Professional Documents
Culture Documents
1
5. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan Penunjang
Alvarado Skor:
1. right lower quadrant tenderness (+2)
2. rebound tenderness (+1)
3. migration of pain to the right lower quadrant (+1)
4. leukositosis (+2)
5. demam > 37,50 C (+7)
total skor: 7 (appendicitis akut)
Daftar Pustaka
1. Kevin P. Lally, Charles S. Cox JR. Dan Richard J. Andrassy. Appendix on Chapter 47 in
Sabiston Textbook of Surgery 17ed ebook. New york: Saunders; 2004.h 1381-1400
2. Addiss,D G. The epidemiology of appendicitis and appendectomy in the United States.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2239906. Accessed in Juni,23,2013.
3. Brunicardi C, Anderson DK, Billiar T, Duhn DL, Hunter JG, Mathews JB, Pallock RC. 2010.
The Appendix on Chapter 30 in Schwartzs Principles of Surgery 9ed ebook. New York:
McGraw-Hills.
7. Dudley H.A.F. apendisitis akut dalam Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi 11.
Gajah Mada Unv Press. 1992. Hal 441-452
3
1. Subyektif
Tn. S, 37 tahun, pria, datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah timbul
mendadak sejak 12 SMRS. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati dan saat ini hanya
di perut kanan bawah. nyeri semakin dirasakan bila kaki kanan pasien di tekuk.
Sempat minum obat anti maag karena pasien memiliki riwayat penyakit lambung
sebelumnya namun tidak ada perubahan. Pasien juga mengeluh demam sejak sore
hari.
2. Objektif
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan:
Tanda-tanda Vital :
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis (GCS 15)
TD : 122/75 mmHg Nadi : 84 x/menit RR : 16 x/menit S : 37,7 oC
Status generalis:
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
THT : T1-T1/Faring tenang
Cor : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara napas vesikular, wheezing -/-, ronkhi -/-
Abdomen: datar, bising usus (+) normal, Nyeri Tekan McBurney (+), psoas sign (+)
Ekstremitas: akral hangat (+), oedem (-), CRT <2 detik
Pemeriksaan Penunjang
USG abdomen
5
Assessment
Appendicitis Akut
Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang mendukung untuk
diagnosis Appendicitis akut pada kasus ini ditegakkan berdasarkan:
Anamnesis :
- Nyeri perut kanan bawah yang tidak menjalar
- Nyeri timbul pertama kali di ulu hati namun saat ini dirasakan di perut kanan
bawah
- Nyeri bila kaki kanan di tekuk kearah perut
Pemeriksaan fisik :
- Suhu 37,70 C (demam > 37,50 C)
- Abdomen: datar, bising usus (+) normal, Nyeri Tekan McBurney (+), psoas
sign (+)
Pemeriksaan Penunjang
- Leukosit: 16.700
Planning
Rencana terapi :
- Metronidazole 3x500 mg
- Ranitidin 2x40 mg
- Ceftriaxone 1x2gr
- Ketorolac 3x30 mg
- IVFD Ringer laktat per 12 jam
- Diet puasa
- Pro operasi cito
7
TINJAUAN PUSTAKA
1. APPENDICITIS AKUT
DEFINISI(1)
Appendisitis adalah peradangan pada organ appendiks vermiformis atau yang di kenal
juga sebagai usus buntu. Diklasifikasikan sebagai suatu kasus medical emergency dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama appendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi
karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius
vermikularis.Penelitian Collin (1990) di Amerika Serikat pada 3.400 kasus, 50% ditemukan
adanya faktor obstruksi. Obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan limfoid submukosa
60%, fekalith 35%, benda asing 4%, dan sebab lainnya 1%.
EPIDEMIOLOGI(2)
Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang, tetapi
beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun bermakna.Hal ini disebabkan oleh
meningkatnyapenggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.Apendisitis dapat
ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang
dilaporkan.Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.Insidens
pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens
pada lelaki lebih tinggi. Meskipun jarang, pernah dilaporkan kasus appendiks neonatal dan
prenatal. Pasien dengan usia yang lebih dari 60 tahun dilaporkan sebanyak 50% meninggal
akibat apendisitis.
