18 detik di tahun 2016. Selain kejahatan kasus perampokan ada 43.149
meningkat 12 persen dari tahun sebelumnya. Kenaikan juga terjadi pada kasus
perkosaan. Di mana tahun 2015 mencapai 63 kasus, sedangkan di tahun 2016
meningkat menjadi 719 kasus. Begitupun juga dengan kenakalan remaja seperti
tawuran mengalami kenaikan juga dari 1 kasus di tahun 2015 menjadi 5 kasus
atau naik 400 persen.
Sebagian besar dari mereka lebih familiar bahkan hafal lagu pop, lagu
barat, lagu dangdut, dan lain sebagainya daripada lagu kebangsaan mereka.
Selain lagu, gaya hidup mereka juga sudah berubah, mulai dari fashion,
makanan, pola berpikir, sampai dengan pemilihan tempat berlibur. Semua
berkiblat pada barat.
Ketika rasa nasionalisme mulai pudar, ketika itu pula seluruh warga negara
merasa sudah tidak memiliki identitas nasional secara bersama. Identitas
nasional tetap harus dijaga agar terus melekat dalam jiwa. Ketika identitas
nasional telah mencair, maka fanatisme, dan sekterianisme suatu kelompok akan
menjadi penyakit menular yang mampu menimbulkan konflik diberbagai bidang
terutama sosial.
Dilihat dari carut marutnya keadaan bangsa saat ini, tidak serta merta kita
boleh men-judge bahwa tidak ada lagi harapan kepada para pemuda untuk
pembangunan bangsa yang lebih apik. Sekali lagi tidak. Masih ada yang ingin
memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini dengan kemerdekaan yang
sesungguhnya. Masih ada yang ingin merpertahankan budaya bangsa ini. Dan
akan selalu ada, hal itu bukanlah sekedar wacana belaka. Salah satu pejuang
nasionalisme adalah lembaga pendidikan, misalnya yaitu pesantren.
Terbebasnya bangsa ini dari para penjajah tidak terlepas dari peran santri.
Mereka turut berpartisipasi dalam merebut kemerdekaan Indonesia. Namun,
sebagian besar masyarakat kita tidak melihat sumbangsih para santri sehingga
perannya dalam merebut kemerdekaan hilang dengan perlahan tanpa ada
setetes tinta yang mengabadikannya sebagai cerita heroik dalam sejarah.
Pesantren merupakan lembaga yang asli dan tertua di Indonesia.
Eksistensi pondok pesantren di tengah-tengah era modernisasi saat ini masih
tetap signifikan dan berdiri tegak menjalankan roda pendidikan tanpa terbawa
arus globalisasi bahkan terus meningkat setiap tahunnya. Dalam detik finance
(05/112014), menurut data 2012, jumlah pondok pesantren mencapai 27.230
meningkat dari 25.000 ditahun sebelumnya dengan jumlah santri mencapai
3.759.198 orang. Di Indonesia, pesantren memilki kontribusi yang cukup besar
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Setiap negara pasti ingin mempunyai
generasi penerus yang berkompeteten agar dapat memajukan negaranya.
Pesantren memiliki tiga komponen terpenting yang dibutuhkan dalam
pembangunan generasi terbaik bangsa yaitu pendidikan, keagamaan, dan moral.
Sehingga, pesantren layak sebagai pertimbangan dalam proses pembangunan
bangsa.
Peran santri dalam negeri ini adalah sebagai kaum reformis atau agent of
change. Karakter kebhinekaan yang mereka miliki harus tetap dilestarikan.
Seperti cinta terhadap tanah air (hubbul wathan). Abdul Malik mengatakan
bahwa kecintaan yang ditebarkan oleh para santri kepada bangsanya tidaklah
dibuat-buat, tidak kaku, dan tidak semu. Pada hakikatnya, nasionalisme tidak
butuh kegiatan atau acara formal dan rutin tetapi lebih menekankan pada setiap
tindakan dan nafasnya. Jika pada generasi muda sekarang nilai patriotisme
sudah tak lagi bersemayam dalam jiwanya, kenapa di pesantren nilai tersebut
masih tertanan dan terus terwarisi disetiap generasi?
Sebenarnya, jawabannya sederhana. Hubbul wathan minal iman, mencintai
tanah air adalah sebagian dari iman. Meskipun dalam kesnehariannya, tak
pernah ada pendidikan khusus mengenai kecintaan terhadap negara. Masalah
mencintai negara (hubbul wathan) merupakan bagian yang paling esensial dari
kampanye nasionalisme. Sesungguhnya, nasionalisme bukanlah sekedar
wacana sederhana dan ideologi, akan tetapi, sejak suatu negara berdiri,
nasionalisme juga sudah terwujud dalam sistem kenegaraan.
Manifestasi dari nasionalisme tidak hanya melulu digambarkan dengan
upacara bendera setiap hari senin dan tanggal 17 Agustus dengan khidmat
ataupun menyanyikan lagu wajib Indonesia Raya penuh semangat yang
membara, sekalipun rasanya pengibaran bendera dan lantunan lagu Indonesia
Raya terasa hambar dan gersang akan makna. Kita hanya mengibarkan
bendera, kita belum mengibarkan semangat nasionalisme. Kita juga baru
sekedar menyanyikan lagu, namun belum sampai kepada penghayatan sebagai
ekspresi cinta kita terhadap negara Indonesia. Implementasi nasionalisme yang
seperti itu terlalu sempit untuk menjelaskan sebuah kata dari nasionalisme.
Di dalam karya Sayyid Muhammad At-Tahliyah wat-Targhib fii at-Tarbiyah
wat-Tahdzib, beliau mengatakan bahwa kecintaan terhadap tanah air bagimu
yang masih kecil itu berarti engkau harus patuh melaksanakan perintah-perintah
kedua orang tua atau perintah orang yang mengurusimu dalam masalah
pendidikan dan pengajaran, cara belajar dan mencapai kemajuan, agar setelah
engkau besar dapat menyumbangkan jasa-jasa baik pada tanah airmu.
Hal yang paling penting yang dapat mengantarkan seseorang mengabdi
pada negara ialah keseriusanmu dalam mencari ilmu pengetahuan.Tidak ada
jalan untuk kebaikan negara, kecuali meningkatkan belajar dan menuntut ilmu
pengetahuan. Ilmu dan pengetahuan dapat membimbing manusia mencintai
penduduk negara dan mengarahkannya untuk berusaha menciptakan sesuatu
yang berguna bagi mereka, yang dapat mengangkat derajat mereka dan
membantu penyebaran ilmu pengetahuan dikalangan mereka dengan cara
membuat karya-karya ilmiah, mencetak buku-buku dan menyebarkannya.
Mendirikan sekolah, membantu anak-anak yang kurang mampu dalam belajar,
dan upaya-upaya lain untuk membantu orang lain memajukan negara
sebagaimana memajukan pertanian, perindustrian, perdagangan, dan lain
sebagianya yang dapat memajukan negara.
Untuk menggali akar kehidupan religius yang akan melahirkan nilai
nasionalisme dalam diri generasi muda bangsa, maka dimulai dari diri kita sendiri
untuk melestasrikan budaya atau tradisi pesantren yang merupakan lembaga
tertua di Indonesia. Pesantren telah mencetak ulama-ulama besar yang
berpengaruh dalam meraih kemerdekaan Indonesia. Dalam kehidupan
pesantren, pendidikan moral atau akhlak lebih dijunjung tinggi. Sehingga nilai
religius akan tertanam di benak anak yang lama kelamaan akan membentuk
sebuah karakter yang melekat.

You might also like