ETIOLOGI(1),(3)
Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks sehingga
terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendisitis akut
dapat disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus
diantaranya hiperplasia jaringan limfa, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang
menyumbat.
Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang appendiks, diantaranya :
a. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis
(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh
hiperplasia jaringan limfoid submukosa,35% karena stasis fekal, 4% karena
benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan
cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada
bermacam-macam apendisitis akut diantaranya : 40% pada kasus apendisitis
kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut gangrenosa tanpa ruptur dan
90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.
b. Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada
apendisitis akut. Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi
memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi
feses dalam lumen apendiks. Pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan
adalah kombinasi antara Bacteriodes fragilis dan E.coli, Splanchicus, Lacto-
bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang
menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob <10%.
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi
mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Ulserasi mukosa merupakan
tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi
pada pasien apendisitis yaitu :
9
Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob
11
2. Appendisitis infiltrat
Appendisitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk
gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.
3. Appendisitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka
kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, sucaecal, dan pelvic.
4. Appendisitis perforasi
Adalah pecahnya appendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk
kedalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak
daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
5. Appendisitis kronis
Merupakan lanjutan appendisitis akut supuratif sebagai proses radang yang persisten
akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial
terhadap lumen. Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologi, dinding appendiks
menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrat sel
radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh
darah serosa tampak dilatasi.
PATOFISIOLOGI(1),(3)
Sebagian besar appendiks disebabkan oleh sumbatan yang kemudian diikuti oleh infeksi.
Beberapa hal ini dpat menyebabkan sumbatan, yaitu hiperplasia jaringan limfoid, fekalith,
benda asing, striktur, kingking, perlengketan.
Bila bagian proksimal appendiks tersumbat, terjadi sekresi mukus yang tertimbun dalam
lumen appendiks, sehingga tekanan intra luminer tinggi. Tekanan ini akan mengganggu aliran
limfe sehingga terjadi edema dan terdapat luka pada mukosa, stadium ini disebut
Appendisitis Akut Ringan. Tekanan yang meninggi, edema dan disertai inflamasi
menyebabkan obstruksi aliran vena sehingga menyebabkan trombosis yang memperberat
iskemi dan edema. Pada lumen appendiks juga terdapat bakteri, sehingga dalam keadaan
tersebut suasana lumen appendiks cocok buat bakteri untuk diapedesis dan invasi ke dinding
dan membelah diri sehingga menimbulkan infeksi dan menghasilkan pus. Stadium ini disebut
Appendisitis Akut Purulenta.
Proses tersebut berlangsung terus sehingga pada suatu saat aliran darah arteri juga
terganggu, terutama bagian ante mesenterial yang mempunyai vaskularisasi minimal,
sehingga terjadi infark dan gangren, stadium ini disebut Appendisitis Gangrenosa. Pada
stadium ini sudah terjadi mikroperforasi, karena tekanan intraluminal yang tinggi ditambah
adanya bakteri dan mikroperforasi, mendorong pus serta produk infeksi mengalir ke rongga
abdomen. Stadium ini disebut Appendisitis Akut Perforasi, dimana menimbulkan peritonitis
umum dan abses sekunder. Tapi proses perjalanan appendisitis tidak mulus seperti tersebut di
atas, karena ada usaha tubuh untuk melokalisir tempat infeksi dengan cara Walling Off oleh
omentum, lengkung usus halus, caecum, colon, dan peritoneum sehingga terjadi gumpalan
massa plekmon yang melekat erat. Keadaan ini disebut Appendisitis Infiltrate.
Appendisitis infiltrate adalah suatu plekmon yang berupa massa yang membengkak dan
terdiri dari appendiks, usus, omentum, dan peritoneum dengan sedikit atau tanpa
pengumpulan pus. Usaha tubuh untuk melokalisir infeksi bisa sempurna atau tidak sempurna,
baik karena infeksi yang berjalan terlalu cepat atau kondisi penderita yang kurang baik,
sehingga appendikular infiltrate dibagi menjadi dua :
a. Appendikuler infiltrate mobile
b. Appendikuler infiltrate fixed
Perforasi mungkin masih terjadi pada walling off yang sempurna sehingga akan terbentuk
abses primer. Sedangkan pada walling off yang belum sempurna akan terbentuk abses
sekunder yang bisa menyebabkan peritonitis umum.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk
jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya dan menimbulkan
obstruksi. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada
suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami
eksaserbasi akut. Appendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas
dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukan abses
setelah 2-3 hari.
13
Gambar 2 (a). Patofisiologi Appendisitis
15
c. Nafsu makan menurun (anoreksia)
Timbul beberapa jam sesudahrasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan
anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita appendisitis akut, bila hal in
tidak ada maka diagnosis appendisitis akut perlu dipertanyakan.
d. Obstipasi dan diare pada anak-anak.
Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa
nyeri dan beberapa penderita mengalami diare. Hal tersebut timbul biasanya pada
letak appendix pelvikal yang merangsang daerah rektum.
e. Demam
Demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 38,50C tetapi bila
suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
Kelainan patologi Keluhan dan tanda
Peradangan awal Kurang enak ulu hati/daerah pusat,
mungkin kolik.
Apenditis mukosa Nyeri tekan kanan bawah
(rangsaganan automik).
Radang di seluruh ketebalan dinding Nyeri sentral pindah ke kanan bawah,
mual dan muntah.
Apendisitiskomplet radang Rangsangan peritoneum lokal
peritoneum parietale appendiks (somatik), nyeri pada gerak aktif dan
pasif,defans muskuler lokal.
Radang alat/jaringan yang menempel Genitalia interna, ureter, m.psoas
pada appendiks mayor, kantung kemih, rektum.
Apendisitis gangrenosa Demam sedang, takikardia,
mulai toksik, leukositosis.
Perforasi Nyeri dan defans muskuler seluruh
perut.
Pembungkusan tidak berhasil Demam tinggi, dehidrasi,
syok, toksik
Pembungkusan berhasil Massa perut kanan bawah, keadaan
umum berangsur membaik
Abses Demam remiten, keadaan umum toksik,
keluhan dan tanda setempat
DIAGNOSIS(5)
a. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis pada apendisitis didasarkan atas anamnesis ditambah
dengan pemeriksaan laboratorium sarta pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala
appendisitis ditegakkan dengan anamnesis, ada 4 hal penting yaitu :
o Nyeri mula mula di epigastrium ( nyeri visceral ) yang beberapa waktu
kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
o Muntah oleh karena nyeri visceral
o Demam
o Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak
sakit, menghindarkan pergerakan pada daerah perut.
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan
memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak
ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan
komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa
atau abses appendikuler.
2) Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltic dapat hilang pada ileus paralitik
karena peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.
3) Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis
lokal yaitu:
o Nyeri tekan (+) Mc. Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran bawah atau titik Mc
Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
o Nyeri lepas (+)karena rangsangan peritoneum
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat
dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan
secara tiba-tiba dilepaskan, setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang
perlahan dan dalam dititik Mc Burney.
o Defens muskuler(+) karena rangsangan M.Rektus Abdominis
17
Defens muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.Pada appendiks letak
retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri
pinggang.
Pemeriksaan Rectal Toucher
Akan didapatkan nyeri pada jam 9-12. Pada apendisitis pelvika akan
didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
4) Perkusi : nyeri ketuk (+)
c. Pemeriksaan khusus/tanda khusus
Rovsing sign
Penekanan perut kiri bawah terjadi nyeri perut kanan bawah, karena tekanan
merangsang peristaltic dan udara usus, sehingga menggerakkan peritoneum
sekitar appendix yang meradang (somatic pain)
Blumberg sign
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kiri bawah atau
kolateral dari yang sakit kemudian dilepaskan tiba-tiba, akan terasa nyeri pada
kuadran kanan bawah karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.
Psoas sign
Dilakukan dengan rangsangan muskulus psoas. Ada 2 cara memeriksa:
1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien
memfleksikan articulation coxae kanan, psoas sign (+) bila terasa nyeri
perut kanan bawah.
2. Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan pemeriksa,
psoas sign (+) bila terasa nyeri perut kanan bawah.
Gambar 3. Cara melakukan Psoas Sign
Obturator sign
Dilakukan dengan menyuruh pasien tidur telentang, lalu dilakukan gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul atau articulation coxae. Obturator sign (+)
bila terasa nyeri di perut kanan bawah.
19
Gambar 4. Cara melakukan Obturator Sign
d. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
o Pemeriksaan darah : pada laboratorium darah terdapat leukositosi ringan
( 10.000 18.000/mm3) yang didominasi >75% oleh sel Polimorfonuklear
(PMN), netrofil (shift to the left) dimana terjadi pada 90% pasien. Hal ini
biasanya terdapat pada pasien dengan akut appendisitis dan apendisitis
tanpa komplikasi. Sedangkan leukosit >18.000/mm 3meningkatkan
kemungkinan terjadinya perforasi apendiks dengan atau tanpa abses.
o Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit, dan bakteri
dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan
diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
o Pemeriksaan laboratorium lain yang mendukung diagnosa appendisitis
adalah C- reaktif protein. CRP merupakan reaktan fase akut terhadap
infeksi bakteria yang dibentuk di hepar. Kadar serum mulai meningkat
pada 6-12 jam setelah inflamasi jaringan. Tetapi pada umumnya,
pemeriksaan ini jarang digunakan karena tidak spesifik. Spesifitasnya
hanya mencapai 50-87% dan hasil dari CRP tidak dapat membedakan tipe
dari infeksi bakteri.
2) Foto polos abdomen
Radiologi polos tidak spesifik, umunya tidak efektif untuk biaya, dan
dapat menyesatkan dalam stuasi tertentu. Dalam <5%, suatu fekalith buram
mungkin tidak terlihat di kuadran kanan bawah. Foto polos abdomen dapat
digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada appendisitis akut
dapat terlihat abnormal gas pattern dari usus, tapi hal ini tidak spesifik.
Ditemukan fekalith dapat mendukung diagnosis. Dapat ditemukan pula adanya
local air fluid level, peningkatan densitas jaringan lunak pada kuadran kanan
bawah, perubahan bayangan psoas line, dan free air (jarang) bila terjadi
perforasi. Foto polos umumnya tidak dianjurkan kecuali kondisi tertentu
misalnya perforasi, obstruksi usus, saluran kemih kalkulus. Walaupun
demikian, foto polos abdomen bukanlah sesuatu yang rutin atau harus
dikerjakan dalam mengevaluasi pasien dengan nyeri abdomen yang akut.
3) USG
Merupakan pemeriksaan yang akurat untuk menentukan diagnosis
appendisitis. Tekniknya tidak mahal, dapat dilakukan dengan cepat, tidak
invasif, tidak membutuhkan kontras dan dapat digunakan pada pasien yang
sedang hamil karena tidak mengganggu paparan radiasi. Secara sonografi,
appendiks diidentifikasikan sebagai blind end, tanpa peristaltik usus. Kriteria
sonografi untuk mendiagnosis appendisitis akut adalah adanya
21
noncompressible appendiks sebesar 6 mm atau lebih pada diameter
anteroposterior, adanya appendicolith, interupsi pada kontinuitas lapisan
submukosa, dan cairan atau massa periappendiceal. Temuan perforasi
appendisitis termasuk cairan pericecal loculated, phlegmon (sebuah definisi
penyakit lapisan struktur dinding appendiks) atau abses, lemak pericecal
menonjol, dan kehilangan keliling dari layer submukosa.
False (+) dapat ditemukan pada adanya dilatasi tuba falopii dan pada
pasien yang obese hasilnya bisa tidak akurat, divertikulum Meckel,
divertikulitis cecal, penyakit radang usus, penyakit radang panggul, dan
endometriosis. Sedangkan false (-) didapatkan pada appendiks.
4) Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui
anus. Barium enema merupakan kontra indikasi pada suspek appendisitis akut
sebab pada apendisitis akut ada kemungkinan sudah terjadi mikroperforasi
sehingga kontras dapat masuk ke intraabdomen menyebabkan penyebaran
kuman ke intraabdomen. Barium enema indikasi untuk apendisitis kronik.
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaSO4 serbuk halus
yang diencerkan dengan perbandingan 1 : 3 secara peroral dan diminum
sebelum kurang lebih 8 10 jam untuk anak anak atau 10 12 jam untuk
dewasa. Pemeriksaan ini dikatakan positif bila menunjukkan appendiks yang
non-filling dengan indentasi dari caecum menunjukkan adanya appendisitis
kronis. Hal ini menunjukkan adanya inflamasi pericaecal. False negative
(partial filling) didapatkan pada 10% kasus. Barium enema ini sudah tidak lagi
digunakan secara rutin dalam mengevaluasi pasien yang dicurigai menderita
appendisitis akut.
5) CT Scan
Sangat berguna pada pasien yang dicurigai mengalami proses inflamasi
pada abdomen dan adanya gejala tidak khas untuk appendisitis. Appendiks
normal akan terlihat struktur tubular tipis pada kuadran kanan bawah yang
dapat menjadi opak dengan kontras. Appendicolith terlihat sebagai kalsifikasi
homogenus berbentuk cincin (halo sign), dan terlihat pada 25% populasi.(4)
Appendisitis akut dapat didiagnosa berdasarkan CT-Scan apabila
didapatkan appendiks yang abnormal dengan inflamasi pada periappendiceal.
Appendiks dikatakan abnormal apabila terdistensi atau menebal dan membesar
>5-7 mm. Sedangkan yang termasuk inflamasi periappendiceal antara lain
adalah abses, kumpulan cairan, edema, dan phlegmon. Inflamasi
periappendiceal atau edem terlihat sebagai perkapuran dari lemak mesenterium
(dirty fat), penebalan fascia lokalis, dan peningkatan densitas jaringan lunak
pada kuadran kanan bawah. CT-Scan khususnya digunakan pada pasien yang
mengalami penanganan gejala klinis yang telat (48-72 jam) sehingga dapat
berkembang menjadi phlegmon atau abses. Fekalith dapat dengan mudah
terlihat, tetapi adanya fekalith bukan patognomonik adanya appendisitis.
Temuan penting adalah arrowhead sign yang disebabkan penebalan dari
caecum.(3)
Kekurangan dari CT-Scan termasuk mungkin iodinasi-kontras-media
alergi, ketidaknyamanan pasien dari pemberian media kontras (terutama jika
media kontras rektal digunakan), paparan radiasi pengion, biaya dan tidak
dapat digunakan untuk wanita hamil.(3)
e. Scoring Appendisitis
Skor Alvarado(6)
Semua penderita dengan suspek appendisitis akut dibuat skor alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu : skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
dilakukan apendiktomi, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap
jaringan apendiks dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu : radang
akut dan bukan radang akut.
23
Keterangan Alvarado score :
Interpretasi dari Modified Alvarado Score :
14 sangat mungkin bukan appendisitis akut
57 sangat mungkin appendisitis akut
8 10 pasti appendisitis akut
Penanganan berdasarkan skor Alvarado :
14 : observasi
57 : antibiotik
8 10 : operasi dini
Ohmann Score.U (6)
Sign/Symptom Value
Pain on compression in the lower right quadrant 4,5
Rebound pain 2,5
Absence of urinary symptoms 2,0
Continuous pain 2,0
White blood cell count > 10000/mIL 1,5
Age under 50 years 1,5
Migration of pain to the right lower quadrant 1,0
Involuntary muscular tension (defense) 1,0
Low : < 5, Moderate : 6 11, High : 12 13
Skoring appendisitis pada anak anak(6)
Yang sering digunakan adalah Samuel Score. Sistem penilaian ini meliputi 9
variabel untuk menilai appendisitis akut :
No Kriteria Skoring
1. Gender
1) Laki-laki 2
2) Perempuan 0
2. Intensitas Nyeri
1) Berat 2
2) Sedang 0
3. Perpindahan nyeri
1) Ya 4
2) Tidak 0
4. Nyeri perut kuadran kanan bawah
1) Ya 4
2) Tidak 0
5. Muntah
1) Ya 2
2) Tidak 0
6. Suhu badan
1) 37,50C 3
2) <37,50C 0
7. Guarding
1) Ya 2
2) Tidak 0
8. Bising Usus
1) Absent/meningkat 4
2) Normal 0
9. Rebound tenderness
1) Ya 7
2) Tidak 0
Appendisitis akut mempunyai nilai 0 sampai nilai maksimal 32. Dan nilai ini
digunakan untuk mendiagnosa ada atu tidaknya appendisitis akut.
Nilai batas untuk appendisitis akut adalah >21 kemungkinan besar appendisitis
akut.
Jika nilai <15, kemungkinan untuk appendisitis akut adalah rendah.
25
menyerupai appendisitis. Pada infark omentum, dpaat teraba massa apada
abdomen dan nyerinya tidak berpindah.
- Pada pria dewasa muda : crohns disease, kolik traktur urogenitalis dan
epididimitis.
Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu menyingkirkan diagnosis
epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada skrotum. Pada crohns
disease terdapat gejala kram dan diare yang lebih menyolok, sedangkan anoreksia
tidak terdapat. Pada kolik traktus urogenital didapatkan gejala yang menjalar dari
pinggang ke genitalia, pada pemeriksaan urin terdapat kelainan sedimen misalnya
eritrosit meningkat dan biasanya tidak disertai leukositosis.
- Pada wanita usia muda : pelvic onflammatory disease (PID), kita ovarium, infeksi
saluran kencing
Pada PID, nerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista
ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.
- Pada uasia lanjut : keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi,
diverkulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis.
Appendisitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Keganasan dapat
terlihat di CT-Scan dam gejalanya muncul lebih lambat daripada appendisitis. Pada
orang tua, divertikulitis sering sukar untuk dibedakan dengan appendisitis, karena
lokasinya yang berada pada abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari
onset yang akut dan nyerinya tidak berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan
dengan CT-Scan lebih berarti dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.
Tanda tanda yang membedakan apendisitis dengan penyakit lain adalah :
a. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut
lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan
leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis.
b. Limfadenitis mesenterica
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut
yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan perasaan mual-
muntah.
c. Peradangan pelvis
Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua organ ini
sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnesitis. Untuk
menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak seksual. Suhu
biasanay lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih
difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus
diayunkan maka akan terasa nyeri.
d. Kehamilan Ektopik
Adanay riwayat terhambat menstruasi denga keluhan yang tidak menentu. Jika
terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri
yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik.
Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan kavum douglas,
dan pada kuldosentesis akan di dapatkan darah.
e. Diverticulitis
Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-kadang
dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada
diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala appendisitis.
f. Batu ureter atau batu ginjal
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos
abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.
KOMPLIKASI APPENDICITIS(7)
- Apendikular infiltrat : infiltrat atau massa yang terbentuk akibat mikro atau makro
perforasi dari appendiks yang meradang kemudian ditutupi oleh omentum, usus
halus atau usus besar.
- Apendikular abses : abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari
appendiks yang meradang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus
besar.
- Perforasi : gejalanya ialah nyeri berat dan demam >38,3 0C
- Peritonitis : peritonitis lokal dihasilkan dari perforasi gangren appendiks, yang
kemudian dapat menyebar ke seluruh rongga peritoneum. Gejalanya ialah :
peningkatan kekakuan oto abdomen, distensi abdominal dan demam tinggi.
- Ileus
PENATALAKSANAAN(8)
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan
merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan appendiktomi sambil memberikan
27
antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang
dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak
masalah. Pada apendisitis akut, abses, dan perforasi diperlukan tindakan operasi apendiktomi
cito.
Untuk pasien yang dicurigai Apendisitis :
Puasakan
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgesik tidak akan menyamarkan gejala
saat pemeriksaan fisik.
Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia produktif.
Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan
Laparotomi.
Terapi Non-Operatif
Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk
appendisitis akut bagi mereka yang sulit mendapatkan intervensi operasi (misalnya
untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memiliki resiko tinggi untuk
dilakukan operasi.
Rujuk ke dokter spesialis bedah.
Terapi Operatif
Antibiotika preoperatif (persiapan preoperatif)
Pemberian antibiotika preoperatif efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post
operasi.
Diberikan antibiotika spektrum luas dan juga untuk gram negatif dan anaerob.
Antibiotika preoperatif diberikan oleh ahli bedah.
Antibiotika profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan
antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan
Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk
Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans,
Klebsiella, dan Bacteroides.
Indikasi Appendiktomi :
Appendisitis akut
Appendisitis kronik
Periapendikular infiltrat dalam stadium tenang
Apendiks terbawa dalam operasi kandung kemih
Apendisitis perforata
Teknik operasi Apendiktomi :
1) Open Appendectomy
- Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik
- Dibuat sayatan kulit :
Lokasi Incisi
Incisi Grid Iron (McBurney Incision)
Insisi Gridiron pada titik Mc Burney. Garis insisi paralel dengan otot oblikus
eksternal, melewati titik Mc Burney yaitu 1/3 lateral garis yang menghubungkan
spina illiaka anterior superior kanan dan umbilikus. Lapisan kulit yang dibuka
pada Appendiktomi : cutis - sub cutis - fascia scarfa - fascia camfer - aponeurosis
MOE MOI - M. Transversus - fascia transversalis - pre peritoneum
peritoneum.
Sayatan ini mengenai kutis, subkutis dan fasia. Otot otot dinding perut
dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya. Setelah itu akan tampak
peritoneum parietal ( mengkilat dan berwarna biru keabu-abuan) yang disayat
secukupnya untuk meluksasi sekum. Sekum dikenali dari ukurannya yang besar
dan mengkilat dan lebih kelabu/putih, mempunya haustrae dan taenia koli,
sedangkan ileum lebih kecil, lebih merah dan tidak mempunyai haustrae dan taenia
koli. Basis appendiks dicari pada pertemuan ketiga taenia koli. Teknik inilah yang
paling sering dikerjakan karena keuntungannya tidak terjadi benjolan dan tidak
mungkin terjadi herniasi, trauma operasi minimum pada alat alat tubuh, dan masa
istirahat pasca bedah lebih pendek karena masa penyembuhannya lebih cepat.
Kerugiannya adalah lapangan iperasi terbatas, sulit diperluas, dan waktu operasi
lebih lama. Lapangan operasi dapat diperluas dengan memotong secara tajam.
29
Gambar 5. Incisi Grid Iron (McBurney Incision)
31
Gambar 6. Teknik Appendiktomi
33
Gambar 10. Laparoscopic Incisions
Komplikasi
Durante Operasi : perdarahan intraperitoneal, dinding perut, robekan pada caecum atau usus
lain.
Pasca bedah dini : perdarahan, infeksi, hematom, paralitik ileus, peritonitis, fistel usus, abses
intraperitoneal.
PROGNOSIS(10)
Mortalitas adalah 0,1% jika appendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika pecah pada orang tua.
Kematian biasanya akibat dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi. Prognosis membaik dengan
diagnosis dini sebelum perforasi terjadi dan dengan antibiotik yang adekuat. Morbiditas
meningkat seiring dengan perforasi dan usia tua.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kevin P. Lally, Charles S. Cox JR. Dan Richard J. Andrassy. Appendix on Chapter 47
in Sabiston Textbook of Surgery 17ed ebook. New york: Saunders; 2004.h 1381-1400
2. Addiss,D G. The epidemiology of appendicitis and appendectomy in the United
States. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2239906. Accessed in May 6,2016.
3. Brunicardi C, Anderson DK, Billiar T, Duhn DL, Hunter JG, Mathews JB, Pallock RC.
2010. The Appendix on Chapter 30 in Schwartzs Principles of Surgery 9ed ebook.
New York: McGraw-Hills.
4. Annonymmous. Appendicits Type.
http://www.appendicitissymptoms.org.uk/appendicitis-types.htm. Accessed in May
6,2016.
5. Old JL. Imaging for Suspected Appendicitis. Available at :
http://www.aafp.org/afp/2005/0101/p71.html#afp20050101p71-b15. Accessed in May
7,2016.
6. Vanjak D. Analysis of Scores in Diagnosis of Acute Appendicitis in women. Available
at : www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10356580. Accessed in May 9, 2013.
7. Dudley H.A.F. apendisitis akut dalam Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat
edisi 11. Gajah Mada Unv Press. 1992. Hal 441-452
8. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut-Follw-Up. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/773895-followup. Accessed in May 8,2016.
9. urDocter. Anatomy and physiology of Appendix.
Http://healthycase.com/articles/surgery/19-anatomy-and-physiology-of-appendix.
Accessed in May 13,2016.
10. Shrestha, S. Anatomy of appendix and appendicitis. http://medchrome.com/basic-
science/anatomy/anatomy-appendix-appendicitis/. Accesed in May 14,2016.
35